Gardenia memandang kedua orang yang berada di depannya dengan raut wajah datar. Mengangguk sebentar sebagai jawaban, Gardenia kembali melanjutkan langkahnya.
"Apa begitu caramu untuk menyambut kepulangan kami, Gardenia?"
Gardenia menghentikan langkah kakinya saat suara wanita itu kembali masuk ke indra pendengarannya. Wajahnya menunjukan raut kesal. Menghembuskan nafas pelan, Gardenia mencoba untuk mengatur raut wajahnya sebelum membalikkan badannya untuk melihat kedua wanita tersebut.
"Apa aku harus menyambut kedatangan kalian? Oh, apa kau berharap aku akan menyambut kalian dengar riang gembira sambil mengatakan 'Mama, Kak Loreen selamat datang. Bagaimana perjalanan kalian? Apakah menyenangkan?'" ucap Gardenia yang diakhiri dengan tawa kecil sebelum tersenyum manis.
"Jangan harap aku akan menyambut kedatangan kalian seperti itu. Itu sangat menggelikan."
Gardenia kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar. Mengabaikan kata-kata dengan nada amarah yang diucapkan oleh ibu tirinya serta suara kakak tirinya yang mencoba untuk menenangkan sang ibu. Sampai di depan kamarnya, ia segera masuk dan dengan cepat menutup kembali pintu kamar. Kembali menghela nafas berat, Gardenia segera menuju ke tempat tidurnya. Duduk sebentar di pinggiran tempat tidur, dengan kasar Gardenia merebahkan badannya hingga membuat tempat tidur itu bergoyang. Mengambil bantal terdekat, Gardenia menenggelamkan wajahnya di bantal dan mulai berteriak.
Dari arah pintu kamar terdengar suara ketukan. Mendengar suara tersebut Gardenia segera bangkit dan merapikan pakaiannya. Dengan segera ia menuju pintu dan membukanya.
"Hai!" ucap seorang laki-laki sambil tersenyum ramah.
Gardenia memandang laki-laki itu sebentar lalu membalas senyumnya. Di samping laki-laki itu terdapat troli makanan yang mengeluarkan bau yang menggugah selera, membuat perut Gardenia mengeluarkan suara kecil dan membuat laki-laki itu tertawa.
"Adikku ternyata sangat lapar hingga membuat perutnya berbunyi saat mencium bau makanan. Bagaimana jika kau memberikanku jalan untuk masuk dan kita makan bersama, kau mau bukan, Gardenia?"
Gardenia segera membuka pintu kamarnya lebih lebar dan memberikan jalan agar laki-laki tersebut masuk. Setelah laki-laki itu melewatinya, Gardenia dengan segera kembali menutup pintunya. Dengan wajah gembira, Gardenia membantu laki-laki itu menata piring dan gelas di atas meja kecil yang berada di tengah kamarnya. Setelah selesai menata piring dan gelas, mereka duduk berhadapan.
"Aku baru tahu kalau Kak Wilfred sudah pulang. Kenapa kakak tidak memberiku kabar jika kakak akan pulang?" ucap Gardenia agak kesal.
Wilfred tertawa kecil sebelum menatap Gardenia. "Kenapa aku harus memberitahumu?"
Gardenia memandang Wilfred kesal. Mengabaikan kakaknya, ia segera memakan kari yang ada di depannya dan tersenyum bahagia karena rasa kari yang ia makan sangat enak. Wilfred tersenyum kecil melihat Gardenia senang dengan kari yang dimakannya dan mulai memakan kari tersebut.
Waktu sudah berlalu selama 15 menit. Gardenia maupun Wilfred sudah selesai menghabiskan kari mereka masing-masing. Wilfred kembali memperhatikan Gardenia yang sedang meminum teh. Merasa diperhatikan, Gardenia menatap kakaknya bingung.
"Kenapa? Apa ada yang aneh dariku, Kak?"
Wilfred menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, tidak ada yang aneh darimu, Gardenia. Bagaimana kari buatanku? Apa kau menyukainya?" tanya Wilfred dengan senyum kecil.
Gardenia memandang Wilfred malas. Wajahnya dengan sangat jelas menggambarkan rasa tidak tertarik dengan pertanyaan kakak laki-lakinya. Mengambil cangkir tehnya, Gardenia memilih untuk meminum tehnya.
"Hey, kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku, Gardenia? Apa rasa kari buatanku sangat enak hingga kau tidak bisa menjawabnya?"
Meletakkan kembali cangkir tehnya, Gardenia memandang Wilfred. "Apakah wajahku terlihat seperti itu? Dan menurutku kari itu dimasak oleh Bibi Stella bukan olehmu, Kak Wilfred."
"Jangan berkata seperti itu. Walau kakakmu ini lebih sering memegang dan mengayunkan pedang bukan berarti aku tidak bisa memasak, Gardenia. Kau membuatku sedih," ucap Wilfred dengan wajah sedih.
Gardenia kembali memperhatikan raut wajah Wilfred. Mencari tahu apakah kakak laki-lakinya itu serius atau hanya sedang menipunya. Wilfred yang sadar sedang diperhatikan oleh Gardenia membuat raut wajahnya semakin sedih. Gardenia yang melihat hal itu semakin memandang wajah Wilfred.
"Berhenti menatapku seperti itu, Gardenia. Aku tahu kalau wajah kakakmu ini sangat tampan, tetapi aku tidak ingin adik kesayanganku jatuh cinta padaku. Jadi tolong berhenti menatapku seperti itu," ucap Wilfred dengan nada suara yang sedih.
Wilfred termasuk dalam kalangan keluarga bangsawan yang mempunyai wajah rupawan. Ia memiliki rambut berwarna hitam yang sama seperti ayah mereka serta iris mata yang berwarna hijau sama sepertinya dan juga mendiang sang ibu, Roseanne Nelson. Wajahnya terlihat teduh walaupun ia mempunyai sifat yang tertutup, terlebih saat bersama orang lain. Hanya saja, ia mempunyai sifat yang agak menyebalkan, terutama saat bersama Gardenia, sahabatnya dan mendiang sang ibu.
"Aku tahu kau termasuk dalam kalangan bangsawan yang mempunyai wajah rupawan hingga menjadi rebutan nona muda dari keluarga bangsawan lain, Kak Wilfred. Tetapi maaf, kau tidak lebih dari seorang kakak laki-laki menyebalkan untukku," ucap Gardenia dengan senyum manis tergambar di bibirnya.
Wilfred yang mendengar perkataan Gardenia tertawa pelan. "Aku tidak tahu kau ingin memujiku atau menghinaku. Maaf saja karena kakakmu ini sangat rupawan sehingga banyak nona muda dari keluarga bangsawan lain yang ingin aku menjadi suami mereka. Sayangnya masih belum ada yang menarik perhatianku."
Gardenia menendang kaki Wilfred dari bawah meja setelah mendengar apa yang diucapkan kakak laki-lakinya. "Sejujurnya aku tidak peduli Kak Wilfred menjadi rebutan para nona muda itu atau akhirnya kakak akan menikahi salah satu dari mereka. Dan juga … sejak kapan Kak Wilfred pandai memasak? Setiap kali pulang bukankah kakak hanya akan bertemu ayah atau mengajariku memanah dan menggunakan pedang?"
Wilfred tersenyum lebar mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Gardenia. Dengan wajah yang terangkat sedikit, Wilfred menyandarkan badannya ke kursi lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Hoo, ternyata adikku yang manis ini penasaran bagaimana kakaknya yang rupawan ini bisa pandai memasak."
Gardenia menendang kaki Wilfred untuk kedua kali. Kali ini ia menendang kakak laki-lakinya lebih keras dibanding tendangan yang pertama hingga membuat Wilfred merintih pelan.
"Cepat jawab pertanyaanku. Apa kakak selama ini tinggal bersama seseorang?"
Sekali lagi Wilfred tersenyum lebar. "Seseorang? Apa adikku ini mencurigai kakaknya selama ini tinggal dengan seorang gadis karena pandai memasak? Begitu bukan, Gardenia? Manis sekali. Ternyata adikku sangat peduli pada kakaknya."
"Apa kakak ingin aku tendang lagi?"
"Apa kau cemburu?"
Gardenia terdiam sejenak mendengar pertanyaan Wilfred. "Untuk apa aku cemburu jika tahu kakak tinggal bersama seorang wanita? Sungguh tidak masuk akal."
Wilfred tidak membalas perkataan Gardenia. Laki-laki itu hanya memandang sang adik dalam diam. Gardenia yang merasa aneh dengan situasi yang terjadi balas memandang kakak laki-lakinya sebentar lalu menatap lantai. Raut wajahnya terlihat sedih.
"Aku … aku hanya tidak ingin Kak Wilfred berada dalam masalah," ucap Gardenia pelan.
Wilfred berdiri dari posisi duduknya, berjalan pelan menuju Gardenia. Berdiri di sisi kanan sang adik, Wilfred dengan lembut mengelus pucuk kepala Gardenia. "Tenang saja, kakakmu ini tidak akan berada dalam masalah. Maksudku dalam masalah besar. Terlebih aku tidak akan melakukan hal yang akan membuatmu khawatir, Gardenia."
Gardenia menganggukkan kepalanya pelan. "Maaf."
"Tidak perlu meminta maaf. Aku tahu kau hanya khawatir padaku, terlebih aku sering tidak berada di rumah. Tenang saja, kakakmu ini selalu tidur di penginapan untuk satu orang. Dan juga jika aku melakukan seperti apa yang kau pikirkan, aku sudah akan dihukum oleh …."
Terdengar suara ketukan dari arah pintu yang membuat Wilfred menghentikan ucapannya. Suara seorang laki-laki dewasa terdengar dari arah luar kamar. Wilfred memandang sendu Gardenia.
"Gardenia, apa kau ada di dalam? Bisa ayah bicara padamu sebentar?" Wilfred menepuk pelan kepala Gardenia, bermaksud untuk memberi semangat. Gardenia tersenyum kecil sebagai balasan. Saat Wilfred akan beranjak pergi, Gardenia dengan cepat memegang ujung pakaian kakaknya. "Bisa … kakak tetap di sini?" "Baiklah, aku akan berpura-pura tidur setelah kita selesai makan. Kau tidak keberatan jika aku menggunakan tempat tidurmu, Gardenia?" "Tentu saja. Lagi pula kakak biasanya tidak pernah meminta izin untuk tidur di tempat tidurku. Sana, aku akan membukakan pintu untuk ayah." Wilfred segera menuju tempat tidur Gardenia. Melepaskan sepatunya, Wilfred lalu memposisikan dirinya tidur membelakangi pintu kamar dan menutup matanya.
Kereta kuda yang akan membawa Tuan Nelson ke Coilleach mulai berangkat dan disaksikan oleh seluruh anggota Keluarga Nelson. Nyonya Nelson kembali berdiri di samping putrinya, Loreen dan kembali menatap kereta kuda yang membawa Tuan Nelson. Kereta itu sudah berada di luar pagar kediaman Keluarga Nelson.Wilfred menatap Gardenia yang masih memperhatikan kereta kuda yang membawa ayah mereka. Ia menepuk pelan pucuk kepala Gardenia hingga membuat gadis itu sedikit kaget dan menatapnya."Mau berlatih bersama?"Gardenia berpikir sebentar, menimbang apakah ia akan menerima ajakan Wilfred atau mengajak kakaknya itu untuk melakukan hal lain. Setelah menentukan apa yang akan ia lakukan, Gardenia menatap Wilfred dan menganggukan kepalanya pelan.Loreen yang melihat kejadian itu dengan perlahan mendekati mereka. "Apa &hel
Tuan Nelson tersenyum puas memandang lembaran kertas yang ia pegang. Ternyata tidak sesulit yang ia pikirkan, walau terjadi sedikit perselisihan yang terjadi. Ia hanya menghabiskan waktu selama 5 hari untuk menyelesaikan semua urusannya. Pertemuan untuk melakukan kerja sama dengan beberapa petani dan peternak juga berjalan sangat lancar. Tuan Nelson bersyukur akan hal itu. Ia lalu menyimpan semua berkas kembali dalam koper dan menyimpan koper di tempat yang aman. Mungkin kedepannya ia akan mencoba untuk bekerja sama dengan beberapa toko yang ada di Coilleach. Hari mulai siang, matahari masih memancarkan cahayanya dengan terang. Tuan Nelson beranjak pergi keluar dari tempat penginapan yang ia sewa. Di tangannya terdapat selembar kertas. Ia membaca tulisan yang berada di kertas tersebut lalu memandang papan petunjuk yang berada di depan penginapan. "Ternyata toko roti waktu itu merupakan toko
Terdengar suara derap langkah kaki kuda yang sedang berlari kencang diiringi suara derit roda dari kereta kuda yang mulai memasuki halaman rumah Keluarga Nelson. Di dalam rumah, para pelayan sibuk membersihkan rumah. Beberapa pelayan yang bertugas merawat serta membersihkan tanaman yang berada di halaman depan dan beberapa pelayan yang sedang membersihkan jendela dari dalam rumah memperhatikan kereta kuda yang memasuki rumah Keluarga Nelson. Kereta kuda itu berhenti tepat di depan pintu depan rumah. Sang kusir segera turun dari kursi pengendaranya, beberapa orang pelayan yang memperhatikan kedatangan kereta kuda itu membantu sang kusir untuk membawa koper Tuan Nelson. Wajah sang kusir terlihat tegang dan takut, tetapi para pelayan yang melihat bagaimana raut wajah sang kusir enggan untuk menanyakan apa yang telah terjadi. Terlebih tidak adanya keberadaan Tuan Nelson di dalam kereta kuda. Di sebuah ruangan berukuran besar, Nyonya Nelson duduk d
Bulan menghiasi langit malam yang gelap, ditemani banyak bintang di sekitarnya. Cahayanya menerangi jalan di tengah hutan yang mereka lewati. Gardenia menatap bulan yang berukuran lebih besar dibanding biasanya dari balik kaca kereta kuda. Ia merapatkan matel bulu yang ia gunakan. Udara terasa lebih dingin, terlebih mereka sedang berada di jalan yang terletak di tengah hutan. Sesekali ia melirik Wilfred yang sedang memandang surat yang dikirimkan oleh Duke Forsythia dan menghela nafas. Wilfred mengalihkan pandangannya dari surat yang ia baca. Ia menatap Gardenia yang duduk di depannya. "Apa masih terasa dingin?" tanya Wilfred. Gardenia menatap Wilfred sekilas dan menganggukkan kepalanya pelan. Wilfred yang melihat Gardenia menganggukkan kepalanya pelan segera melepas mantel yang ia gunakan. "Kau
Posisi mereka masih sama, hanya saja di atas meja sekarang tersaji teh hangat dan kue kering. Wilfred dengan santai memakan kue kering yang tersusun rapi di atas piring. Ia menunggu Duke Forsythia untuk memulai pembicaraan. Gardenia memperhatikan dua laki-laki yang berada di sekitarnya, Duke Forsythia yang sedang meminum teh hangat dan Wilfred yang memakan kue kering. Sejujurnya ia juga ingin mencicipi teh hangat serta kue kering yang berada di depannya, tetapi mengingat tujuan mereka untuk membahas sesuatu, Gardenia menahan keinginannya. "Maaf… apa kita bisa mulai untuk membahas surat yang Anda kirim, Duke Forsythia?" ucap Gardenia.
Cahaya matahari mulai mengintip dari arah timur. Burung-burung mulai beterbangan di langit yang masih terlihat agak gelap. Terlihat seekor kelinci putih dengan sedikit warna cokelat pada telinga kirinya sedang memakan wortel di atas meja pada sebuah gazebo. Duke Forsythia yang sedang memberi makan kelinci itu tersenyum kecil.Wilfred yang duduk di kursi sisi lain masih memperhatikan Duke Forsythia. Ia sering berkunjung ke mansion Duke Forsythia, jadi bukan hal aneh jika di pagi hari ia melihat Duke Forsythia memberi makan kelinci. Terlebih biasanya laki-laki itu juga akan menyiapkan beberapa jenis kacang atau buah untuk seekor tupai, tetapi
Gardenia masih menatap ke arah pintu gerbang yang terbuka. Ia menghela nafas pelan. Sepertinya hari ini akan menjadi awal hari yang benar-benar berbeda. "Halo, salam kenal. Aku Lillian Alcott. Aku dengar kau akan menjadi pengganti Bibi Isabella sebagai pelayan pribadi Duke Forsythia. Apakah itu benar?" ucap seorang pelayan perempuan yang berada di dekat Gardenia. Gardenia menatap sedikit bingung pelayan perempuan yang ada di depannya. Pelayan itu sepertinya seusia dia, rambutnya berwarna hitam dengan iris mata berwarna cokelat. "Ah, benar. Saya Gardenia Nelson, pelayan pribadi Duke Forsythia yang baru." Pelayan perempuan itu terlihat
Lillian merasa bingung apa yang harus ia lakukan. Dua puluh satu tahun ia hidup, ia tidak pernah membayangkan bisa berada di satu tempat sempit yang sangat berdekatan dengan seorang bangsawan tingkat tinggi, terlebih bangsawan itu merupakan tuannya. Lillian hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu merasa takut atau gugup saat ini, bahkan kedua tangannya saling menggenggam erat.Gardenia yang duduk di samping Lillian ingin tertawa, tetapi ia juga merasa kasihan dengan gadis itu. Ia sedikit paham perasaan yang Lillian rasakan, walau ia tidak mengerti sepenuhnya karena ia sering bertemu bangsawan tingkat atas lainnya saat di pesta atau hanya kunjungan minum teh antar bangsawan. Dengan lembut ia menggenggam tangan Lillian, membuat gadis itu menatapnya bingung. Gardenia hanya tersenyum kecil tanpa mengatakan apapun.Wilfred yang berada di tempat yang sama hanya memperhatikan apa yang dilakukan ole
Tidak ada yang berbicara setelah semua selesai menyantap makan siang, bahkan setelah Gardenia selesai membersihkan peralatan makan yang telah selesai mereka digunakan. Wilfred dan Cain hanya saling pandang, tidak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan. Merasa tidak ada hal yang diperlukan ketiga laki-laki itu, Gardenia mendorong troli makanan menuju pintu keluar."Aku belum memberimu ijin untuk keluar, Gardenia."Langkah kaki Gardenia terhenti saat suara Duke memasuki indera pendengarannya. Ia menatap bingung Duke yang sekarang menatapnya. Laki-laki itu tidak mengatakan hal apapun dan hanya menatapnya saja."Maaf, saya hanya ingin mengembalikan peralatan makan yang sudah kotor in
Ia berjalan mendekati Lillian yang sedang sibuk menata kukis ke dalam stoples berukuran sedang. Gardenia hanya mengamati apa yang sedang Lillian lakukan, tidak ada niat untuk memulai percakapan hingga Lillian selesai menata kue di dalam stoples pertama. Lillian yang sedang fokus pada pekerjaannya tidak menyadari kehadiran Gardenia yang berada di belakang dirinya dan sedang memperhatikan apa yang ia lakukan. Selesai menata dengan rapi dan terlihat cantik, Lillian bermaksud untuk meletakkan nampan yang ia gunakan untuk memanggang kue ke tempat pencucian. Saat membalikkan badan Lillian terkejut dengan keberadaan Gardenia yang sekarang berada di depannya."Astaga, sejak kapan kau ada di sini, Gardenia? Kau membuatku terkejut.""Tidak lama. Maaf membuatmu terkejut, Lillian. Aku hanya menunggumu selesai menata semua kukis.""Kau bisa menyapaku, kau tahu. Tungg
Gardenia memperhatikan tetesan air yang masih setia membasahi halaman mansion Duke Forsythia dan wilayah sekitarnya. Ia ingin hujan segera berakhir agar ia bisa pergi ke Coilleach bersama Lillian lalu memberi beberapa batang cokelat, Gardenia jadi ingin makan cokelat. Gardenia sedikit terkejut saat merasakan seseorang menepuk pundaknya dengan pelan. Dengan segera ia mengalihkan pandangannya dari halaman ke arah seseorang yang tadi menepuk pundaknya. Ia melihat Duke yang berdiri di belakangnya dengan senyum kecil menghiasi wajah laki-laki itu."Maaf membuatmu terkejut," ucap Duke."Tidak apa, Duke Forsythia. Apa
Hujan deras yang turun sejak malam masih bertahan hingga saat ini. Gardenia menghela nafas pelan sambil menatap tetesan air yang membasahi halaman dari balik jendela. Dilihatnya jam saku yang ia pegang, pukul 9 lewat 15 menit pagi. Hari ini seharusnya ia pergi bersama Lillian untuk membeli keperluan dapur ke kota Coilleach dan sebenarnya mereka mempunyai rencana untuk membeli beberapa cokelat nantinya, tetapi karena hujan yang belum berhenti mereka terpaksa membatalkan janji tersebut.Kembali menghela nafas, Gardenia mengalihkan pandangannya pada tiga orang laki-laki yang sedang duduk di sofa yang berada di tengah ruangan. Duke Forsythia, Cain dan Wilfred terlihat sedang serius membahas sesuatu. Sejujurnya Gardenia merasa kurang nyaman sendirian berada di dekat ketiga orang itu. Biasanya ia akan bersama Lillian, tetapi gadis itu saat ini diminta untuk membant
Seperti hari-hari sebelumnya, hari ini Lillian kembali mengajak Gardenia untuk melakukan sesuatu. Berkat bujukan Lillian dan izin yang diberikan oleh Bibi Isabella sekarang mereka berada di kebun belakang yang berada di dekat dapur. Gardenia tidak pernah menyangka di dalam mansion mewah Duke Forsythia terdapat kebun sayur dan buah yang cukup luas yang tersembunyi di balik taman belakang. Terdapat tanaman mawar yang tumbuh subur sebagai pemisah antara taman dan kebun."Ini kebun yang dibuat oleh kepala dapur atas izin Duke. Mereka bilang berkebun bisa mengurangi stress mereka."Gardenia menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Lillian. Ia kembali memperhatikan kebun itu, terdapat beberapa sayur yang sudah siap panen dan terlihat
Laki-laki itu menghela nafas pelan, ia lalu memijat keningnya dengan pelan. Tumpukan kertas yang tidak ada habisnya membuat kepalanya terasa sedikit pusing. Melirik cangkir teh yang berada di pojok meja dan kembali menghela nafas."Sepertinya aku perlu beristirahat terlebih dahulu. Berjalan-jalan sebentar sepertinya bukan ide yang buruk."Laki-laki berambut merah sebahu itu segera merapikan tumpukan kertas di atas meja. Ia meletakan tumpukan kertas yang sudah ia baca ke atas meja lain agar tidak tercampur dan membuatnya mengulang pekerjaan membaca tumpukan kertas itu untuk kedua kalinya. Selain itu, ia juga meletakkan kertas bertuliskan 'sudah selesai' di atas tumpukan kertas itu.Merasa meja kerjanya sudah lumayan rapi, walau masih terdapat banyak tumpukan kertas, ia segera keluar dari ruang kerjanya. Di depan pintu seorang laki-laki yang mempunyai warn
Gardenia berjalan dengan riang menuju dapur. Ia menyapa dengan ramah setiap pelayan yang ia temui di lorong. Pekerjaannya menjadi pelayan pribadi ternyata tidak terlalu merepotkan seperti yang ia bayangkan. Duke bukan orang yang banyak protes, hanya saja jika sesuatu tidak berjalan sesuai penjelasan yang telah ia jabarkan, perkataan Duke akan sangat mengerikan, itu yang dikatakan oleh para pelayan. Gardenia masih belum melihat sisi mengerikan Duke seperti yang pelayan lain katakan walau ia sudah menjadi pelayan Duke selama seminggu. Bahkan saat ia menyajikan teh yang berbeda, Duke hanya menatapnya meminta penjelasan dan akan mengangguk pelan setelah ia menjelaskan mengapa teh yang disajikan berbeda. "Gardenia!" Gardenia menghentikan langkahnya saat ia mendengar suara seseorang memanggil namanya. Di ujung lorong menuju taman ia melihat Lillian yang berja
Kereta kuda yang membawa pulang Tuan Nelson sudah memasuki halaman depan kediaman Keluarga Nelson. Nyonya Nelson dan Loreen terlihat sudah berdiri di depan pintu masuk. Tuan Nelson tersenyum kecil saat kakinya memijak teras depan rumahnya. Di belakangnya terlihat Wilfred dengan raut wajah yang datar turun dari kereta kuda."Selamat datang kembali, suamiku."Nyonya Nelson segera memeluk Tuan Nelson setelah ia menyambut kepulangan suaminya dengan hangat. Loreen tersenyum senang melihat ayah tirinya sudah pulang."Selamat datang, ayah," ucap Loreen dengan suara lembut.Wilfred yang melihat hal itu dari belakang Tuan Nelson menghela nafas pelan. Ia segera mengambil kopernya dan berjalan memasuki rumah. Loreen yang melihat kepergian Wilfred menggenggam tangan laki-laki itu, membuat langkah Wilfred terhenti.