"Setop!" seru seorang pria sambil memukul bodi belakang mobil yang hendak parkir, membantu sang istri yang baru saja pulang melembur dengan segala kepenatan dan keluhan yang harus siap dihadapi.Menguap lebar wanita bersetelan semi formal itu keluar dari mobil, jam sudah menunjukkan angka 20.44, mendekati angka untuk wanita cantik ini tidur. Wajar saja, pikir pria itu tersenyum simpul melihat sang istri amat lelah."Ada paket sialan lagi di mobil, aku mau langsung mandi," ucap wanita itu melangkah masuk dan meninggalkan suaminya yang langsung membuka pintu belakang mobil.Bergegas wanita bernama Kirana Zendaya itu masuk ke dalam kamarnya, melempar tas kerja dan tas selempangnya sembarangan. Mengambil baju tidur dan berjalan malas menuju kamar mandi, besar rasanya tidak ingin mandi karena rasa kantuk, namun rasa jijik dan penat setelah beraktivitas seharian lebih besar dari pada kehendak malasnya.Aktivitas yang bukan lagi melelahkan fisik, tapi juga mental, pikiran, dan kesabaran. Sem
Terdiam merenung seorang wanita saat mendengar rekaman suara dari ponselnya, belum juga kepala itu terangkat setelah bangun tidur, sudah mendapat beban pikiran baru lagi. Kenapa hidup terus menambah beban dan masalah? "Rana ... aku minta maaf, aku gagal buat rekam semuanya." Terdengar pesan suara lain dari orang yang sama, terkatup rapat bibir wanita bernama Kirana Zendaya itu mendengarnya. Tidak ada kepedulian sedemikian rupa yang Rana rasakan, selain kecemasannya kini pada kedua orang tua. Haruskah ambil izin kantor? Haruskah membatalkan janji temu dan sosialisasi produk? Atau bisa saja datang kerja dan meninggalkan kantor lebih awal? Belum selesai Rana berpikir dan mencari solusi untuk kegiatan hari ini, ponsel sudah berdering dengan panggilan telepon yang harus segera dijawab. Mendesis pelan ia sebelum menekan tanda hijau untuk menjawab panggilan, "halo kak." "Kamu dapat rekaman suara aneh gitu, juga? Kayaknya ini tentang paket misterius," ujar seseorang dari sambungan tele
Terlempar ponsel di atas ranjang disertai dengan helaan napas lelah, "capek banget," lirih Rana berkeluh kesah sebelum bergegas keluar kamar.Beratnya pikiran dan kacaunya perasaan jelas terlihat dari kantung mata dan garis kerut di wajah, tersirat dalam pikiran kalutnya untuk melibatkan banyak orang. Dibukanya pintu kamar perlahan, sunyi dan hening cepat menyelimuti telinga hingga menciptakan denging.Menoleh ia ke kamar di sebelahnya yang sedikit terbuka, "ah ...," desah Rana pelan saat menyadari bahwa Kal tidak ada di kamar, "Kalil Nayaka!" teriaknya menuju ruang utama rumah, ruang yang menjadi ruang keluarga, ruang tamu, dan ruang tengah.Terkatup rapat dalam ekspresi kecut Rana saat melihat Kal yang tidur di atas sofa, satu kaki berada di atas dan kaki lainnya terlipat santai dengan mulut terbuka. Jijik, satu kata yang terlintas dalam benak Rana melihat gaya dan cara Kal tidur.Kejijikan yang membuatnya hampir lupa pada tujuan berada di ruang utama, "Kal, bangun ... aku mau minta
"Pagi, Bu.""Pagi.""Semangat pagi."Dan sapaan lainnya yang terdengar dan terima, senyuman simpul dan kepala sedikit tertunduk saat berpapasan menjadi awal pagi yang cukup canggung. Ada apa dengan para manusia hari ini? Pikir wanita bersetelan formal itu.Mengangkat kedua tangan untuk mengencangkan ikatan rambut bermodel ekor kuda, membiarkan rambut panjangnya terikat rapi dan mengayun pada setiap langkah kaki menghentak. Tersenyum kecil wanita bernama Kirana Zendaya itu pada timnya, "Pagi," sapanya yang cepat mendapat sahutan ramah."Bu, Pak Arhan sudah di ru ....""Iya tahu, balik kerja dan fokus," titah wanita yang akrab disapa Rana itu memotong ucapan anggotanya, anggota yang tak jarang menjadi teman namun juga menjadi asisten saat tugas luar. Kehebatan seorang Rana yang juga gaya menyebalkannya adalah dapat memposisikan diri pada tempat dan situasi, meski cara saat memposisikan diri bisa mendadak dan berubah semaunya.Tok ... tok ... Cklek!Dua kali Rana mengetuk pintu ruang ker
Gedung besar dan tinggi di pusat kota terlihat begitu gagah dan berani, seolah saling beradu untuk segera mencakar langit dan menguasai permukaan. Banyaknya gedung hebat pasti tidak terlepas dari aktivitas manusia di dalamnya, begitu pula dengan kehidupan pusat kota yang tidak terlepas dari hiruk-pikuk para pekerja, yang berlomba untuk saling memenuhi kehidupan masing-masing. Ego, nafsu, amarah, keinginan, dan kebutuhan bersatu dalam tujuan hidup setiap insan di muka bumi. Sama halnya dengan dua insan muda yang kini saling bertukar tatap, ekspresi datar dan raut wajah serius cukup menggambarkan situasi di antara keduanya. "Jadi gimana?" tanya seorang wanita memainkan jemarinya di atas meja, sedikit menenangkan diri dengan segala perkiraan yang tidak menakjubkan baginya. Semakin membisu pria di hadapan wanita cantik berambut hitam lebat itu, terkejut dirinya, tidak menyangka dalam pikiran, dan tidak terduga dalam benak akan diajak menikah oleh seorang wanita, hanya karena dirinya cur
Kegiatan kantor yang cenderung memuakkan terjadi sepanjang hari secara berulang, tidak melewatkan walau hanya satu pekerjaan dan tidak melupakan satu pun kebiasaan selama bekerja. Andai manusia memiliki remot kontrol otomatis berdasar pada aktivitas harian, Rana yakin basis data pada remot kontrolnya pun muak dengan ini semua. Berjalan santai namun penuh ketegasan dalam setiap langkahnya, sesekali tersenyum simpul membalas sapaan sesama karyawan perusahaan. Kenal atau tidak kenal bukan lagi menjadi prioritas bagi Rana saat berada di lingkungan kerjanya, dalam pikir Rana hanya jika orang itu baik maka harus membalasnya dengan perilaku baik dan berlaku untuk hal sebaliknya. "Berkas sudah dibawa semua?" tanya Rana setelah berada di dalam lif menuju lantai bawah tanah untuk ke parkiran. Selepas makan siang, sisa hari yang seringkali menjadi waktu bermalasan bagi sebagian pekerja. Begitu pula dengan seorang wanita cantik yang berdiri di samping Rana, "sudah," jawab wanita yang akrab d
"Apa lagi ini?" tanya seorang wanita mendongakkan kepala saat melihat amplop putih terlempar ke meja di hadapannya, "surat peringatan kedua?" tukas wanita itu setelah membaca tulisan di depan amplop. "Entah, sensitif banget itu perusahaan. Padahal kerjaan gue juga tuntas dan aman, gue juga sudah berusaha lebih baik lagi sejak terima SP-1," jawab pria yang melempar amplop putih ke meja, "bicara dong ke bagian HRD atau langsung ke pimpinan, bantu suami lo ini," lanjutnya melihat wanita yang duduk santai di sofa sambil membuka amplop dan membaca isi surat yang ada. Terdiam wanita cantik yang akrab disapa Rana, mengabaikan ujaran pria yang berstatus sebagai suaminya, status dari hasil kesepakatan dengan segala halangan yang menyebalkan. Bergerak pelan netranya dari kiri ke kanan, membaca dengan cermat setiap huruf terangkai di surat, "bodoh," ucap Rana meletakkan lagi surat itu ke meja sambil menatap kesal suaminya. "Siapa yang bodoh? Gue? Aneh saja lo! Yang penting kan gue sudah selesa
"Argh!" erang seorang wanita sambil memegang keningnya, sementara tangan lain memegang ponsel yang sedang menunggu sambungan telepon, "angkat dong, aku mau berangkat kerja," keluhnya seorang diri. Waktu sudah menunjukkan angka 06.33, kegelisahan dan kepanikan benar-benar membuat kakinya tidak berhenti melangkah. Bolak-balik ke teras dan ruang utama rumah, berharap tipis pada seseorang yang ditunggunya untuk segera pulang. Sampai sambungan telepon pun terjawab, "halo." Suara parau terdengar jelas di telinga wanita bersetelan formal, napas teratur dengan dengkuran tipis amat sangat mengganggu indra pendengarannya. Tidak banyak kata lagi, wanita yang akrab disapa Rana itu mematikan sambungan telepon dan beralih ke kontak yang dapat ia hubungi. Jessica Danti, sang kakak yang tidak bekerja namun memiliki satu kendaraan yang jarang digunakan. "Halo, Kak. Bisa jemput aku sekarang, enggak? Aku sudah terlambat banget, mobil dibawa Kal enggak tahu kemana," ujar Rana cepat tanpa menunggu