Mas Yoga ada di ruang lain, dia juga sedang coba baju untuk akad nikah kami nanti.Setelah kupakai, ternyata benar-benar pas. Tapi ada ruang sedikit sehingga tak pengap saat memakainya.Aku harus menjaga asupan makanan. Jangan sampai badanku melar dan baju ini malah kekecilan. Hihi."Wah, Mbak cantik sekali. Silahkan Mbak, kita perlihatkan ini sama calon suami Mbak. Yuk!"Degh!Bagaimana nanti? Sekarang saja aku sudah begitu deg-degan. Padahal ini baru fitting baju.Aku tak bisa menolak, karena bagaimanapun juga aku harus tampil cantik di hadapan calon suami. Barangkali Mas Yoga mencela baju ini tak pas saat kupakai. Itu kenapa tidak mungkin?Sembari mempersiapkan kemungkinan yang terjadi atas penglihatan Mas Yoga nanti, aku pun coba atur napas. Semoga Mas Yoga tak memandang aku jelek pakai baju akad."Mas Yoga?"Fashion designer menyapa Mas Yoga yang sedang membenarkan kerah baju membelakangi kami.Entah mengapa, keringatku malah mengucur lumayan deras. Ini tak baik, jangan sampai baj
"Mas? Kamu kok bawa aku ke sini? Ngapain? Ini udah waktunya masuk kerja loh, Mas."Aku menyanggah niat Mas Yoga yang malah mengajakku singgah sebentar di pinggir danau."Bentar aja, aku udah ijinin aku sama kamu kok sama staf kantor."Dia menjawab sembari jalan ke arah tempat duduk. Sedangkan aku masih berdiri di samping mobil menenteng tas."Ayok, sini! Duduk dulu." Dia meminta. Aku pun memutuskan untuk mendekat. Mau bagaimana lagi, kami sudah sampai.Aku duduk di sampingnya. "Sebenarnya, ada hal yang ingin aku katakan."Tegh!Wajah Mas Yoga kini serius sekali. Apa yang ingin dia katakan? Apa terkait pernikahan?Perasaanku sudah tak enak saja. "Apa, Mas? Soal apa?" tanyaku ragu."Ini … ini soal pernikahan kita. Ada hal yang ingin aku katakan sama kamu. Ini … ini mumpung cetakan undangan belum keluar karena aku yang menahannya dulu."Jleb!Apa maksudnya? Apa sebenarnya yang jadi masalah? Tiba-tiba ..."Ey, ey, ey. Dua sejoli ada di sini."Ada suara tepuk tangan juga.Fokus kami malah
PoV Maya***"Mas, maaf ya. Maafin atas apa yang dikatakan oleh Mas Anang dan pacarnya."Setelah mereka berdua berlalu, aku segera meminta maaf pada Mas Yoga.Nampaknya Mas Anang ke sini hanya ingin mengejek kami saja. Buktinya, sekarang dia kembali pergi. Kendaraan yang mereka tumpangi sudah berlalu."Tak apa-apa. Santai aja. Yuk duduk lagi."Mas Yoga dengan tenang memintaku duduk kembali. Sepertinya sekarang aku sudah bisa bertanya, apa yang ingin ia katakan tadi? Gara-gara si bibir emak-emak jadi terjeda."Em, Mas? Sebenarnya apa yang kamu mau bahas soal pernikahan kita?" tanyaku penasaran."Sebenarnya ini. Em, kamu tapi tak marah 'kan? Oh ya, ini juga akan aku bicarakan pada Ibu kamu. Begini …."Aduh, membuat hatiku berdebar saja. Apa ada yang tak setuju dengan pernikahan kami apalagi karena statusku."Kamu santai aja, Mas. Kamu jelasin aja semuanya. Aku akan dengar dengan baik kok. Mending dibicarakan sekarang, jangan dinanti-nanti. Apapun yang kamu ucapkan, aku akan siap dan ber
Kami sudah jalan ke arah kantor lagi. Tentunya naik kendaraan calon suami yang berwarna silver ini. "Em, Sayang? Aku mau tanya, apa kamu mau undang mantan kamu ke nikahan kita?"Mas Yoga tiba-tiba bertanya soal undangan ke mantan suami. Katanya, undangan pernikahan kami siap besok sore.Sebenarnya aku ingin membuktikan hinaan Mas Anang itu di pesta pernikahan kami. Tapi, aku takut Mas Yoga tak memperbolehkan Mas Anang datang. Secara, dia itu orangnya memalukan."Em, terserah kamu saja, Mas." Aku menjawab dengan sedikit senyuman. Pria di hadapanku ini masih fokus menatap jalan raya, namun sesekali menatapku."Loh, kok terserah?" ujarnya."Kalau kamu? Apa kamu akan undang mantan kamu ke pernikahan kamu?" ucapku balik."Ya, aku juga terserah kamu sih. Kalau kamu bolehin, ya mending diundang saja. Apalagi aku juga tak ada hubungan buruk dengan mereka. Kita santai aja. Tapi, kalau kata kamu tak usah ya tak apa-apa." Itu tanggapan Mas Yoga.Sebenarnya aku ingin sekali mengundang Mas Anang
PoV Maya***"Jadi bagaimana, Mas? Kamu jadi beli saham perusahaan itu?" tanyaku pada Mas Yoga yang kini telah kembali. Kami saat ini sedang makan siang bersama di kafe kantor. Setelah setengah hari bekerja, rasanya perut ini sudah keroncongan ingin diisi."Iya, Sayang. Sekarang saham perusahaan itu 85% milik perusahaan ini. Sepertinya lambat laun juga perusahaan itu akan beralih tangan."Mendengar apa yang dijelaskan Mas Yoga aku benar-benar takjub. Ternyata perusahaan Mas Anang memang sahamnya sudah beralih tangan sebagian besar.Sepertinya akan ada keseruan baru. Awas saja kamu, Mas, pasti suatu saat kamu akan merasa malu sendiri."Em, jadi, kamu punya kuasa besar di sana ya, Mas?" ucapku ikut bersimpati."Ya, dan sekarang, aku ini juga bos mantan suami kamu loh!" jelas Mas Yoga sembari menyuap kentang goreng.Benar dugaanku, Mas Anang menyangka calon suamiku orang miskin, namun sekarang adalah petinggi di perusahaan itu. Skenario ini aku suka sekali."Oh ya betul ya, Mas. Apa dia
Tok tok tok!Sore hari aku gegas melangkah ke rumah Risma. Niatku adalah untuk memberi mereka undangan pernikahan. Aku mengharapkan mereka hadir, dan yang lebih penting supaya Risma tak menduga kalau aku kecentilan pada Mas Diwan.Selama dia datang menjadi tetangga baru, mulutnya terus saja ngoceh, dan Mas Diwan malah selalu membelaku. Jelas saja, Risma semakin menganggapku wanita kurang perhatian. Jadi, sepertinya Mas Diwan memang orang baik, namun istrinya saja yang sakit."Ya? Sebentar!"Ada jawaban dari dalam, namun orangnya belum menampakkan diri. Sepertinya hanya ada Risma saja, karena tak kulihat sepeda motor terparkir. Tapi aku sengaja, datang di saat Mas Diwan tak ada, supaya tak difitnah olehnya."Eh, Maya? Ada apa?" Setelah pintu dibukanya, Risma langsung bertanya dengan delikan mata menahan kekesalan. Sepertinya dia itu memang sudah suudzon saja padaku."Kamu orang kantoran ya? Jangan sampai pinjam uang!"Belum apa-apa dia sudah menduga hal buruk. Sebenarnya Indra keenam
PoV Anang***"Halo, Mas Anang?"Tiba-tiba Sindy datang menghampiri ke rumah di siang hari. Ini hari Minggu, jadi aku ada di rumah. "Sindy?" Aku menyapanya balik. Sekarang wanita yang selama ini dekat denganku itu mendekat. Karena pintu terbuka, jadi Sindy bisa langsung nyelonong.Aku tadi ditelepon seseorang dengan cemas. Karena Lukman telah dilaporkan atas korupsi barang yang disuplai ke Halilintar Corps itu. Lukman juga malah menghubungiku setelah dia dinyatakan bersalah oleh bosnya. Tapi aku sudah bicara padanya, dia tinggal ikut saja. Aku akan bantu dia nanti.Katanya dia sedang dalam pemeriksaan. Ibu masih di kamar, dia sepertinya sedang merias diri dengan perhiasan barunya. Kalau tahu ada Sindy, dia pasti terburu-buru."Mas, katanya Om Lukman kena seret kasus korupsi itu ya? Bagaimana ini, Mas? Kamu bisa bantu? Dia itu punya anak dan istri loh. Kamu juga yang ikut dapat uangnya 'kan?" Sindy ternyata telah tahu kalau omnya ditangkap. Aku sudah wanti-wanti pada Lukman supaya t
Kuraih buku undangan yang entah siapa yang akan menikah. Dilihat dari kemasan buku undangan sepertinya orang yang lumayan berada. Tapi, orang sederhana pun di jaman sekarang malah lebih sok kaya."Anang? Ada apa?" Ibu bertanya perihal maksud kedatangan tamu. Namun, tiba-tiba ponsel milikku berdenting. Dengan begitu, pertanyaan Ibu pun hanya kujawab, "undangan, Bu. Eh, sebentar, ada panggilan.""Kalau begitu saya permisi, Pak." Si kurir pamitan."Oh iya, iya."Kurir telah pergi. Aku gegas menerima panggilan tapi sepertinya harus bicara di belakang. Sepertinya orang yang akan bicara serius telah menghubungi. Jangan sampai Sindy tahu.Buku undangan kuletakkan saja di meja. Ibu dan Sindy masih asyik ngobrol. Wanita kalau sudah bicara pasti lupa waktu dan lupa lingkungan."Kamu mau ke mana, Mas?" Sindy heran karena aku mengangkat panggilan menjauh dari mereka."Ah sudahlah, biarin. Sindy, kita belanja yuk! Tante mau, kamu temani Tante belanja."Kedengarannya Ibu dan Sindy akan pergi belanj
PoV Maya***"Oh, jadi kamu Mas biang kerok semua ini? Aku gak nyangka kamu begini ya Mas!" Aku begitu marah. Wajahnya memerah nanar menatap pria itu."Arkh, apaan kalian, dasar tukang tuduh!" Dia itu berdecak. Dia berdalih dan tidak mengakui hal yang sebenarnya terjadi.Kami sekarang sedang berada di sebuah tempat. Dimana sekarang di sini kami sudah berhadapan dengan Mas Diwan yang ternyata memang biang kerok dari semuanya.Di sini juga tidak hanya ada aku dan suami juga anak buahku. Tapi di sini juga ada Hans yang baru saja datang. Aku sengaja ingin memperlihatkan kepadanya kalau anak buahnya selama ini telah melakukan hal yang buruk.Mas Diwan mencuri identitas dirinya untuk menerorku. Dan seakan-akan Hans lah yang ingin menggencarkan rumah tanggaku bersama Mas Yoga. Pijit sekali kelakuannya.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi nya Mas Diwan oleh telapak tanganku. Mas Yog
Dada omah mundur ke belakang. Bibirnya tertarik ke atas seperti tak mengindahkan apa yang aku duga. "Ya ampun, Yoga. Kamu menduga istrimu itu hanya jadi korban orang lain? Takut itu kah kamu istri kamu pergi? Pasti benar, dia itu sudah selingkuh. Kamu ini kok kaya melindungi banget istri kamu?" Dugaanku benar, Oma menyalahkan istriku."Bukan begitu, Oma. Tapi aku sama Mas Yoga juga sedang menyelidiki siapa orang yang selalu meneror aku dengan barang-barang seperti ini. Aku benar-benar enggak tahu, Oma, aku yakin ini ada unsur disengaja." Istriku mendekat membela dirinya.Aku coba meredam kemarahan Oma. "Oke, Oma tenang dulu. Jangan marah-marah dulu. Sekarang Yoga sama Maya mau ke kamar dulu. Ada hal yang ingin kita bicarakan.""Nah, itu bagus!" Oma setuju, "pasti kamu ingin memarahi dia kan? Bagus itu, ayok sana. Jangan pernah mau kalah sama istrimu. Nanti dia bakal kebiasaan," tandas Oma.Istriku masih terus rerpojok
PoV Yoga***"Semua informasinya sudah aku kirim lewat email."Pesan masuk setelah aku keluar dari ruang meeting. Temanku yang detektif ini menjanjikan waktu sebentar, tapi karena katanya dia ada meeting penting sehingga pekerjaannya dia tunda dulu. Dan baru sekarang dia mengirimkan semuanya. Katanya sudah lewat email.Aku Pun bergegas menuju ruang bekerja. Membuka laptop dan segera mencari tahu informasi terbaru yang masuk lewat email yang yang aku pakai untuk mendapatkan informasi darinya.Tanpa basa-basi aku pun segera membaca dan melihat bukti lokasi yang telah temanku itu selidiki.Degh!Aku kaget ketika dua nomor yang berbeda itu ternyata berada di lokasi yang sama. Bahkan bukan berdekatan, tapi memang di titik yang sama.Satu Nomor dengan identitas bernama Diwan. Dan satu lagi nomor atas nama Hans. Aku malah semakin bingung, jangan-jangan dugaan istriku benar, kalau Diwan lah yang memanfaatkan situasi ini untuk meneror istriku. Tapi apa maksud dan tujuannya?Ku tanya lagi kepad
PoV Yoga***[Maaf, kita belum bisa bertemu. Aku hanya bisa mengagumimu tanpa bisa melihatmu. Kita ini berada di posisi yang masih salah. Aku punya istri dan kamu pun punya. Aku hanya berharap suatu saat kita bersatu]Wajah istriku saat ini benar-benar murung dan ketakutan. Dia pasti berpikir kalau aku akan marah. "Mas, sumpah aku nggak tahu lho Mas salah orang ini," resahnya.Aku berusaha percaya. "Oke, sudah jelas kalau orang itu benar-benar menginginkan kamu. Tapi identitasnya terus saja dia sembunyikan.""Mas, aku yakin, ini adalah kerjaan seseorang untuk menghancurkan rumah tangga kita saja. Sumpah, aku gak tahu soal ini." Kekeh istriku seperti meresahkan pikiranku saat ini.Kami berdua diam. Namun, tiba-tiba istriku mengatakan kalau dia memiliki sebuah ide. "Mas!" Dia membuyarkan lamunanku. "Ada apa?" tanyaku.Dia malah mondar-mandir. "Gini nih, Mas, aku kok jadi suuzon kalau
PoV Yoga***"Selidikku siapa Diwan yang dimaksud oleh Hans. Saya mau kabar sebelum 24 jam!" titahku pada orang suruhan.Mereka langsung sigap mengiyakan.Aku ingin tahu nama Diwan yang disebut Hans. Mungkin saja dia adalah Diwan yang sama dengan suaminya Risma.Dari kantor dia resign katanya ingin buka usaha, tapi setelah aku telusuri ternyata Diwan tidak buka usaha di rumah. Kata ibunya istriku Diwan itu seperti masih kerja kantoran.Aku ingin segera clear kan masalah ini. Keresahan hati mengenai Hans yang ingin merebut istriku ini harus segera aku pecahkan saat ini juga. Jangan sampai ada kesalahpahaman diantara kita yang terlalu jauh.Di menit kemudian tiba-tiba ponselku berdenting. Setelah melihat nama yang tertera di nomor panggilan yang masuk, ternyata dia adalah istriku.Segera aku menjawabnya. "Ya, Sayang?" sapaku lebih dulu."Mas, aku ada kabar dari sese
Ternyata Hans sedang ada masalah keluarga. Mungkinkah dia bermasalah dengan istrinya sehingga ingin mendapatkan istriku? Benar saja dia barusan menyanjung istriku tanpa ada rasa resah."Semoga rumah tangga kalian kembali membaik ya," ujarku mengharapakan."Ya, semoga. Terima kasih."Lumayan lama berbincang-bincang ke sana-kemari. Bahkan kami juga membahas bisnis yang sedang berjalan. Namun, karena sudah pukul sebelas, aku pun gegas kembali ke kantor. Cukup untuk hari ini menjadi detektif secara langsung tanpa Hans sadari. Karena aku yakin, dia tak akan sadar kalau kecurigaan hati ini jatuh padanya. Entah kalau dia sudah tahu semuanya, sehingga dia seakan-akan memperlihatkan tak sedang terjadi sesuatu di depanku.***Saat makan siang aku ijin pada istri untuk bertemu dengan dua rekan. Yang satunya baru tiba dari luar negeri setelah pergi selama empat bulan lamanya. Dia melanjutkan studi di sana."Halo, Will, apa kabar?" Aku m
PoV Yoga***Dia seperti gelisah setelah berkali-kali melirikku. "Oh, ya, it's oke. Em, diantar siapa kemari? Em, ya, duduk, duduk!" Ia nampak salah tingkah lagi. Hal yang membuat hatiku jadi tidak nyaman bila dia begini. "Resepsionis yang mengantarkan." Aku menjawab sembari duduk di sofa."Oh iya." Ia manggut dengan bola mata tak henti bergerak.Aku semakin curiga dengan ekspresinya. "Sepertinya Pak Hans sedang gelisah sekali? Ada hal buruk 'kah?" Bola matanya tak menatapku fokus. Semuanya membuatku semakin penasaran. Kenapa aku menduga dialah yang akan merusak rumah tanggaku. Untuk apa juga dia pindah rumah ke tempat yang dekat dengan rumahku? Tapi aku tak bisa suudzon begini. Harus benar-benar dicari bukti terlebih dahulu."Em, ada hal yang teramat pentingkah hingga langkah Pak Yoga sampai kemari?" tanyanya begitu resah. Tapi ada sandiwara persembunyian di baliknya."Oh tak ada apa-apa. Kebetulan saya hari
Betapa kagetnya aku, ada KTP rekan bisnisku di layar. Dengan jelas kutatap foto dan juga nama lengkap. Benar sekali, tak ada yang salah."Hans Putra Baskhara," batinku kaget.Aku zoom kembali lebih detail. Aku juga melihat lagi file lain, siapa tahu salah buka, ternyata tidak. Benar-benar identitas Hans kudapat.Ada sosial media juga yang terpaut dengan nomor asing itu. Semua wajah rekan bisnisku. Ini benar-benar membuatku bertanya-tanya. Bukankah kemarin Risma memalsukan atas nama Hans? Lalu istriku menyelidiki hingga identitas Risma dan suaminya itu terbukti? Sekarang?Apa mungkin ini bukti palsu? Gegas kuhubungi kembali si orang suruhan. Dia yakin 100%, data yang ia dapat dari nomor tersebut itu benar. Tidak ada yang keliru. Aku jadi geleng-geleng kepala. Setelah dipikir-pikir, hari ini lebih baik aku datang pada Hans. Perusahaan cabangnya yang baru berdiri itu akan kuhampiri. Mungkin dia bisa memberikan penjelasan atas semu
PoV Yoga***Sekarang di rumah ada Oma. Ia katanya ingin tinggal di sini sampai istriku melahirkan nanti. Biasalah, orang tua selalu banyak sekali aturan dan juga soal pantrangan. Kupikir dulu dia juga melakukan hal yang sama pada anak dan cucunya, dan sekarang istriku. Oma akan berada di sini untuk menjaga istri dan jabang bayiku. Mungkin lebih ke ingin menemani.Itu kata Oma, yang aku pikir di sini Oma lebih ke menginginkan peraturan baru. Dia sepertinya ingin mencaritahu bagaimana istriku kesehariannya lebih detail. Kutahu, Oma selalu menginginkan semua hal itu sempurna.Di sisi lain datangnya Oma membuatku gembira. Jadinya, aku juga bisa melihat dan menjaga dia lebih dekat lagi. Bukan hanya bertemu setahun sekali atau dua kali saja.Usianya sudah sepuh sekali. Kalau tak salah, sudah lebih dari 78 tahunan. Begitu katanya. Dengan usia demikian, dia masih mampu berjalan tegap walaupun tak secepat sewaktu masih muda. Kadang aku berpikir,