Share

Bab 76: Dilema Hati

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-03-22 23:01:01

Alena memijat pelipisnya pelan, mencoba mengusir rasa pening yang semakin menjadi. Layar komputer di hadapannya menampilkan data yang seharusnya ia analisis sejak dua jam lalu, namun pikirannya melayang entah kemana. Ia meneguk kopi yang sudah mendingin, berharap kafein bisa memfokuskan pikirannya kembali.

"Deadlinenya besok pagi, Lena," gumamnya pada diri sendiri.

Suara ketukan di pintu ruangannya membuat Alena tersentak. Jantungnya berdegup kencang ketika pintu terbuka perlahan, menampilkan sosok Adrian dengan senyum tipis di wajahnya yang tampan.

"Boleh saya masuk?" tanyanya, meskipun tubuhnya sudah setengah berada di dalam ruangan.

Alena mengangguk kaku. "Tentu, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"

Adrian melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Alena merasakan kegelisahan merayapi tubuhnya. Sudah dua minggu ini Adrian semakin sering muncul di ruangannya dengan berbagai alasan. Terkadang hanya untuk menanyakan progress pekerjaan, kadang unt

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 77: Bisikan-bisikan

    Alena merasakan tatapan-tatapan itu bahkan sebelum ia melangkahkan kaki ke ruang pantry. Pembicaraan yang tiba-tiba terhenti ketika ia masuk, lalu dilanjutkan dengan bisikan-bisikan pelan—semua itu menjadi rutinitas barunya selama seminggu terakhir."Pagi," sapanya pada sekelompok kecil staf yang sedang berkumpul di meja. Beberapa hanya tersenyum tipis, sementara yang lain mengangguk singkat. Sari, staf bagian keuangan yang biasanya ramah, kini hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan kopinya.Alena mengambil cangkir dan menyeduh kopi dalam diam. Telinganya menangkap potongan percakapan yang sengaja dipelankan."...kemarin mereka makan malam berdua lagi...""...katanya sampai jam sebelas malam masih di restoran itu...""...jelas dia naik jabatan karena itu..."Tangannya sedikit gemetar saat menuangkan kopi, membuat beberapa tetes tumpah di meja. Ia cepat-cepat membersihkannya dengan tisu."Hai, butuh bantuan?"

    Last Updated : 2025-03-22
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 78: Batasan yang Memudar

    Alena menatap email di layar komputernya dengan jantung berdebar. Pesan singkat dari Adrian, memintanya datang ke ruangan direktur pukul dua siang. Tidak ada penjelasan, tidak ada agenda meeting yang terlampir. Hanya permintaan untuk bertemu empat mata.Sejak insiden Reno datang ke kantor minggu lalu, Alena sengaja mengurangi interaksi dengan Adrian. Pertemuan langsung dibatasi pada rapat tim, diskusi pekerjaan selalu dilakukan dengan kehadiran orang lain. Strategi yang bisa mengurangi gosip, sekaligus menjaga jarak profesional dengan Adrian—setidaknya itu yang ia katakan pada dirinya sendiri.Namun kini, saat jarum jam menunjukkan pukul dua kurang lima menit, Alena tidak bisa mengabaikan kegugupan yang melandanya. Ia merapikan dokumen di mejanya, mengambil notes kecil—setidaknya untuk memberi kesan ini adalah pertemuan formal—lalu berjalan menuju ruangan Adrian di ujung koridor."Masuk," suara Adrian terdenga

    Last Updated : 2025-03-23
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 79: Investigasi Hati

    Reno memandangi layar ponselnya, jemarinya mengetuk-ngetuk meja kafe dengan gelisah. Ia telah menunggu selama lima belas menit, dan kesabarannya mulai menipis. Hujan rintik-rintik di luar menambah kegelisahan yang sudah menggerogoti pikirannya selama berminggu-minggu."Maaf, aku terlambat," ucap Bima, teman kuliahnya dulu yang kini bekerja di departemen IT di perusahaan tempat Alena bekerja. Pria berkacamata itu melepas jaket yang basah oleh air hujan dan duduk di hadapan Reno."Tidak masalah," jawab Reno, meski nadanya kontradiktif dengan kata-katanya. "Terima kasih sudah mau bertemu."Bima memesan kopi pada pelayan yang lewat, lalu menatap Reno dengan sorot mata penasaran. "Jadi, ada apa sampai harus bertemu mendadak begini? Tidak biasanya kau menghubungiku."Reno menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian. "Ini tentang Alena.""Pacarmu? Ada apa dengannya?""Kau bekerja di perusahaan yang sama, kan? Aku ingin tanya... apa kau mende

    Last Updated : 2025-03-23
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 80: Puncaknya

    "Salah paham? Semua orang di kantormu membicarakan hubunganmu dengan Adrian, dan kau bilang aku salah paham?""Mereka hanya iri karena karirku maju dengan cepat!""Karena bosmu memberikan perhatian khusus, tentu saja!" balas Reno sarkastik.Alena menggelengkan kepala, air matanya mulai jatuh. "Aku tidak percaya kau mempertanyakan integritas profesionalku. Kau pikir aku tidur dengan bosku untuk naik jabatan?"Kata-kata itu menggantung di udara, berat dengan implikasi yang tidak pernah Reno ucapkan tapi jelas terpikir olehnya. Ia terdiam, terkejut dengan arah pembicaraan mereka."Lena, aku tidak—""Tidak usah disangkal. Itu yang kau pikirkan, kan?" Alena menyeka air matanya dengan kasar. "Itu sebabnya kau menyelidikiku seperti detektif. Itu sebabnya kau bertanya pada orang-orang di kantorku tentang aku. Kau tidak percaya padaku!""Bagaimana aku bisa percaya jika kau terus menyembunyikan hal-hal dariku?" Reno berusaha mengendalikan

    Last Updated : 2025-03-23
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 1: Kehidupan Damai Alena dan Reno

    Di pagi yang cerah, sinar matahari menyelinap melalui tirai tipis di dapur kecil mereka. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan, berpadu dengan suara gesekan spatula Alena yang sibuk memasak telur dadar untuk sarapan mereka. Reno, dengan rambut acak-acakan, duduk di meja makan sambil membaca koran usang yang ia dapatkan dari tetangga.“Makanannya hampir siap, ya,” kata Alena sambil menoleh ke arah Reno. Wajahnya yang berseri-seri adalah hal pertama yang membuat Reno merasa harinya akan baik-baik saja.“Kalau kamu yang masak, apa pun bakal terasa enak,” balas Reno sambil menyeringai, mencoba mencairkan suasana.Mereka duduk bersama di meja makan kecil itu, menikmati sarapan sambil berbicara tentang rencana sehari-hari. Reno berbagi tentang tugasnya di kantor, yang mulai terasa berat akibat tekanan dari atasannya. Alena mendengarkan dengan penuh perhatian, menggenggam tangan Reno untuk menenangkan kegelisahannya.Namun, ada sesuatu yang tak diucapkan Reno. Perusahaan tempat ia be

    Last Updated : 2025-01-26
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 2: Perjuangan di Balik Kesederhanaan

    Pagi yang lain datang dengan ritme yang sama di rumah kecil Reno dan Alena. Reno, dengan kemeja biru pudar yang menjadi seragam kerjanya, bersiap untuk menghadapi hari yang penuh tantangan di pabrik. Sementara itu, Alena berdiri di ambang pintu, mengawasinya pergi sambil membawa bekal sederhana yang ia siapkan dengan cinta.“Semangat, ya. Jangan lupa makan siang,” ucap Alena sebelum Reno melangkah keluar.“Pasti. Kamu juga jangan terlalu capek,” jawab Reno sambil tersenyum tipis.Setelah Reno pergi, Alena kembali ke dalam rumah dan mulai mengatur jadwal harinya. Meski statusnya sebagai ibu rumah tangga sering kali dianggap sederhana, hari-hari Alena diisi dengan pekerjaan yang tak kalah melelahkan. Ia harus memastikan rumah mereka tetap rapi, makanan selalu tersedia, dan juga menyelesaikan kerajinan tangan yang menjadi sumber tambahan penghasilan mereka.Reno di PabrikDi pabr

    Last Updated : 2025-01-26
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 3: Kedekatan yang Menguatkan

    Pagi itu, matahari menyinari rumah kecil Reno dan Alena, seolah mengingatkan mereka bahwa hari baru adalah kesempatan lain untuk saling mencintai. Suara burung berkicau di luar jendela menjadi latar belakang yang indah untuk kebiasaan pagi mereka. Reno, yang biasanya berangkat lebih awal, memutuskan untuk mengambil waktu ekstra bersama Alena sebelum memulai harinya.“Lena, hari ini aku pikir kita harus sarapan di luar, bagaimana kalau di taman belakang?” usul Reno sambil memegang dua cangkir kopi.Alena mengangguk sambil tersenyum. Mereka membawa sarapan sederhana ke meja kecil di taman belakang. Duduk berdampingan, mereka menikmati pemandangan kebun kecil yang dirawat Alena dengan penuh cinta. Kehijauan tanaman dan bunga yang bermekaran menjadi simbol perjuangan mereka, betapa usaha kecil yang konsisten dapat menghasilkan keindahan.“Aku suka pagi-pagi seperti ini,” ujar Alena sambil menyeruput kopinya. “Tidak banyak, tapi cukup membuatku merasa beruntung.”Reno tersenyum dan menjawa

    Last Updated : 2025-01-26
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 4: Awal Retakan Kecil

    Sore itu, suasana rumah yang biasanya hangat terasa sedikit berbeda. Reno pulang kerja lebih awal dari biasanya, wajahnya tampak tegang. Alena yang sedang mempersiapkan makan malam langsung menyadari perubahan itu.“Ren, kamu kenapa? Kelihatan capek sekali hari ini,” tanya Alena lembut, meletakkan piring di meja.Reno menghela napas panjang sebelum menjawab. “Aku hanya sedang memikirkan banyak hal, Lena. Tentang pekerjaan, tentang kita... tentang keuangan keluarga kita.”Alena berhenti sejenak, menatap suaminya dengan penuh perhatian. “Apa yang terjadi? Apa yang membuatmu begitu khawatir?”Reno duduk di kursi dengan tubuh yang tampak lebih berat dari biasanya. “Gaji dari pabrik semakin tidak cukup untuk menutupi kebutuhan kita. Harga-harga terus naik, dan tabungan kita mulai menipis. Aku tidak tahu sampai kapan kita bisa bertahan seperti ini.”Alena berjalan mendekat dan duduk di sebelah Reno, menggenggam tangannya dengan lembut. “Kita sudah menghadapi banyak hal bersama, Ren. Ini buk

    Last Updated : 2025-01-26

Latest chapter

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 80: Puncaknya

    "Salah paham? Semua orang di kantormu membicarakan hubunganmu dengan Adrian, dan kau bilang aku salah paham?""Mereka hanya iri karena karirku maju dengan cepat!""Karena bosmu memberikan perhatian khusus, tentu saja!" balas Reno sarkastik.Alena menggelengkan kepala, air matanya mulai jatuh. "Aku tidak percaya kau mempertanyakan integritas profesionalku. Kau pikir aku tidur dengan bosku untuk naik jabatan?"Kata-kata itu menggantung di udara, berat dengan implikasi yang tidak pernah Reno ucapkan tapi jelas terpikir olehnya. Ia terdiam, terkejut dengan arah pembicaraan mereka."Lena, aku tidak—""Tidak usah disangkal. Itu yang kau pikirkan, kan?" Alena menyeka air matanya dengan kasar. "Itu sebabnya kau menyelidikiku seperti detektif. Itu sebabnya kau bertanya pada orang-orang di kantorku tentang aku. Kau tidak percaya padaku!""Bagaimana aku bisa percaya jika kau terus menyembunyikan hal-hal dariku?" Reno berusaha mengendalikan

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 79: Investigasi Hati

    Reno memandangi layar ponselnya, jemarinya mengetuk-ngetuk meja kafe dengan gelisah. Ia telah menunggu selama lima belas menit, dan kesabarannya mulai menipis. Hujan rintik-rintik di luar menambah kegelisahan yang sudah menggerogoti pikirannya selama berminggu-minggu."Maaf, aku terlambat," ucap Bima, teman kuliahnya dulu yang kini bekerja di departemen IT di perusahaan tempat Alena bekerja. Pria berkacamata itu melepas jaket yang basah oleh air hujan dan duduk di hadapan Reno."Tidak masalah," jawab Reno, meski nadanya kontradiktif dengan kata-katanya. "Terima kasih sudah mau bertemu."Bima memesan kopi pada pelayan yang lewat, lalu menatap Reno dengan sorot mata penasaran. "Jadi, ada apa sampai harus bertemu mendadak begini? Tidak biasanya kau menghubungiku."Reno menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian. "Ini tentang Alena.""Pacarmu? Ada apa dengannya?""Kau bekerja di perusahaan yang sama, kan? Aku ingin tanya... apa kau mende

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 78: Batasan yang Memudar

    Alena menatap email di layar komputernya dengan jantung berdebar. Pesan singkat dari Adrian, memintanya datang ke ruangan direktur pukul dua siang. Tidak ada penjelasan, tidak ada agenda meeting yang terlampir. Hanya permintaan untuk bertemu empat mata.Sejak insiden Reno datang ke kantor minggu lalu, Alena sengaja mengurangi interaksi dengan Adrian. Pertemuan langsung dibatasi pada rapat tim, diskusi pekerjaan selalu dilakukan dengan kehadiran orang lain. Strategi yang bisa mengurangi gosip, sekaligus menjaga jarak profesional dengan Adrian—setidaknya itu yang ia katakan pada dirinya sendiri.Namun kini, saat jarum jam menunjukkan pukul dua kurang lima menit, Alena tidak bisa mengabaikan kegugupan yang melandanya. Ia merapikan dokumen di mejanya, mengambil notes kecil—setidaknya untuk memberi kesan ini adalah pertemuan formal—lalu berjalan menuju ruangan Adrian di ujung koridor."Masuk," suara Adrian terdenga

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 77: Bisikan-bisikan

    Alena merasakan tatapan-tatapan itu bahkan sebelum ia melangkahkan kaki ke ruang pantry. Pembicaraan yang tiba-tiba terhenti ketika ia masuk, lalu dilanjutkan dengan bisikan-bisikan pelan—semua itu menjadi rutinitas barunya selama seminggu terakhir."Pagi," sapanya pada sekelompok kecil staf yang sedang berkumpul di meja. Beberapa hanya tersenyum tipis, sementara yang lain mengangguk singkat. Sari, staf bagian keuangan yang biasanya ramah, kini hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan kopinya.Alena mengambil cangkir dan menyeduh kopi dalam diam. Telinganya menangkap potongan percakapan yang sengaja dipelankan."...kemarin mereka makan malam berdua lagi...""...katanya sampai jam sebelas malam masih di restoran itu...""...jelas dia naik jabatan karena itu..."Tangannya sedikit gemetar saat menuangkan kopi, membuat beberapa tetes tumpah di meja. Ia cepat-cepat membersihkannya dengan tisu."Hai, butuh bantuan?"

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 76: Dilema Hati

    Alena memijat pelipisnya pelan, mencoba mengusir rasa pening yang semakin menjadi. Layar komputer di hadapannya menampilkan data yang seharusnya ia analisis sejak dua jam lalu, namun pikirannya melayang entah kemana. Ia meneguk kopi yang sudah mendingin, berharap kafein bisa memfokuskan pikirannya kembali."Deadlinenya besok pagi, Lena," gumamnya pada diri sendiri.Suara ketukan di pintu ruangannya membuat Alena tersentak. Jantungnya berdegup kencang ketika pintu terbuka perlahan, menampilkan sosok Adrian dengan senyum tipis di wajahnya yang tampan."Boleh saya masuk?" tanyanya, meskipun tubuhnya sudah setengah berada di dalam ruangan.Alena mengangguk kaku. "Tentu, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"Adrian melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Alena merasakan kegelisahan merayapi tubuhnya. Sudah dua minggu ini Adrian semakin sering muncul di ruangannya dengan berbagai alasan. Terkadang hanya untuk menanyakan progress pekerjaan, kadang unt

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 75: Kabar yang Sampai

    Alena berjalan menuju ruangan Adrian dengan perasaan berat. Setiap langkah terasa seperti melewati medan ranjau, mata-mata yang mengawasi dari sudut-sudut kantor membuat jantungnya berdegup kencang. Ketika sampai di ruangan Adrian, ia mengetuk pintu pelan."Masuk," suara Adrian terdengar dari dalam.Alena membuka pintu dan menemukan Adrian sedang berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke panorama kota. Ia berbalik dan tersenyum lebar melihat Alena."Ah, Alena. Terima kasih sudah datang." Adrian mengisyaratkan agar Alena duduk di kursi di depan mejanya. "Jadi, tentang presentasi besok..."Sementara Adrian berbicara tentang detail presentasi, pikiran Alena melayang. Bagaimana ia akan menjelaskan situasi ini pada Reno nantinya? Ia merasa terjebak dalam pusaran yang semakin dalam, dan setiap usahanya untuk keluar justru menariknya lebih jauh ke dalamnya."Alena? Kamu mendengarkan?" tanya Adrian, membuya

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 74: Tatapan yang Menghakimi

    Alena hampir tidak bisa tidur malam itu. Pesan misterius di ponselnya terus menghantui pikirannya. Ketika Reno pulang larut malam, ia berpura-pura sudah tertidur, tidak siap menghadapi pertanyaan tentang bagaimana ia pulang kerja atau tentang gosip di kantornya.Pagi berikutnya, Alena tiba di kantor dengan wajah lelah. Ia segera mengembalikan kunci mobil ke resepsionis, berharap tidak ada yang memperhatikan. Namun, saat ia berjalan menuju mejanya, ia bisa merasakan tatapan-tatapan yang mengikutinya—tatapan penuh arti yang seolah menganalisis setiap gerak-geriknya."Pagi, Alena," sapa Adrian saat berpapasan di lorong. "Bagaimana perjalanan pulangmu semalam? Mobilnya nyaman, kan?"Suara Adrian yang cukup keras membuat beberapa kepala menoleh ke arah mereka. Alena merasakan wajahnya memanas."Ya, terima kasih, Pak," jawabnya singkat sebelum bergegas menuju mejanya.Sepanjang pagi, Alena berusaha fokus pada pekerjaannya, tetapi sulit rasanya mengabaikan bisikan-bisikan yang sesekali terde

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 73: Hadiah yang Meresahkan

    "Dian menghubungi Reno?" Alena terpaku di tempatnya, jari-jarinya mencengkeram ponsel dengan kuat. "Aku... aku akan menelponmu kembali, sayang."Dengan tangan gemetar, Alena mengirim pesan pada Dian: "Kenapa kamu menghubungi suamiku?"Tak lama, balasan dari Dian masuk: "Tenang, aku hanya ingin mengajaknya bergabung untuk acara anniversary kantor bulan depan. Memangnya kenapa?"Alena menghela napas panjang, campuran antara lega dan frustrasi. Ia segera menelepon Reno kembali dan menjelaskan tentang acara anniversary kantor. Meski begitu, sepanjang perjalanan menuju restoran, kekhawatiran terus menggerogoti pikirannya.Keesokan harinya, Alena sengaja datang lebih awal ke kantor, berharap bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan sebelum rekan-rekannya datang. Ia terkejut mendapati Adrian sudah ada di ruangannya."Selamat pagi, Alena," Adrian menyapa dengan senyum ramah. "Bisa bicara sebentar?"Alena mengangguk dan mengikuti Adrian ke ruangannya. Ia berdiri dengan canggung, sementara Adrian

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 72: Bisikan di Balik Punggung

    Suara ketukan keyboard dan denting pelan notifikasi email mengisi ruang kerja pagi itu. Alena menyesap kopi dari mug keramik biru favoritnya, matanya terfokus pada layar komputer. Namun, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Sesekali ia menangkap lirikan cepat dari rekan-rekan di sekitarnya, diikuti bisikan pelan dan tawa tertahan."Hei, Alena," sapa Nina, rekan kerjanya dari divisi marketing, yang tiba-tiba muncul di samping mejanya. "Kami akan makan siang di Café Lumiere. Kamu ikut?"Alena tersenyum, merasa sedikit lega ada yang mengajaknya. "Tentu, aku sudah lapar sejak tadi."Di Café Lumiere, Alena duduk di antara Nina dan Dian. Percakapan mengalir lancar sampai Dian dengan santai bertanya, "Jadi, bagaimana proyekmu dengan Pak Adrian? Dia sepertinya sangat memperhatikanmu."Alena hampir tersedak minumannya. "Maksudmu?"Nina mengibaskan tangannya dengan gestur nakal. "Oh ayolah, kami semua melihatnya. Cara dia melihatmu saat meeting, bagaimana dia selalu memanggil namamu dengan nada y

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status