Share

Bab 70: Tepi Jurang

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 23:41:47

Hari-hari setelah percakapan dengan Reno terasa semakin berat bagi Alena. Setiap kali ia berusaha untuk berperilaku normal, perasaan bersalah yang mengganggu hatinya semakin memperburuk keadaan. Reno semakin terlihat curiga, dan ia merasa semakin terjebak dalam labirin emosional yang tak bisa ia kendalikan. Keadaan ini, yang sudah cukup rumit, semakin rumit lagi dengan hadirnya Adrian yang terus mengujinya dengan perhatian dan godaan yang tak kunjung reda.

Sementara itu, Reno juga tidak tinggal diam. Ia mulai melacak lebih jauh kehidupan Alena di kantor. Awalnya, ia mencoba bertahan dengan hanya mencurigai sedikit perubahan dalam perilaku Alena, namun seiring berjalannya waktu, kecurigaannya semakin tajam. Ia memperhatikan setiap detail yang dulu mungkin terlewatkan: Alena yang sering pulang larut malam, proyek-proyek yang tampaknya tidak pernah selesai, serta ketidakhadiran Adrian di beberapa kesempatan yang seharusnya mengharuskan kehadirannya. Semua hal ini mulai menyatu dalam piki
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 71: Perhatian yang Terlalu Jelas

    Adrian tidak lagi berusaha menyembunyikan ketertarikannya pada Alena. Ia mulai menunjukkan perhatiannya dengan cara yang semakin terang-terangan. Ia sering memberi Alena tugas-tugas khusus yang mengharuskannya berada di dekatnya lebih lama. Alena pun tidak bisa mengelak, meski ia tahu bahwa ini bukan sekadar urusan pekerjaan.Suatu pagi, saat Alena baru tiba di kantor, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Adrian muncul di layarnya:“Temui aku di ruang kerja pribadiku. Ada hal penting yang perlu kita bicarakan.”Hati Alena berdebar. Ia tahu bahwa rapat ini mungkin tidak sepenuhnya tentang pekerjaan. Namun, ia tetap berusaha menjaga sikap profesional. Setelah merapikan beberapa dokumen, ia berjalan menuju ruang kerja Adrian yang terletak di lantai paling atas. Ruang itu eksklusif, hanya beberapa orang terpilih yang bisa memasukinya, dan kini Alena menjadi salah satunya.Ketika ia tiba, pintu terbuka dengan otomatis, memperlihatkan Adrian yang sedang duduk santai di kursinya, memandang

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 72: Bisikan di Balik Punggung

    Suara ketukan keyboard dan denting pelan notifikasi email mengisi ruang kerja pagi itu. Alena menyesap kopi dari mug keramik biru favoritnya, matanya terfokus pada layar komputer. Namun, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Sesekali ia menangkap lirikan cepat dari rekan-rekan di sekitarnya, diikuti bisikan pelan dan tawa tertahan."Hei, Alena," sapa Nina, rekan kerjanya dari divisi marketing, yang tiba-tiba muncul di samping mejanya. "Kami akan makan siang di Café Lumiere. Kamu ikut?"Alena tersenyum, merasa sedikit lega ada yang mengajaknya. "Tentu, aku sudah lapar sejak tadi."Di Café Lumiere, Alena duduk di antara Nina dan Dian. Percakapan mengalir lancar sampai Dian dengan santai bertanya, "Jadi, bagaimana proyekmu dengan Pak Adrian? Dia sepertinya sangat memperhatikanmu."Alena hampir tersedak minumannya. "Maksudmu?"Nina mengibaskan tangannya dengan gestur nakal. "Oh ayolah, kami semua melihatnya. Cara dia melihatmu saat meeting, bagaimana dia selalu memanggil namamu dengan nada y

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 73: Hadiah yang Meresahkan

    "Dian menghubungi Reno?" Alena terpaku di tempatnya, jari-jarinya mencengkeram ponsel dengan kuat. "Aku... aku akan menelponmu kembali, sayang."Dengan tangan gemetar, Alena mengirim pesan pada Dian: "Kenapa kamu menghubungi suamiku?"Tak lama, balasan dari Dian masuk: "Tenang, aku hanya ingin mengajaknya bergabung untuk acara anniversary kantor bulan depan. Memangnya kenapa?"Alena menghela napas panjang, campuran antara lega dan frustrasi. Ia segera menelepon Reno kembali dan menjelaskan tentang acara anniversary kantor. Meski begitu, sepanjang perjalanan menuju restoran, kekhawatiran terus menggerogoti pikirannya.Keesokan harinya, Alena sengaja datang lebih awal ke kantor, berharap bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan sebelum rekan-rekannya datang. Ia terkejut mendapati Adrian sudah ada di ruangannya."Selamat pagi, Alena," Adrian menyapa dengan senyum ramah. "Bisa bicara sebentar?"Alena mengangguk dan mengikuti Adrian ke ruangannya. Ia berdiri dengan canggung, sementara Adrian

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 74: Tatapan yang Menghakimi

    Alena hampir tidak bisa tidur malam itu. Pesan misterius di ponselnya terus menghantui pikirannya. Ketika Reno pulang larut malam, ia berpura-pura sudah tertidur, tidak siap menghadapi pertanyaan tentang bagaimana ia pulang kerja atau tentang gosip di kantornya.Pagi berikutnya, Alena tiba di kantor dengan wajah lelah. Ia segera mengembalikan kunci mobil ke resepsionis, berharap tidak ada yang memperhatikan. Namun, saat ia berjalan menuju mejanya, ia bisa merasakan tatapan-tatapan yang mengikutinya—tatapan penuh arti yang seolah menganalisis setiap gerak-geriknya."Pagi, Alena," sapa Adrian saat berpapasan di lorong. "Bagaimana perjalanan pulangmu semalam? Mobilnya nyaman, kan?"Suara Adrian yang cukup keras membuat beberapa kepala menoleh ke arah mereka. Alena merasakan wajahnya memanas."Ya, terima kasih, Pak," jawabnya singkat sebelum bergegas menuju mejanya.Sepanjang pagi, Alena berusaha fokus pada pekerjaannya, tetapi sulit rasanya mengabaikan bisikan-bisikan yang sesekali terde

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 75: Kabar yang Sampai

    Alena berjalan menuju ruangan Adrian dengan perasaan berat. Setiap langkah terasa seperti melewati medan ranjau, mata-mata yang mengawasi dari sudut-sudut kantor membuat jantungnya berdegup kencang. Ketika sampai di ruangan Adrian, ia mengetuk pintu pelan."Masuk," suara Adrian terdengar dari dalam.Alena membuka pintu dan menemukan Adrian sedang berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke panorama kota. Ia berbalik dan tersenyum lebar melihat Alena."Ah, Alena. Terima kasih sudah datang." Adrian mengisyaratkan agar Alena duduk di kursi di depan mejanya. "Jadi, tentang presentasi besok..."Sementara Adrian berbicara tentang detail presentasi, pikiran Alena melayang. Bagaimana ia akan menjelaskan situasi ini pada Reno nantinya? Ia merasa terjebak dalam pusaran yang semakin dalam, dan setiap usahanya untuk keluar justru menariknya lebih jauh ke dalamnya."Alena? Kamu mendengarkan?" tanya Adrian, membuya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 76: Dilema Hati

    Alena memijat pelipisnya pelan, mencoba mengusir rasa pening yang semakin menjadi. Layar komputer di hadapannya menampilkan data yang seharusnya ia analisis sejak dua jam lalu, namun pikirannya melayang entah kemana. Ia meneguk kopi yang sudah mendingin, berharap kafein bisa memfokuskan pikirannya kembali."Deadlinenya besok pagi, Lena," gumamnya pada diri sendiri.Suara ketukan di pintu ruangannya membuat Alena tersentak. Jantungnya berdegup kencang ketika pintu terbuka perlahan, menampilkan sosok Adrian dengan senyum tipis di wajahnya yang tampan."Boleh saya masuk?" tanyanya, meskipun tubuhnya sudah setengah berada di dalam ruangan.Alena mengangguk kaku. "Tentu, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"Adrian melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Alena merasakan kegelisahan merayapi tubuhnya. Sudah dua minggu ini Adrian semakin sering muncul di ruangannya dengan berbagai alasan. Terkadang hanya untuk menanyakan progress pekerjaan, kadang unt

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 77: Bisikan-bisikan

    Alena merasakan tatapan-tatapan itu bahkan sebelum ia melangkahkan kaki ke ruang pantry. Pembicaraan yang tiba-tiba terhenti ketika ia masuk, lalu dilanjutkan dengan bisikan-bisikan pelan—semua itu menjadi rutinitas barunya selama seminggu terakhir."Pagi," sapanya pada sekelompok kecil staf yang sedang berkumpul di meja. Beberapa hanya tersenyum tipis, sementara yang lain mengangguk singkat. Sari, staf bagian keuangan yang biasanya ramah, kini hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan kopinya.Alena mengambil cangkir dan menyeduh kopi dalam diam. Telinganya menangkap potongan percakapan yang sengaja dipelankan."...kemarin mereka makan malam berdua lagi...""...katanya sampai jam sebelas malam masih di restoran itu...""...jelas dia naik jabatan karena itu..."Tangannya sedikit gemetar saat menuangkan kopi, membuat beberapa tetes tumpah di meja. Ia cepat-cepat membersihkannya dengan tisu."Hai, butuh bantuan?"

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 1: Kehidupan Damai Alena dan Reno

    Di pagi yang cerah, sinar matahari menyelinap melalui tirai tipis di dapur kecil mereka. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan, berpadu dengan suara gesekan spatula Alena yang sibuk memasak telur dadar untuk sarapan mereka. Reno, dengan rambut acak-acakan, duduk di meja makan sambil membaca koran usang yang ia dapatkan dari tetangga.“Makanannya hampir siap, ya,” kata Alena sambil menoleh ke arah Reno. Wajahnya yang berseri-seri adalah hal pertama yang membuat Reno merasa harinya akan baik-baik saja.“Kalau kamu yang masak, apa pun bakal terasa enak,” balas Reno sambil menyeringai, mencoba mencairkan suasana.Mereka duduk bersama di meja makan kecil itu, menikmati sarapan sambil berbicara tentang rencana sehari-hari. Reno berbagi tentang tugasnya di kantor, yang mulai terasa berat akibat tekanan dari atasannya. Alena mendengarkan dengan penuh perhatian, menggenggam tangan Reno untuk menenangkan kegelisahannya.Namun, ada sesuatu yang tak diucapkan Reno. Perusahaan tempat ia be

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26

Bab terbaru

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 77: Bisikan-bisikan

    Alena merasakan tatapan-tatapan itu bahkan sebelum ia melangkahkan kaki ke ruang pantry. Pembicaraan yang tiba-tiba terhenti ketika ia masuk, lalu dilanjutkan dengan bisikan-bisikan pelan—semua itu menjadi rutinitas barunya selama seminggu terakhir."Pagi," sapanya pada sekelompok kecil staf yang sedang berkumpul di meja. Beberapa hanya tersenyum tipis, sementara yang lain mengangguk singkat. Sari, staf bagian keuangan yang biasanya ramah, kini hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan kopinya.Alena mengambil cangkir dan menyeduh kopi dalam diam. Telinganya menangkap potongan percakapan yang sengaja dipelankan."...kemarin mereka makan malam berdua lagi...""...katanya sampai jam sebelas malam masih di restoran itu...""...jelas dia naik jabatan karena itu..."Tangannya sedikit gemetar saat menuangkan kopi, membuat beberapa tetes tumpah di meja. Ia cepat-cepat membersihkannya dengan tisu."Hai, butuh bantuan?"

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 76: Dilema Hati

    Alena memijat pelipisnya pelan, mencoba mengusir rasa pening yang semakin menjadi. Layar komputer di hadapannya menampilkan data yang seharusnya ia analisis sejak dua jam lalu, namun pikirannya melayang entah kemana. Ia meneguk kopi yang sudah mendingin, berharap kafein bisa memfokuskan pikirannya kembali."Deadlinenya besok pagi, Lena," gumamnya pada diri sendiri.Suara ketukan di pintu ruangannya membuat Alena tersentak. Jantungnya berdegup kencang ketika pintu terbuka perlahan, menampilkan sosok Adrian dengan senyum tipis di wajahnya yang tampan."Boleh saya masuk?" tanyanya, meskipun tubuhnya sudah setengah berada di dalam ruangan.Alena mengangguk kaku. "Tentu, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"Adrian melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Alena merasakan kegelisahan merayapi tubuhnya. Sudah dua minggu ini Adrian semakin sering muncul di ruangannya dengan berbagai alasan. Terkadang hanya untuk menanyakan progress pekerjaan, kadang unt

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 75: Kabar yang Sampai

    Alena berjalan menuju ruangan Adrian dengan perasaan berat. Setiap langkah terasa seperti melewati medan ranjau, mata-mata yang mengawasi dari sudut-sudut kantor membuat jantungnya berdegup kencang. Ketika sampai di ruangan Adrian, ia mengetuk pintu pelan."Masuk," suara Adrian terdengar dari dalam.Alena membuka pintu dan menemukan Adrian sedang berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke panorama kota. Ia berbalik dan tersenyum lebar melihat Alena."Ah, Alena. Terima kasih sudah datang." Adrian mengisyaratkan agar Alena duduk di kursi di depan mejanya. "Jadi, tentang presentasi besok..."Sementara Adrian berbicara tentang detail presentasi, pikiran Alena melayang. Bagaimana ia akan menjelaskan situasi ini pada Reno nantinya? Ia merasa terjebak dalam pusaran yang semakin dalam, dan setiap usahanya untuk keluar justru menariknya lebih jauh ke dalamnya."Alena? Kamu mendengarkan?" tanya Adrian, membuya

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 74: Tatapan yang Menghakimi

    Alena hampir tidak bisa tidur malam itu. Pesan misterius di ponselnya terus menghantui pikirannya. Ketika Reno pulang larut malam, ia berpura-pura sudah tertidur, tidak siap menghadapi pertanyaan tentang bagaimana ia pulang kerja atau tentang gosip di kantornya.Pagi berikutnya, Alena tiba di kantor dengan wajah lelah. Ia segera mengembalikan kunci mobil ke resepsionis, berharap tidak ada yang memperhatikan. Namun, saat ia berjalan menuju mejanya, ia bisa merasakan tatapan-tatapan yang mengikutinya—tatapan penuh arti yang seolah menganalisis setiap gerak-geriknya."Pagi, Alena," sapa Adrian saat berpapasan di lorong. "Bagaimana perjalanan pulangmu semalam? Mobilnya nyaman, kan?"Suara Adrian yang cukup keras membuat beberapa kepala menoleh ke arah mereka. Alena merasakan wajahnya memanas."Ya, terima kasih, Pak," jawabnya singkat sebelum bergegas menuju mejanya.Sepanjang pagi, Alena berusaha fokus pada pekerjaannya, tetapi sulit rasanya mengabaikan bisikan-bisikan yang sesekali terde

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 73: Hadiah yang Meresahkan

    "Dian menghubungi Reno?" Alena terpaku di tempatnya, jari-jarinya mencengkeram ponsel dengan kuat. "Aku... aku akan menelponmu kembali, sayang."Dengan tangan gemetar, Alena mengirim pesan pada Dian: "Kenapa kamu menghubungi suamiku?"Tak lama, balasan dari Dian masuk: "Tenang, aku hanya ingin mengajaknya bergabung untuk acara anniversary kantor bulan depan. Memangnya kenapa?"Alena menghela napas panjang, campuran antara lega dan frustrasi. Ia segera menelepon Reno kembali dan menjelaskan tentang acara anniversary kantor. Meski begitu, sepanjang perjalanan menuju restoran, kekhawatiran terus menggerogoti pikirannya.Keesokan harinya, Alena sengaja datang lebih awal ke kantor, berharap bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan sebelum rekan-rekannya datang. Ia terkejut mendapati Adrian sudah ada di ruangannya."Selamat pagi, Alena," Adrian menyapa dengan senyum ramah. "Bisa bicara sebentar?"Alena mengangguk dan mengikuti Adrian ke ruangannya. Ia berdiri dengan canggung, sementara Adrian

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 72: Bisikan di Balik Punggung

    Suara ketukan keyboard dan denting pelan notifikasi email mengisi ruang kerja pagi itu. Alena menyesap kopi dari mug keramik biru favoritnya, matanya terfokus pada layar komputer. Namun, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Sesekali ia menangkap lirikan cepat dari rekan-rekan di sekitarnya, diikuti bisikan pelan dan tawa tertahan."Hei, Alena," sapa Nina, rekan kerjanya dari divisi marketing, yang tiba-tiba muncul di samping mejanya. "Kami akan makan siang di Café Lumiere. Kamu ikut?"Alena tersenyum, merasa sedikit lega ada yang mengajaknya. "Tentu, aku sudah lapar sejak tadi."Di Café Lumiere, Alena duduk di antara Nina dan Dian. Percakapan mengalir lancar sampai Dian dengan santai bertanya, "Jadi, bagaimana proyekmu dengan Pak Adrian? Dia sepertinya sangat memperhatikanmu."Alena hampir tersedak minumannya. "Maksudmu?"Nina mengibaskan tangannya dengan gestur nakal. "Oh ayolah, kami semua melihatnya. Cara dia melihatmu saat meeting, bagaimana dia selalu memanggil namamu dengan nada y

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 71: Perhatian yang Terlalu Jelas

    Adrian tidak lagi berusaha menyembunyikan ketertarikannya pada Alena. Ia mulai menunjukkan perhatiannya dengan cara yang semakin terang-terangan. Ia sering memberi Alena tugas-tugas khusus yang mengharuskannya berada di dekatnya lebih lama. Alena pun tidak bisa mengelak, meski ia tahu bahwa ini bukan sekadar urusan pekerjaan.Suatu pagi, saat Alena baru tiba di kantor, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Adrian muncul di layarnya:“Temui aku di ruang kerja pribadiku. Ada hal penting yang perlu kita bicarakan.”Hati Alena berdebar. Ia tahu bahwa rapat ini mungkin tidak sepenuhnya tentang pekerjaan. Namun, ia tetap berusaha menjaga sikap profesional. Setelah merapikan beberapa dokumen, ia berjalan menuju ruang kerja Adrian yang terletak di lantai paling atas. Ruang itu eksklusif, hanya beberapa orang terpilih yang bisa memasukinya, dan kini Alena menjadi salah satunya.Ketika ia tiba, pintu terbuka dengan otomatis, memperlihatkan Adrian yang sedang duduk santai di kursinya, memandang

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 70: Tepi Jurang

    Hari-hari setelah percakapan dengan Reno terasa semakin berat bagi Alena. Setiap kali ia berusaha untuk berperilaku normal, perasaan bersalah yang mengganggu hatinya semakin memperburuk keadaan. Reno semakin terlihat curiga, dan ia merasa semakin terjebak dalam labirin emosional yang tak bisa ia kendalikan. Keadaan ini, yang sudah cukup rumit, semakin rumit lagi dengan hadirnya Adrian yang terus mengujinya dengan perhatian dan godaan yang tak kunjung reda.Sementara itu, Reno juga tidak tinggal diam. Ia mulai melacak lebih jauh kehidupan Alena di kantor. Awalnya, ia mencoba bertahan dengan hanya mencurigai sedikit perubahan dalam perilaku Alena, namun seiring berjalannya waktu, kecurigaannya semakin tajam. Ia memperhatikan setiap detail yang dulu mungkin terlewatkan: Alena yang sering pulang larut malam, proyek-proyek yang tampaknya tidak pernah selesai, serta ketidakhadiran Adrian di beberapa kesempatan yang seharusnya mengharuskan kehadirannya. Semua hal ini mulai menyatu dalam piki

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 69: Pertanyaan yang Menghantui

    Hari itu terasa berbeda. Alena bisa merasakan ketegangan yang menebal di udara. Meskipun ia berusaha untuk tetap tenang dan fokus pada pekerjaannya, hatinya terasa seperti dihantui oleh perasaan yang tak terucapkan. Ia tahu bahwa Reno semakin curiga, semakin merasa ada yang tidak beres, dan akhirnya, hari itu datang juga—saat di mana Reno tidak bisa lagi diam.Pagi itu, Alena datang lebih awal ke kantor, berharap bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan tanpa gangguan. Namun, begitu ia melangkah masuk ke ruangannya, ia langsung merasakan ada yang berbeda. Reno sudah ada di sana, duduk di kursinya, tampak lebih serius daripada biasanya. Biasanya, ia akan menyapa dengan senyuman atau candaan ringan, tetapi kali ini, tidak ada sedikit pun ekspresi ceria di wajahnya.Alena mencoba tersenyum dan duduk di meja kerjanya, berusaha menunjukkan bahwa tidak ada yang berubah. "Pagi, Reno," sapanya dengan nada biasa, meskipun hatinya mulai berdegup kencang.Namun, Reno tidak membalas dengan sapaan ha

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status