Adrian duduk di pinggir jendela, menatap langit yang perlahan memudar menjadi biru keabu-abuan. Hembusan angin malam menyapu rambutnya yang tergerai panjang, namun pikirannya jauh lebih berat daripada angin itu. Setiap detik yang berlalu semakin memperjelas satu hal: dia tidak bisa terus bersembunyi dari perasaannya sendiri. Ia tak bisa terus bertahan dalam kebingungan dan keraguan. Perasaan yang selama ini dipendam, yang selalu ia coba ingkari, kini meresap dalam setiap napasnya. Ia tahu, malam ini adalah malam yang tak bisa ditunda lagi.
Alena, wanita yang telah menorehkan begitu banyak luka dan cinta di hatinya, sedang berada di ruang sebelah, sibuk dengan pekerjaannya. Suara ketukan penanya di atas kertas tidak mampu menghapus perasaan yang menguasai diri Adrian. Cinta. Cinta yang tumbuh diam-diam, namun kini telah meruntuhkan benteng pertahanannya. Tapi apakah ia siap menghadapinya? Dan apakah Alena, dengan segala keteguhannya, akan menerima perasaan itu?
Malam te
Setelah pertengkaran hebat dengan Reno, Alena merasa jiwanya kosong, seolah ada yang hilang dari dirinya. Keputusan yang terpaksa ia buat untuk menjaga jarak dari Adrian bukan karena perasaan hatinya yang berubah, tetapi karena rasa takut yang semakin besar menguasai dirinya. Ia tidak tahu bagaimana harus bersikap setelah mengungkapkan ketakutannya, dan ia merasa cemas setiap kali bertemu Adrian, khawatir jika perasaan itu akan semakin berkembang dan mengguncang dunia yang sudah ia bangun. Keheningan yang tercipta antara mereka semakin membekas di dalam hati Alena.Malam itu, setelah percakapan yang menegangkan, Alena berusaha untuk tidur dengan tenang. Namun, pikirannya terus berputar. Setiap kali ia memejamkan mata, bayangan wajah Adrian, dengan matanya yang penuh harap, terlintas dalam pikirannya. Ia tak bisa menyingkirkannya, tak bisa mengabaikannya. Namun, ia juga tak tahu bagaimana menghadapi kenyataan bahwa perasaan itu ternyata ada, bahkan lebih besar dari yang ia kir
Hari demi hari berlalu, dan meskipun Alena berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya, perasaan yang mengganggu itu tetap menghantuinya. Adrian, dengan cara yang halus namun pasti, terus mencari cara untuk mendekatinya. Setiap kesempatan yang ada, dia selalu menemukan alasan profesional untuk berada di dekat Alena. Ia meminta pendapat Alena tentang berbagai keputusan kecil, mengundangnya untuk ikut dalam rapat yang sebenarnya bisa ia jalani sendirian, bahkan menawarkan proyek-proyek baru yang hanya bisa dikerjakan jika mereka bekerja sama. Semua itu dilakukan dengan tujuan yang sangat jelas: untuk mengembalikan kedekatan yang mereka miliki sebelum perasaan rumit itu muncul.Namun, meskipun Alena tahu bahwa tindakan Adrian lebih dari sekadar pekerjaan, ia berusaha keras untuk tetap bersikap profesional. Ia menahan dirinya untuk tidak terlarut dalam perasaan yang seharusnya tidak ada di tempat kerja. Alena mencoba menjaga jarak dengan cara yang paling sederhana, meskipun hatinya terus
Malam itu, hujan turun dengan deras, meneteskan air ke trotoar dan menciptakan genangan di jalan-jalan kota. Suasana di luar terasa gelap, namun di dalam kafe kecil yang terletak di sudut jalan, cahaya lampu temaram memberikan kehangatan yang nyaman. Alena duduk di salah satu meja di dekat jendela, menatap hujan yang mengguyur dengan wajah kosong. Ia menyeduh kopi hitamnya, menikmati keheningan yang menyelimuti dirinya saat ia mencoba menenangkan pikirannya.Alena tidak ingin kembali ke rumah dalam hujan. Ia lebih memilih menunggu hingga hujan reda. Meski demikian, ia tahu bahwa keputusan itu akan membuatnya terlambat sampai rumah. Akhir-akhir ini, ia merasa ada terlalu banyak hal yang harus dipikirkan, terlalu banyak perasaan yang sulit untuk dihadapi. Ketegangan yang ada antara dirinya dan Adrian semakin menyulitkan, dan ia membutuhkan waktu untuk merenung.Saat ia meneguk kopinya, pintu kafe terbuka, dan seorang pria masuk, mengguncang tubuhnya dari hujan yang turun
Setelah malam itu, semuanya terasa berbeda bagi Alena. Hujan yang turun deras seakan membawa sesuatu yang tak terungkapkan dalam dirinya. Pertemuan itu, dengan semua percakapan yang tak terduga dan sisi lain Adrian yang ia lihat, mulai menghantui pikirannya. Meskipun ia berusaha mengabaikan perasaan itu, kenyataan bahwa Adrian kini tidak hanya sekadar bosnya mulai semakin sulit untuk dipungkiri. Ada ketegangan yang muncul setiap kali ia berada di dekatnya, dan meskipun ia berusaha sekeras mungkin untuk tetap profesional, perasaan yang berkembang dalam dirinya mulai mengganggu pikiran dan konsentrasinya.Hari-hari setelah pertemuan malam itu terasa berbeda. Alena menyadari bahwa ia mulai mencari alasan untuk berinteraksi lebih banyak dengan Adrian. Setiap kali mereka bertemu di kantor, ia merasa seolah ada ikatan yang lebih kuat daripada sebelumnya, meskipun keduanya mencoba menjaga jarak secara profesional. Terkadang, dalam keramaian kantor, ia menangkap pandangan Adrian yang penuh pe
Alena berusaha keras untuk mengabaikan perasaannya terhadap Adrian. Setiap kali ia merasa ketertarikan itu mulai menguat, ia berusaha memadamkannya dengan berbagai cara. Ia mencoba fokus pada pekerjaannya, memusatkan perhatian pada tugas-tugas yang ada, berharap itu bisa mengalihkan pikirannya dari perasaan yang semakin sulit untuk dikelola. Namun, semakin ia mencoba menghindar, semakin terasa berat baginya. Adrian, yang selama ini tampak begitu tegas dan profesional, mulai menunjukkan perhatian yang lebih terang-terangan, membuat perasaan Alena semakin terperangkap dalam ketegangan yang tak terungkapkan.Semakin banyak waktu yang mereka habiskan bersama, semakin ia merasa bahwa ada sesuatu yang berkembang di antara mereka, meskipun mereka berusaha untuk tidak menunjukkannya. Adrian tidak lagi hanya memberikan instruksi atau masukan profesional, tetapi juga memperhatikan hal-hal kecil. Ia mulai menanyakan tentang kesejahteraan Alena, tentang apa yang ia suka, bahkan apa yang
Perjalanan malam itu terasa lebih lama dari biasanya, meskipun jarak antara kantor dan rumah Alena tidak begitu jauh. Mobil yang meluncur pelan di jalanan basah menyisakan percikan air yang terpantul dari lampu jalan. Di dalam mobil, suasana di antara Adrian dan Alena semakin terasa penuh ketegangan. Tidak ada lagi pembicaraan ringan atau basa-basi. Hanya suara hujan yang terdengar di luar dan desah napas mereka yang halus, menciptakan suasana yang semakin intim.Adrian, yang biasanya tegas dan terkontrol, kini tampak lebih rileks, meskipun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan di wajahnya. Ia melirik Alena sekilas sebelum akhirnya membuka percakapan dengan suara yang lebih lembut dari biasanya. “Alena,” katanya, memecah keheningan yang telah mengisi ruang mobil, “aku tahu kita sudah banyak berbicara tentang pekerjaan, tetapi… ada hal lain yang ingin aku bicarakan. Sesuatu yang lebih pribadi.”Alena menoleh ke arah Adrian, sedikit terkejut dengan perubahan dalam nada suaranya. Ia
Hujan turun semakin deras ketika Adrian membawa mobil itu ke depan apartemen Alena. Suara gemericik air yang menyiram kaca mobil menambah ketegangan yang sudah menyelimuti atmosfer di dalam kendaraan. Meskipun perjalanan sudah berakhir, keduanya masih terdiam, seakan waktu berhenti sejenak, menunggu momen yang seolah sudah lama tertunda. Keheningan itu semakin menekan perasaan Alena, dan ia bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat, beradu dengan suara hujan yang terus mengguyur atap mobil.Adrian menepikan mobilnya di dekat pintu gerbang apartemen, tetapi tidak segera membuka pintu. Ia hanya menatap jalanan yang basah, mengamati lampu-lampu kota yang terpantul di genangan air. Di sampingnya, Alena duduk diam, tangan di atas pangkuannya, berusaha menenangkan dirinya. Namun, hatinya bergejolak. Ia tahu bahwa segala sesuatu telah berubah malam ini, meskipun mereka tidak mengatakannya dengan jelas. Semuanya terasa berbeda.Saat mobil berhenti sepenuhnya, Alena menoleh ke arah Ad
Hujan yang turun deras itu seakan menjadi saksi bisu dari segala kegelisahan yang kini menguasai Alena. Kakinya terasa seperti terikat ketika ia melangkah cepat menjauh dari mobil Adrian. Bibirnya yang masih terasa hangat dari ciuman yang tak terduga itu, kini mengering, dan hatinya terasa lebih berat daripada sebelumnya. Ketika pintu apartemen tertutup rapat di belakangnya, Alena berdiri sejenak di ruang tamu, menatap dinding yang kosong. Hujan di luar tidak bisa menghapus keruhnya pikirannya. Apa yang baru saja terjadi? Apa yang telah ia lakukan?Perasaan bersalah langsung mengalir dalam dirinya. Ciuman itu bukanlah sekadar sebuah impuls yang hilang begitu saja. Itu adalah sesuatu yang lebih dalam, lebih nyata, dan lebih mempengaruhi dirinya daripada yang ia kira. Sesuatu yang telah lama terpendam, yang kini meledak begitu saja dalam satu momen tak terduga. Alena menutup matanya dan menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi perasaan itu hanya semakin menggelora.Kenapa
Cahaya senja menerobos masuk melalui jendela apartemen Reno, menciptakan bayangan panjang yang seolah menegaskan keheningan mencekam antara dua orang yang kini duduk berhadapan. Reno dengan tatapan tajamnya, dan Alena dengan wajah yang diliputi kecemasan."Apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan Adrian?" tanya Reno akhirnya, nada suaranya tajam memecah keheningan.Alena tersentak, meskipun ia sudah mempersiapkan diri untuk pertanyaan ini. Di sudut hatinya, ia tahu cepat atau lambat Reno akan mengonfrontasinya secara langsung. Namun, kenyataannya tetap terasa berat."Reno, ini bukan seperti yang kamu pikirkan," jawabnya dengan suara bergetar, berusaha tetap tenang meski jantungnya berdegup kencang.Reno mendengus, tergelak pahit. "Kamu selalu menghindar, Alena! Selalu ada saja alasan, selalu ada saja penjelasan yang kabur." Ia bangkit dari kursinya, berjalan mondar-mandir di ruangan dengan frustrasi yang tak bisa disembunyikan. "Aku mulai merasa bahwa kamu lebih memilih dia daripad
Sophia merapikan blazernya dengan gerakan anggun sembari melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. Dari balik jendela kantornya di lantai 35, Jakarta terlihat seperti miniatur kota yang dihiasi lampu-lampu gemerlap. Senyum tipis tersungging di bibirnya ketika ponselnya bergetar—pesan dari Reno yang mengkonfirmasi pertemuan mereka sore ini.Sempurna, pikirnya. Semuanya berjalan sesuai rencana. Masalah antara Reno dan Alena adalah peluang emas yang tak boleh ia sia-siakan.Sophia telah mengincar posisi direktur pemasaran yang kini dipegang Alena selama bertahun-tahun. Persaingan ketat di antara mereka bukanlah rahasia bagi siapapun di kantor. Namun, bagi Sophia, ini lebih dari sekadar ambisi profesional—ini tentang pembuktian diri. Selalu berada di bayang-bayang kesuksesan Alena telah menjadi duri yang menggores hatinya setiap hari."Kau terlalu terobsesi," begitu Adrian pernah memperingatkannya. "Fokus saja pada pekerjaanmu sendiri."Ironisnya, justru Adrian yan
Reno menatap layar laptopnya dengan tatapan kosong. Di depan matanya, sebuah email yang tak seharusnya ia baca terpampang jelas—sebuah pertukaran pesan antara Alena dan Adrian. Jemarinya bergetar saat ia mengusap wajahnya yang lelah. Sudah berminggu-minggu ia merasakan ada yang tidak beres, dan kini bukti itu terpampang di hadapannya."Aku rindu padamu. Kapan kita bisa bertemu lagi tanpa harus khawatir?" tulis Adrian dalam email tersebut.Balasan Alena tak kalah menyakitkan: "Aku juga. Ini sulit, tapi aku harus berhati-hati. Reno mulai mencurigai sesuatu."Reno menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang tidak karuan. Ia tidak pernah membayangkan akan melakukan hal seperti ini—mengakses email kekasihnya secara diam-diam. Tetapi keputusasaan telah mendorongnya ke titik ini.Hubungan mereka yang dulunya penuh kehangatan kini berubah menjadi lautan ketegangan yang tidak terucapkan. Setiap pesan yang tidak dibalas, setiap panggilan yang tidak dijawab, semuanya ha
Sementara itu, Sophia—wanita ambisius yang bekerja di perusahaan Adrian—mulai melihat adanya celah untuk memanfaatkan situasi. Ia sudah lama merasa bahwa Adrian memiliki perhatian lebih kepada Alena, dan kini ia melihat peluang untuk menyingkirkan Alena dari persaingan. Sophia mulai mendekati Reno, berpura-pura menjadi teman yang peduli dan menawarkan informasi yang bisa memicu keraguan lebih lanjut. Sophia tahu bahwa jika ia bisa memecah hubungan antara Alena dan Adrian, ia bisa mengambil alih posisi Alena di perusahaan dan mendapatkan perhatian Adrian.Sophia Greene mematut dirinya di cermin toilet kantor, memastikan tidak ada sedikit pun lipstik merah marunnya yang luntur. Sempurna, seperti biasa. Ia merapikan blazer hitamnya yang sudah disetrika rapi dan menarik napas dalam-dalam."Hari ini harus berhasil," bisiknya pada bayangan di cermin.Sudah tiga tahun Sophia bekerja di divisi pemasaran perusahaan Adrian. Tiga tahun pula ia berusaha mendapatkan perhatian lebih dari Adrian McK
Reno mulai merasa ada yang tidak beres. Alena, yang dulu sangat terbuka, kini tampak lebih tertutup dan sering kali menghindar darinya. Perubahan sikap ini memunculkan kecurigaan yang semakin besar. Satu malam, Reno memutuskan untuk menyelidiki lebih dalam, mencari tahu apakah ada yang sedang disembunyikan oleh Alena. Dengan hati-hati, ia mulai mengumpulkan informasi dari rekan-rekan kerja Alena dan juga menyelidiki riwayat pekerjaan Alena di perusahaan Adrian. Meskipun ia belum menemukan bukti yang jelas, perasaan curiganya semakin berkembang.Hujan pertama di bulan Oktober mengguyur Jakarta malam itu. Reno duduk sendirian di balkon apartemennya, menatap lampu-lampu kota yang berpendar di kejauhan. Segelas kopi yang mulai mendingin tergeletak di meja, tepat di samping ponselnya yang berulang kali ia periksa, berharap ada pesan dari Alena.Sudah hampir dua minggu sejak terakhir kali mereka berbicara dengan benar-benar terbuka. Alena selalu memiliki alasan—terlalu sibuk, terlalu lelah,
Suatu malam, ketika Alena sedang bekerja lembur, Adrian datang ke kantornya untuk mengecek beberapa laporan. Tanpa disangka, Adrian duduk di meja Alena dan mulai berbicara dengan cara yang sangat pribadi, jauh dari kesan dingin yang biasanya ia tunjukkan."Kamu tidak harus melakukan semua ini sendiri, Alena," kata Adrian dengan lembut. "Aku tahu, kadang-kadang pekerjaan ini bisa sangat membebani. Tapi kamu tidak sendirian."Kata-kata Adrian membuat Alena merasa begitu dihargai. Namun, dalam hatinya, ia merasa semakin terikat padanya. "Mungkin aku hanya ingin dia merasa diterima," pikir Alena, namun ia tahu bahwa perasaan ini telah melampaui sekadar simpati.Saat Alena melangkah pulang malam itu, perasaan yang ada dalam dirinya semakin sulit dipahami. Ia terjebak antara simpati, rasa ingin melindungi, dan keterikatan yang semakin mendalam. Ia menyadari bahwa semakin banyak waktu yang ia habiskan bersama Adrian, semakin sulit bagi dirinya untuk menjaga jarak. Perasaan itu mulai berkemban
Dalam sebuah pertemuan bisnis, Adrian memberikan perhatian yang lebih pribadi pada Alena. Ia memastikan untuk memberi pengakuan atas kerja kerasnya, dan meskipun tidak mengungkapkan perasaan secara langsung, Alena merasa ada kehangatan dalam sikap Adrian. Ia sering kali merasakan perhatian yang lebih dari sekadar profesionalisme, dan itu membuatnya semakin terikat. "Apakah ini hanya perasaan simpati?" Alena bertanya pada dirinya sendiri. "Atau ada sesuatu yang lebih dalam?" Ia mulai merasa bingung tentang perasaannya yang berkembang lebih jauh dari sekadar rasa kasihan atau simpati.Ruang rapat di lantai 15 gedung Elysium Corp itu dipenuhi dengan eksekutif dari berbagai divisi. Suasana formal terasa kental dengan presentasi dan laporan yang silih berganti dipaparkan. Di tengah atmosfer profesional ini, Alena duduk di samping Adrian, sadar akan kehadirannya yang terasa begitu dekat."Selanjutnya, Ibu Alena akan mempresentasikan laporan keuangan kuartal ini," kata Direktur Utama, member
Alena merasa bahwa simpati yang tumbuh dalam dirinya mulai membuatnya semakin terikat pada Adrian. Setiap kali ia melihatnya, hatinya berdebar. Meskipun ia berusaha keras untuk tetap menjaga batas-batas profesional, ia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa kedekatan mereka semakin kuat. Adrian, meskipun masih menjaga jarak emosionalnya, mulai lebih sering mendekati Alena, baik di kantor maupun dalam pertemuan pribadi. Setiap kali mereka berinteraksi, Alena merasakan semacam koneksi yang lebih dari sekadar hubungan atasan dan bawahan.Minggu-minggu berlalu sejak pembicaraan mereka di taman belakang kantor. Musim semi mulai berganti dengan kehangatan musim panas yang menyenangkan. Dedaunan hijau menaungi jalanan kota, menciptakan bayangan yang menyejukkan di tengah teriknya matahari. Alena mengamati perubahan ini dari balik jendela ruang kerjanya, seraya merenungkan perubahan dalam hidupnya sendiri."Sedang melamun?" Suara Adrian membuyarkan lamunannya.Alena berbalik, mendapati Adrian
Beberapa hari setelah percakapan mereka, Alena merasa gelisah. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak terus memikirkan Adrian. Tentu saja, dia merasa kasihan pada Adrian, tetapi sekarang ada sesuatu yang lebih—sesuatu yang membuatnya merasa ingin melindungi pria itu, meskipun ia tahu bahwa hal itu bisa membawanya ke dalam hubungan yang rumit. Ia bahkan merasa cemas setiap kali Adrian datang untuk bekerja, khawatir akan perasaan yang semakin mendalam ini. "Apa aku bisa terus bekerja dengannya seperti ini?" tanyanya pada dirinya sendiri.Pagi itu, Alena sengaja datang lebih awal ke kantor. Ia berharap bisa menenangkan pikirannya sebelum bertemu Adrian. Kantor yang sunyi memberikannya kesempatan untuk berpikir jernih. Alena duduk di kursinya, menatap tumpukan dokumen yang belum selesai, tapi pikirannya melayang jauh.Sejak Adrian menceritakan tentang masa lalunya, ada sesuatu yang berubah dalam diri Alena. Bukan hanya rasa simpati, tapi juga kekaguman atas ketangguhan pria itu. Adrian te