"K-kakak?"
Pria itu mengangguk, memeluk Amira dengan erat. Amira yang berlari menghambur ke pelukannya tiba-tiba teringat dengan orangtuanya di masa kecil dulu. Ingatan dua puluh tiga tahun yang lalu kembali berlayar di kepalanya."Amira."Keduanya saling berpelukan melepaskan kerinduan yang telah lama dipendam. Amira akhirnya memiliki keluarga yang sebenarnya. Air mata yang tak pernah putus menandakan dirinya masih begitu merindu pada kakaknya yang selama ini dicarinya dalam mimpi."Amira takut." Amira terisak di dalam pelukan kakaknya. Ia sempat menoleh ke belakang, tepatnya pada tempat Keenandra berdiri sekarang. Kekasih Amira itu tersenyum dengan mata merah berkaca-kaca."Sekarang jangan takut lagi ya. Kakak sudah mendengar ceritanya dari mulut kekasih kamu." pria itu menepuk-nepuk punggung Amira dengan lembut lalu membawanya berjalan menuju kekasihnya yang telah menunggu di dekat pintu masuk.Setelah lelah berjalan, Am"Aku baru tahu kalau Amira itu adik ipar aku. Kenapa dunia sempit?" keluh Natalia yang hanya dibalas anggukan oleh Keenandra. "Kamu mencari tahu tentang keluarga Amira?" "Pertama, sudah ada kejanggalan dengan surat perjanjian pernikahan milik aku. Yang kedua, tentang seluk-beluk adopsi Amira di keluarga Winata. Kenapa rasanya aneh, masa sih Amira tidak punya saudara satupun?" Keenandra mengunyah kacang sembari menjawab pertanyaan dengan santai. "Jenius juga." Keenandra menoleh ke belakang, rupanya Amira belum juga muncul dari ruang kerja kakaknya. Ia kembali mengambil kacang yang berada di dalam toples kecil di hadapannya. "Aku selalu jenius. Tidak seperti calon tunanganmu itu." dalam sekali suap, lima kacang dikunyah oleh Keenandra. Amira mencebikkan bibirnya kesal dengan jawaban Keenandra yang menyebalkan. "Aneh. Kamu musuhan terus dengan Andrinof," tudingnya. "Andrinof yang terus nekat mendekati Amira membuat aku harus j
Amira terus tersenyum mengingat kejadian hari ini yang terus membekas di kepalanya. Pelangi indah telah melingkar cantik di kehidupannya. Badai yang sempat membuatnya terjatuh, perlahan meninggalkannya. Amira menoleh, ia tersenyum lebar melihat wajah damai Keenandra yang ikut tersenyum seperti dirinya dalam tidur. Usapan demi usapan Amira berikan untuk Keenandra yang masih menutup matanya. Pria itu lelah tapi bahagia. Untuk satu alasan, Amira mengecup pipi kekasihnya lalu berbisik di telinganya. "Terima kasih, sayang. Aku akan berusaha memberikan yang terbaik buat kamu." Tanpa diduga Keenandra yang terbangun karena usapan lembut tadi menarik tangan Amira agar masuk ke dalam dekapan lembutnya. Amira memekik terkejut akan tindakan tiba-tiba itu lalu memukul lengan besar milik kekasihnya. "Ih, kamu. Kaget tahu!" pekik Amira. "Senang?" Amira mengangguk. "Semuanya untuk kamu, sayang. Jalan kita dipermudah tuhan." Amira tidur di atas tubuh
"Bu Amira." Citra masuk ke dalam ruangan Amira setelah mengetuk pintunya. Amira menaruh pena lalu mendongakkan wajahnya menatap Citra. "Ada tamu. Dia ingin ketemu Bu Amira." "Siapa?" tanya Amira mengerutkan dahinya. "Natalia." Amira tersenyum lalu mengangguk membiarkan tamu yang Citra maksud masuk ke dalam ruangan. Saat Natalia menginjakkan kakinya, Amira menyambut wanita itu dengan pelukan layaknya saudara. "Kak Amira." Natalia memeluk Amira dengan hangat. "Maaf kesini enggak bilang-bilang. Tadi aku tanya sama Andrinof alamat kakak. Aku ganggu enggak?" Amira menggelengkan kepalanya. "Enggak, kamu enggak ganggu kok. Ada sesuatu yang penting?" Amira mempersilakan Natalia untuk duduk di sofa tengah sedangkan dirinya memanggil asisten kantor untuk membawakan Natalia minuman, lalu bergabung duduk bersama dengan adik iparnya itu. "Kak, nanti aku mau makan siang sama Andrinof. Dia bilang mau ajak aku ke resto favoritnya
Amira dan Keenandra menahan napas mereka dalam-dalam saat dokter membuka hasil tes yang diberikan oleh suster beberapa menit lalu. Keenandra menegang, begitu pula dengan Amira. Kedua wajah tenang mereka tak bisa menghilangkan kekhawatiran yang begitu besar terlebih dengan hasil tes di tangan dokter itu. "Jangan bermain-main, dok." Keenandra tak sabar dengan hasil tesnya. Amira menyikut lengan Keenandra dan menyuruhnya diam. "Wow, sudah ada yang tak sabar rupanya. Sebentar ya." dokter itu mengulum senyumnya hingga melebar. Sungguh, Keenandra tak menyukai senyum aneh itu sekarang. Tak lama kemudian dokter itu mengulurkan tangannya. "Selamat ya, kalian berdua akan jadi ayah dan ibu segera." "Amira hamil?" sebenarnya Keenandra sudah tahu, hanya saja pernyataan dokter membuatnya terkejut. Dipeluknya tubuh Amira lalu dengan brutalnya ia menciumi setiap sudut wajahnya. Mengungkapkan kebahagiaan yang terlalu besar hingga melupakan dokter di depannya.
Sidang lanjutan perceraian Keenandra dan Aletta kembali digelar. Kali ini agendanya hanya untuk mediasi kedua belah pihak dan mendengarkan pembelaan dari pihak Aletta yang merasa dituduh telah membuat surat palsu. Di sisi Keenandra, mau bagaimanapun cara Aletta membela diri tetap saja dia yang punya bukti untuk menceraikan Aletta secepatnya. Aletta menunduk sedih sejak masuk ke dalam ruang sidang. Memakai baju putih dengan rambut yang diikat rapi ke belakang, serta riasan wajah yang tak terlalu mencolok membuatnya tampak seperti seorang terdakwa. Sementara Keenandra duduk tegap tak menoleh sedikitpun pada istrinya yang masih terus menunduk di sampingnya. Keenandra tidak luluh dengan sikap Aletta yang terlihat pasrah. "Saudara Keenandra, mempertimbangkan pernikahan kalian yang baru berjalan seumur jagung apakah tidak ada keputusan lain yang akan kalian lakukan. Mengingat, Aletta telah menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri pada Keenandr
Aletta tak terima dengan keputusan hakim yang telah mengesahkan perceraian antara ia dan Keenandra. Sepulangnya dari pengadilan, ia menangis meraung-raung tak hentinya hingga orangtuanya kebingungan. Terutama Sonia yang tentunya malu jika orang bertanya apa yang terjadi pada anak semata wayangnya. Sedangkan Ardiwira hanya diam saja, ia bahkan tak membantu istrinya sama sekali saat Aletta meraung-raung di kamarnya. "Pa, bantu Aletta. Tolong temui keluarga Bara. Minta Keenandra untuk menenangkan Aletta." Sonia panik, berlari dari kamar Aletta yang terletak di lantai dua. Tak membalas, Ardiwira memilih menghabiskan makanannya. "Pa, Aletta anak kita." "Ya, saya tahu. Saya harus apa? Sejak awal saya tidak ingin terlibat dengan akal-akalan kamu dan Aletta. Tapi saya dibawa ke dalam permainan kalian. Saya sebenarnya malu, saya seperti tak punya wajah kalau bertemu dengan keluarga mereka. Lalu, kamu meminta saya untuk datang ke keluarga itu? Kamu kira saya peng
Acara gosip di televisi membuat kepala Amira berputar. Beritanya selalu simpang siur, Amira dijadikan tertuduh dari retaknya hubungan Aletta dan Keenandra. Klik. 'Berita hari ini datang dari pasangan yang baru saja resmi bercerai di pengadilan agama dengan begitu dramatis. Mereka adalah Keenandra dan Aletta yang pernikahannya sempat menghebohkan dunia infotainment. Tampak sang mantan istri menangis histeris sementara mantan suaminya memilih pergi dari ruang sidang menuju mobilnya. Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata sudah ada kekasih si mantan suami yang telah menunggunya dari dalam mobil. Apakah benar gosip yang beredar, kalau Amira adalah pengusik rumah tangga Aletta dan Keenandra?' Klik. Layar menghitam. Amira menoleh ke samping, sudah ada Keenandra yang baru saja pulang dari kantor. "Kok dimatikan? Aku kan mau nonton," rengek Amira dengan mata berkaca-kaca. "Acara sampah. Besok aku buat klarifikasi sama mereka." Keena
"Silakan untuk kedua pasang yang akan bertunangan malam ini maju ke panggung. Kita akan segera melakukan acara tukar cincin yang akan disaksikan oleh para tamu undangan." pembawa acara berseru dari atas panggung memanggil Natalia dan Andrinof yang berjalan sangat mesra. Tangan Natalia digandeng hingga naik ke atas panggung hingga membuat banyak orang melongo kaget. Acara tukar cincin pun dimulai. Andrinof mulai memasukkan cincin ke jari manis Natalia dengan perlahan. Tak lupa satu kecupan disematkan di dahinya, pertanda kalau mereka berdua sudah saling mencintai satu sama lain. Andrinof yang awalnya tak menyukai dengan perjodohan ini, perlahan menerimanya. Sikap dingin Natalia yang menjadikan rasa penasaran itu hadir. Mungkin setelah ini, Andrinof akan belajar cara mencintai yang benar pada calon istrinya itu. Dari kejauhan, tampak Sam dan Citra yang baru saja datang bertepuk tangan dengan meriah. Sam menggandeng tangan Citra untuk maju ke depan agar bi
"Dia pikir dia siapa?" Anna memukul meja kayu di ruangan kerja Bara setelah diusir oleh Keenandra dari ruangannya. Matanya memerah marah dengan emosi yang hampir saja tak bisa dikendalikannya. Niatnya untuk mendekati mantan kekasihnya hilang dalam sekejap karena kata-kata kasar pria itu. "Ternyata dia makin jauh sekarang. Aku pikir, dia hanya singgah sementara lalu akan kembali padaku." Anna memejamkan mata sambil berjalan mengitari ruangan kerja itu. Kepalanya berpikir banyak hal dan cara agar Keenandra mau menerima kehadirannya lagi. Dulu, Keenandra adalah satu-satunya pria yang mau berteman dengannya saat masih sekolah. Dia adalah pria yang selalu memberikan tangannya untuk diraih saat sedang ada masalah. Namun, semenjak orangtuanya tahu tentang hubungan mereka dan mengancam masa depan, mereka pun berpisah. Anna tak tahu apa yang terjadi di tahun berikutnya. Sejak mereka putus, Anna memilih menyingkir dari hidup Keenandra dan tak menunjukkan wajahnya lagi. "Apa yang harus kul
Berita kebahagiaan pasangan Keenandra dan Amira tersebar luas di media. Setelah hampir satu bulan merahasiakan peristiwa percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Aletta, kini mereka siap untuk mempublikasikan semuanya tanpa perantara siapapun. Keenandra duduk tegap diantara banyak media yang hadir. Matanya menatap satu kamera yang mengarahkannya untuk berbicara sesuai dengan yang ingin dibicarakan. "Hari ini, saya ingin menyampaikan kebenaran berita yang telah simpang siur di berbagai media dan pembicaraan dari mulut ke mulut. Mengenai rumor jika istri saya adalah perebut suami orang, itu tidak benar. Saya dan mantan istri menikah karena sebuah perjanjian." Keenandra menarik napas panjang sejenak lalu melanjutkan lagi kalimatnya. "Ketika saya menemukan jika surat perjanjian itu palsu, saya langsung menceraikannya. Sebelum saya menikah, saya sudah bertunangan dengan Amira dan gagal karena perjanjian palsu itu. Jadi, sudah selayaknya saya kembali kepadany
Sejak menghindar dari kejaran Maya, hidup Citra menjadi sedikit tenang sekarang. Tak ada lagi yang mengusiknya hingga menjelang pernikahannya bulan depan. Mungkin saja wanita itu memilih menghindarinya juga karena ancaman dari Sam beberapa waktu lalu. Maya adalah tipe wanita yang tak takut dengan apapun, kecuali kakeknya. Sam mengatakan, dirinya akan mengadu pada kakek Maya jika terus menerus menganggu kehidupannya. Namun, semuanya tak bertahan lama. Maya tiba-tiba saja muncul di kantor Amira dengan senyuman lebarnya. "Hai, Citra," sapanya dari jauh. Citra terdiam, hanya membalas sapaannya dengan lambaian tangannya. "Kita makan siang di luar. Aku mau ajak kamu ke resto yang dulu pernah kamu rekomendasikan." 'Kapan aku rekomendasi resto?' pikir Citra dalam hati. "Ehm, aku mau makan siang sama mas Sam," tolak Citra. "Yah, sayang sekali. Tapi, aku enggak masalah kok makan bersama kalian," ujar Maya tanpa malu-malu. "Tapi mas Sam akan marah. Sebaiknya mbak Maya jangan ikut bersama
Bukan Maya namanya jika menyerah begitu saja. Setelah ditolak mentah-mentah oleh Citra, dia bukannya pergi dari kehidupan wanita itu. Maya malah semakin gencar mendekati bahkan melebihi intensitas kedekatannya dengan Sam sebagai kekasihnya. Citra tak bisa berkutik jika sudah berhadapan dengan Maya. Semua kalimat penolakannya selalu berhasil dihempaskan oleh wanita itu. Saat Citra berpura-pura sedang sakit, Maya datang ke rumahnya. Hal itu membuat Citra risih hingga membuatnya terpaksa menginap di apartemen milik Sam untuk sementara. "Maya tak akan tahu apartemen ini kan?" tanya Citra yang dijawab anggukan oleh Sam. Citra bisa menghela napas lega. Pengawasan di apartemen mewah milik Sam sedikit membuatnya aman. Tak bisa sembarang orang masuk. Sam hanya memberikan kartu tanda pemilik pada Citra sekalian dengan kodenya. "Kamu harus tegas. Bilang saja kalau kamu akan menikah bulan depan," ujar Sam kesal. "Aku sudah tegas. Kurang tegas apalagi aku,
"Amira!" Seseorang muncul dari balik pintu kamar lalu berlari menghampiri Amira yang sedang berbincang serius dengan Keenandra. Matanya terbelalak kaget, bibirnya menganga heran. Maya, wanita yang baru saja datang itu memang tak pernah bertemu dengan Amira selama lebih dari lima tahun sejak kepergiannya ke Kanada bersama Sam. "Masih ingat sama aku?" Amira melengos tak mau menatap Maya yang sejak tadi terkekeh melihat reaksi sahabatnya itu. "Aduh, ada yang marah sama aku nih." Maya mengambil duduk dekat Amira, menepuk-nepuk tangannya dengan lembut. "Maaf ya, aku tuh sedikit sibuk beberapa tahun ini. Kamu tahu kan, aku dan—" matanya melirik ke arah Sam yang sedang duduk di sofa tengah. Maya dan Sam memang tak pernah membicarakan pernikahan mereka. Bahkan tak mengundang semua sahabat dekat mereka di Jakarta. Ini semua karena memang pernikahan mereka adalah pernikahan yang dipaksakan. Maya tak masalah, toh dia juga tak peduli dengan semua itu. Nam
Setelah selesai berbulan madu dan menikmati keindahan Jepang, Andrinof dan Natalia langsung datang menjenguk Amira yang masih berada di rumah sakit. Menyusul kemudian Andrew dan Karina serta ibu mertua Amira yang juga baru pulang dari luar negeri. Mereka semua ramai-ramai mengunjungi cucu pertama keluarga Bara El Pasha yang telah dinantikan kelahirannya. Pasangan Andrinof dan Natalia membawa pakaian bayi yang sudah mereka pesan jauh-jauh hari, keluarga Andrew membawakan pakaian untuk Amira dan perlengkapan untuk pendukung asi. Sedangkan nyonya Marina membawakan vitamin dan jamu-jamuan tradisional untuk membantu memulihkan kesehatan. Mereka bergerombol masuk ke dalam ruangan VIP yang kini sudah penuh sesak. Semuanya antri ingin melihat cucu keluarga Bara El Pasha yang katanya tampan melebihi ayahnya. Itu kata Sam di grup keluarga. "Tampannya. Mirip kakeknya saat masih kecil," celetuk Marina. "Memangnya mama pernah lihat kakek masih kecil?" cibi
Amira tak dapat menahan kegembiraannya tatkala bertemu dengan putra pertamanya yang kini tengah berada di dalam gendongannya. Tubuh mungil selembut kapas itu tertidur. Wajahnya sangat tampan, putih bersih dengan hidung mancung yang diwarisi dari ayahnya. Kata Keenandra, saat matanya terbuka terlihat mirip sekali dengannya. Amira sangat senang. Setidaknya, ada satu kemiripan di wajah putranya itu walau hanya matanya saja. "Tampan ya. Mirip kamu semuanya," ujar Amira yang kini mencebikkan bibirnya. Sedikit kesal tapi ia senang. Keenandra tertawa lalu mencubit bibir istrinya yang menyenangkan itu. "Kalau mau yang mirip kamu, bikin lagi satu," celetuknya yang seketika mendapatkan cubitan di pinggang dari Amira. "Ngomongnya. Aku belum sembuh ya." "Nanti dong. Kalau si adek udah satu atau dua tahun." Amira tak menanggapinya. Namun ucapan Keenandra ada benarnya juga. Umur mereka tak lagi muda, tidak ada salahnya untuk kejar memiliki keturun
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Aletta berteriak dari balik jeruji penjara yang kini membatasi ruang gerak-geriknya. Satu jam lalu, ia dinyatakan bersalah atas tuduhan perencanaan pembunuhan yang hampir membuat nyawa Amira melayang. "Lepaskan aku!" "Heh! Diam lo!" Aletta yang tadi berteriak nyaring seketika terdiam. Suara yang menggelegar baru saja, berasal dari belakang punggungnya. Perlahan ia menoleh, memperhatikan seseorang yang kini berdiri tegap sambil berkacak pinggang menatap padanya. Aletta meneguk salivanya. Nyalinya yang tinggi saat berada di luar penjara tiba-tiba hilang dalam sekejap mata. "Lu mantan artis yang enggak laku itu kan?" orang itu berjalan menghampiri Aletta. Besar dan tinggi bagaikan tiang, melebihi tinggi Aletta. "Kenapa masuk penjara lo?" "I-itu. Karena..." Aletta tergagap. Bibirnya bergetar ketakutan. Sudut matanya basah, rasanya ia ingin sekali menangis yang keras saat ini. "Kalau ditanya,
Tepat tiga hari setelah kejadian, polisi akhirnya turun tangan untuk menangkap Aletta di rumahnya. Saat siang hari Sonia baru saja selesai membereskan kekacauan yang disebabkan oleh amukan Aletta, kedatangan polisi ke rumahnya membuat segalanya kembali kacau. Matanya terbelalak melihat surat penangkapan yang diberikan oleh polisi. Tidak, ia tak percaya jika anaknya terlibat kasus pembunuhan berencana yang membuat nyawa Amira hampir melayang. "Anak saya tidak mungkin seperti itu, Pak. Anak saya selalu di rumah." Sonia mencegah pihak kepolisian masuk ke dalam rumahnya. Sonia tak ingin anaknya ditangkap. Aletta anak yang baik, itu pikirnya. "Silakan dibuktikan di kantor polisi dengan keterangan yang diberikan." Sonia menghalangi dengan merentangkan tangannya, ia tak rela anaknya dibawa oleh mereka. "Ibu, jangan menghalangi tugas kepolisian. Kalau ibu menghalangi, ibu bisa terkena pasal oleh kami karena menyembunyikan pelaku kejahatan." Sonia meng