"Silakan untuk kedua pasang yang akan bertunangan malam ini maju ke panggung. Kita akan segera melakukan acara tukar cincin yang akan disaksikan oleh para tamu undangan." pembawa acara berseru dari atas panggung memanggil Natalia dan Andrinof yang berjalan sangat mesra. Tangan Natalia digandeng hingga naik ke atas panggung hingga membuat banyak orang melongo kaget.
Acara tukar cincin pun dimulai. Andrinof mulai memasukkan cincin ke jari manis Natalia dengan perlahan. Tak lupa satu kecupan disematkan di dahinya, pertanda kalau mereka berdua sudah saling mencintai satu sama lain.Andrinof yang awalnya tak menyukai dengan perjodohan ini, perlahan menerimanya. Sikap dingin Natalia yang menjadikan rasa penasaran itu hadir. Mungkin setelah ini, Andrinof akan belajar cara mencintai yang benar pada calon istrinya itu.Dari kejauhan, tampak Sam dan Citra yang baru saja datang bertepuk tangan dengan meriah. Sam menggandeng tangan Citra untuk maju ke depan agar bi"Amira datang jam berapa?" tanya Karina yang sejak pagi sudah sibuk membereskan meja makan. Ada acara besar di rumahnya nanti siang, katanya Andrew ingin memperkenalkan Amira pada keluarga besarnya yang kebetulan berada di Indonesia. Andrew memeriksa pesan yang dikirimkan oleh Amirs tadi pagi. Katanya, mereka akan datang sekitar pukul sepuluh. "Dua jam lagi. Semoga tidak terjebak macet." Andrew berjalan ke pintu gerbang rumahnya. Ia berdiri di dekat pagar sambil membawa ponselnya. Siapa tahu keduanya tersesat di jalan. Satu persatu tamu undangan pun datang. Natalia lebih dulu turun dari mobil lalu diikuti oleh ibunya dan juga Andrinof yang duduk di balik kemudi. Rupanya, calon adik iparnya itu sudah mulai mendekatkan diri pada keluarga Natalia. "Mas Andrew? Kenapa nunggu depan rumah?" Andrew terkejut dengan teriakan Natalia yang baru saja masuk ke dalam rumahnya. Natalia terkekeh melihat reaksi Andrew lalu berlari menemui kakaknya yang berada di dapur. "Kamu ikut juga?" tanya And
Amira tak peduli dengan bisik-bisik aneh yang didengarnya. Sejak kedatangan keluarga besar Andrew, memang banyak sebagian dari mereka yang tak menyukai kehadiran dirinya di sana. Mungkin kalau bukan karena kakaknya, ia tak akan mau datang ke rumah itu. Satu orang yang ia amati sejak kedatangannya yang selalu melemparkan tatapan sinis serta sindiran halus ternyata adalah penggemarnya Aletta. Orang itu merasa kalau Amira telah membuat rumah tangga idolanya hancur berkeping-keping. Amira tak menanggapinya. Ia hanya tersenyum saat orang itu tengah menyindirnya. "Kasihan Aletta, katanya sekarang sedang depresi karena perceraiannya. Eh, yang pihak lawannya malah lagi senang-senang. Apa enggak merasa bersalah?" sindir orang itu pada salah satu saudaranya yang sedang membaca artikel gosip. "Tapi katanya ini karena Aletta dan keluarganya telah memanipulasi surat perjanjian itu. Sebenarnya Keenan menolak saat dipaksa menikah dengan dia, tapi ibunya meng
“Andrinof!” suara besar dan lantang terdengar. Andrinof yang baru saja menyelesaikan kegiatan olahraga paginya menoleh sambil menghela napas. Rasanya malas ia menanggapi gerutuan wanita aneh itu. Pantas saja Keenandra menceraikannya. “Kau berjanji untuk membuat Amira dan Keenan berpisah!” “Aku tak pernah menjanjikan apa-apa. Dari mana kamu tahu aku ada di sini?” tanya Andrinof dengan dahi berkerut. “Pergilah! Aku tak mau berurusan denganmu lagi.” “Kau pernah berjanji, Andrinof!” Andrinof berdiri menghampiri Aletta lalu berkata di depan wajahnya. “Itu dulu sebelum aku dijodohkan. Lebih baik kamu pergi, karena kamu bukan lagi bagian dari keluarga El Pasha.” Mata Aletta berkaca-kaca mendengar suara Andrinof yang mengatakan dia bukanlah keluarga El Pasha lagi. Hatinya masih sakit bila mengingat bagaimana Keenandra telah mencampakkan dirinya. Lalu tiba-tiba hatinya berubah gemuruh bagaikan deruan ombak. Ia marah. Ini semua karena Amira, bisikn
Pukul delapan malam ketiganya tiba di kediaman keluarga Bara El Pasha yang terkenal megah. Rumah bak istana itu membuat Amira membelalakkan matanya, ia takjub. Ia menghela napasnya, menoleh sejenak ke samping untuk mengalihkan pandangannya. Sementara itu Sam yang berada di mobil belakang ikut resah. Pasalnya, hampir lima belas menit mobil di depannya tak ada tanda-tanda akan keluar. Sam takut terjadi sesuatu dengan Amira, untuk itu ia memilih keluar dari dalam mobil miliknya lalu mengetuk kaca jendela mobil Keenandra. "Ada apa?" tanyanya menyelidik. Sam mengintip ke dalam mobil memastikan semuanya aman. Keenandra menggelengkan kepalanya lalu membuka pintu mobil disusul oleh Amira. "Sudah malam. Lebih cepat kita ketemu lebih cepat pulangnya." "Kamu sudah siap?" Amira mengangguk. Keduanya membuat pintu mobil dan melangkah bersama menuju pintu besar rumah itu. Amira mengeratkan genggaman tangannya pada Keenandra. Wajahnya terlihat pucat tapi ia berusaha me
Dua minggu menjelang pernikahan, Keenandra dan Amira sangatlah sibuk. Mereka sulit sekali bertemu. Bahkan untuk sekedar makan siang saja mereka tak bisa meluangkan waktu. Keenandra sedang sibuk dengan pemindahan bisnisnya yang terus mengalami penurunan, sedangkan Amira tengah sibuk meneliti dan memastikan pengelolaan bisnisnya. "Hah ..." Keenandra menghela napas kesal. Pena yang tengah ia genggam dibuangnya. Sudah hampir lima hari dirinya tak bisa melanjutkan pembangunan untuk proyek barunya karena terhalang izin. "Seharusnya itu bukan kamu yang pegang. Kenapa dilimpahkan ke kamu sih?" Andrinof masuk tanpa memberi salam pada sepupunya yang juga bos besarnya. "Itu kan milik om Burhan. Dia paham betul pasarannya. Kenapa tidak kasih ke dia saja?" "Kamu tahu kan betapa sulitnya menolak keinginan seorang Bara El Pasha?" "Yah. Bahkan kamu sampai harus melakukan tindakan ekstrim untuk membuatnya tak berkutik." Andrinof duduk dengan tenang di depan Ke
Amira tak bisa menghilangkan keterkejutannya akan kedatangan Keenandra yang secara tiba-tiba di depan wajahnya. Calon suaminya itu hanya tersenyum seperti orang tak bersalah saat masuk ke dalam ruangan Amira dengan satu buket bunga di tangannya. "Kamu! Kagetin aku." Amira mendengus kesal. Buket bunga itu diterimanya dengan senyum merekah di bibirnya. "Bagaimana kabar anak aku? Tidak rewel kan?" Amira menggelengkan kepalanya. "Kali ini kamu ingin dibawakan apa? Maaf kemarin belum bisa menemui kamu dan baby." Keenandra mendekat lalu mengusap perut datar Amira dengan lembut. "Dari kemarin ingin ketemu papanya. Tapi papanya sibuk." bibir Amira merengut lucu, membuat Keenandra gemas. Pria itu terkekeh melihat tingkah kekanakan Amira. "Maaf. Papa minta aku tangani projek besar. Andrinof yang jaga kantor." "Iya, aku mengerti. Sebentar lagi makan siang. Kamu tunggu di sana dulu ya." Amira mengusir Keenandra dengan halus. Untung saj
Hampir menunggu satu jam lebih, akhirnya Marina berhasil bertemu dengan Amira di ruangannya setelah makan siang. Marina juga membawakan makanan kesukaannya sebagai tanda permintaan maaf. Entah mengapa sejak kedatangan Aletta ke rumah tadi pagi, rasanya ia ingin menemui calon menantunya itu. Amira pun masuk ke dalam ruangan sambil terkekeh karena celetukan Keenandra. Namun begitu kakinya melangkah masuk, sosok yang tengah duduk manis di atas sofa membuatnya berhenti tertawa. Keduanya mematung di depan pintu masuk. "Ada apa mama datang kemari?" tegur Keenandra yang mendapat delikan protes dari Amira. "Mama ingin bicara dengan Amira sebagai calon menantu. Boleh kan?" Keenandra tak menjawab pertanyaan ibunya. Hanya saja, ia menjadi waspada dengan gerak-geriknya. Amira ikut duduk di sofa, Keenandra pun sama berada di sebelahnya. Duduk dengan satu tangan melingkar di perut Amira. Ibunya melirik sinis melihat cara posesif yang ditunjukan ol
Lepas pukul tujuh malam, Keenandra dan Amira tiba di depan rumah yang selama ini ditempati Amira dan Citra. Mereka masih berada di dalam mobil tanpa ada niat untuk turun. Amira rupanya masih betah berada dekat dengan calon suaminya. Walau keheningan melanda tanpa ada percakapan sama sekali. "Aletta telah bertindak nekat. Aku jadi bingung, kenapa dia bisa berbuat seperti itu?" tiba-tiba suara Keenandra memecah keheningan. Amira menoleh membiarkan calon suaminya mengoceh tanpa henti. "Secinta itukah dia sama aku?" "Dia sama seperti kamu," ucap Amira. Kini giliran Keenandra yang menoleh dengan raut wajah bingung menatap wanita yang dicintainya itu. "Sama seperti kamu yang menggenggam karena masa lalu." "Maksud kamu?" "Dia pasti tak pernah bercerita tapi aku tahu semua kisah cintanya saat masih remaja." Amira menghela napasnya sejenak. "Dia, pernah ditinggalkan oleh seseorang yang ia anggap adalah cinta sejatinya. Entah apa alasannya hingga membua
"Dia pikir dia siapa?" Anna memukul meja kayu di ruangan kerja Bara setelah diusir oleh Keenandra dari ruangannya. Matanya memerah marah dengan emosi yang hampir saja tak bisa dikendalikannya. Niatnya untuk mendekati mantan kekasihnya hilang dalam sekejap karena kata-kata kasar pria itu. "Ternyata dia makin jauh sekarang. Aku pikir, dia hanya singgah sementara lalu akan kembali padaku." Anna memejamkan mata sambil berjalan mengitari ruangan kerja itu. Kepalanya berpikir banyak hal dan cara agar Keenandra mau menerima kehadirannya lagi. Dulu, Keenandra adalah satu-satunya pria yang mau berteman dengannya saat masih sekolah. Dia adalah pria yang selalu memberikan tangannya untuk diraih saat sedang ada masalah. Namun, semenjak orangtuanya tahu tentang hubungan mereka dan mengancam masa depan, mereka pun berpisah. Anna tak tahu apa yang terjadi di tahun berikutnya. Sejak mereka putus, Anna memilih menyingkir dari hidup Keenandra dan tak menunjukkan wajahnya lagi. "Apa yang harus kul
Berita kebahagiaan pasangan Keenandra dan Amira tersebar luas di media. Setelah hampir satu bulan merahasiakan peristiwa percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Aletta, kini mereka siap untuk mempublikasikan semuanya tanpa perantara siapapun. Keenandra duduk tegap diantara banyak media yang hadir. Matanya menatap satu kamera yang mengarahkannya untuk berbicara sesuai dengan yang ingin dibicarakan. "Hari ini, saya ingin menyampaikan kebenaran berita yang telah simpang siur di berbagai media dan pembicaraan dari mulut ke mulut. Mengenai rumor jika istri saya adalah perebut suami orang, itu tidak benar. Saya dan mantan istri menikah karena sebuah perjanjian." Keenandra menarik napas panjang sejenak lalu melanjutkan lagi kalimatnya. "Ketika saya menemukan jika surat perjanjian itu palsu, saya langsung menceraikannya. Sebelum saya menikah, saya sudah bertunangan dengan Amira dan gagal karena perjanjian palsu itu. Jadi, sudah selayaknya saya kembali kepadany
Sejak menghindar dari kejaran Maya, hidup Citra menjadi sedikit tenang sekarang. Tak ada lagi yang mengusiknya hingga menjelang pernikahannya bulan depan. Mungkin saja wanita itu memilih menghindarinya juga karena ancaman dari Sam beberapa waktu lalu. Maya adalah tipe wanita yang tak takut dengan apapun, kecuali kakeknya. Sam mengatakan, dirinya akan mengadu pada kakek Maya jika terus menerus menganggu kehidupannya. Namun, semuanya tak bertahan lama. Maya tiba-tiba saja muncul di kantor Amira dengan senyuman lebarnya. "Hai, Citra," sapanya dari jauh. Citra terdiam, hanya membalas sapaannya dengan lambaian tangannya. "Kita makan siang di luar. Aku mau ajak kamu ke resto yang dulu pernah kamu rekomendasikan." 'Kapan aku rekomendasi resto?' pikir Citra dalam hati. "Ehm, aku mau makan siang sama mas Sam," tolak Citra. "Yah, sayang sekali. Tapi, aku enggak masalah kok makan bersama kalian," ujar Maya tanpa malu-malu. "Tapi mas Sam akan marah. Sebaiknya mbak Maya jangan ikut bersama
Bukan Maya namanya jika menyerah begitu saja. Setelah ditolak mentah-mentah oleh Citra, dia bukannya pergi dari kehidupan wanita itu. Maya malah semakin gencar mendekati bahkan melebihi intensitas kedekatannya dengan Sam sebagai kekasihnya. Citra tak bisa berkutik jika sudah berhadapan dengan Maya. Semua kalimat penolakannya selalu berhasil dihempaskan oleh wanita itu. Saat Citra berpura-pura sedang sakit, Maya datang ke rumahnya. Hal itu membuat Citra risih hingga membuatnya terpaksa menginap di apartemen milik Sam untuk sementara. "Maya tak akan tahu apartemen ini kan?" tanya Citra yang dijawab anggukan oleh Sam. Citra bisa menghela napas lega. Pengawasan di apartemen mewah milik Sam sedikit membuatnya aman. Tak bisa sembarang orang masuk. Sam hanya memberikan kartu tanda pemilik pada Citra sekalian dengan kodenya. "Kamu harus tegas. Bilang saja kalau kamu akan menikah bulan depan," ujar Sam kesal. "Aku sudah tegas. Kurang tegas apalagi aku,
"Amira!" Seseorang muncul dari balik pintu kamar lalu berlari menghampiri Amira yang sedang berbincang serius dengan Keenandra. Matanya terbelalak kaget, bibirnya menganga heran. Maya, wanita yang baru saja datang itu memang tak pernah bertemu dengan Amira selama lebih dari lima tahun sejak kepergiannya ke Kanada bersama Sam. "Masih ingat sama aku?" Amira melengos tak mau menatap Maya yang sejak tadi terkekeh melihat reaksi sahabatnya itu. "Aduh, ada yang marah sama aku nih." Maya mengambil duduk dekat Amira, menepuk-nepuk tangannya dengan lembut. "Maaf ya, aku tuh sedikit sibuk beberapa tahun ini. Kamu tahu kan, aku dan—" matanya melirik ke arah Sam yang sedang duduk di sofa tengah. Maya dan Sam memang tak pernah membicarakan pernikahan mereka. Bahkan tak mengundang semua sahabat dekat mereka di Jakarta. Ini semua karena memang pernikahan mereka adalah pernikahan yang dipaksakan. Maya tak masalah, toh dia juga tak peduli dengan semua itu. Nam
Setelah selesai berbulan madu dan menikmati keindahan Jepang, Andrinof dan Natalia langsung datang menjenguk Amira yang masih berada di rumah sakit. Menyusul kemudian Andrew dan Karina serta ibu mertua Amira yang juga baru pulang dari luar negeri. Mereka semua ramai-ramai mengunjungi cucu pertama keluarga Bara El Pasha yang telah dinantikan kelahirannya. Pasangan Andrinof dan Natalia membawa pakaian bayi yang sudah mereka pesan jauh-jauh hari, keluarga Andrew membawakan pakaian untuk Amira dan perlengkapan untuk pendukung asi. Sedangkan nyonya Marina membawakan vitamin dan jamu-jamuan tradisional untuk membantu memulihkan kesehatan. Mereka bergerombol masuk ke dalam ruangan VIP yang kini sudah penuh sesak. Semuanya antri ingin melihat cucu keluarga Bara El Pasha yang katanya tampan melebihi ayahnya. Itu kata Sam di grup keluarga. "Tampannya. Mirip kakeknya saat masih kecil," celetuk Marina. "Memangnya mama pernah lihat kakek masih kecil?" cibi
Amira tak dapat menahan kegembiraannya tatkala bertemu dengan putra pertamanya yang kini tengah berada di dalam gendongannya. Tubuh mungil selembut kapas itu tertidur. Wajahnya sangat tampan, putih bersih dengan hidung mancung yang diwarisi dari ayahnya. Kata Keenandra, saat matanya terbuka terlihat mirip sekali dengannya. Amira sangat senang. Setidaknya, ada satu kemiripan di wajah putranya itu walau hanya matanya saja. "Tampan ya. Mirip kamu semuanya," ujar Amira yang kini mencebikkan bibirnya. Sedikit kesal tapi ia senang. Keenandra tertawa lalu mencubit bibir istrinya yang menyenangkan itu. "Kalau mau yang mirip kamu, bikin lagi satu," celetuknya yang seketika mendapatkan cubitan di pinggang dari Amira. "Ngomongnya. Aku belum sembuh ya." "Nanti dong. Kalau si adek udah satu atau dua tahun." Amira tak menanggapinya. Namun ucapan Keenandra ada benarnya juga. Umur mereka tak lagi muda, tidak ada salahnya untuk kejar memiliki keturun
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Aletta berteriak dari balik jeruji penjara yang kini membatasi ruang gerak-geriknya. Satu jam lalu, ia dinyatakan bersalah atas tuduhan perencanaan pembunuhan yang hampir membuat nyawa Amira melayang. "Lepaskan aku!" "Heh! Diam lo!" Aletta yang tadi berteriak nyaring seketika terdiam. Suara yang menggelegar baru saja, berasal dari belakang punggungnya. Perlahan ia menoleh, memperhatikan seseorang yang kini berdiri tegap sambil berkacak pinggang menatap padanya. Aletta meneguk salivanya. Nyalinya yang tinggi saat berada di luar penjara tiba-tiba hilang dalam sekejap mata. "Lu mantan artis yang enggak laku itu kan?" orang itu berjalan menghampiri Aletta. Besar dan tinggi bagaikan tiang, melebihi tinggi Aletta. "Kenapa masuk penjara lo?" "I-itu. Karena..." Aletta tergagap. Bibirnya bergetar ketakutan. Sudut matanya basah, rasanya ia ingin sekali menangis yang keras saat ini. "Kalau ditanya,
Tepat tiga hari setelah kejadian, polisi akhirnya turun tangan untuk menangkap Aletta di rumahnya. Saat siang hari Sonia baru saja selesai membereskan kekacauan yang disebabkan oleh amukan Aletta, kedatangan polisi ke rumahnya membuat segalanya kembali kacau. Matanya terbelalak melihat surat penangkapan yang diberikan oleh polisi. Tidak, ia tak percaya jika anaknya terlibat kasus pembunuhan berencana yang membuat nyawa Amira hampir melayang. "Anak saya tidak mungkin seperti itu, Pak. Anak saya selalu di rumah." Sonia mencegah pihak kepolisian masuk ke dalam rumahnya. Sonia tak ingin anaknya ditangkap. Aletta anak yang baik, itu pikirnya. "Silakan dibuktikan di kantor polisi dengan keterangan yang diberikan." Sonia menghalangi dengan merentangkan tangannya, ia tak rela anaknya dibawa oleh mereka. "Ibu, jangan menghalangi tugas kepolisian. Kalau ibu menghalangi, ibu bisa terkena pasal oleh kami karena menyembunyikan pelaku kejahatan." Sonia meng