Di dalam lemari yang ukurannya sedikit lebih kecil itu, tertata rapi tumpukan pakaian pria, disebelahnya juga tergantung beberapa stel jas. Nina tidak habis pikir, apa Nathan juga akan pindah ke mari? Gadis itu geleng-geleng kepala, namun ia segera masuk ke kamar mandi, berendam air hangat pasti bikin rileks. Setelah selesai ia mengenakan baju santai, lalu menyapukan make-up tipis dan menyemprotkan parfume EA Always red femme yang memang sudah disiapkan, Nina merasa segar dan cocok. Hebat sekali Emi itu, semua pilihannya cocok dengan selera Nina. Nina segera mencari Nathan, rupanya pria itu sedang bersantai di balkon, di atas meja kecil di dekatnya tersedia secangkir kopi hangat. “Kenapa berdiri di situ sayang? Ayo sini,” panggil Nathan tanpa menoleh, Nina tertegun namun ia mendekat dan duduk di samping Nathan. “Kok kamu tahu sih, aku berdiri di situ?” tanya Nina heran. “Parfummu sayang, kesegarannya bisa aku ra
Nathan tertegun ia menatap gadis di hadapannya itu dengan bingung. Apa ada yang salah? Tadi gadis muda itu begitu menggebu, membangkitkan gairahnya yang terus menggelora.“Sayang, ada apa?” tanya Nathan bingung.Nina tak menjawab, ia hanya menghela napas pelan, perlahan ia melepaskan tangan Nathan yang masih memeluknya. Gadis itu berdiri, lalu berjalan ke tepi pembatas balkon, dari sana ia bisa melihat pemandangan malam pusat kota yang menakjubkan. Gadis cantik itu berdiri mematung, rambut coklatnya yang ikal tebal dan panjang berkibar ditiup angin malam.Nathan mendekati Nina dan berdiri di belakang gadis itu, ia sungguh bingung apa yang sebenarnya terjadi?“Sayang, sebenarnya ada apa? aku jadi bingung …” ucap Nathan lembut. Nina masih terdiam, namun kemudian gadis cantik itu membalikkan badannya menghadap Nathan, lama ia menatap pria tampan itu sebelum akhirnya berkata, “Nathanny, apa kamu sungguh-sungguh mencintaiku?”Nathan yang juga sedang menatap Nina berkata dengan lembut, “s
Nina tertegun, ia menatap Nathan dengan bingung. Bagitu pun Nathan, ia menjadi bimbang untuk menceritakan tentang dirinya pada Nina, ia sangat takut Nina jadi salah paham lalu menjauhinya. Ia tidak ingin kehilangan Nina. “Nathanny, apa pun itu lebih baik diceritakan saja, jangan ada rahasia apa pun diantara kita,” ucap Nina meyakinan Nathan, ia menjadi semakin penasaran, sebenarnya ada rahasia apa yang disimpan Nathan darinya. “Tapi janji ya, sayang, jangan mengambil kesimpulan sendiri, apa pun yang ada dibenakmu setelah tahu, konfirmasikan kepadaku.” Nathan mengajukan syarat, entah mengapa ia merasa sangat khawatir. Nina mengangguk sambil tersenyum. Nathan memeluk Nina erat, lalu mencium kening gadis itu. Ia menghela napas panjang sebelum menceritakan tentang dirinya. Nathan A. Wilson berasal dari keluarga kaya raya, kakeknya yaitu Anthony Wilson adalah salah satu dari sekian banyak pemilik kerajaan bisnis yang cukup berpengaruh. Ia membangun kerajaan bisnisnya dengan kerja keras
“Rencana apa, Nathanny?” tanya Nina, ia sangat ingin tahu. Nathan pun mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu di telinga gadis itu. Nina terperanjat mendengar rencana Nathan, ia menatap Nathan dengan bingung.“Itu ide gila Nathanny, apa aku mampu? Kerja saja belum ada setahun, diamping itu pasti butuh modal yang sangat besar, kan?” Nina merasa rencana Nathan terlalu beresiko.“Kamu pasti bisa sayang, aku sudah lihat kemampuan dan potensi tersembunyi yang kamu miliki, disamping itu aku juga nggak akan melepas kamu begitu saja, aku akan berada di samping kamu, kita akan mengurus ini bersama, hanya aku tak akan muncul di permukaan.” Nathan menjelaskan, sedangkan Nina terdiam, ia berusaha mencerna dan memikirkan rencana Nathan.“Nathanny, kalau aku boleh tahu apa alasan dibalik rencanamu ini?” tanya Nina. Nathan menghela napas, ia menjelaskan bahwa hanya dengan menjadikan Nina wanita kuat terutama dalam hal finansial, yang berkuasa dan berpengaruh, maka Nina akan mudah menghadapi So
Nina segera beranjak menuju pintu, ia membuka penutup door viewer dan melihat ke luar melalui lubang intip di pintu itu. Nina terkejut, ternyata seorang lelaki yang sering ia lihat di kantor Nathan, lelaki yang belum lama ia perbincangkan bersama Nathan. Nina menjadi ragu, bagaimana mungkin Pak Michael bisa sampai ke situ? Apakah memang Nathan yang mengundang? Tapi kenapa Nathan nggak bilang sebelumnya? “Siapa sayang?” tanya Nathan penasaran. “I-itu …” belum sempat Nina menyelesaikan kalimatnya, Nathan sudah melihat ke luar melalui door viewer. “Sial! Ngapain juga tuh anak ke mari? Darimana dia tahu?” umpat Nathan. “Kamu nggak mengundangnya, Nathanny?” tanya Nina heran, Nathan menggelang, ia memang belum bertemu dengan Mike sudah hampir 3 hari ini, bahkan tidak juga via telepon. “Terus bagaimana?” tanya Nina bingung. “Ya sudah, dia sudah di sini masa mau diusir?” jawab Nathan sambil tersenyum, “kamu buatkan minuman yang enak ya sayang, yang segar, sekalian nanti masak, kita maka
Mike terdiam, ia menatap sahabat sekaligus sepupunya itu. Ia tahu Nathan selama ini sudah cukup berdiam, ia sudah banyak mengalah pada arogansi kakek mereka. Bahkan lelaki itu telah berubah menjadi seperti robot, mesin pencetak uang buat menjaga kebesaran keluarga mereka. Nathan telah mengorbankan masa mudanya, memendam segenap gairah dan keinginannya demi menjaga stabilitas kerajaan bisnis keluarga mereka. Nathan adalah superior man di keluarga besar mereka yang Mike sendiri tidak akan mampu menjalaninya. Ia bahkan rela terkungkung oleh kontrak pernikahan palsu dengan wanita licik seperti Sonya. Mike memang tidak bisa mengambil banyak peranan di dalam keluarga mereka, ia lebih asik dengan dirinya sendiri, sekarang ia bertekad ingin membantu saudara sepupunya ini untuk kembali menjadi manusia yang normal. “Apa kamu yakin akan menikahi gadis itu, Nat? kelihatannya dia masih sangat muda?” jawab Mike pada akhirnya. Nathan menghela napas, ia dan Nina memang terpaut hampir 10 tahun, tap
Nina tersenyum sambil menggeleng, ia segera mempersilahkan kedua lelaki itu untuk segera makan. Nina beranjak masuk ke ruang makan, diikuti Nathan dan Mike. Mike terbelalak melihat hidangan yang tersaji di meja, ia memang penggila kuliner, makan adalah hal yang paling menyenangkan baginya, nalurinya akan taste suatu hidangan sangat tajam. Belum pun mencicipi, tapi dia sudah bisa merasakan makanan itu enak atau tidak. “Wow kakak ipar, ini masak sendiri atau pesan di resto?” celetuk Mike , “sembarangan, ya masak sendiri lah,” sahut Nathan. “Hehe, bercanda, Bro.” Mike tergelak. “Sudah-sudah, ayo segera di makan, nanti keburu dingin.” Nina menengahi, ketiganya pun mulai sibuk dan fokus untuk menikmati kelezatan makanan yang di masak Nina. Tak ada kata-kata yang terucap, karena memang sudah lapar, jadi mereka fokus pada makanan di piring masing-masing. Sesekali Nathan menyuapi Nina meskipun Nina merasa malu pada Mike, namun Nathan tidak peduli, karena Mike sudah tahu segalanya tentan
Wajah Nathan menegang, memerah menahan marah, suaranya menggelegar. Emi masuk tergopoh-gopoh. “Siap bos, apa ada yang salah?” tanya Emy, meskipun sudah lama bekerja untuk Nathan, tetap saja ia ngeri jika melihat sang bos marah.“Apa yang kamu siapkan itu? Apa kamu pikir saya anak balita harus minum susu pagi-pagi?” bentak Nathan.“Maaf bos, tapi itu …” Emy belum sempat melanjutkan kata-katanya ketika sebuah suara terdengar mengejutkan Emy dan Nathan.“Susu itu sangat baik untuk kesehatan, diminum di pagi hari saat sarapan akan menghasilkan energy bagi tubuh, memelihara fungsi otak dan menjaga daya tahan tubuh, kafein juga bagus buat booster semangat, tapi minum kopi dalam keadaan perut kosong akan berdampak buruk bagi kesehatan.”Suara itu begitu bersih, dan terdengar sangat menenangkan, suara yang selalu dirindukan Nathan. Entah kapan masuknya, Nina sudah berdiri di samping Emy. “Selamat pagi Pak Nathan,” sapa Nina sambil tersenyum.Nathan membalikan tubuh, seketika wajah tegangnya
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka