Mike terdiam, ia menatap sahabat sekaligus sepupunya itu. Ia tahu Nathan selama ini sudah cukup berdiam, ia sudah banyak mengalah pada arogansi kakek mereka. Bahkan lelaki itu telah berubah menjadi seperti robot, mesin pencetak uang buat menjaga kebesaran keluarga mereka. Nathan telah mengorbankan masa mudanya, memendam segenap gairah dan keinginannya demi menjaga stabilitas kerajaan bisnis keluarga mereka. Nathan adalah superior man di keluarga besar mereka yang Mike sendiri tidak akan mampu menjalaninya. Ia bahkan rela terkungkung oleh kontrak pernikahan palsu dengan wanita licik seperti Sonya. Mike memang tidak bisa mengambil banyak peranan di dalam keluarga mereka, ia lebih asik dengan dirinya sendiri, sekarang ia bertekad ingin membantu saudara sepupunya ini untuk kembali menjadi manusia yang normal. “Apa kamu yakin akan menikahi gadis itu, Nat? kelihatannya dia masih sangat muda?” jawab Mike pada akhirnya. Nathan menghela napas, ia dan Nina memang terpaut hampir 10 tahun, tap
Nina tersenyum sambil menggeleng, ia segera mempersilahkan kedua lelaki itu untuk segera makan. Nina beranjak masuk ke ruang makan, diikuti Nathan dan Mike. Mike terbelalak melihat hidangan yang tersaji di meja, ia memang penggila kuliner, makan adalah hal yang paling menyenangkan baginya, nalurinya akan taste suatu hidangan sangat tajam. Belum pun mencicipi, tapi dia sudah bisa merasakan makanan itu enak atau tidak. “Wow kakak ipar, ini masak sendiri atau pesan di resto?” celetuk Mike , “sembarangan, ya masak sendiri lah,” sahut Nathan. “Hehe, bercanda, Bro.” Mike tergelak. “Sudah-sudah, ayo segera di makan, nanti keburu dingin.” Nina menengahi, ketiganya pun mulai sibuk dan fokus untuk menikmati kelezatan makanan yang di masak Nina. Tak ada kata-kata yang terucap, karena memang sudah lapar, jadi mereka fokus pada makanan di piring masing-masing. Sesekali Nathan menyuapi Nina meskipun Nina merasa malu pada Mike, namun Nathan tidak peduli, karena Mike sudah tahu segalanya tentan
Wajah Nathan menegang, memerah menahan marah, suaranya menggelegar. Emi masuk tergopoh-gopoh. “Siap bos, apa ada yang salah?” tanya Emy, meskipun sudah lama bekerja untuk Nathan, tetap saja ia ngeri jika melihat sang bos marah.“Apa yang kamu siapkan itu? Apa kamu pikir saya anak balita harus minum susu pagi-pagi?” bentak Nathan.“Maaf bos, tapi itu …” Emy belum sempat melanjutkan kata-katanya ketika sebuah suara terdengar mengejutkan Emy dan Nathan.“Susu itu sangat baik untuk kesehatan, diminum di pagi hari saat sarapan akan menghasilkan energy bagi tubuh, memelihara fungsi otak dan menjaga daya tahan tubuh, kafein juga bagus buat booster semangat, tapi minum kopi dalam keadaan perut kosong akan berdampak buruk bagi kesehatan.”Suara itu begitu bersih, dan terdengar sangat menenangkan, suara yang selalu dirindukan Nathan. Entah kapan masuknya, Nina sudah berdiri di samping Emy. “Selamat pagi Pak Nathan,” sapa Nina sambil tersenyum.Nathan membalikan tubuh, seketika wajah tegangnya
“Maksudnya gimana bos?” tanya Emi sedikit bingung. Nathan menghela napas, ia menunjukan berkas yang di pegangnya, bahwa diantara nama-nama di daftar itu ada yang ia curigai, karenanya ia meminta Emi masuk ke dalam team Nina untuk memata-matai sekaligus melindungi Nina. Emi mengangguk, memahami tugas yang diberikan kepadanya.“Emi, mulai sekarang kamu harus lebih dekat dengan Nina, supaya dia terbiasa dengan kamu, karena nanti kamu akan bekerja untuk Nina.” Nathan memberitahu tugas Emy yang akan datang.“Bekerja untuk Miss Nina, maksudnya bagaimana bos?”“Kedepannya kamu akan menjadi asisten sekaligus bodyguard Nina, untuk lebih jelasnya aku tunggu kamu dan Bill di appartemenku, nanti malam jam 7,” jelas Nathan.“Sekarang kamu ke ruang Nina, setelah itu carikan aku alat-alat ini,” perintah Nathan seraya menyerahkan sederet daftar. Emy mengambilnya dan mengerutkan kening, namun kemudian ia segera berbalik untuk pergi.“Emy,” panggil Nathan, wanita itu pun berbalik, “carikan barang-bara
Nina berteriak, ia sangat panik. Bagaimana bisa ada orang asing masuk ke kamar appartemennya? Bukankah ini appartemen mewah? Kenapa tingkat keamanannya begini rendah. Siapa lelaki asing itu?Pikiran Nina sangat kacau, ia tidak bisa lagi berpikir jernih. Sementara itu seorang lelaki asing berdiri menghadap ke jendela, ia membalikkan badan dan tersenyum pada Nina. Lelaki itu berjalan mendekati Nina.Nina terkesima, ia berusaha berpikir keras siapa lelaki asing itu. Kalau dari postur tubuhnya, memang mirip Nathan, tapi wajah dan rambutnya sama sekali bukan Nathan. Wajahnya memang sangat tampan, tapi tone kulitnya terlihat lebih pucat.Jantung Nina berdegup keras ketika pria asing itu makin mendekat, otaknya terus berputar bagaimana cara mengusir keluar tamu tak diundang itu, ketika satu langkah jarak yang tersisa antara Nina dan lelaki penyusup itu, Nina berteriak sekuat tenaga.“Stop!!! Jangan mendekat!!”Secara alami Nina melangkah mundur, namun sial ia terpeleset hingga kehilangan kes
“Nathanny, apakah mungkin dia … Richard?” tanya Nina menebak.“Sangat mungkin, tapi kita belum punya bukti,” sahut Nathan, “yang pasti kamu selalu hati-hati ya, sayang. Jangan mudah terpancing.” Nina mengangguk. Tiba-tiba Nina ingat topeng dan wig yang dikenakan Nathan saat ia masuk tadi. Nina pun menanyakan mengapa ia menyamar.Nathan tersenyum, semua itu ia lakukan supaya bisa bebas berada di luar bersama Nina, selain itu supaya tidak ada lagi yang menggosipkan Nina dengan Nathan, jika mereka tahu bahwa Nina sebenarnya sudah punya kekasih yang tidak kalah keren dari Nathan.“Tapi Nathanny, kalau terlalu lama pakai topeng hyper realistic itu juga gak enak kan?” tanya Nina khawatir, ia mengusap wajah Nathan, ada kesedihan di mata gadis itu.“Sst, kok sedih gitu sih sayang, itu nyaman kok dipakainya, itu high quality,” jawab Nathan. “Lagi pula aku akan memakainya saat di tempat-tempat umum saja kok, supaya kita bisa terlihat bersama.”Nina menyandarkan kepalanya di dada Nathan, gadis
[Bos, sudah ditemukan orang-orang yang membuat kekacauan di café, mereka adalah orang-orangnya Bu Victoria, mereka dari divisi Bu Victoria.] Emi melaporkan pemeriksaannya. Nathan tertegun, Victoria memang selalu berusaha mendekati dan mencari perhatiannya, namun Nathan sama sekali tidak tertarik dengan perempuan itu, apa pun yang coba dia lakukan, mau dandan dan bergaya se seksi apa pun, tak akan pernah di lirik Nathan. Pernah Nathan menegur perempuan itu agar berpakaian yang sopan, karena ia masuk ke ruangan Nathan dengan pakaian seksi.[Ok Emi. Kirimkan copy rekaman CCTV di café] Selang beberapa saat kemudian sebuah kiriman video masuk dari Emi, video berisi rekaman CCTV yang merekam kericuhan di café kantor siang itu. Di kantor besar itu memang di pasang kamera pengawas di setiap sudut tempat, termasuk café yang berada di dalam lingkungan kantor. Bahkan CCTV yang dipasang bukan hanya dapat merekam gambar tapi juga suara.Nathan memutar-mutar video itu, ia menganalisa percakapan me
“Pagi Bos,” sapa pemuda itu.“Gimana Bill, apa sudah dipastikan semuanya? Termasuk keamanan tempat ini?” Nathan memperhatikan sekeliling, Bill salah satu orang kepercayaan Nathan selain Emi memberikan penjelasan secara detail. Selama ini orang hanya tahu asisten Nathan adalah Emi, sedangkan Bill banyak bekerja di belakang layar.Bill juga melaporkan hasil penyelidikannya mengenai Richard, dapat dipastikan bahwa yang mengambil foto Nathan dan Nina adalah Richard, juga ada gelagat kerjasama Richard dengan Victoria.“Hmm, ok sekarang kita ke kantor,” ujar Nathan, ia segera masuk ke dalam mobilnya, kali ini Bill yang membawa mobil Nathan, sedangkan pria itu duduk di kursi belakang layaknya seorang bos agung.Nathan sedang memeriksa berkas-berkas yang disiapkan Emi ketika Mike masuk, wajah Mike terlihat kesal dan emosi. Nathan mengangkat wajahnya memperhatikan riak wajah sahabat sekaligus saudaranya itu.“Kamu kenapa, Mike?” tanya Nathan heran, “itu muka udah kayak dompet tanggung bulan, a
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka