“Pagi Bos,” sapa pemuda itu.“Gimana Bill, apa sudah dipastikan semuanya? Termasuk keamanan tempat ini?” Nathan memperhatikan sekeliling, Bill salah satu orang kepercayaan Nathan selain Emi memberikan penjelasan secara detail. Selama ini orang hanya tahu asisten Nathan adalah Emi, sedangkan Bill banyak bekerja di belakang layar.Bill juga melaporkan hasil penyelidikannya mengenai Richard, dapat dipastikan bahwa yang mengambil foto Nathan dan Nina adalah Richard, juga ada gelagat kerjasama Richard dengan Victoria.“Hmm, ok sekarang kita ke kantor,” ujar Nathan, ia segera masuk ke dalam mobilnya, kali ini Bill yang membawa mobil Nathan, sedangkan pria itu duduk di kursi belakang layaknya seorang bos agung.Nathan sedang memeriksa berkas-berkas yang disiapkan Emi ketika Mike masuk, wajah Mike terlihat kesal dan emosi. Nathan mengangkat wajahnya memperhatikan riak wajah sahabat sekaligus saudaranya itu.“Kamu kenapa, Mike?” tanya Nathan heran, “itu muka udah kayak dompet tanggung bulan, a
Victoria segera kembali ke ruangannya, ia memanggil semua anak buahnya dan memarahi mereka. Ia melampiaskan semua kemarahan dan kekesalannya hingga beberapa diantara mereka menangis dan ketakutan.Victoria menegaskan agar mereka jangan gegabah, membully terang-terangan seperti itu. Karena semua sudut di kantor dipasang kamera CCTV. Wanita itu juga memerintahkan mereka untuk meminta maaf pada Nina, seperti yang disayaratkan Nathan, atau mereka akan dipecat.Maka dengan wajah tertunduk malu mereka datang menemui Nina untuk meminta maaf. Saat itu Nina sedang berada di ruangannya bersama Emi, Laura, Leo dan anggota tim Nina lainnya, mereka baru saja akan mulai meeting ketika ketiga wanita itu datang.“Miss. Nina, saya mau meminta maaf atas kejadian tempo hari di café,” ucap salah satu dari mereka. Nina dan yang lainnya terkejut, namun tentu tidak termasuk Emi, karena dia sudah paham pasti Nathan telah bertindak.“Siapa yang menyuruh kalian? Bu Victoria, ya?” celetuk Laura. Ketiga wanita
Mike terperanjat, suara lelaki ini terdengar sangat familer di telinganya. Siapa sebenarnya pria dihadapannya ini?“Siapa sebenarnya kamu?” tanya Mike lagi.“Karl, Karl N Wilson,” jawab pria itu.“Kenapa kamu pakai nama Wilson?” cecar Mike. “Dan darimana asalmu?”“Aku tidak tahu, sejak lahir aku sudah pakai nama Wilson,” jawab Karl, lelaki itu mengambil secangkir kopi dan menuangkan susu dengan tangan lainnya, ia asik membuat art, “Aku lahir di Philly,” tambahnya santai sambil mengukir sebuah gambar di atas kopi.“Hah? Kamu dari Philadelphia?” mata Mike membulat karena terkejut, Philly adalah kota keluarga besarnya termasuk ia dan Nathan lahir di sana. Apakah pria ini Nathan?Mike terus menelisik pria itu, dari postur tubuhnya memang sama dengan Nathan, tapi wajah dan rambutnya bukan, dan suara itu, suaranya memang suara Nathan, juga gerakannya membuat latte art itu adalah kebiasaan Nathan. Tapi … ah, Mike benar-benar bingung.Mike terdiam, ia terus mengamati Karl dengan tajam, “apa
Nathan dan Nina terkejut, Nina refleks mendorong Nathan, gadis itu segera duduk di samping Nathan dengan wajah memerah karena malu, sedangkan Nathan Nampak kesal.“Brengsek! Mengganggu aja. Ada apa?” Tanya Nathan jengkel.“Hehe, so sorry, aku juga refleks,” jawab Mike. “Coba kamu buka ponselmu Tan, perempuan itu melelang lagi sahamnya.”Nathan segera membuka ponselnya, ia diam mematung, wajahnya nampak serius, lelaki itu tidak berkata apa-apa. “Pasti dia kalah taruhan lagi,” ujar Mike kesal. Sonya, perempuan itu mendapat bagian 10 persen di perusahaan keluarga Wilson, namun kegemarannya berjudi sering membuatnya lupa diri. Sebelumnya ia melelang 3 persen bagiannya, dan diam-diam Nathan membelinya, karena dia tidak ingin ada orang lain yang memiliki saham perusahaan yang telah susah payah dibangun kakeknya. Ia sendiri bekerja keras untuk membesarkan perusahaan itu, tapi Sonya malah menghambur-hamburkannya.Tiba-tiba Nathan mengangkat ponselnya. “Emi, segera beli saham yang dijual Sony
Sonya tertegun dan berupaya mengingat, ia merasa belum pernah mendengar nama itu di deretan wanita-wanita kaya. Bahkan dia nyaris hapal keluarga-keluarga kaya di kota itu, tidak ada yang memiliki anggota keluarga bernama Nina Evans.“Apa benar dia dari kota ini?” Tanya Sonya penasaran, sang asisten merasa kurang yakin persisnya, tapi Nithanny Co memang kantornya berada di kota itu. Sang asisten pun menawarkan diri untuk menyelidiki, namun Sonya merasa tidak perlu, karena saat penandatanganan nanti ia pasti akan bertemu dengan gadis yang membuatnya penasaran itu.Tiba-tiba Sonya teringat dengan pemuda yang belakangan ini ia bayar untuk menemaninya menghabiskan malam, dan secara kebetulan lelaki itu adalah karyawannya Nathan, yang beberapa hari lalu sedang di skorsing karena ulah karyawan baru bernama Nina. Kenapa namanya sama? Apa mungkin orang yang sama?“Richard, malam ini kamu harus ke kamarku,” perintah Sonya kepada lelaki sewaannya yang ternyata adalah Richard Stirling, salah sat
“Sayang, malam mini kamu akan menandatangani kepemilikan saham yang dijual Sonya,” Karl alias Nathan menjelaskan bahwa Nina akan bertemu Sonya, Nina harus tampil istimewa, harus berada pada status sosial di atas Sonya, dengan begitu mudah bagi Nina untuk menekan wanita itu.“Apa aku bisa?” tanya Nina bingung.“Tentu bisa, sayang. Kamu harus percaya pada dirimu sendiri, ingat aku selalu ada di sampingmu.” Nathan menggandeng Nina dan segera masuk ke dalam lift, menuju ke ruangan khusus. Seorang wanita paruh baya menyambut mereka, lalu membawa Nina masuk ke ruangan lain, sedangkan Nathan duduk di sofa menunggu.Ada beberapa gaun mahal yang ditunjukan pada Nina, semua pas dengan postur tubuhnya. Nina memilih gaun malam berwarna baby blue, wanita yang melayani Nina pun tersenyum, pilihan Nina sangat berkelas. Ia pun mengeluarkan satu set aksesories pendukung, dari mulai perhiasan berlian, tas, sepatu semua senada dan sesuai.Selanjutnya Nina dibawa ke ruang make up, rambut cokelatnya yang
Sonya menatap tajam pada seorang pria yang berdiri dengan santai diantara yang lainnya, pria itu melihat Sonya dengan tatapan yang sulit diartikan, ada terlintas ejekan di sana, namun ia segera tersenyum. “Apa kabar, Sonya?” tanya pria itu. “Mau apa kau ada di sini? Apa keperluanmu?” tanya Sonya, ada ketidaksukaan pada wajah dan kata-kata wanita itu. “Haha, kamu lupa, aku adalah bagian dari Wils, dan satu hal yang harus kau ingat, aku yang memimpin legal officer di Wils, jadi aku sangat berhak hadir di sini.” Kata-kata pria itu begitu menohok Sonya, seolah ia tidak tahu tentang strukturisasi perusahaan, memang dia tidak peduli siapa-siapa saja yang ada di dalamnya, dan pria ini adalah seorang ahli hukum dan sepupu Nathan, jadi memang dia adalah chief legal officer, dan tim legal officer dipegang oleh orang-orang dari Firma hukum milknya. “Kenapa nggak sekalian si Nathan aja yang datang,” gerutu Sonya, Nampak kesal. “Haha, kenapa Sonya? Kamu kangen sama Nathan ya?” ledek pria yang
Nina tertegun, mengapa juga peempuan ini menanyakan Nathan padanya, tentu saja ia tahu siapa Nathan karena selalu bersamanya setiap saat. Namun Nina segera tersenyum menanggapi pertanyaan Sonya.“Tentu Nyonya, di dunia bisnis, siapa yang tidak mengenal Mr. Nathan Willson, CEO Wils, Inc yang terkenal, beliau adalah sosok agung dibalik kesuksesan Wils.” Nina menjawab dengan diplomatis, wajahnya tetap tenang dengan senyum selalu menghiasi bibirnya.“Apa Anda pernah bertemu?” tanya Sonya lagi, “dan bagaimana menurut Anda penampilannya?”“Pernah, Karl yang mengenalkan. Tapi kalau bicara penampilan itu relative, Nyonya, buat saya kekasih saya adalah segalanya, tidak ada yang lebih baik dan tidak ada yang lebih hebat selain dia.” Nina tersenyum sambil melirik Karl.Sonya tertawa mendengar jawaban Nina, buat orang yang percaya pada cinta pasti akan menjawab seperti itu. Cinta memang bisa membutakan segalanya, bagi orang yang sedang jatuh cinta, hanya kekasihnyalah yang paling sempurna. Namun
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka