Ketegangan di dalam penthouse milik Calvin Fremantle menyisakan keheningan. Sang pembunuh bayaran yang menyamar sebagai teman dekat wanitanya masih bersembunyi di balik sofa."Sir, tetap merunduk dan pindah ke sisi ruangan yang lebih jauh jaraknya dari sofa itu!" bisik Donovan kepada ayah dan anak Fremantle yang berlindung di balik meja makan bertaplak putih panjang.Jordan merasa tak mudah karena ada Chantal yang sedang hamil saat dia mengalami serangan pembunuh bayaran sekali lagi. Dalam hatinya menyelusup sebuah penyesalan, ada baiknya dia seharusnya membiarkan saja Chantal ikut dengan Lawrence Brickman bersembunyi sementara waktu. Pria tua bangka yang juga adalah mertuanya itu bajingan yang licin. Dia pintar menghilang di tempat yang tak terduga sehingga lebih aman bagi Chantal dibanding bersama dirinya begini."Don, istriku tak bisa selincah itu untuk menghindari peluru!" sahut Jordan menolak ide kepala pengawalnya.Mereka semua berjongkok di balik lindungan kain taplak meja, itu
Pertemuan antara Mister Fremantle senior dengan Mister Guilermo senior disepakati mengambil tempat di sebuah restoran taman pada jam makan siang yang ramai pengunjung. Calvin Fremantle sengaja memilih pengaturan seperti itu karena dia tak ingin mati konyol di tangan Fernando Alex Guilermo. Dia telah memperhitungkan segalanya dengan matang."Halo, apa kabar, Mister Calvin Fremantle?" sapa Fernando menjabat erat tangan papa Jordan. Dia lalu mempersilakan pria yang seumuran dengannya itu duduk di kursi semeja bersamanya."Baiklah, jadi apa yang akan kita bicarakan siang ini?" tanya ayah David Guilermo pura-pura tidak tahu dengan tujuan pertemuan dua kepala keluarga konglomerat asal Los Angeles itu.Calvin membiarkan para pramusaji restoran menyajikan menu makan siang yang telah ia pesan sebelumnya. Memang tagihan makan siang kali ini dia yang mentraktirnya. "Silakan menikmati sajian restoran taman ini terlebih dahulu, Sir. Kuharap pembicaraan kita akan berjalan santai tanpa tekanan," uj
"Chant, bagaimana kalau kita naik sepeda motor ke stadion bisbol New York Mets?" tanya Jordan selepas makan siang dan bersantai di sofa menonton saluran TV berlangganan.Istrinya yang duduk memeluk pinggang ramping berotot liat Jordan pun menganggukkan kepalanya. "Boleh, aku sudah lama tak naik sepeda motor. Apa kau mahir naik sepeda motor, Jordan?" tanya Chantal."Pastinya, Darling. Kau kujamin akan suka dengan hembusan angin jalanan saat membonceng di balik punggungku, Chant!" jawab Jordan terkekeh lalu mengecup puncak kepala wanita kesayangannya.Suasana damai tanpa serangan pembunuh bayaran dua hari terakhir ini di Queens, New York memberi kelegaan untuk pasangan suami istri Fremantle. Calvin pun ketika diberi tahu bahwa putera dan menantunya ingin menonton pertandingan bisbol New York Mets mengatakan akan ikut bersama mereka.Jelang petang, Jordan memanasi sebentar sepeda motor Ducati milik papanya di garasi lantai basement khusus kendaraan Calvin Fremantle. Setelah siap untuk di
"Paman, kenapa sayembara untuk melenyapkan nyawa Jordan dibatalkan?" tanya Pablo Guilermo bernada protes di ruangan CEO Guilermo Group Enterprise. Mister Guilermo senior yang duduk di kursi kebesarannya pun mengepulkan asap cerutu Kuba yang dijepit di jemari tangan kirinya. "Well, papa Jordan sempat menemuiku kemarin di restoran. Aku terbang ke Queens dan berbincang dengan Calvin Fremantle. Dia merubah pandanganku mengenai kematian David, kurasa dia benar. Yang pergi tak mungkin kembali, Jordan juga sedang menantikan anak di rahim istrinya. Sepertinya sudah saatnya aku mengubur dendam itu saja!" ujar pria itu dengan ekspresi datar.Tentu saja Pablo terkejut mengetahui kabar terbaru itu karena papa mendiang sepupunya itu awalnya berapi-api ingin membunuh Jordan yang dituduh sebagai pembunuh David. Dia pun berkata lagi, "Paman, kalau aku yang tetap ingin membayar para pembunuh bayaran untuk melenyapkan nyawa Jordan. Apa Paman mengizinkan?" Pertanyaan keponakannya membuat hati Fernando
"Siiuuu ... siiiuuu ... siiiuuu!" Desingan peluru tajam yang ditembakkan bertubi-tubi dari jarak jauh di atap bangunan 20 lantai di sebelah barat laut SEI Tower terdengar mengerikan.Semua pengawal Jordan bahkan tak sempat berpikir apapun selain merunduk spontan. Jordan yang dalam posisi berjalan merangkul istrinya menuju ke pintu masuk gedung pencakar langit miliknya tertembus peluru di bagian punggung atas kirinya. Darah segar berwarna merah tua segera merembes dari setelan jas abu-abu yang dikenakannya. "Lindungi Master Jordan!" teriak Donovan kepada rekan-rekan bodyguard yang mengelilingi Jordan Fremantle.John Hennesey dan Ian MacLyod memapah big boss mereka masuk ke dalam gedung SEI Tower untuk menghindari berondongan peluru penembak jitu. Sedangkan, rekan-rekannya yang lain menyusul di belakang mereka berlindung dari hujan peluru tajam."Chant, apa kau baik-baik saja?!" tanya Jordan justru menguatirkan istrinya dibanding dirinya sendiri.Tentu saja Chantal yang lebih panik kar
"Dok, bagaimana kondisi suamiku?" Chantal bergegas menghampiri Dokter Vincent Lambert yang baru saja selesai mengoperasi Jordan. Di luar harapan Chantal, dokter spesialis bedah thorax itu menggelengkan kepalanya hingga ia nyaris berhenti detak jantungnya. "A—apa Jordan ... apa dia?" ucapnya terbata-bata dengan emosi kacau balau."Suami Anda sudah melewati bagian penting dari operasi tadi, tetapi kita harus menunggu perkembangan kondisinya. Peluru senapan tembak jitu tadi meninggalkan kerusakan yang cukup parah di paru-paru Mister Fremantle. Paramedis akan memindahkan beliau ke ruangan ICU untuk observasi ketat. Saya harap besok pagi sudah ada kabar baik beliau siuman dari obat bius pasca operasi tadi," terang Dokter Vincent dengan profesional yang membuat Chantal menghela napas lega."Baiklah. Apa saya boleh menemaninya di ruang ICU?" balas Chantal penuh harap.Namun, Dokter Vincent melarangnya untuk terus menerus menemani pasiennya di dalam ruang ICU untuk menjaga kondisi tetap ster
"Hey, Nando. Segalanya aman terkendali. Ayo kita ke kafetaria rumah sakit saja untuk mengobrol. Jordan belum boleh dijenguk di ICU, kau bisa melihatnya dari kaca pantau di dinding itu saja," sambut Calvin Fremantle. Dia sengaja berbohong tidak ada yang boleh menjenguk puteranya untuk menghindari bahaya yang mungkin muncul.Maka Fernando Alex Guilermo pun berjalan ke kaca pantau yang ditunjukkan oleh papa Jordan. Dia melihat kondisi pemuda itu yang nampaknya masih kritis dan dalam hatinya merasa sedikit puas. Sisi hatinya yang memiliki rasa dendam terpendam itu justru senang melihat Jordan di ambang batas hidup dan mati.Dia tersenyum tipis di depan kaca pantau lalu berpura-pura menghela napas dalam-dalam seraya menoleh ke arah papa Jordan. "Ayo kita ke kafetaria sekarang, Calvin!" ujarnya merangkul bahu pria yang masih sangat gagah di usia kepala 6 tersebut.Sekitar selusin pengawal dari dua kubu mengikuti langkah dua konglomerat berbeda bisnis tersebut menuju ke kafetaria rumah saki
"Pa, pulanglah ke penthouse Jordan. Papa pasti lelah menjaga suamiku semalaman hingga pagi," ujar Chantal yang sudah tiba di rumah sakit pagi-pagi benar.Semalam sudah cukup baginya untuk beristirahat memulihkan tenaga. Dia juga berharap Jordan akan membuka matanya saat dia berjaga di ICU. Mungkin sebentar lagi sesuai perkiraan dokter yang merawatnya.Calvin pun tersenyum letih lalu memeluk menantu kesayangannya itu seraya berkata, "Aku titip puteraku kepadamu, Chantal Darling. Sore nanti Papa akan kembali berjaga menggantikanmu agar kamu tak kelelahan. Sampai ketemu sore oke?" "Hati-hati di jalan, Pa!" sahut Chantal sambil melambaikan tangannya melepas kepergian papa mertuanya yang melangkah menuju ke lift dikawal selusin pengawal berbadan tegap.Andrew Duvall sejak kemarin mengawasi lorong ruang ICU tempat Jordan dirawat. Dia harus memastikan nyawa pria sasarannya melayang dan tak kembali ke raga lagi agar 2 juta dolar menjadi bayarannya. Melihat kepergian selusin pengawal bersenja