"Chant, bagaimana kalau kita naik sepeda motor ke stadion bisbol New York Mets?" tanya Jordan selepas makan siang dan bersantai di sofa menonton saluran TV berlangganan.Istrinya yang duduk memeluk pinggang ramping berotot liat Jordan pun menganggukkan kepalanya. "Boleh, aku sudah lama tak naik sepeda motor. Apa kau mahir naik sepeda motor, Jordan?" tanya Chantal."Pastinya, Darling. Kau kujamin akan suka dengan hembusan angin jalanan saat membonceng di balik punggungku, Chant!" jawab Jordan terkekeh lalu mengecup puncak kepala wanita kesayangannya.Suasana damai tanpa serangan pembunuh bayaran dua hari terakhir ini di Queens, New York memberi kelegaan untuk pasangan suami istri Fremantle. Calvin pun ketika diberi tahu bahwa putera dan menantunya ingin menonton pertandingan bisbol New York Mets mengatakan akan ikut bersama mereka.Jelang petang, Jordan memanasi sebentar sepeda motor Ducati milik papanya di garasi lantai basement khusus kendaraan Calvin Fremantle. Setelah siap untuk di
"Paman, kenapa sayembara untuk melenyapkan nyawa Jordan dibatalkan?" tanya Pablo Guilermo bernada protes di ruangan CEO Guilermo Group Enterprise. Mister Guilermo senior yang duduk di kursi kebesarannya pun mengepulkan asap cerutu Kuba yang dijepit di jemari tangan kirinya. "Well, papa Jordan sempat menemuiku kemarin di restoran. Aku terbang ke Queens dan berbincang dengan Calvin Fremantle. Dia merubah pandanganku mengenai kematian David, kurasa dia benar. Yang pergi tak mungkin kembali, Jordan juga sedang menantikan anak di rahim istrinya. Sepertinya sudah saatnya aku mengubur dendam itu saja!" ujar pria itu dengan ekspresi datar.Tentu saja Pablo terkejut mengetahui kabar terbaru itu karena papa mendiang sepupunya itu awalnya berapi-api ingin membunuh Jordan yang dituduh sebagai pembunuh David. Dia pun berkata lagi, "Paman, kalau aku yang tetap ingin membayar para pembunuh bayaran untuk melenyapkan nyawa Jordan. Apa Paman mengizinkan?" Pertanyaan keponakannya membuat hati Fernando
"Siiuuu ... siiiuuu ... siiiuuu!" Desingan peluru tajam yang ditembakkan bertubi-tubi dari jarak jauh di atap bangunan 20 lantai di sebelah barat laut SEI Tower terdengar mengerikan.Semua pengawal Jordan bahkan tak sempat berpikir apapun selain merunduk spontan. Jordan yang dalam posisi berjalan merangkul istrinya menuju ke pintu masuk gedung pencakar langit miliknya tertembus peluru di bagian punggung atas kirinya. Darah segar berwarna merah tua segera merembes dari setelan jas abu-abu yang dikenakannya. "Lindungi Master Jordan!" teriak Donovan kepada rekan-rekan bodyguard yang mengelilingi Jordan Fremantle.John Hennesey dan Ian MacLyod memapah big boss mereka masuk ke dalam gedung SEI Tower untuk menghindari berondongan peluru penembak jitu. Sedangkan, rekan-rekannya yang lain menyusul di belakang mereka berlindung dari hujan peluru tajam."Chant, apa kau baik-baik saja?!" tanya Jordan justru menguatirkan istrinya dibanding dirinya sendiri.Tentu saja Chantal yang lebih panik kar
"Dok, bagaimana kondisi suamiku?" Chantal bergegas menghampiri Dokter Vincent Lambert yang baru saja selesai mengoperasi Jordan. Di luar harapan Chantal, dokter spesialis bedah thorax itu menggelengkan kepalanya hingga ia nyaris berhenti detak jantungnya. "A—apa Jordan ... apa dia?" ucapnya terbata-bata dengan emosi kacau balau."Suami Anda sudah melewati bagian penting dari operasi tadi, tetapi kita harus menunggu perkembangan kondisinya. Peluru senapan tembak jitu tadi meninggalkan kerusakan yang cukup parah di paru-paru Mister Fremantle. Paramedis akan memindahkan beliau ke ruangan ICU untuk observasi ketat. Saya harap besok pagi sudah ada kabar baik beliau siuman dari obat bius pasca operasi tadi," terang Dokter Vincent dengan profesional yang membuat Chantal menghela napas lega."Baiklah. Apa saya boleh menemaninya di ruang ICU?" balas Chantal penuh harap.Namun, Dokter Vincent melarangnya untuk terus menerus menemani pasiennya di dalam ruang ICU untuk menjaga kondisi tetap ster
"Hey, Nando. Segalanya aman terkendali. Ayo kita ke kafetaria rumah sakit saja untuk mengobrol. Jordan belum boleh dijenguk di ICU, kau bisa melihatnya dari kaca pantau di dinding itu saja," sambut Calvin Fremantle. Dia sengaja berbohong tidak ada yang boleh menjenguk puteranya untuk menghindari bahaya yang mungkin muncul.Maka Fernando Alex Guilermo pun berjalan ke kaca pantau yang ditunjukkan oleh papa Jordan. Dia melihat kondisi pemuda itu yang nampaknya masih kritis dan dalam hatinya merasa sedikit puas. Sisi hatinya yang memiliki rasa dendam terpendam itu justru senang melihat Jordan di ambang batas hidup dan mati.Dia tersenyum tipis di depan kaca pantau lalu berpura-pura menghela napas dalam-dalam seraya menoleh ke arah papa Jordan. "Ayo kita ke kafetaria sekarang, Calvin!" ujarnya merangkul bahu pria yang masih sangat gagah di usia kepala 6 tersebut.Sekitar selusin pengawal dari dua kubu mengikuti langkah dua konglomerat berbeda bisnis tersebut menuju ke kafetaria rumah saki
"Pa, pulanglah ke penthouse Jordan. Papa pasti lelah menjaga suamiku semalaman hingga pagi," ujar Chantal yang sudah tiba di rumah sakit pagi-pagi benar.Semalam sudah cukup baginya untuk beristirahat memulihkan tenaga. Dia juga berharap Jordan akan membuka matanya saat dia berjaga di ICU. Mungkin sebentar lagi sesuai perkiraan dokter yang merawatnya.Calvin pun tersenyum letih lalu memeluk menantu kesayangannya itu seraya berkata, "Aku titip puteraku kepadamu, Chantal Darling. Sore nanti Papa akan kembali berjaga menggantikanmu agar kamu tak kelelahan. Sampai ketemu sore oke?" "Hati-hati di jalan, Pa!" sahut Chantal sambil melambaikan tangannya melepas kepergian papa mertuanya yang melangkah menuju ke lift dikawal selusin pengawal berbadan tegap.Andrew Duvall sejak kemarin mengawasi lorong ruang ICU tempat Jordan dirawat. Dia harus memastikan nyawa pria sasarannya melayang dan tak kembali ke raga lagi agar 2 juta dolar menjadi bayarannya. Melihat kepergian selusin pengawal bersenja
"Dokter Vincent Lambert ... jangan pergi dulu! Ada panggilan dari ruang ICU nomor 7," panggil perawat jaga yang baru saja melihat lampu emergency call di meja tugasnya.Dokter berusia paruh baya itu membalik badannya lalu berlari menuju ke arah sebaliknya untuk memeriksa Jordan Fremantle. Ternyata benar pria yang dia operasi kemarin karena tertembak punggungnya itu telah siuman didampingi oleh istrinya."Oke, apa kabar, Mister Fremantle?" sapa Dokter Vincent sembari memasang stetoskop ke telinganya lalu mendengarkan tarikan napas Jordan."Dadaku dan punggungku ... masih nyeri saat bernapas, Dok. Rasanya seperti ... terbakar!" jawab Jordan mencoba menata napasnya saat berbicara dengan dokter.Chantal diam tak mengatakan sepatah kata pun, dia menyimak perkataan Dokter Vincent Lambert mengenai kondisi suaminya dan terapi selanjutnya."Saya akan meminta perawat untuk memberikan antibiotik, pereda nyeri, dan multivitamin nanti. Hanya makanan lunak untuk sementara hingga pemeriksaan MRI sel
"Uhh ... di mana aku?" gumam Chantal sembari menyesuaikan matanya dengan cahaya ruangan yang terang benderang. Dia terbaring di sebuah kursi panjang beralas empuk. Sedikit goncangan kabin private jet itu membuatnya tersadar dan segera duduk menurunkan kakinya ke lantai. Dia mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya dan tersadar dia berada di mana saat ini. Sosok papanya duduk santai terkantuk-kantuk di salah satu kursi pesawat."PAPAA! APA KAU MENCULIKKU LAGI DARI SEI TOWER?!" teriak Chantal kalap seperti guntur di siang bolong. Lawrence Brickman langsung terjaga dari tidur-tiduran karena kantuk. Dia bangkit dari kursinya lalu berpindah duduk ke sebelah puterinya. Jelas sekali Chantal marah besar dan menduga ini adalah rencana pribadinya menculik puterinya seperti saat ke Nevada tempo hari."Ssttt ... bisakah tidak berteriak seperti perempuan gila, Chant?! Telinga Papa masih berfungsi normal," ujar Lawrence terkekeh menampakkan sederet gigi putihnya.Namun, Chantal telah hilang kesa
"Hello, Gorgeous!" Perempuan itu tersenyum miring di ambang pintu penthouse Calvin Fremantle yang berada di Queens, New York.Calvin mendengkus geli sembari bersedekap menghadapi Jessica Carrera. Dia sudah sebulan ini menghindari wanita muda yang merengek meminta alamat tempat tinggalnya sekarang."Bagaimana bisa kau mendapatkan alamat tempat tinggalku, Jess?" tanya Calvin menghela napas dalam-dalam lalu mempersilakan wanita yang jauh-jauh terbang dari Los Angeles ke tempatnya itu masuk.Ketika Calvin menutup pintu penthousenya, Jessica segera memeluknya erat dari belakang punggungnya. "Aku mendesak Jordan agar memberi tahukan alamatmu. Kau tega meninggalkanku, Honey!" rajuknya."Hmm ... memang hanya Jordan yang mengetahui tempat tinggalku dan beberapa kolega dekatku yang pastinya tak kau kenal," jawab Calvin dengan perasaan bercampur aduk. Dia lalu bertanya, "Jess, untuk apa kau mencariku? Bukankah banyak pemuda yang berlutut di bawah kakimu untuk mendapatkan perhatian darimu?"Jessi
"Welcome home, Jordan, Chantal!" sambut Calvin di ruangan CEO Sky Eternity Intercontinental Tower. Dia memeluk hangat putera dan menantu kesayangannya bergantian. Kemudian dia menggendong cucu pertamanya sembari menyapa Raphael juga yang menjawab dengan bahasa bayi."Papa, maaf telah merepotkanmu begitu lama!" ujar Jordan sambil terkekeh mengamati kakek dan cucunya yang cepat sekali akrab itu."Hey, it's okay. Duduk dulu di sofa dan mengobrol," ajak Calvin berjalan menuju ke sofa vinyl hitam.Setelah duduk Jordan bertanya, "Apa Papa tertarik untuk menetap di LA? Aku akan suruh bawahanku menyiapkan unit mewah yang kosong di SEI Tower."Penthouse Jordan hanya memiliki sebuah ranjang dan dia telah kembali meninggalinya tak lama lagi. Calvin pun mengerti itu tanpa harus dikatakan secara lugas oleh puteranya. Maka dia pun menjawab, "Lebih baik sore nanti Papa kembali ke Queens, tak perlu repot-repot menyiapkannya, Jordan!""Aku ikut apa yang baik menurut Papa saja. Di SEI Tower banyak unit
Pemberhentian kapal Fortune Marine selanjutnya adalah Norwegia. Negara yang tenang dan sedikit penduduknya itu alamnya masih banyak yang tak tersentuh karena terdiri dari fyord, pegunungan tinggi yang tertutup salju, dan lembah bertebing curam. Julukannya adalah The Land of Midnight Sun karena pada puncak musim panas bulan Mei dan Juni, matahari masih tampak bersinar pada malam hari. Namun, saat itu bulan Oktober.Kapal Jordan mengarungi perairan Laut Norwegia menuju ke Kepulauan Lofoten di malam hari dengan kecepatan yang diperlambat oleh Kapten Andres Fuller. Malam itu Jordan sengaja mengajak Chantal naik ke dek kapal untuk melihat langit menakjubkan yang bertabur bintang dan dapat melihat perubahan cahaya warna-warni di kejauhan di atas daratan."Indah bukan?" tanya Jordan memegangi gelas berisi port wine dengan seringai lebar di wajahnya sembari menemani Chantal yang sedang mengamati langit dengan teleskop tersangga sebuah tripod.Donovan dan John sekali lagi beralih profesi menja
Tiga minggu lamanya Jordan dan Chantal berada di Afrika Selatan. Mereka berpidah-pindah kota dari Johannesburg ke ibu kota Pretoria yang jalanannya dinaungi pohon Jacaranda di tepian kanan kiri hingga nampak rindang. Pada musim semi bunganya yang berwarna ungu penuh mengiasi setiap rantingnya yang subur.Kemudian juga mereka mengunjungi Pantai Nahoon di East London yang berombak dan cocok untuk berselancar. Jordan menyukai surfing, dia menyewa papan selancar di tempat persewaan bersama Donovan serta beberapa rekan pengawalnya yang memang bisa berselancar. Sedangkan, Chantal duduk bersantai di tepi pantai bersama Raphael menikmati sinar hangat matahari sambil minum air kelapa muda asli yang banyak dijual di sana.Setelah itu mereka juga mengunjungi Knysna, sebuah kota di sebelah laguna yang dihiasi hutan-hutan kuno indah dan pegunungan yang mengelilinginya. Di sana mereka berkunjung ke Taman Nasional Tsitsikamma.Upington yang berada di tepi Sungai Orange tak ketinggalan didatangi juga
Mendekati perairan Afrika Selatan gelombang lautan semakin tenang, cuaca cerah dan mataharu bersinar terik di siang hari. Jordan dan seisi kapal Fortune Marine sudah tidak memerlukan pakaian rangkap lagi seperti ketika mereka melintasi perairan Antartika."Sebetulnya apa yang membuatmu ingin mengunjungi Afrika, Jordan?" tanya Chantal yang berdiri bersama suaminya di dek kapal. "Afrika Selatan negara yang unik, percayalah ... perjalanan berat kita akan terbayar saat kau melihat-lihat seperti apa Negeri Pelangi itu. Hanya Afrika Selatan yang memiliki 3 ibu kota di seluruh dunia, Pretoria, Cape Town, dan Bloemfonstein. Namun, kota terbesarnya adalah Johannesburg yang menjadi penghasil emas, berlian, nikel, dan logam lainnya. Selain itu hanya di negara ini kita bisa menemukan satwa the big five yang liar paling sulit diburu; macan tutul, badak, kerbau Cape, gajah Afrika, dan singa. Aku akan mengajakmu ke Kruger National Park, itu salah satu game reserve terbesar di dunia. Kita akan kelil
Kapten Andres Fuller ternyata tidak menemukan kerusakan pada bodi maupun mesin kapal Fortune Marine. Maka Jordan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka dengan bertolak dari dermaga di siang hari usai makan siang di salah satu restoran yang ada di pelabuhan. "Aku senang kita bisa berlayar lagi. Suhu udara yang membekukan hingga ke tulang nampaknya tak cocok denganku, Jordan!" ujar Chantal saat kapal sudah mulai melaju dalam kecepatan stabil 21 knots.Gelombang laut Samudera Selatan masih tenang dan Kapten Andres memanfaatkan waktu di mana matahari masih bersinar sekalipun tidak secerah di daerah tropis. "Nampaknya kita akan menghabiskan waktu agak lama di lautan, semoga bahan bakarnya cukup," jawab Jordan yang tidak terlalu optimis dengan perjalanan mereka. "Mungkin akan membosankan, Jordan. Aku rindu menetap di daratan," ujar Chantal dengan nada lesu. Tidur di atas kapal yang terombang-ambing di tengah lautan terkadang membuatnya cemas.Kapal itu melaju setiap hari di saat
"AAARRGHH!" pekik Chantal mencari keseimbangan pada dinding kabin ketika kapal yacht itu terombang-ambing parah karena gelombang lautan yang ganas disertai angin badai. Dia baru saja buang air kecil di kamar mandi karena suhu udara dingin membuatnya sering berkemih."Baby Girl, apa kau baik-baik saja?!" seru Jordan menghampiri Chantal di tengah kabin sambil mendekap erat puteranya yang tumben agak rewel. Chantal pun menjawab, "Aku baik-baik saja, Jordan. Bagaimana dengan Raphael? Dia masih menangis terus!""Coba kau susui dia, Chant. Dia pasti tidak tenang karena goyangan kapal yang terlalu heboh ini," usul Jordan sembari membantu istrinya kembali ke ranjang. Maka Chantal menuruti ide Jordan yang dia pikir tepat. "Aku akan naik ke kokpit sebentar untuk memeriksa keadaan. Pelayaran ini sedikit membuatku kuatir," pamit Jordan sebelum mengenakan jaket anti air di luar sweaternya. Udara di dalam kabin berpenghangat itu saja terasa dingin, apa lagi di luar ruangan.Jordan mengetok pintu
Tangannya berkelana mulai membuka kancing kemeja putih tuxedo Calvin dan juga sabuk celana pria itu. Akhirnya, Calvin membiarkan Jessica mengambil alih kendali atas tubuhnya yang juga mendambakan petualangan seks kilat dan meledak-ledak dengan daun muda yang molek itu.Ketika kain-kain penghalang di tubuh Calvin terlepas, Jessica membenamkan wajahnya di antara pangkal paha pria itu. Batang berurat Calvin memang masih berfungsi normal terasa sangat keras di dalam mulutnya yang sibuk menjilati dan mengurutnya ketat."Ohh ... luar biasa. Kau membuatku merasa muda kembali, Jess!" desis Calvin menahan sensasi kuat yang membuat dirinya ingin tumpah di bawah sana."Artinya kau setuju dengan permintaanku tadi. Jadi jangan protes lagi!" putus Jessica lalu menarik melepas pantiesnya dari balik gaun merahnya yang berbahan ringan longgar. Dia menduduki paha Calvin untuk menyatukan pusat gairah mereka berdua yang saling menginginkan satu sama lain.Jessica menghentakkan bokongnya dengan lincah nai
"Hai, Calvin. Terima kasih sudah bersedia menghadiri pesta ulang tahunku. Apa Jordan masih belum kembali ke LA?" sambut Fernando Alex Guilermo memeluk hangat Calvin Fremantle usai mendapat ucapan selamat.Pria yang nampak lebih muda dibanding usianya yang sebenarnya itu tersenyum lebar sambil menjawab, "Ini hari istimewamu, Nando. Masa aku tak datang ikut merayakannya? Jordan akan lama keliling dunia, mungkin dia sedang berada di Antartika bermain dengan pinguin. HA-HA-HA!"Jawaban Calvin membuat Fernando menggeleng-gelengkan kepalanya dengan emosi bercampur aduk, antara bingung dan juga kesal. Mungkin ada baiknya dia melupakan dendam mendiang puteranya sepenuhnya, pikir Fernando Guilermo diam-diam."Oke, nikmati pestanya, Calvin. Banyak wanita muda yang menarik bila kau butuh teman!" ujar Fernando Guilermo mendorong punggung kawannya ke lautan manusia yang memadati lantai ballroom salah satu hotel bintang 5 di Los Angeles.Di antara kerumunan tamu undangan yang hadir, sosok cantik it