"Dok, bagaimana kondisi suamiku?" Chantal bergegas menghampiri Dokter Vincent Lambert yang baru saja selesai mengoperasi Jordan. Di luar harapan Chantal, dokter spesialis bedah thorax itu menggelengkan kepalanya hingga ia nyaris berhenti detak jantungnya. "A—apa Jordan ... apa dia?" ucapnya terbata-bata dengan emosi kacau balau."Suami Anda sudah melewati bagian penting dari operasi tadi, tetapi kita harus menunggu perkembangan kondisinya. Peluru senapan tembak jitu tadi meninggalkan kerusakan yang cukup parah di paru-paru Mister Fremantle. Paramedis akan memindahkan beliau ke ruangan ICU untuk observasi ketat. Saya harap besok pagi sudah ada kabar baik beliau siuman dari obat bius pasca operasi tadi," terang Dokter Vincent dengan profesional yang membuat Chantal menghela napas lega."Baiklah. Apa saya boleh menemaninya di ruang ICU?" balas Chantal penuh harap.Namun, Dokter Vincent melarangnya untuk terus menerus menemani pasiennya di dalam ruang ICU untuk menjaga kondisi tetap ster
"Hey, Nando. Segalanya aman terkendali. Ayo kita ke kafetaria rumah sakit saja untuk mengobrol. Jordan belum boleh dijenguk di ICU, kau bisa melihatnya dari kaca pantau di dinding itu saja," sambut Calvin Fremantle. Dia sengaja berbohong tidak ada yang boleh menjenguk puteranya untuk menghindari bahaya yang mungkin muncul.Maka Fernando Alex Guilermo pun berjalan ke kaca pantau yang ditunjukkan oleh papa Jordan. Dia melihat kondisi pemuda itu yang nampaknya masih kritis dan dalam hatinya merasa sedikit puas. Sisi hatinya yang memiliki rasa dendam terpendam itu justru senang melihat Jordan di ambang batas hidup dan mati.Dia tersenyum tipis di depan kaca pantau lalu berpura-pura menghela napas dalam-dalam seraya menoleh ke arah papa Jordan. "Ayo kita ke kafetaria sekarang, Calvin!" ujarnya merangkul bahu pria yang masih sangat gagah di usia kepala 6 tersebut.Sekitar selusin pengawal dari dua kubu mengikuti langkah dua konglomerat berbeda bisnis tersebut menuju ke kafetaria rumah saki
"Pa, pulanglah ke penthouse Jordan. Papa pasti lelah menjaga suamiku semalaman hingga pagi," ujar Chantal yang sudah tiba di rumah sakit pagi-pagi benar.Semalam sudah cukup baginya untuk beristirahat memulihkan tenaga. Dia juga berharap Jordan akan membuka matanya saat dia berjaga di ICU. Mungkin sebentar lagi sesuai perkiraan dokter yang merawatnya.Calvin pun tersenyum letih lalu memeluk menantu kesayangannya itu seraya berkata, "Aku titip puteraku kepadamu, Chantal Darling. Sore nanti Papa akan kembali berjaga menggantikanmu agar kamu tak kelelahan. Sampai ketemu sore oke?" "Hati-hati di jalan, Pa!" sahut Chantal sambil melambaikan tangannya melepas kepergian papa mertuanya yang melangkah menuju ke lift dikawal selusin pengawal berbadan tegap.Andrew Duvall sejak kemarin mengawasi lorong ruang ICU tempat Jordan dirawat. Dia harus memastikan nyawa pria sasarannya melayang dan tak kembali ke raga lagi agar 2 juta dolar menjadi bayarannya. Melihat kepergian selusin pengawal bersenja
"Dokter Vincent Lambert ... jangan pergi dulu! Ada panggilan dari ruang ICU nomor 7," panggil perawat jaga yang baru saja melihat lampu emergency call di meja tugasnya.Dokter berusia paruh baya itu membalik badannya lalu berlari menuju ke arah sebaliknya untuk memeriksa Jordan Fremantle. Ternyata benar pria yang dia operasi kemarin karena tertembak punggungnya itu telah siuman didampingi oleh istrinya."Oke, apa kabar, Mister Fremantle?" sapa Dokter Vincent sembari memasang stetoskop ke telinganya lalu mendengarkan tarikan napas Jordan."Dadaku dan punggungku ... masih nyeri saat bernapas, Dok. Rasanya seperti ... terbakar!" jawab Jordan mencoba menata napasnya saat berbicara dengan dokter.Chantal diam tak mengatakan sepatah kata pun, dia menyimak perkataan Dokter Vincent Lambert mengenai kondisi suaminya dan terapi selanjutnya."Saya akan meminta perawat untuk memberikan antibiotik, pereda nyeri, dan multivitamin nanti. Hanya makanan lunak untuk sementara hingga pemeriksaan MRI sel
"Uhh ... di mana aku?" gumam Chantal sembari menyesuaikan matanya dengan cahaya ruangan yang terang benderang. Dia terbaring di sebuah kursi panjang beralas empuk. Sedikit goncangan kabin private jet itu membuatnya tersadar dan segera duduk menurunkan kakinya ke lantai. Dia mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya dan tersadar dia berada di mana saat ini. Sosok papanya duduk santai terkantuk-kantuk di salah satu kursi pesawat."PAPAA! APA KAU MENCULIKKU LAGI DARI SEI TOWER?!" teriak Chantal kalap seperti guntur di siang bolong. Lawrence Brickman langsung terjaga dari tidur-tiduran karena kantuk. Dia bangkit dari kursinya lalu berpindah duduk ke sebelah puterinya. Jelas sekali Chantal marah besar dan menduga ini adalah rencana pribadinya menculik puterinya seperti saat ke Nevada tempo hari."Ssttt ... bisakah tidak berteriak seperti perempuan gila, Chant?! Telinga Papa masih berfungsi normal," ujar Lawrence terkekeh menampakkan sederet gigi putihnya.Namun, Chantal telah hilang kesa
"Master Jordan, silakan buka aplikasi pesan email Anda. Elvis Newman mengirimkan link video untuk private streaming aktivitas Nyonya Chantal dari Bahama Island, Karibia," ujar Donovan memberi tahu bosnya permintaan mata-mata yang menguntit Chantal Brickman. Dia menahan hasrat untuk tertawa melihat Jordan yang tergesa-gesa mencari ponselnya. Setelah menemukan ponselnya di bawah tumpukan berkas yang berserakan di meja kerjanya, Jordan segera terpaku memandangi layar ponselnya dengan wajah berjuta emosi. "Ohh, Darling! Aku sangat merindukanmu, seandainya saja kau tahu itu," gumam Jordan muram. Dia ingin menemui Chantal, tetapi itu sangatlah berbahaya. Sampai saat ini tak ada pemecahan untuk persoalan ancaman pembunuhan terhadap dirinya.Rekaman video yang terkirim kepada Jordan berisi seorang wanita yang tengah berbadan dua tersebut sedang berenang di kolam renang salah satu resort mewah lalu berjemur dengan bikini biru cerah di bangku kayu panjang. Melihat tubuh istrinya yang selalu m
"Jordan, Jessi, lihat ke mari! Senyum!" seru paparazi pemburu gosip panas selebritis Holywood di trotoar depan restoran Malibu One Star yang terkenal hanya bisa dimasuki oleh orang berkocek tebal atau memiliki status sebagai pesohor.Dengan malas Jordan menyunggingkan senyum tipisnya dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Seorang wanita bergaun sexy berbahan sutera hitam ketat dengan belahan hingga setengah paha kanannya bergelanyut manja di lengan kokohnya. Teman kencannya belakangan ini yang bernama Jessica Carrera tersebut seolah menikmati popularitasnya karena dapat berkencan dengan most wanted bachelor (bujangan paling diminati) di penjuru California.Sepasukan pengawal Jordan mengamankan bos besar mereka dari empat penjuru mata angin dengan penuh kewaspadaan. Donovan dan John Hennesey berbisik satu sama lain karena sedikit kesal, keramaian seperti itu berbahaya untuk Jordan yang masih diburu oleh para pembunuh bayaran di luar sana."Jordan, terima kasih sud
"DORR DORR DORR!" Baku tembak yang sengit dengan tidak sepadan antara seorang pembunuh bayaran yang mengincar Jordan melawan selusin pengawal pribadi pria tersebut menyebabkan para pengunjung restoran elite berkonsep fine dining itu menjerit-jerit ketakutan."Bunuh saja dia, John!" perintah Donovan yang sempat terkena tembakan di perut kirinya dan terjatuh ke lantai.John Hennesey menembak jitu leher pria tersebut yang langsung tumbang tertelungkup menatap lantai. Dia bergegas memeriksa kondisi pembunuh bayaran tadi. "Dia tewas, Don! Bagaimana kondisimu?" ujar John cemas melihat rekannya yang bocor perutnya dan bersimbah darah merah segar."SHIT! Panggil ambulans untuk membawa Donovan, Arthur, dan Ben!" teriak Jordan ke pengawalnya yang tak terkena tembakan.Situasi restoran chaos dan masih tegang dipenuhi adrenalin karena peristiwa teror mendadak bersenjata api barusan. Manager restoran dibantu staff yang ada mengurus bill tamu dan meminta mereka tenang karena polisi harus meminta k