Arya berjalan ke ruang monitoring, seorang karyawan mengantarnya hingga masuk ke dalam ruangan.
"Tolong perlihatkan rekaman CCTV yang ada di depan ruangan saya!" ucap Arya kepada seorang karyawan."Baik Pak!""Pak Amri, tolong perlihatkan rekaman sepuluh menit sebelum saya ke sini," titah Arya lagi sembari melihat ID Card yang menempel pada seragam karyawannya tersebut."Siap Pak. Ini Pak," ucap Amri."Mundurkan lima menit lagi.""Siap Pak!" Amri langsung memainkan ketrampilan nya dalam hal monitoring."Cukup Pak Amri!" seru Arya."Ada wanita di depan ruanganku. Sedang membungkuk di depan pintu. Apa yang ia lakukan? Siapa dia?" Arya memicingkan kedua matanya."Ini Pak, wajah wanita itu. Sudah saya perbesar," ucap Amri."Wulan?" Arya kaget. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat."Gani, tolong pergi ke resepsionis tanyakan apa ada tamu untukku bernama Wulan?!" titah Arya kepada salaMendengar kabar kecelakaan Wulan yang membuat bayinya keguguran membuat Sumiyati, ibu dari Aryo merasa lega."Aryo, kamulu ada dimana sekarang?" Sumiyati bicara dengan putranya melalui sambungan telepon."Di rumah sakit, Bu." "Kamu juga sudah tahu kalau Wulan keguguran?" Sumiyati memastikan."Iya Bu. Saya sudah dengar kabarnya.""Kesempatanmu untuk meninggalkan dia, sekarang. Bayinya sudah tidak ada. Artinya tanggung jawabmu juga sudah gugur!" Aryo diam tak bergeming mendengar ucapan ibunya."Yo! Aryo! Kamu dengar ucapan ibu atau tidak?" "Ya Bu. Aryo dengar, tapi Aryo tidak tega meninggalkan Wulan dengan kondisi seperti ini." Sumiyati kesal dan menutup telepon pribadi miliknya. Ia lantas meminta Edo untuk mengantarkannya ke rumah sakit tempat dimana Wulan dirawat.Di sana sudah ada Aryo dan Karso. Dani, Ayunda dan Rayhan tampak cemas."KRiiiNG!!" Suara telepon Rayhan berbunyi.Semua orang menoleh ke arahnya, mengira bahwa panggilan telepon yang masuk berasal dari Sandra."Hallo!"
"Tan te," ucap Novi gagap sambil menatap Ayunda."Kenapa gelang milik putriku, kau lepas?""Tidak Tante. Bukan begitu. Saya tidak bermaksud melepaskannya. Tadi Suster datang ke sini. Suster yang meminta untuk melepaskan semua perhiasan milik pasien." Novi terpaksa berbohong. Ia menyerahkan gelang berlian tersebut kepada Ayunda."Oh begitu. Tante kira kau mau mencurinya." Ayunda menegur tanpa basa basi."Tentu saja tidak. Untuk apa saya mencuri gelang itu. Saya memiliki pekerjaan tetap dan saya masih mampu membelinya sendiri." Novi membela diri."Ya! Kau benar! Kau wanita independen berbeda dengan Sandra." Ayunda tersenyum."Andai kau menjadi menantu Tante. Tante akan sangat bahagia sekali." Ayunda kembali bicara."Tentu saja tante, aku mau. Aku bisa menjadi istri kedua Rayhan." Novi mengajukan diri."Apa? Kamu mau?" Ayunda membelai pipi Novi.Saat Ayunda dan Novi tengah asyik mengobrol, Sandra bersama k
Malam semakin larut, Ayunda mengeluh lelah dan sakit kepala. Wanita paruh baya itupun, meminta Novi untuk menemaninya pulang ke rumah Lantana menggunakan taksi online. "Malam sudah larut. Jika kalian berdua pulang menggunakan taksi online dan ada orang jahat yang mengganggu kalian, bagaimana?" Rayhan khawatir. "Rayhan benar, Tante." Novi mengambil kesempatan.Rayhan memutuskan untuk mengantar Ayunda dan Novi, pulang dari rumah sakit.Ia menyuruh Sandra menunggu di rumah sakit karena setelah mengantar Ayunda dan Novi, ia baru akan membawa istrinya pulang ke rumah."Kamu tunggu di sini dulu. Jika anak anak mengantuk, suruh mereka rebahan di sofa." Sandra hanya mengangguk."Aryo, aku antar mama sebentar, tolong jaga Sandra dan anak anak." Arya melihat Sandra duduk di sofa sembari memejamkan mata."Apa kau sangat lelah?" tanya Arya penuh perhatian."Sedikit," ucap Sandra sambil mengusap ujung
"Arya apa perlu aku peringatkan siapa dirimu? Kau itu orang lain! Kau bukan bagian dari keluargaku! Jangan berani ikut campur dengan urusan rumah tanggaku!" Rayhan berteriak. Suara melengking Rayhan sampai membuat kedua anaknya terbangun. Mereka melongo melihat Ayahnya melotot marah sambil menunjuk ke arah Arya. "Tapi yang kau lakukan barusan sangatlah tidak pantas." "Itu bukan urusanmu! Aku sudah katakan, semuanya ini bukanlah urusanmu!" Keduanya mulai terlibat perdebatan hingga berujung perselisihan. "Mas, ini sudah malam. Jangan bertengkar!" Sandra mengingatkan. Tepat ketika Rayhan hendak memukul Arya, Levin turun dari mobil. "Papa!" ucap Levin dengan wajah polosnya. Rayhan melepaskan cengkramannya di leher Arya. "Terima kasih sudah mau mengantarkan anak anak dan istriku pulang!" Rayhan bica
Seperti biasa Sandra harus melayani Rayhan di atas ranjang tanpa menikmati setiap permainannya. "Pelan pelan Mas, sakit." Sandra berbisik. Namun Rayhan tak mau memelankan gerakannya. Sandra menggigit bibir bawahnya sendiri. Matanya memejam dengan rapat. Ia menahan rasa sakit. Sementara senjata perkasa milik suaminya sudah memuntahkan lahar putih. ****Keesokan paginya, Rayhan bersikap seolah tak terjadi apapun tadi malam."Kenapa sejak tadi senyum - senyum sendiri sambil menatap cermin?" Sandra penasaran dengan sikap suaminya."Ah tidak ada apa apa." "Sudah cukup tak perlu kau jelaskan, karena aku tahu siapa yang sedang kau pikirkan." Rayhan yang kaget dengan ucapan Sandra, langsung menoleh, "Siapa memangnya?""Novi. Kau mengingat moment ketika menggendong tubuh sintalnya saat di kolam renang waktu itu. Atau kau sedang mengingat kenangan manis kalian tadi malam."Rayhan terdiam."
"Ayo silahkan duduk," ucap Rayhan."Iya terima kasih. Wah! Rumah kamu besar sekali. Aku pasti akan sangat senang tinggal di sini." Novi melihat sekelilingnya."Oh jadi kamu ingin tinggal di sini?" Sandra datang dan menyela pembicaraan dari balik dinding ruang tamu."Eh bukan begitu maksudku. Aku hanya kagum melihat rumah yang begitu besar seperti ini." Sandra berjalan menuju ruang tamu, ia mengenakan gaun warna putih dengan rambut panjangnya yang tergerai. Kulitnya putih, bibirnya merah merona membuatnya terlihat begitu cantik."Kenalkan aku istri Rayhan, kita sudah bertemu beberapa kali tapi kita tidak berkenalan dengan baik," ucap Sandra seraya mengulurkan tangan.Mereka bersalaman dan saling berbalas basi."Duduklah. Anggap seperti rumahmu sendiri," ucap Sandra."Sejak kapan kalian berdua saling mengenal?" Sandra memulai obrolan."Sudah lama sekali. Mungkin sekitar 5 tahun atau bahkan lebih."
Ayunda berjalan ke arah Sandra sambil berkacak pinggang. "Coba ulangi lagi ucapanmu barusan!" teriak Ayunda.Sandra hanya menundukkan wajahnya. Ia masih menunjukkan rasa hormat kepada ibu mertuanya."Sekali lagi kau berani menjawab ucapanku, aku akan menyumpal mulutmu menggunakan tanah liat! Apa kau paham!" Ayunda melotot.Sandra hanya mengangguk. Ia berlalu ke dapur untuk membuat teh."Ma... Ini teh nya," ucap Sandra sembari menyodorkan secangkir teh."Taruh saja di meja!" Sandra melakukan apa yang dikatakan oleh Ayunda. Setelah itu, Sandra meninggalkan mereka bertiga di ruang tamu. Ia menuju ke kamar anaknya untuk membantu anak anaknya mengerjakan tugas dari sekolah."Ma siapa yang ada di ruang tamu?" tanya Levin penasaran."Ada nenek dan ada teman papa yang kemarin ikut menjenguk Tante Wulan di rumah sakit." "Teman papa yang namanya Novi yang kemarin ketemu di rumah sakit? Yang dulu perna
"Kau wanita cac4t yang kurang ajar!" Novi meletakkan pecahan gelas di leher Wulan."Aku tak takut denganmu! Kau mau memb*nuhku! Bu*uh aku! Ayo!" teriak Wulan."Br3ngsek! Jika kau bukan adik dari Rayhan, maka aku akan mel3nyapkanmu!" Novi menatap dengan penuh kebencian."Cuih!" Novi bahkan melud4hi wajah Wulan.Wulan tak bisa melawan. Ia hanya bisa diam menerima semua perlakuan Novi."Ingat Wulan, aku akan memb*nuhmu jika kau berani macam macam, apalagi jika kau berani menggagalkan rencana pernikahanku dengan Rayhan!" Novi memberikan peringatan keras."BRak!" Wanita itu pergi dengan marah dari kamar Wulan sembari membanting pintu kamar.Di dalam kamar, air mata Wulan tak dapat dibendung. Buliran bening lolos begitu saja membasahi pipinya.Tak berselang lama, Ayunda kembali sendirian. Rayhan mengantarkan Dani kembali ke rumah."Kemana Novi? Kok dia sudah nggak ada." Ayunda melihat situasi kamar yang sudah
"Siapa ini?" tanya Wulan."Hallo... ini benar kan nomor telepon Aryo?""Iya ini nomer telepon Aryo. Kamu siapa? Saya tanya kenapa nggak jawab?""Aku Meisha.""Meisha siapa? Untuk apa mencari Aryo?""Aku kekasihnya. Aku," ucap wanita itu tak terdengar karena Aryo merampas dengan paksa ponselnya dari tangan Wulan."Aryo... siapa Meisha?" tanya Wulan lirih."Dia masa laluku." "Jika memang benar dia adalah masa lalumu, darimana dia dapatkan nomor ponselmu?""Dari adikku, Edo. Atau mungkin dari ibuku.""Apa? Adikmu? Ibumu? Mereka semua mengenal Meisha?""Ya mereka semua mengenalnya.""Tapi bagaimana mungkin? Dia kan hanya sebatas mantan pacarmu.""Sudahlah Wulan. Aku tak ingin membahas ini. Dia hanya masa laluku. Lebih baik kita makan malam bersama. Aku sudah lapar."Aryo berjalan ke dapur dan menyiapkan makan malam. Aryo membuat omellete kentang keju, makanan fa
Aryo dan Wulan kembali tinggal di rumah mereka yang berada di Jalan Begonia. Aryo dengan telaten merawat Wulan hingga perlahan, mata Wulan dapat sedikit melihat cahaya.Aryo tak hanya merawat Wulan dengan baik, Aryo juga membersihkan rumah dan memasak. Setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, Aryo membuatkan sarapan dan juga makan siang untuk Wulan.Setelah Aryo berangkat kerja, seperti biasanya Wulan akan mulai berjalan perlahan ke seluruh ruangan yang ada di sana. Ia menghafal dengan sentuhan tangannya setiap sudut rumahnya.Terkadang karena terpeleset atau tersandung sesuatu, Wulan jatuh ke lantai. Namun itu tak menyurutkan semangatnya untuk belajar hidup normal lagi dengan keadaannya yang sekarang.Aryo sekarang bekerja di perusahaan yang sama dengan tempat Arya bekerja. Tapi ia masih belum memberitahu Wulan. Sebab Aryo masih menaruh rasa curiga kepada Wulan. Dulu Wulan juga mengejar Arya agar mau menikahinya. Aryo tak tahu, apakah cintanya un
Liya menelepon Arya dan menceritakan mengenai apa yang ia dengar barusan. Belum selesai Liya bercerita, Arya telah mematikan ponselnya.Liya kemudian mengambil payung, guna membantu Sandra. Tapi begitu melihat tampilan garang Rayhan yang ada di halaman rumah, ia memundurkan langkahnya karena takut."Ibuku bukan pembunuh!! Apa kau dengar itu?!" teriak Rayhan dengan wajah kesal diiringi suara derasnya hujan yang ikut turun."Ibumu pembunuh! Sama seperti Novimu! Pembunuh! Pergi kau dari sini! Jangan membuat keributan di sini!" teriak Sandra.Rayhan naik pitam mendengar ucapan Sandra, ia mendorong tubuh Sandra hingga terjatuh. Dan menginjak punggung tangan Sandra."Aah sakit. Lepaskan tanganku.""Kau camkan baik baik, aku tak akan menerima hinaanmu yang kau berikan untuk Ibuku!""Aku tidak menghina! Aku bicara fakta!"Ucapan Sandra semakin membuat amarah Rayhan memuncak. Ia dengan keras menginjak punggung tanga
Sandra senang sekali dapat berjumpa dengan Bi Inah dan Pak Tarjo. Anak anaknya juga ikut senang karena hal tersebut."Ini Non saya bawakan bubur ayam buat anak anak," uap Bi Inah seraya menyodorkan kantong plastik."Wah ini makanan favorit Levin dan Ana.""Maaf ya Non, Bibi hanya bisa bawa bubur saja untuk anak anak.""Bi, ini adalah makanan terlezat bagi kami," sahut Levin seraya mengambil bungkusan bubur dari tangan ibunya."Levin hati - hati. Buburnya masih panas. Liya, tolong kamu bantu Levin ya.""Siap Non," ucap Liya.Sandra mengobrol dengan Bi Inah. Dan saling mengobati rasa rindu yang mereka rasakan."Bibi nggak nyangka, bakalan pisah dari Non," ucap Bi Inah."Kehidupan di dunia ini nggak ada yang pasti Bi.""Non... sudah menggugat Tuan ya? Apa Non nggak ingin kembali bersama Tuan?""Tidak Bi. Kami lebih baik berpisah. Kami memiliki terlalu banyak perbedaan."Tarjo sejak tadi hanya diam saja karena mengamati Liya."Pak Tarjo Bengong terus sejak tadi!" ucap Sandra."Eh iya Non
Pagi itu entah kenapa Sandra sangat merindukan Bi Inah, asisten rumah tangganya yang ada di rumah Rayhan. Jadi ia memutuskan untuk menelepon Bi Inah."Jam segini, pasti Rayhan tak ada di rumah. Aku akan telepon dan bicara sebentar dengan Bi Inah.""KRiiiNG!!!" Suara telepon yang ada di rumah Rayhan berdering kencang."Hallo." "Hallo... Bi..," ucap Sandra."Eh Non... bagaimana kabarnya? Terakhir kali kita ngobrol, teleponnya di ambil paksa oleh Tuan.""Aku baik... Bibi gimana?" "Bibi ya begini begini saja non. Nggak terlalu baik. Nggak terlalu buruk juga. Oiya Bibi dengar kabar kalau Non Sandra sekarang tinggal di Apartemen Cattleya Posh?""Iya aku pernah tinggal di sana... tapi sekarang aku sudah pindah.""Lho kenapa Non?" tanya Bi Inah penasaran."Panjang ceritanya Bi. Lain kali saja aku ceritakan.""Anak anak gimana Non?""Anak anak sehat, Bi." "Kalau boleh, Bibi
"Ma... Pak Haris kok nyium mama? Kata mama, Pak Haris itu teman mama?!" Aku memprotes."Kenapa memangnya kalau teman berciuman? Sekedar mencium kening, jangan merespon berlebihan," ucap Mama."Kalau Papa tahu, pasti Papa marah."" Papamu tak akan tahu apapun. Kecuali kamu yang memberitahukan hal itu kepadanya. Tapi Ray, untuk apa kamu memberitahu Papamu? Papa bahkan tak percaya dan peduli lagi padamu. Mama yang memperjuangkan kamu di sekolah baru hingga kamu menjadi juara di sekolah seperti sekarang ini," ucap Ayunda."Mama benar. Papa tak pernah percaya pada setiap ucapanku. Saat ketika aku bilang aku tak pernah menonton film biru. Papa ragu. Saat aku bilang aku tak membentak ataupun melotot ke arah guru kelasku, Papa juga tak percaya."Aku melupakan kejadian tentang ciuman Pak Haris kepada mama, dengan segera. Yang menjadi prioritasku dalam hidup adalah kesuksesan berkarir. Aku tak pernah lagi peduli tentang hal di luar itu.A
"Kamu masih bilang nggak melakukan apa apa! Dasar anak kurang ajar! Guru kelasmu sendiri yang bilang kepada Kepala Sekolah, jika kamu sudah berani membentak dan melotot padanya saat ada ujian dikelas!!" teriak Papa kesal."Sekarang kamu dengan entengnya bilang, jika kamu nggak pernah melakukan apa apa?!" teriak papa lagi."Aku memang tidak melakukannya pa! Kenapa papa nggak percaya padaku! Aku saat itu hanya tidak mau mengerjakan tugas darinya. Tapi aku sama sekali tidak membentak ataupun melotot kepada Bu Widya.""Lalu kau mau bilang jika Bu Widya yang berbohong?! Dasar anak kurang ajar!!" ucap papa seraya memukulku lagi tanpa ampun dengan gagang sapu."Dia memang berbohong pa. Kenapa papa lebih percaya ucapan orang lain daripada ucapanku?" ucapku lirih dengan mata sembab."Hentikan dramamu! Setelah ini papa nggak akan mau tahu tentangmu lagi!"Sejak saat itu, mama memberhentikan Bu Anna sebagai guru les privatku. Mama sejak awa
Namaku Rayhan Wijaya, dulu saat masih menjadi siswa SD, aku selalu rutin bangun jam 5 pagi.Aku giat belajar, mengerjakan PR dan semua tugas proyek yang diberikan oleh guruku di sekolah.Ayah yang selalu mengingatkanku untuk rajin belajar. Ayah juga memberikanku seorang guru les privat, yang membantu mengajariku setiap sore. Namanya adalah Bu Anna.Bu Anna menguasai beberapa bahasa dari negara berbeda. Selain cantik dan ramah, Bu Anna juga sangat baik dan sabar saat mengajar. Selain pelajaran sekolah, ia juga mengajariku mengenai budi pekerti dan norma norma yang ada dalam kehidupan sehari-hari.Dalam bimbingannya, prestasiku naik dengan pesat. Aku mendapat nilai terbaik saat kelulusan Sekolah Dasar."Belajar bukan hanya sekedar membaca dan menghafal. Belajar bukan hanya bicara mengenai nilai akademis tapi juga bicara tentang arti pentingnya kebaikan kepada sesama." Kata kata Bu Anna itu yang kujadikan panutan hingga aku masuk ke SMP.
Sandra nampak murung. Pak Albert mengajaknya untuk duduk sebentar di kantin yang ada di sana. Pak Albert juga sudah menelepon Arya dan memberitahu jika proses mediasi sudah selesai.Arya datang menjemput Sandra dari pengadilan. Ia melihat Sandra yang duduk di mobilnya dengan wajah menunduk."Apa yang terjadi tadi?" tanya Arya sembari menggenggam tangan Sandra."Tak ada yang perlu dikhawatirkan.""Lalu kenapa kau kelihatan sedih? Apa dia tadi membentakmu?""Sedikit bentakan saja. Tapi aku sedih bukan karena bentakan Rayhan.""Lalu kenapa?" tanya Arya penasaran."Apa tindakanku sudah benar? Meski tak menunjukkan reaksi yang berlebihan di sana, tapi aku tahu jika Rayhan sangat marah.""Apa yang dikatakan oleh hatimu? Ikutilah itu.""Kenapa lewat sini? Kita mau kemana?" tanya Sandra ketika ia melihat kios kebab langganannya."Ke rumahku. Anak anak ada di sana. Kau istirahat di sana dulu. Aku tidak bisa turun. Aku akan langsung ke kantor setelah ini." Sandra mengikuti permintaan Arya.***