Novi terlihat sangat menikmati keadaan. Ia merasa senang bisa membuat rumah tangga orang lain terpecah belah.
Rayhan ingin menghentikan Sandra yang berlari ke kamar anaknya, tapi Ayunda menghentikan Rayhan."Biarkan saja dia! Dia sudah dewasa. Dia tak perlu merasa shock berlebihan seperti itu. Bukankah hal yang wajar jika lelaki memiliki istri lebih dari seorang.""Rayhan, mama benar. Lagipula datangnya aku ke sini, untuk membantumu meringankan tugas tugasmu di kantor."Di dalam kamar anaknya, Sandra mengemas baju Levin dan Ana. Ia kemudian masuk ke dalam kamarnya untuk mengemas baju bajunya sendiri.Di dalam kamar, Sandra mencoba untuk menghubungi Arya. Tapi sang empunya tidak menjawab telepon.Tiba - tiba Ayunda masuk ke kamar Sandra tanpa permisi."Pergilah dari sini dengan segera. Tapi jangan ajak cucu cucuku!" Ayunda mengusir.Sandra menangis karena Ayunda mengusirnya. Ia lebih sedih karena Ayunda ingin mem"PRak!" Sandra memukul kepala salah satu preman menggunakan batu bata."Aaarrrgh!" Si preman marah sambil menggeram. Ia menatap nanar ke arah Sandra.Preman hendak menyerang Sandra. Levin dan Ana melempari pr3man menggunakan batu batu kecil."Tolong!" Sandra berteriak minta tolong."Tin!" Tepat pada saat ini sebuah mobil warna hitam lewat di depan mereka sembari menyalakan klakson.Mobil itu berhenti di dekat Sandra. Ternyata yang mengendarai mobil adalah Arya."Apa yang kalian lakukan pada wanita itu!" Arya memperingatkan."Siapa kau! Kenapa kau ikut campur dengan urusan kami!" Si prem4n malah menantang.Arya menelepon salah satu sahabatnya yang rumahnya tak jauh dari sana. Ia meminta bantuan kepada sahabatnya.Sementara kedua orang pr3man mulai mendekat ke arah Arya. Salah satunya bahkan berusaha melayangkan puk*lan tapi Arya berhasil menghindar.Keributan tak berlangsung lama. Karena sahabat
"Maaf Pak, saya bukan Nyonya Sandra. Saya Nesya," ucap wanita dari sebrang telepon."Kamu?! Ada apa kamu menelepon saya malam - malam begini?" "Maaf jika saya mengganggu waktu Bapak. Siang tadi ada berkas terselip yang belum Bapak tanda tangani. Sementara besok berkas harus di kirim ke Pak Arif untuk di proses.""Baik kalau begitu saya akan ke kantor pagi - pagi sekali, atau kamu bawa sajalah berkas itu pagi - pagi sekali ke sini. Biar ku tandatangani di sini saja.""Baik Pak, saya akan ke rumah bapak besok pagi."Rayhan menutup teleponnya dan kembali menoleh ke arah Novi."Jika Sandra tak di temukan, aku akan menjadikan dirimu sebagai pihak yang harus disalahkan!""Rayhan! Hentikan ancaman bodohmu itu! Novi lebih baik daripada istrimu. Dia tak bisa berbuat apa apa. Setiap hari hanya sibuk membereskan rumah." Ayunda membela Novi."Aku tahu Sandra bukanlah wanita karir seperti dirinya. Tapi kecantikannya tak bis
Saat ini, Bi Sari sedang sibuk membuat bumbu di dapur. Sementara Dani sedang mandi. Dan Ayunda masih menonton acara drama kesukaannya. Mereka sibuk dengan urusan masing masing hingga tak mendengar suara teriakan Wulan. "Jika kau berani memerintahku sekali lagi, maka aku akan buat hidupmu tidak baik - baik saja!" Novi berbisik di telinga Wulan. Wulan yang tak mau kalah, meraba ke sisi kanannya. Barang yang terpegang oleh tangannya ia lempar begitu saja ke arah Novi. "PRang!!" Suaranya cukup kencang Wulan kemudian berteriak dengan segenap tenaga. "Ingat Novi! Meskipun aku sudah tak dapat melihat. Aku masih tetap Wulan yang sama. Manusia seperti dirimu tak akan membuatku takut sedikitpun!" "Heh wanita buta! Pelankan suaramu! Memangnya apa yang bisa kau lakukan kepada diriku?" "Berani sekali kau bicara kurang ajar seperti itu kepadaku!" teriak Wulan.
"Mayat? Apakah ini mayat?" Wulan ketakutan. Ia berteriak meminta pertolongan.Meski urat di lehernya terlihat kencang karena berteriak, namun sayang suara teriakannya tak dapat didengar oleh siapapun."Tolong! Apakah kalian tidak mendengarkan aku! Tolong aku! Aaaa! Tidak! Jangan dekati aku!" Wulan menceracau ketika seekor kecoa hinggap dan merayap di kulit tangannya."Aaaa!" Wulan mengusap kasar tangannya sendiri. "Dimana aku sebenarnya! Dan kaki itu kaki siapa? Apakah Novi sudah memb*nuh semua anggota keluargaku? Iya pasti Novi sudah melakukan sesuatu!" Wulan berusaha bangkit berdiri. Tapi kaki kanannya terhimpit oleh meja.Frustasi karena tak ada yang menolong, Wulan menangis sejadi jadinya. Ia teringat akan pertemuan pertamanya dengan Aryo. Saat Aryo meminangnya menjadi istri. Rasa yang dimiliki Aryo tanpa syarat apapun. Meski keadaan Wulan saat itu tengah mengandung anak dari lelaki lain."Aku bodoh. Aku sungguh bo
"Novi! Apa apaan kamu! Kenapa kamu meneriaki anak saya seperti itu!" Ayunda membela Wulan."Tapi Tante, Wulan yang mulai duluan. Dia datang datang menghina saya. Saya salah apa? Saya sejak tadi ad di sini kan, bersama dengan Tante." Wulan mengubah nada bicaranya. "Wulan kamu itu kenapa sih? Sejak pulang dari rumah sakit, kamu marah marah terus. Besok kita ke psikolog ya? Supaya kamu dapat obat. Jadi nggak marah terus." "Ma, Wulan itu nggak gila. Wulan marah bukan tanpa sebab.""Terus kenapa kamu marah?" "Gara gara dia, Kakak dan istrinya berpisah. Sekarang Sandra pergi dari rumah!" bentak Wulan.Kalimat yang dilontarkan oleh Wulan dapat terdengar oleh Dani dan membuat Dani tertekan. Ayunda yang tak ingin suaminya kembali sakit, lantas mengedipkan mata dan melambaikan tangan ke arah Bi Sari agar membawa Wulan ke dalam kamarnya."Mari Non saya antar ke kamar. Saatnya Non untuk minum obat." "Wulan dengarkan apa
"Kalau kamu berani bohong, awas kamu! Mama nggak akan maafkan kamu!" Ayunda mengancam. Ia melepaskan cengkraman tangannya dan pergi keluar dari kamar Wulan.Ayunda memikirkan soal Sandra."Aku harus tahu dimana Sandra berada sekarang. Dan aku harus pastikan Sandra tidak akan pernah kembali ke rumah anakku lagi." Ayunda bermonolog.Sandra kini tinggal di Apartemen Cattleya Posh, bersama dengan kedua anaknya. Cattleya Posh, adalah salah satu Apartemen mewah yang ada di kotanya.Untuk sementara waktu, Ana dan Levin juga tidak datang ke sekolah. Arya khawatir jika kejadian yang baru saja dialami oleh kedua anak kecil tersebut, membuat mereka mengalami trauma. Semua biaya hidup Sandra dan kedua anaknya ditanggung oleh Arya."Apa yang Wulan tanyakan?" tanya Arya yang ikut mendengarkan saat Wulan menelepon."Ia bertanya bagaimana kabarku saja. Tapi ada yang aneh." Sandra berbincang sembari mengambil sepiring nasi dan lauk bersiap untuk
Arya memicingkan kedua matanya. Ia melihat secara fokus ke arah jendela. Dan benar saja, Rayhan sudah keluar dari mobil. Rayhan berdiri dan hendak menyebrang. "Ayo jalankan mobilnya!" seru Sandra. "Tidak bisa! Lampu traffic light masih merah. Kita tak bisa menerobos lampu merah." "Jadi kita akan tetap berada di sini dan menghadapi Rayhan yang mungkin akan marah?" "Aku akan hadapi dia. Aku tak akan lari. Lagi pula, dia pasti sudah melihat wajahku sekarang." "DuAr!" Hujan tiba tiba turun makin deras. "Tin!" Klakson mobil dengan sorot lampu mobil membuat Rayhan silau. "Hei! Sedang apa kau di jalan! Lampunya sudah hijau! Ayo menyingkir!" seru pengemudi. Arya melirik ke arah traffic light. Lampu sudah berubah warna. Ia segera mengendarai mobilnya lagi. Sandra meminta Arya mengendarai mobil agak kencang. Ia tak ingin Rayhan bisa menyusul mereka.
"Lebih baik kau ajak anak anak ke arena bermain." Arya menyarankan.Sandra membawa Ana dan Levin ke arena bermain yang ada di Memories Hall and Resto.Ana dan Levin senang sekali, mereka langsung lari berhamburan ke arena bermain. Sementara Sandra menunggu mereka berdua di ruang tunggu yang telah di sediakan.Dua puluh menit berlalu, Sandra memanggil kedua anaknya untuk segera menyelesaikan acara bermain mereka."Levin! Ana! Ayo sudahi bermain kalian, kita kembali ke meja. Mama sudah sangat lapar. Apa kalian tidak merasa lapar juga?" Kedua anak tersebut mematuhi perkataan ibunya. Mereka keluar dari arena bermain dan menggandeng tangan ibunya menuju ke tempat dimana Arya duduk."Kalian sudah kembali?" tanya Arya."Iya karena aku juga lapar dan ingin makan malam." "Tapi Mama Ayunda masih ada di sana, Kak," ucap Aryo sembari melirik ke tempat dimana Ayunda berada."Dia yang menginginkan aku untuk keluar
"Siapa ini?" tanya Wulan."Hallo... ini benar kan nomor telepon Aryo?""Iya ini nomer telepon Aryo. Kamu siapa? Saya tanya kenapa nggak jawab?""Aku Meisha.""Meisha siapa? Untuk apa mencari Aryo?""Aku kekasihnya. Aku," ucap wanita itu tak terdengar karena Aryo merampas dengan paksa ponselnya dari tangan Wulan."Aryo... siapa Meisha?" tanya Wulan lirih."Dia masa laluku." "Jika memang benar dia adalah masa lalumu, darimana dia dapatkan nomor ponselmu?""Dari adikku, Edo. Atau mungkin dari ibuku.""Apa? Adikmu? Ibumu? Mereka semua mengenal Meisha?""Ya mereka semua mengenalnya.""Tapi bagaimana mungkin? Dia kan hanya sebatas mantan pacarmu.""Sudahlah Wulan. Aku tak ingin membahas ini. Dia hanya masa laluku. Lebih baik kita makan malam bersama. Aku sudah lapar."Aryo berjalan ke dapur dan menyiapkan makan malam. Aryo membuat omellete kentang keju, makanan fa
Aryo dan Wulan kembali tinggal di rumah mereka yang berada di Jalan Begonia. Aryo dengan telaten merawat Wulan hingga perlahan, mata Wulan dapat sedikit melihat cahaya.Aryo tak hanya merawat Wulan dengan baik, Aryo juga membersihkan rumah dan memasak. Setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, Aryo membuatkan sarapan dan juga makan siang untuk Wulan.Setelah Aryo berangkat kerja, seperti biasanya Wulan akan mulai berjalan perlahan ke seluruh ruangan yang ada di sana. Ia menghafal dengan sentuhan tangannya setiap sudut rumahnya.Terkadang karena terpeleset atau tersandung sesuatu, Wulan jatuh ke lantai. Namun itu tak menyurutkan semangatnya untuk belajar hidup normal lagi dengan keadaannya yang sekarang.Aryo sekarang bekerja di perusahaan yang sama dengan tempat Arya bekerja. Tapi ia masih belum memberitahu Wulan. Sebab Aryo masih menaruh rasa curiga kepada Wulan. Dulu Wulan juga mengejar Arya agar mau menikahinya. Aryo tak tahu, apakah cintanya un
Liya menelepon Arya dan menceritakan mengenai apa yang ia dengar barusan. Belum selesai Liya bercerita, Arya telah mematikan ponselnya.Liya kemudian mengambil payung, guna membantu Sandra. Tapi begitu melihat tampilan garang Rayhan yang ada di halaman rumah, ia memundurkan langkahnya karena takut."Ibuku bukan pembunuh!! Apa kau dengar itu?!" teriak Rayhan dengan wajah kesal diiringi suara derasnya hujan yang ikut turun."Ibumu pembunuh! Sama seperti Novimu! Pembunuh! Pergi kau dari sini! Jangan membuat keributan di sini!" teriak Sandra.Rayhan naik pitam mendengar ucapan Sandra, ia mendorong tubuh Sandra hingga terjatuh. Dan menginjak punggung tangan Sandra."Aah sakit. Lepaskan tanganku.""Kau camkan baik baik, aku tak akan menerima hinaanmu yang kau berikan untuk Ibuku!""Aku tidak menghina! Aku bicara fakta!"Ucapan Sandra semakin membuat amarah Rayhan memuncak. Ia dengan keras menginjak punggung tanga
Sandra senang sekali dapat berjumpa dengan Bi Inah dan Pak Tarjo. Anak anaknya juga ikut senang karena hal tersebut."Ini Non saya bawakan bubur ayam buat anak anak," uap Bi Inah seraya menyodorkan kantong plastik."Wah ini makanan favorit Levin dan Ana.""Maaf ya Non, Bibi hanya bisa bawa bubur saja untuk anak anak.""Bi, ini adalah makanan terlezat bagi kami," sahut Levin seraya mengambil bungkusan bubur dari tangan ibunya."Levin hati - hati. Buburnya masih panas. Liya, tolong kamu bantu Levin ya.""Siap Non," ucap Liya.Sandra mengobrol dengan Bi Inah. Dan saling mengobati rasa rindu yang mereka rasakan."Bibi nggak nyangka, bakalan pisah dari Non," ucap Bi Inah."Kehidupan di dunia ini nggak ada yang pasti Bi.""Non... sudah menggugat Tuan ya? Apa Non nggak ingin kembali bersama Tuan?""Tidak Bi. Kami lebih baik berpisah. Kami memiliki terlalu banyak perbedaan."Tarjo sejak tadi hanya diam saja karena mengamati Liya."Pak Tarjo Bengong terus sejak tadi!" ucap Sandra."Eh iya Non
Pagi itu entah kenapa Sandra sangat merindukan Bi Inah, asisten rumah tangganya yang ada di rumah Rayhan. Jadi ia memutuskan untuk menelepon Bi Inah."Jam segini, pasti Rayhan tak ada di rumah. Aku akan telepon dan bicara sebentar dengan Bi Inah.""KRiiiNG!!!" Suara telepon yang ada di rumah Rayhan berdering kencang."Hallo." "Hallo... Bi..," ucap Sandra."Eh Non... bagaimana kabarnya? Terakhir kali kita ngobrol, teleponnya di ambil paksa oleh Tuan.""Aku baik... Bibi gimana?" "Bibi ya begini begini saja non. Nggak terlalu baik. Nggak terlalu buruk juga. Oiya Bibi dengar kabar kalau Non Sandra sekarang tinggal di Apartemen Cattleya Posh?""Iya aku pernah tinggal di sana... tapi sekarang aku sudah pindah.""Lho kenapa Non?" tanya Bi Inah penasaran."Panjang ceritanya Bi. Lain kali saja aku ceritakan.""Anak anak gimana Non?""Anak anak sehat, Bi." "Kalau boleh, Bibi
"Ma... Pak Haris kok nyium mama? Kata mama, Pak Haris itu teman mama?!" Aku memprotes."Kenapa memangnya kalau teman berciuman? Sekedar mencium kening, jangan merespon berlebihan," ucap Mama."Kalau Papa tahu, pasti Papa marah."" Papamu tak akan tahu apapun. Kecuali kamu yang memberitahukan hal itu kepadanya. Tapi Ray, untuk apa kamu memberitahu Papamu? Papa bahkan tak percaya dan peduli lagi padamu. Mama yang memperjuangkan kamu di sekolah baru hingga kamu menjadi juara di sekolah seperti sekarang ini," ucap Ayunda."Mama benar. Papa tak pernah percaya pada setiap ucapanku. Saat ketika aku bilang aku tak pernah menonton film biru. Papa ragu. Saat aku bilang aku tak membentak ataupun melotot ke arah guru kelasku, Papa juga tak percaya."Aku melupakan kejadian tentang ciuman Pak Haris kepada mama, dengan segera. Yang menjadi prioritasku dalam hidup adalah kesuksesan berkarir. Aku tak pernah lagi peduli tentang hal di luar itu.A
"Kamu masih bilang nggak melakukan apa apa! Dasar anak kurang ajar! Guru kelasmu sendiri yang bilang kepada Kepala Sekolah, jika kamu sudah berani membentak dan melotot padanya saat ada ujian dikelas!!" teriak Papa kesal."Sekarang kamu dengan entengnya bilang, jika kamu nggak pernah melakukan apa apa?!" teriak papa lagi."Aku memang tidak melakukannya pa! Kenapa papa nggak percaya padaku! Aku saat itu hanya tidak mau mengerjakan tugas darinya. Tapi aku sama sekali tidak membentak ataupun melotot kepada Bu Widya.""Lalu kau mau bilang jika Bu Widya yang berbohong?! Dasar anak kurang ajar!!" ucap papa seraya memukulku lagi tanpa ampun dengan gagang sapu."Dia memang berbohong pa. Kenapa papa lebih percaya ucapan orang lain daripada ucapanku?" ucapku lirih dengan mata sembab."Hentikan dramamu! Setelah ini papa nggak akan mau tahu tentangmu lagi!"Sejak saat itu, mama memberhentikan Bu Anna sebagai guru les privatku. Mama sejak awa
Namaku Rayhan Wijaya, dulu saat masih menjadi siswa SD, aku selalu rutin bangun jam 5 pagi.Aku giat belajar, mengerjakan PR dan semua tugas proyek yang diberikan oleh guruku di sekolah.Ayah yang selalu mengingatkanku untuk rajin belajar. Ayah juga memberikanku seorang guru les privat, yang membantu mengajariku setiap sore. Namanya adalah Bu Anna.Bu Anna menguasai beberapa bahasa dari negara berbeda. Selain cantik dan ramah, Bu Anna juga sangat baik dan sabar saat mengajar. Selain pelajaran sekolah, ia juga mengajariku mengenai budi pekerti dan norma norma yang ada dalam kehidupan sehari-hari.Dalam bimbingannya, prestasiku naik dengan pesat. Aku mendapat nilai terbaik saat kelulusan Sekolah Dasar."Belajar bukan hanya sekedar membaca dan menghafal. Belajar bukan hanya bicara mengenai nilai akademis tapi juga bicara tentang arti pentingnya kebaikan kepada sesama." Kata kata Bu Anna itu yang kujadikan panutan hingga aku masuk ke SMP.
Sandra nampak murung. Pak Albert mengajaknya untuk duduk sebentar di kantin yang ada di sana. Pak Albert juga sudah menelepon Arya dan memberitahu jika proses mediasi sudah selesai.Arya datang menjemput Sandra dari pengadilan. Ia melihat Sandra yang duduk di mobilnya dengan wajah menunduk."Apa yang terjadi tadi?" tanya Arya sembari menggenggam tangan Sandra."Tak ada yang perlu dikhawatirkan.""Lalu kenapa kau kelihatan sedih? Apa dia tadi membentakmu?""Sedikit bentakan saja. Tapi aku sedih bukan karena bentakan Rayhan.""Lalu kenapa?" tanya Arya penasaran."Apa tindakanku sudah benar? Meski tak menunjukkan reaksi yang berlebihan di sana, tapi aku tahu jika Rayhan sangat marah.""Apa yang dikatakan oleh hatimu? Ikutilah itu.""Kenapa lewat sini? Kita mau kemana?" tanya Sandra ketika ia melihat kios kebab langganannya."Ke rumahku. Anak anak ada di sana. Kau istirahat di sana dulu. Aku tidak bisa turun. Aku akan langsung ke kantor setelah ini." Sandra mengikuti permintaan Arya.***