"Lebih baik kau ajak anak anak ke arena bermain." Arya menyarankan.
Sandra membawa Ana dan Levin ke arena bermain yang ada di Memories Hall and Resto.Ana dan Levin senang sekali, mereka langsung lari berhamburan ke arena bermain. Sementara Sandra menunggu mereka berdua di ruang tunggu yang telah di sediakan.Dua puluh menit berlalu, Sandra memanggil kedua anaknya untuk segera menyelesaikan acara bermain mereka."Levin! Ana! Ayo sudahi bermain kalian, kita kembali ke meja. Mama sudah sangat lapar. Apa kalian tidak merasa lapar juga?"Kedua anak tersebut mematuhi perkataan ibunya. Mereka keluar dari arena bermain dan menggandeng tangan ibunya menuju ke tempat dimana Arya duduk."Kalian sudah kembali?" tanya Arya."Iya karena aku juga lapar dan ingin makan malam.""Tapi Mama Ayunda masih ada di sana, Kak," ucap Aryo sembari melirik ke tempat dimana Ayunda berada."Dia yang menginginkan aku untuk keluar"Aku? Anda bertanya kepadaku?" tanya Sandra sembari menoleh ke kanan dan kiri."Sandra, sombong sekali kau sekarang. Untuk apa wanita kampungan seperti dirimu ada di tempat mewah? Apa kau sedang menjual dir* kepada laki laki kaya yang ada di sini?" Ayunda menghina."Aku yang kau sebut kampungan? Maaf sepertinya kita tidak saling mengenal," ucap Sandra seraya melangkah pergi ke kamar mandi.Ayunda yang merasa dirinya diremehkan, berjalan dengan cepat mengikuti Sandra dari belakang dan menarik rambut Sandra.Ayunda menggenggam rambut Sandra dengan kuat, ia menariknya ke belakang seperti petani yang hendak mencabut rumput dari tanah."Ah sakit sekali! Lepaskan aku! Apa yang anda lakukan Nyonya!" seru Sandra sambil memegangi rambutnya."Sandra, berani sekali kau menghinaku seperti tadi! Aku tak akan biarkan kau kembali ke rumah kami lagi!" Ayunda masih menarik rambut Sandra"Aku tidak menghinamu Ayunda! Tapi kau yang menghi
"Kau kembali ke meja!" Arya berbalik badan. Ia hendak menegur Ayunda sekaligus mengambil ponsel wanita tua itu. Tapi Ayunda yang melihat Arya berjalan dengan cepat menuju ke arahnya, langsung berlari menjauh. "Tunggu sebentar! Kita harus bicara!" ucap Arya. "Tidak ada yang perlu untuk dibicarakan lagi! Aku sudah mendapatkan bukti. Dan aku akan membawa kalian berdua ke balik jeruji besi!" Ayunda menyahut sambil berlari kecil. "Kau tak akan melakukannya. Aku tak akan membiarkanmu melakukan hal itu. Kau sudah cukup menyakiti Sandra, selama ini!" Arya merasa geram. Karena Arya terus mengejarnya, Ayunda menjadi panik. Ia berlari kecil menuju ke arah arena bermain. "Permisi! Permisi!" ucap Ayunda mencari jalan. Usia Ayunda tak lagi mudah. Baru berlari kecil beberapa menit, ia sudah merasa sangat kelelahan. Ayunda berhenti sebentar untuk mengambil nafas. Ia menoleh ke be
Bocah kecil itu ketakutan tapi ia juga penasaran dengan siapa yang datang bertamu malam malam begini.Namun karena rasa penasarannya jauh lebih besar dan mengalahkan rasa takutnya, ia berjalan mendekati pintu. Lalu mengintip dari lubang kunci.Levin melihat ada seorang laki laki berbadan besar berdiri di depan pintu dan wajah menggunakan topeng.Kali ini, nyali bocah kecil itu menciut. Ia berlari ke kamar Ibunya dan membangunkan Ibunya."Ma! Mama!" teriak Levin sambil mengguncang keras bahu Sandra.Sandra membuka mata. Ia melihat Levin bicara dengan cepat karena panik."Tunggu dulu, apa yang terjadi? Mama tidak paham.""Ada lelaki berbadan besar berdiri di depan pintu! Dia mencoba masuk ke sini!""Ceklek! Ceklek!" Kali ini suara berisik yang berasal dari gagang pintu juga terdengar oleh Sandra. Dan suaranya juga makin kencang."Kita harus melakukan sesuatu!" ucap Sandra.Sandra menelepon petuga
"Mama lagi bercanda kan!" sahut Rayhan."Bercanda? Untuk apa Mama bercanda! Mama bahkan sempat mengambil foto ketika mereka berdua sedang bermesraan! Sayangnya handphone Mama, rusak.""Dimana Mama melihat mereka berdua?""Mereka sedang makan malam romantis di Memories Hall and Resto.""Br3ng$3k!" Rayhan mengumpat."Mereka berdua punya hubungan spesial. Bukan hanya sekedar berteman. Sudahlah Ray. Biarkan saja mereka berdua. Untuk apa kau pikirkan Sandra? Ceraikan dia secara resmi dan menikahlah dengan Novi," ucap Ayunda seraya melirik ke arah Novi yang tersenyum mendengar ucapan Ayunda.Mendengar ucapan Ayunda, darah Rayhan makin mendidih. Ia masuk ke dalam mobilnya dan dengan secepat mungkin pergi menuju PT Angkasa Glori, tempat dimana Arya bekerja.Ia datang dengan wajahnya yang sudah merah padam. Rayhan menuju resepsionis dan bertanya dimana ruangan Arya."Dimana ruangan bos kalian?" tanya Rayhan dengan wajah
"BRak!" "BRug!" "PRak!" Rayhan melempari pagar rumah Arya menggunakan bebatuan dan pelepah daun palem. Ia bahkan menendang tong sampah yang ada di depan rumah Arya. Hingga sampah berserakan dimana mana."Buka pintunya! Kalau kau memang lelaki, temui aku! Jangan seperti tikus yang bersembunyi di dalam lubang tanah!" teriak Rayhan, memaki.Meski telah berusaha dengan keras, Rayhan masih tak dapat bertemu dengan Arya. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke Rumah Besar Lantana.Di Rumah Besar Lantana, Novi masih ada di sana. Ia tengah berbincang dengan Ayunda."Kau masih di sini?" tanya Rayhan."Ya! tentu saja. Aku setiap hari ke sini untuk membantu Mama merawat Wulan," jawab Novi berdalih."Bagaimana, apa kau sudah bertemu dengan Arya?" tanya Ayunda.Rayhan menggelengkan kepalanya."Mereka itu takut, itu sebabnya mereka bersembunyi." "Kau tak perlu khawatir mengena
"DRrrrTtt " Suara pesan teks singkat masuk ke ponsel Sandra.Sandra melihat ponselnya dan dengan segera membaca isi pesan teks tersebut.<<[[Kak... aku ingin bertemu, ada hal yang ingin kubicarakan. Apa boleh aku datang ke rumahmu? ]]>> Aryo Send.Setelah membaca pesan teks singkat dari Aryo, Sandra langsung menghubunginya."Hallo Aryo. Ada apa?""Aku sedang memikirkan hubunganku dengan Wulan. Aku akan mengambil tindakan, tapi aku butuh bantuan dari Kakak.""Bantuan apa?""Aku tak bisa bercerita lewat telepon Kak.""Baiklah datang saja ke Apartemen Cattleya Posh." Sandra memberitahu tempat dimana ia tinggal."Hah?!! Tapi Kak... aku nggak tahu caranya masuk apartemen. Apalagi apartemen semewah itu.""Datang saja. Kau hubungi aku, jika sudah dekat, aku akan menunggumu di lobby."****Hari itu Ana dan Levin sudah masuk sekolah seperti biasanya. Kini ada Pak Man, supir pribadi , A
Aryo datang ke apartemen. Ia mengikuti arahan yang diberikan oleh Sandra. Hingga akhirnya mereka dapat bertemu dan mengobrol sebentar."Kakak, maaf jika aku mengganggu waktunya.""Tidak Aryo. Ayo silahkan duduk. Sekarang ceritakan tentang keputusanmu," sahut Sandra."Sebelumnya aku mau ceritakan ketika pertama kali aku pulang ke rumah setelah sekian lama aku terbaring di rumah sakit, aku menemukan puntung rokok di dalam asbak. Menurut Kakak, milik siapa puntung rokok tersebut?" "Entahlah, mungkin milik teman Wulan," jawab Sandra."Lalu yang lebih mengejutkan aku juga melihat kond*m yang tercecer di lantai kamar." Aryo menelan ludah."Bukankah itu hal biasa, jika di dalam kamar pasangan suami istri ditemukan benda itu?""Menurut Kakak, itu hal yang wajar? Tidak kah Wulan sudah menggunakan benda itu dengan lelaki lain?" jawab Aryo."Apa kau tak bisa bedakan, benda itu sudah digunakan atau belum? Jika benda itu su
"Lepaskan aku!" Sandra berteriak."Hei! Apa kau benar benar mau aku memb*nuh anak anakmu! Jangan berteriak! Jangan membuat kegaduhan!" bentak Novi dengan mata melotot.Sandra berkeringat dingin. Ia melirik ke arah Ayunda."Jika kau menurut, maka semuanya akan jauh lebih mudah. Tapi jika kau berteriak teriak histeris, maka hal yang lebih buruk akan terjadi. Novi, nyalakan mobilnya!" seru Ayunda.Novi mulai menyalakan mesin mobil. Mobil berkendara pelan. Aryo yang sejak tadi mengamati mobil Ayunda, merasa terkejut saat melihat Sandra berada di dalam mobil bersama dengan Ayunda dan Novi."Untuk apa Kak Sandra pergi bersama kedua orang itu?" Aryo bermonolog.Merasa ada yang tidak beres, Aryo segera menggunakan masker hitam dan helm teropong, ia mengikuti arah kemana mobil Ayunda pergi.Detak jantung Aryo semakin kencang, ketika mobil Ayunda menuju ke luar kota." Kemana Ayunda akan membawa Kakak?" gumam Ar
"Siapa ini?" tanya Wulan."Hallo... ini benar kan nomor telepon Aryo?""Iya ini nomer telepon Aryo. Kamu siapa? Saya tanya kenapa nggak jawab?""Aku Meisha.""Meisha siapa? Untuk apa mencari Aryo?""Aku kekasihnya. Aku," ucap wanita itu tak terdengar karena Aryo merampas dengan paksa ponselnya dari tangan Wulan."Aryo... siapa Meisha?" tanya Wulan lirih."Dia masa laluku." "Jika memang benar dia adalah masa lalumu, darimana dia dapatkan nomor ponselmu?""Dari adikku, Edo. Atau mungkin dari ibuku.""Apa? Adikmu? Ibumu? Mereka semua mengenal Meisha?""Ya mereka semua mengenalnya.""Tapi bagaimana mungkin? Dia kan hanya sebatas mantan pacarmu.""Sudahlah Wulan. Aku tak ingin membahas ini. Dia hanya masa laluku. Lebih baik kita makan malam bersama. Aku sudah lapar."Aryo berjalan ke dapur dan menyiapkan makan malam. Aryo membuat omellete kentang keju, makanan fa
Aryo dan Wulan kembali tinggal di rumah mereka yang berada di Jalan Begonia. Aryo dengan telaten merawat Wulan hingga perlahan, mata Wulan dapat sedikit melihat cahaya.Aryo tak hanya merawat Wulan dengan baik, Aryo juga membersihkan rumah dan memasak. Setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, Aryo membuatkan sarapan dan juga makan siang untuk Wulan.Setelah Aryo berangkat kerja, seperti biasanya Wulan akan mulai berjalan perlahan ke seluruh ruangan yang ada di sana. Ia menghafal dengan sentuhan tangannya setiap sudut rumahnya.Terkadang karena terpeleset atau tersandung sesuatu, Wulan jatuh ke lantai. Namun itu tak menyurutkan semangatnya untuk belajar hidup normal lagi dengan keadaannya yang sekarang.Aryo sekarang bekerja di perusahaan yang sama dengan tempat Arya bekerja. Tapi ia masih belum memberitahu Wulan. Sebab Aryo masih menaruh rasa curiga kepada Wulan. Dulu Wulan juga mengejar Arya agar mau menikahinya. Aryo tak tahu, apakah cintanya un
Liya menelepon Arya dan menceritakan mengenai apa yang ia dengar barusan. Belum selesai Liya bercerita, Arya telah mematikan ponselnya.Liya kemudian mengambil payung, guna membantu Sandra. Tapi begitu melihat tampilan garang Rayhan yang ada di halaman rumah, ia memundurkan langkahnya karena takut."Ibuku bukan pembunuh!! Apa kau dengar itu?!" teriak Rayhan dengan wajah kesal diiringi suara derasnya hujan yang ikut turun."Ibumu pembunuh! Sama seperti Novimu! Pembunuh! Pergi kau dari sini! Jangan membuat keributan di sini!" teriak Sandra.Rayhan naik pitam mendengar ucapan Sandra, ia mendorong tubuh Sandra hingga terjatuh. Dan menginjak punggung tangan Sandra."Aah sakit. Lepaskan tanganku.""Kau camkan baik baik, aku tak akan menerima hinaanmu yang kau berikan untuk Ibuku!""Aku tidak menghina! Aku bicara fakta!"Ucapan Sandra semakin membuat amarah Rayhan memuncak. Ia dengan keras menginjak punggung tanga
Sandra senang sekali dapat berjumpa dengan Bi Inah dan Pak Tarjo. Anak anaknya juga ikut senang karena hal tersebut."Ini Non saya bawakan bubur ayam buat anak anak," uap Bi Inah seraya menyodorkan kantong plastik."Wah ini makanan favorit Levin dan Ana.""Maaf ya Non, Bibi hanya bisa bawa bubur saja untuk anak anak.""Bi, ini adalah makanan terlezat bagi kami," sahut Levin seraya mengambil bungkusan bubur dari tangan ibunya."Levin hati - hati. Buburnya masih panas. Liya, tolong kamu bantu Levin ya.""Siap Non," ucap Liya.Sandra mengobrol dengan Bi Inah. Dan saling mengobati rasa rindu yang mereka rasakan."Bibi nggak nyangka, bakalan pisah dari Non," ucap Bi Inah."Kehidupan di dunia ini nggak ada yang pasti Bi.""Non... sudah menggugat Tuan ya? Apa Non nggak ingin kembali bersama Tuan?""Tidak Bi. Kami lebih baik berpisah. Kami memiliki terlalu banyak perbedaan."Tarjo sejak tadi hanya diam saja karena mengamati Liya."Pak Tarjo Bengong terus sejak tadi!" ucap Sandra."Eh iya Non
Pagi itu entah kenapa Sandra sangat merindukan Bi Inah, asisten rumah tangganya yang ada di rumah Rayhan. Jadi ia memutuskan untuk menelepon Bi Inah."Jam segini, pasti Rayhan tak ada di rumah. Aku akan telepon dan bicara sebentar dengan Bi Inah.""KRiiiNG!!!" Suara telepon yang ada di rumah Rayhan berdering kencang."Hallo." "Hallo... Bi..," ucap Sandra."Eh Non... bagaimana kabarnya? Terakhir kali kita ngobrol, teleponnya di ambil paksa oleh Tuan.""Aku baik... Bibi gimana?" "Bibi ya begini begini saja non. Nggak terlalu baik. Nggak terlalu buruk juga. Oiya Bibi dengar kabar kalau Non Sandra sekarang tinggal di Apartemen Cattleya Posh?""Iya aku pernah tinggal di sana... tapi sekarang aku sudah pindah.""Lho kenapa Non?" tanya Bi Inah penasaran."Panjang ceritanya Bi. Lain kali saja aku ceritakan.""Anak anak gimana Non?""Anak anak sehat, Bi." "Kalau boleh, Bibi
"Ma... Pak Haris kok nyium mama? Kata mama, Pak Haris itu teman mama?!" Aku memprotes."Kenapa memangnya kalau teman berciuman? Sekedar mencium kening, jangan merespon berlebihan," ucap Mama."Kalau Papa tahu, pasti Papa marah."" Papamu tak akan tahu apapun. Kecuali kamu yang memberitahukan hal itu kepadanya. Tapi Ray, untuk apa kamu memberitahu Papamu? Papa bahkan tak percaya dan peduli lagi padamu. Mama yang memperjuangkan kamu di sekolah baru hingga kamu menjadi juara di sekolah seperti sekarang ini," ucap Ayunda."Mama benar. Papa tak pernah percaya pada setiap ucapanku. Saat ketika aku bilang aku tak pernah menonton film biru. Papa ragu. Saat aku bilang aku tak membentak ataupun melotot ke arah guru kelasku, Papa juga tak percaya."Aku melupakan kejadian tentang ciuman Pak Haris kepada mama, dengan segera. Yang menjadi prioritasku dalam hidup adalah kesuksesan berkarir. Aku tak pernah lagi peduli tentang hal di luar itu.A
"Kamu masih bilang nggak melakukan apa apa! Dasar anak kurang ajar! Guru kelasmu sendiri yang bilang kepada Kepala Sekolah, jika kamu sudah berani membentak dan melotot padanya saat ada ujian dikelas!!" teriak Papa kesal."Sekarang kamu dengan entengnya bilang, jika kamu nggak pernah melakukan apa apa?!" teriak papa lagi."Aku memang tidak melakukannya pa! Kenapa papa nggak percaya padaku! Aku saat itu hanya tidak mau mengerjakan tugas darinya. Tapi aku sama sekali tidak membentak ataupun melotot kepada Bu Widya.""Lalu kau mau bilang jika Bu Widya yang berbohong?! Dasar anak kurang ajar!!" ucap papa seraya memukulku lagi tanpa ampun dengan gagang sapu."Dia memang berbohong pa. Kenapa papa lebih percaya ucapan orang lain daripada ucapanku?" ucapku lirih dengan mata sembab."Hentikan dramamu! Setelah ini papa nggak akan mau tahu tentangmu lagi!"Sejak saat itu, mama memberhentikan Bu Anna sebagai guru les privatku. Mama sejak awa
Namaku Rayhan Wijaya, dulu saat masih menjadi siswa SD, aku selalu rutin bangun jam 5 pagi.Aku giat belajar, mengerjakan PR dan semua tugas proyek yang diberikan oleh guruku di sekolah.Ayah yang selalu mengingatkanku untuk rajin belajar. Ayah juga memberikanku seorang guru les privat, yang membantu mengajariku setiap sore. Namanya adalah Bu Anna.Bu Anna menguasai beberapa bahasa dari negara berbeda. Selain cantik dan ramah, Bu Anna juga sangat baik dan sabar saat mengajar. Selain pelajaran sekolah, ia juga mengajariku mengenai budi pekerti dan norma norma yang ada dalam kehidupan sehari-hari.Dalam bimbingannya, prestasiku naik dengan pesat. Aku mendapat nilai terbaik saat kelulusan Sekolah Dasar."Belajar bukan hanya sekedar membaca dan menghafal. Belajar bukan hanya bicara mengenai nilai akademis tapi juga bicara tentang arti pentingnya kebaikan kepada sesama." Kata kata Bu Anna itu yang kujadikan panutan hingga aku masuk ke SMP.
Sandra nampak murung. Pak Albert mengajaknya untuk duduk sebentar di kantin yang ada di sana. Pak Albert juga sudah menelepon Arya dan memberitahu jika proses mediasi sudah selesai.Arya datang menjemput Sandra dari pengadilan. Ia melihat Sandra yang duduk di mobilnya dengan wajah menunduk."Apa yang terjadi tadi?" tanya Arya sembari menggenggam tangan Sandra."Tak ada yang perlu dikhawatirkan.""Lalu kenapa kau kelihatan sedih? Apa dia tadi membentakmu?""Sedikit bentakan saja. Tapi aku sedih bukan karena bentakan Rayhan.""Lalu kenapa?" tanya Arya penasaran."Apa tindakanku sudah benar? Meski tak menunjukkan reaksi yang berlebihan di sana, tapi aku tahu jika Rayhan sangat marah.""Apa yang dikatakan oleh hatimu? Ikutilah itu.""Kenapa lewat sini? Kita mau kemana?" tanya Sandra ketika ia melihat kios kebab langganannya."Ke rumahku. Anak anak ada di sana. Kau istirahat di sana dulu. Aku tidak bisa turun. Aku akan langsung ke kantor setelah ini." Sandra mengikuti permintaan Arya.***