Angela menepikan mobil sedan Lexus GS F miliknya di pinggir kawasan Chinatown. Letaknya berada di pusat Pender Street, dikelilingi oleh Gaston dan Kawasan pusat bisnis dan keuangan.
Dengan sangat hati-hati Angela menutup pintu mobil. Sebenarnya mobil ini bukan miliknya, namun Sebastian bersikeras agar ia memakai mobil pemberiannya ini kemanapun ia pergi. Angela tidak punya pilihan, mobil yang ia beli dengan jerih payahnya harus ia relakan sesaat setelah ia resmi menikah dengan Sebastian.
Ia yang tidak mempunyai celah untuk membela diri, dengan bodohnya harus merelakan uang hasil jerih payahnya membeli mobil sedan BMW i8 coupe hybrid jatuh begitu saja ke tangan adiknya Lavenska. Bukan hanya mobil, tapi rumah, beauty studio dan juga butik kecil miliknya. Semua yang ia punya.
Angela menggelengkan kepalanya kuat, Tidak... Lavenska bukan adiknya. Ia tidak mempunyai hubungan darah sedikitpun dengan wanita itu. Kehadiran Lavenska dan Ibunya membuat hari di dalam hidupnya mendadak gelap, tanpa sinar matahari, apalagi indahnya pelangi.
Sial, mengingat nama mereka membuat hariku menjadi semakin buruk!
Aroma manis roti New Town Bakery and Restaurant memanjakan indra penciumannya. Memaksa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping begitu ia melangkahkan kakinya masuk. Bakery ini sudah ada sejak ia kecil dahulu. Kata ayahnya, ini adalah bakery paling legendaris disini, sudah 30 tahun dan mereka masih berhasil menjaga kualitas rasa.
Angela memilih Red Bean Cake, Sweet Chinese donut, dan almond snap sebagai menu pembuka. Rencananya ia akan memesan hidangan lain nanti. Ia tidak peduli dengan berapa kadar kalori yang akan ia timbun lewat suapan roti-roti manis itu. Yang jelas, ia hanya ingin memakan roti-roti itu saat ini dan tidak ada yang bisa mencegahnya.
"Hey, Sweety..." seorang wanita bertubuh berisi dengan rambut pirang mengusap punggung Angela.
Angela tersenyum lebar, "Kamu tahu dimana harus menemukanku, Frisca."
"Kamu dan kecintaanmu dengan bakery ini. Bagaimana bisa aku tidak tahu?"
Angela dengan mulut penuh roti menunjuk kursi kosong di depannya, memberikan kode agar Frisca duduk, "Jadi, sudah kamu temukan siapa laki-laki itu?"
Terdengar helaan nafas dari Frisca, manik matanya menatap Angela sedih, "Jika ini tentang Garvin..."
"No. Ini bukan lagi tentang masa lalu, Frisca," potong Angela cepat, "Aku bisa gila jika tidak menemukan laki-laki itu."
"Kamu sudah menikah, Angela! Dan demi Tuhan, suamimu adalah bentuk obsesi dari seluruh wanita di kota ini! Tidakkah kamu bisa membiarkan kehidupan ini mengalir begitu saja?"
Seketika Angela menghentikan sweet chinese donut yang hampir saja masuk ke dalam mulutnya, "Apa? Membiarkan? Bagaimana bisa kamu tega berkata seperti itu padahal kamu yang paling tahu kejadian yang sebenarnya, Frisca?!"
Pandangan mata Angela yang lurus menatap Frisca membuat gadis itu salah tingkah. Ia tahu kalimatnya sudah sangat menyinggung Angela. Apapun tentang laki-laki itu, semuanya menjadi obsesi yang mengerikan bagi Angela.
"Hey, listen..." Frisca membenarkan posisi duduknya, "Sebastian belum tentu berhubungan dengan laki-laki ini. I mean, this man is Sebastian Evan Sanders! Oh my God, bukan suatu hal yang sulit jika ia ingin membuat seluruh kota ini kacau, Angela. Jangkauannya terlalu luas untuk hanya terobsesi dengan hubunganmu dan Garvin!"
"Oh, kamu mulai mengacaukan hariku seperti yang lainnya, Frisca!" Angela membuang rotinya ke atas piring dengan kasar. Gerak tangannya dengan cepat memasukkan handphone dan menyambar kunci mobilnya.
Saat hendak berdiri, Frisca memegang tangan Angela kuat, "Ingat, apapun suasana hatimu saat ini, jangan pergi ke club. Apalagi menemui sahabat-sahabat selebgrammu."
"Pergilah, Frisca. Kamu hanya managerku, bukan ibuku!"
Saat melihat punggung Angela yang semakin menjauh dan memasuki mobilnya, Frisca meraih handphone dari saku celananya. Sorot matanya mendadak serius, jarinya sudah sangat hafal dengan nomor yang ia telepon.
Saat panggilan tersambung, Frisca berkata dengan dingin, "Angela semakin jauh bertindak. Apa yang harus ku lakukan?"
Sementara di meja sebelahnya, seorang laki-laki bertubuh besar tegap segera meninggalkan mejanya, ia menekan handsfree di telinganya lalu berkata pelan, "Tuan dengar semuanya?"
Laki-laki di seberang sana mengangguk, ia dengan santai memainkan gelas yang berisi wine, "Ikuti dia. Jangan kehilangan jejak. Segera laporkan padaku jika terjadi sesuatu."
"Baik, tuan Sebastian!"
Sebastian mematikan sambungan telepon. Ia menghirup aroma wine lalu tersenyum, "Ya, selidiki semuanya, Angela. Aku tidak sabar menunggu sampai batas mana kemampuanmu."
-------------------------
Saat sampai di klub, langit sudah gelap. Angela tidak punya pilihan lain selain ke club. Pikirannya menuntut tubuhnya untuk diregangkan sejenak dan club adalah satu-satunya tempat yang ia pikirkan.
Suasana klub sangat riuh dan ramai. Lampu menyorot dengan baik lekuk tubuh pria dan wanita yang saling berhimpitan memainkan tubuhnya, mengikuti irama musik.
Angela mengeratkan topi hitam yang ia pakai. Ia tidak ingin orang lain mengenalinya. Ia hanya ingin berbincang dengan orang asing yang benar-benar ingin ia ajak bicara.
Pilihan tempat duduknya selalu sama, tepat di depan meja bartender. Dengan ramah ia tersenyum dan memesan cocktail bloody mary.
"Sendirian lagi, Nona?" tanya bartender itu sambil meracik minumannya.
Angela menjawab dengan mengangkat kedua bahunya sambil tersenyum tipis. Ia tidak begitu ingin berbicara saat ini. Ada banyak hal yang berjejalan di pikirannya dan membuatnya muak.
Ia muak akan hidup ini. Semesta tidak hentinya bercanda tentang hidupnya.
Ayah yang tergila-gila dengan wanita, ibu tiri yang menganggapnya tidak ada, adik tiri yang selalu terobsesi ingin memiliki semua yang ia punya dan ketika harapan hidup digantungkan pada kekasihnya, semesta mengambilnya.
Sungguh lucu. Bukan Garvin seharusnya yang pergi, tidakkah Tuhan melihat bahwa Ayah, Ibu dan Adik tirinya lah yang harusnya dimusnahkan dari muka bumi ini?
Mimpinya hampir menjadi nyata. Kehidupan sederhana, pindah ke sudut kota Yarmouth, Nova Scotia. Jauh dari keluarga sialannya, jauh dari orang-orang yang menuntutnya berpenampilan sempurna.
Tangannya hampir menyentuh kebahagiaan itu, hampir saja. Jika tidak Tuhan merebut paksa mimpinya dan mengambil segalanya. Garvin, uang yang susah payah ia kumpulkan, semua hilang dalam sekejap.
"Bukankah kamu sudah punya Sebastian yang punya segalanya? Apa salahnya jika mobil, rumah dan Beauty Studio itu jatuh ke tangan adikmu? Kamu masih punya butik kecil itu, bukan? Oh, ya dan followers setiamu tentunya!"
Suara menjijikkan ibu tirinya masih terdengar jelas hingga saat ini. Senyuman liciknya, senyuman kemenangan Lavenska, dan senyuman penuh pemakluman dari Ayahnya.
Inilah penyebab ia sangat marah saat Sebastian dengan mudahnya mengatakan, "Kembalikan saja uang mereka!"
Tidak bisa, Tuan Sempurna! Uangnya sudah kupakai untuk membangun studio kecantikan yang baru saja berjalan tiga bulan dan studio sialan itu sekarang sudah jatuh ke tangan Lavenska!
Angela sangat kesulitan mengatur keuangannya akhir-akhir ini. Walau Sebastian sudah memberikan black card dan juga kartu dengan jumlah saldo yang fantastis, tetap saja, ego nya melarangnya menyentuh kartu itu.
"Angela! Oh My God... It's so good to see you here!"
Dari suaranya Angela sudah tahu siapa yang datang. Ia yang sedang menikmati minumannya seketika terhenti. Suara umpatan terdengar pelan dari mulutnya. Dengan kesal ia merogoh beberapa lembar uang lalu menyerahkan kepada bartender.
"Hey, mau kemana? Bukannya kamu baru saja sampai dan wow...!" Lavenska segera menangkap tubuh Angela yang hampir saja terjatuh. Sudut bibirnya terangkat, wajahnya yang semula tersenyum puas langsung berubah saat Angela menatap wajahnya, "Are you okay?"
Dengan kasar Angela menyingkirkan tangan Lavenska, "Jangan sentuh aku, sial...an"
Namun nahas, begitu kalimatnya selesai, tubuh Angela langsung terjatuh. Ditangkap dengan cepat oleh Lavenska yang langsung mengerling manja pada lelaki berkulit hitam di balik meja bartender.
"Thank's, Darling."
Jari telunjuknya segera memberi kode kepada dua laki-laki di sampingnya, "Kalian tahu kan apa yang harus kalian lakukan?"
Sebastian segera menyambar kunci mobilnya. Ia merutuki dirinya yang telah membiarkan Angela pergi keluar sendirian sedangkan ia tahu, kondisi psikis Angela sedang tidak baik-baik saja. "Tuan, Zoe baru saja mengirimkan lokasi hotel." Edward, orang kepercayaan Sebastian berjalan mensejajari langkah Tuannya. "Bawa mobilnya kedepan!" Edward mengangguk cepat. Ia segera mengambil kunci mobil yang diserahkan tuannya dan segera berlari ke arah basement. Jari kokoh Sebastian menekan handsfree di telinganya, "Hey, jangan lakukan pergerakan apapun! Tunggu aba-aba dariku! Kau dengar?!" Laki-laki di seberang sana tidak melepaskan tatapannya dari kamar nomor 708, ia berbisik pelan menahan rasa takut pada Tuannya, "T-tapi Tuan... mereka sudah lima menit yang lalu di dalam. Apa Nona Angela baik-baik saja?" "Ah, sial!!" Teriak Sebastian kesal. Ia terdiam sesaat, "Panggil dua orang lain. Tunggu aku di depan kamar!" Mobil Land Cruiser VX-R berhenti tepat di depan teras rumah mewah Sebastian. Seten
Sebastian membanting tubuhnya ke atas tempat tidur berukuran Queen Size. Ia baru bisa bernafas lega setelah memastikan karyawan wanita itu telah memakaikan kembali pakaian Angela dan membawanya ke tempat tidur dirumahnya.Ia juga sudah memerintahkan pelayan wanita untuk memakaikan Angela piyama dan membersihkan wajahnya dari sisa makeup yang masih menempel di wajahnya. Sebastian sangat mengerti, wajah Angela adalah hal yang paling penting baginya.Kejadian tadi sampai saat ini membuat detak jantungnya masih tidak beraturan. Saat pandangan matanya bertindak bodoh dengan tidak mengalihkan pandangan sedikitpun dari sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat.Lihat akibat dari perbuatanmu, Angela!Ya, berkat mata kurang ajar ini, sampai sekarang sesuatu dibawah sana masih mengejeknya dengan tetap tegak berdiri, tidak turun walau sedikitpun. Mengejek ketidakmampuannya mengendalikan istrinya sendiri.Mengingat kejadian tadi membuat emosinya naik kembali. Kemarahan sekaligus hasrat yang menging
Angela mengerjapkan matanya perlahan, mencoba beradaptasi dengan ruangan berlampu tidur temaram. Setelah matanya mulai terbiasa, ia bangkit dari posisi tidurnya dan duduk termenung, memandangi sekitar dengan bingung.Mengapa aku ada disini?Seingatnya, dia sedang berada di klub, seseorang mengajaknya berbicara tapi ia tidak ingat siapa. Lalu bagaimana bisa ia tiba-tiba berada di kamarnya seperti ini?Tok! Tok!"Nona, anda ditunggu Tuan di ruang makan."Ah, aktivitas menjengkelkan ini lagi.Angela menyahut memberitahukan bahwa sebentar lagi ia akan turun.Saat ia bangkit berdiri, tubuhnya terhuyung. Kepalanya terasa sangat pusing, dunia terasa berputar saat kakinya berdiri menginjak lantai.Sial! Ada apa denganku?Ia memaksa bangkit kembali namun selanjutnya ia menyerah. Ia tahu, tubuhnya tidak mampu melayani keinginannya untuk dapat tegak berdiri.Saat baru saja memutuskan untuk kembali tidur, suara perutnya terdengar jelas. Sudut matanya melirik jam dinding dan menyadari ini sudah pu
"Apa?! Dia belum juga keluar dari kamar?!"Dua pelayan wanita itu menunduk ketakutan, mereka hanya takut jika tuannya salah mengira bahwa mereka sengaja membiarkan Angela tertidur hingga malam hari, padahal sudah tidak terhitung berapa kali mereka mengetuk pintu kamar Angela dan tidak ada sahutan darinya.Sebastian menarik dasinya, meregangkan lehernya yang tiba-tiba terasa tercekik. Niat untuk berendam air hangat sambil menikmati segelas wine seketika buyar. Tanpa mengganti bajunya, ia segera naik ke lantai tiga, tempat di mana kamarnya dan Angela berada.Tok! Tok!"Angela??"Tidak ada sahutan dari dalam."Hey, buat apa meminta pelayan mengantarkan makanan jika sama sekali tidak kamu sentuh? Merepotkan orang saja!"Ia sengaja memancing emosi Angela, berharap wanita itu menjawab ucapannya dengan kemarahan seperti biasa. Namun hingga beberapa detik berlalu, Angela tidak mengatakan apapun.Perasaan khawatir menyelimuti hati Sebastian. Ia segera merogoh kunci kamar Angela yang selalu dib
Sialan! Perempuan sialaaann!!Dorongan yang menggebu-gebu seketika menghilang. Menyisakan rasa sakit yang menyesakkan dada."Kenapa, Sayang?" tanya Angela dengan wajah polosnya. Ia tidak mengerti mengapa pria itu tiba-tiba marah.Dengan hati-hati Sebastian mengangkat tubuh Angela lalu kembali membaringkannya ke atas tempat tidur."Mungkin aku sudah gila. Bisa-bisanya aku berharap lebih."Saat melihat pria itu membalikkan badan hendak pergi, Angela panik. Dengan cepat tangannya menyambar lengan Sebastian, mencegahnya pergi.Terdengar helaan nafas berat dari Sebastian, ia menoleh ke arah tangannya yang dipegang erat oleh Angela, "Sebaiknya kamu istirahat, Angela.""Temani aku, Garvin. Please..."Emosi Sebastian kian memuncak. Ia sangat muak mendengar nama Garvin. Dengan emosi yang meluap, ia membalikkan badannya, hendak memaki wanita yang ada di depannya. Namun saat matanya menatap manik mata berwarna coklat milik Angela, kemarahannya lenyap. Bagaimana mungkin ia tega memarahi wanita me
Emosi yang memuncak membuat kepala Sebastian sakit. Dengan penuh kemarahan ia membawa langkah kakinya ke lantai lima, tempat dimana tempat gym pribadinya berada.Ia perlu menyalurkan amarah ini sebelum membuat orang lain terluka.Saat lift membawanya sampai di lantai lima, ia langsung memilih untuk menyalurkan emosinya pada samsak tinju.BUG!!Jemari kokoh Sebastian meninju dengan kekuatan penuh samsak yang tergantung di depannya.Berani-beraninya ia membentakku berulang kali!!BUG!!Dia pikir aku mau memasuki kamarnya secara sukarela jika tidak karena aku khawatir padanya?!BUG!!Sialaaann!! Andai aku bisa membuang perasaan cinta sialan ini!!BUG!!WANITA SIALAN!! Jika ia begitu membenciku, mengapa ia masih tinggal di rumahku?!!BRAAKK!!Samsak tinju pecah berantakan. Mengeluarkan isinya yang berhamburan mengenai lantai sekaligus sepatu sneakers Sebastian. Membuat mulutnya berkali-kali mengumpat penuh kemarahan."AAARGHHH!!!"Dering handphone membuat kekesalan Sebastian memuncak. Ia
Angela menutup pintu kamarnya dengan kasar. Deru nafas yang memburu membuat tangannya tanpa sadar memegang wajahnya yang memanas.Ada apa ini? Ada apa denganku?Semua sel di dalam otaknya bekerja keras memahami situasi apa yang sedang terjadi. Saat ia sampai pada satu kesimpulan, hatinya berteriak keras menolak kenyataan."Tidak mungkin! Tidak mungkin aku mulai menyukai laki-laki brengsek seperti dia! Otakku memang sering bermasalah akhir-akhir ini."Ingatannya beralih pada kejadian malam itu, tiga tahun lalu. Saat Ayahnya memerintahkan Angela untuk pulang bersama dengan Sebastian setelah mereka menghadiri acara ulang tahun BCB Royal Bank yang ke 155 tahun.Ayahnya yang selalu saja mendekatkan ia dengan Sebastian. Bahkan sebelum pergi ke pesta, ia harus menahan rasa tidak nyaman memakai gaun pemberian ayahnya yang terlalu terbuka. Walau bagaimanapun, ia tidak begitu suka memakai gaun yang terlalu terbuka.Angela tidak mempunyai pilihan lain. Ia sangat menyayangi ayahnya dan berjanji p
#12BCB Royal Bank adalah bank terbesar sekaligus perusahaan terbesar di Kanada. BCB adalah merek dagang utama yang digunakan untuk semua unit usaha dan anak perusahaannya.Didirikan pada tahun 1865 di Toronto, Kanada dengan pendapatan C $ 170,35 miliar pada awal tahun 2022 membuat bank ini menjadi bank terbesar dari lima besar dalam hal pendapatan bersih. Mempunyai 18 juta klien lebih di seluruh dunia, lebih dari 75.000 karyawan tetap dan lebih dari 1.500 cabang."Bagaimana? Wanita itu menerima tawaran anda?" tanya Sebastian sambil menikmati secangkir teh di ruangannya."S-sulit, Tuan. Dia menolak menerima telepon saya dan juga menolak ketika kami mengundangnya ke kantor. Ia selalu marah dan memerintahkan kami segera mencairkan jumlah pinjamannya dengan dalih membawa nama besar anda. Maafkan saya, Tuan. Saya sudah berusaha sebaik mungkin, " jawab Milly setengah takut. Kaki dan tangannya terasa dingin, aura menakutkan pria di depannya membuat mentalnya melemah.Sebastian menghela nafa
Angela membantu Sebastian mencuci peralatan makan dengan mesin cuci piring, lalu membersihkan dapur setelah mereka selesai makan. Angela tidak tahu apa yang tengah terjadi, Sebastian tiba-tiba mengajaknya berlibur ke villa dekat pantai dan menugaskan tidak ada satu pelayan pun yang ikut bersama mereka. Ini aneh, pikir Angela. Mereka terbiasa liburan ke villa tapi Sebastian tidak pernah meliburkan pelayan di villa. Apalagi, saat aku sedang hamil, pikir Angela. Tetapi ia menduga, mungkin Sebastian hanya ingin menghabiskan waktu berdua, benar-benar berdua dengan dirinya. Sudah seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Mark dan pria itu jelas pembual yang ulung. Kurang dari dua puluh empat jam katanya? Huh, sudah berlalu tujuh hari dan Mark belum melaporkan apapun padanya. Pria itu bahkan terkesan menghindari dirinya. Telepon iseng itu memang sudah berhenti. Tapi Angela tidak menemukan ada satu pun pelayan yang menghilang atau diberhentikan. Semua berjalan seperti biasa. Seperti tidak
Diluar dugaan, Anna justru tertawa. Suara tawa keras yang membuat Edward bingung haruskah ia ikut tertawa atau hanya menunggu tawa Anna selesai.“Apa kau berharap aku mempercayaimu begitu saja?” tanya Anna sambil menepuk pundak Edward. “Kau tidak bisa membodohiku, Ed. Aku sudah melakukan segala upaya untuk mendapatkan dirimu tapi kau jelas-jelas menolakku. Lalu tiba-tiba, setelah tiga hari aku merawatmu saat kau sakit, kau datang padaku dan bilang bahwa kau mencintaiku?”Edward tidak mengatakan apapun. Untuk sesaat mereka hanya saling memandang berlama-lama, pandangan yang makin lama membuat nafas mereka sesak dan tak pelak lagi, pandangan itu membuat mereka bergairah.Edward mengambil langkah maju. Ia mencium lagi. Lebih lembut. Semesra mungkin. Anna tidak menolak, tidak melawan, tidak berusaha lari. Edward menggoda mulut Anna dengan kecupan-kecupan lembut, gigitan mesra, dan gelitikan kecil di lidahnya.Ketika Anna mendesah senang, Edward memanfaatkannya untuk memasukkan lidahnya ke
“Kau jelas menyukainya, Mr. Harrison. Kau menyukainya lebih dari yang kau duga.”Edward terdiam. Cornelia benar. Bagaimana mungkin ia tidak menyadarinya selama ini? Bagaimana mungkin orang lain bahkan lebih mengetahuinya dibandingkan dirinya sendiri?“Lalu, bagaimana perasaanmu melihat pemandangan itu?”Edward menatap wajah Cornellia bingung lalu mengikuti arah matanya. Kini ia melihat Alex, wanita yang menjadi alasan kehadirannya ke tempat ini, wanita itu membuat seolah matanya terhipnotis. Teman lelakinya, memojokkan Alex ke tikar, rok wanita itu tersingkap sehingga menampakkan pahanya yang langsing. Lalu tangan si lelaki menyelinap ke balik rok, mendekap bokong Alex.Mulut Cornelia menganga. “Aku tidak menyangka Alex seberani itu.”Edward kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin Alex yang polos dan ceria, yang bahkan Edward tidak menyangka usianya sudah dua puluhan, melakukan hal itu di tengah keramaian acara yang bertema keluarga seperti ini?“Aku tanya, bagaimana perasaanmu, Ed?”
Edward Harrison mengedarkan pandangannya ke lapangan tempat para pengunjung membentangkan selimut di tanah di depan panggung, dan asyik menikmati daging panggang sambil mendengarkan musik yang dibawakan band berirama country dan penyanyi lokal.Ia bertanya-tanya, dimana Alexandria di tengah lautan manusia ini. Ia tadi mengunjungi toko roti Alex dan menurut karyawannya, Alex menghadiri perayaan tanggal empat juli yang selalu diadakan setiap tahun di taman ini, jadilah Edward tahu gadis itu ada disini.Terlintas dalam benaknya untuk mengajak Alex datang bersamanya, tapi, itu sungguh perbuatan yang lancang. Ya, setelah apa yang dilakukannya pada gadis itu. Edward cukup tahu diri untuk tidak terlalu bertingkah meski tahu bahwa ia menguasai hati dan pikiran Alex.Banyak lelaki hari ini merasa iri padanya karena seorang wanita seksi, berambut panjang dan pirang dengan kedua tonjolan yang memukau di dadanya, duduk di sebelahnya. Ya, ia sengaja mengajak Cornellia Marshall, Asistennya di kanto
Callahan’s ramai oleh suara tamu mengobrol selama jam makan siang di rumah makan itu, sejak jam sebelas sampai jam dua selama hari kerja. Terletak di pusat kota, bangunan yang sudah di restorasi itu, yang dulu pernah dipakai sebagai toko obat pada awal tahun tiga puluhan hingga pertengahan tahun delapan puluhan.Mereka menempati lokasi yang sangat strategis untuk melayani kegiatan bisnis sehari-hari, termasuk karyawan pengadilan, perbankan serta para karyawan yang kantornya tersebar di segala penjuru kota. Pesaing mereka hanya rumah kana cepat saji yang melayani pengendara mobil, dan restoran kecil yang melayani roti isi.Jika seseorang ingin mengadakan rapat atau pertemuan sambil makan siang, Callahan’s-lah tempat yang paling nyaman.Ketika Angela tiba, pelayan mengantarkannya ke meja di belakang yang agak terpencil, di tempat Mark sudah menunggu. Mark, kepala keamanan rumah Sebastian dan Angela yang menggantikan posisi Zoe.Angela sengaja mengajak Mark bertemu di luar. Selain ia tid
Diluar dugaan, Anna mengantar Edward sampai ke depan pintu. Hal itu membuat Edward merasa, minimal ia harus mengundang wanita itu bertemu atau makan malam. Jika ia memang belum yakin dengan perasaannya, bukankah seharusnya ia membalas budi?“Bukankah banyak hal yang harus kau kerjakan, Ann?” tanya Edward. “Dan kau bisa tidak menunggu dan mengantarkanku seperti ini, lagipula...”“Jangan terlalu percaya diri, Ed.”Edward tergagap mendengar ucapan itu. Merasa malu tapi juga sekaligus membenarkan ucapan Anna. Ya, ada apa dengannya? Mengapa ia mengeluarkan kalimat sampah itu dari mulutnya?“Aku hanya terlambat karena mengerjakan beberapa hal tadi. Dan kebetulan waktu selesainya bersamaan dengan waktu kau keluar.”“Ya. Kau benar. Maafkan aku.”Pengecut. Anna mengumpat dirinya sendiri setelah ia mengatakan kalimat itu. Sistem pertahanan dirinya memang luar biasa. Entah ia harus bangga atau marah pada dirinya sendiri saat ini. Ia bangga karena mampu membuat wajah Edward memerah malu sekaligus
Sudah dua hari Edward hanya berada di atas tempat tidur. Dan sudah dua hari Anna melayaninya layaknya seorang pasien. Anna melakukannya secara profesional. Tidak ada candaan nakal atau celetukan yang membuatnya marah.Seharusnya hidup terasa damai, bukan? Tapi entah mengapa, sesuatu terasa hilang. Hambar.Ia benar-benar dilayani seperti orang yang asing bagi Anna. Pagi hari, ia akan masuk ke kamar, mengunjungi Edward, tersenyum dengan hanya bibir yang tertarik ke samping tanpa guratan. Kelihatan sekali sebenarnya ia tidak ingin tersenyum tapi ia memaksakan senyum itu keluar.Lalu kemudian ia akan memeriksa kondisi Edward, memeriksa infus lalu memastikan apa saja yang boleh Edward lakukan hari itu, kemudian ia akan berbicara dengan seorang perawat laki-laki di sampingnya lalu setelah itu ia pergi.Perawat itulah yang datang setiap dua puluh menit sekali, secara rutin memeriksa cairan infus Edward, lalu kondisinya secara keseluruhan. Sedangkan Anna, Ed tidak tahu kemana gadis itu pergi.
Dipenuhi ketidakpastian, Anna berhenti di ambang pintu kamar tamu di rumahnya. Terakhir kali melihat Edward di rumah ini, ia hanya berada di koridor antara ruang tamu dan ruang tengah rumahnya. Tapi kali ini, pria itu tergeletak tak berdaya di kamar tamu.Anna sengaja membawa Edward kerumahnya, bukan ke klinik pengobatan miliknya atau rumah sakit. Sudah menjadi kebiasaan bagi Sebastian, Edward ataupun beberapa orang di perusahaan untuk lebih memilih di rawat di rumah Anna daripada harus kerumah sakit atau klinik.Sekarang, berdiri disini merupakan sebuah momen yang canggung. Edward berbaring di tempat tidur dengan mata tertutup, dengan selang infus yang menempel di tangannya. Terlihat sangat lemah, jauh dari keangkuhan dan sikap arogan yang sering ia tunjukkan.“Dia akan baik-baik saja,” gumam Anna pada dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya, meremas ujung gaun hitam yang ia pakai lalu menghela nafas panjang. Ia hanya takut ketika Edward bangun dan membuka mata, maka pria itu akan mar
Begitu Alex memusatkan perhatian kepada teman makan siangnya, senyum di wajah Edward lenyap. Pandangannya terpusat ke tempat pria di samping Alex yang dengan lancang memeluk pinggang gadis itu.Ingin benar ia menyeberang jalan, merebut Alex dari tangan pria itu, memanggilnya ke tempat yang menjamin privasi lalu mengatakan, “Kau sudah menemukan pria baru, Alexandria Porter?”Pada saat Alex dan pria itu menghilang masuk ke Callahan’s, Edward langsung menyebrang dan mengikuti mereka masuk ke dalam Restoran. Pelayan sedang mengantarkan pasangan itu menuju meja mereka ketika Edward duduk di bar.Ia dapat melihat mereka berdua dari tempatnya, karena area bar letaknya lebih tinggi sekitar satu meter daripada restoran. Ia memesan sekaleng kola dan memasukkan beberapa butir kacang ke dalam mulutnya, berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak peduli.Edward melepaskan kaca mata hitamnya, memasukkannya ke dalam saku kaosnya, dan mengawasi pasangan yang berada di meja di pojok ruangan itu.Edward