Sialan! Perempuan sialaaann!!
Dorongan yang menggebu-gebu seketika menghilang. Menyisakan rasa sakit yang menyesakkan dada.
"Kenapa, Sayang?" tanya Angela dengan wajah polosnya. Ia tidak mengerti mengapa pria itu tiba-tiba marah.
Dengan hati-hati Sebastian mengangkat tubuh Angela lalu kembali membaringkannya ke atas tempat tidur.
"Mungkin aku sudah gila. Bisa-bisanya aku berharap lebih."
Saat melihat pria itu membalikkan badan hendak pergi, Angela panik. Dengan cepat tangannya menyambar lengan Sebastian, mencegahnya pergi.
Terdengar helaan nafas berat dari Sebastian, ia menoleh ke arah tangannya yang dipegang erat oleh Angela, "Sebaiknya kamu istirahat, Angela."
"Temani aku, Garvin. Please..."
Emosi Sebastian kian memuncak. Ia sangat muak mendengar nama Garvin. Dengan emosi yang meluap, ia membalikkan badannya, hendak memaki wanita yang ada di depannya. Namun saat matanya menatap manik mata berwarna coklat milik Angela, kemarahannya lenyap. Bagaimana mungkin ia tega memarahi wanita menyedihkan ini?
"Tidurlah, Angela." Ujarnya lemah.
Saat Sebastian baru saja melangkah, ia mendengar suara tangisan Angela.
"Temani aku... aku mohon..."
Perasaan cinta memenangkan perdebatan sengit dalam hatinya. Ia tidak tega meninggalkan Angela yang membutuhkan kehadirannya. Sambil menghela nafas panjang ia kembali mendekati Angela, dengan lembut menyelimuti tubuh Angela dan duduk di sampingnya.
Dengan penuh kelembutan ia mengusap kepala Angela hingga perlahan mata wanita itu kembali terpejam dan suara nafasnya terdengar teratur.
Mata sebastian menatap wanita itu sendu, "Mengapa sulit sekali bagimu menerima kehadiranku, Angela? Aku yang selalu ada di dekatmu, bahkan di saat mengerikan itu..."
Ia tidak menyangka kehidupan pernikahannya menjadi tahap tersulit dalam hidup. Saat menyadari Angela dan Garvin akan menikah dulu, ia sudah merelakan mimpinya untuk menikah. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan menikah hingga kematian menjemputnya.
Namun kini, lihatlah. Wanita ini berada di depannya sebagai istrinya. Hanya sebagai status, Angela hanya menuruti desakan dari keluarganya.
Andai wanita itu tahu, Sebastian pun tidak ingin menikahi Angela. Karena ia sadar, Angela membenci dirinya, pilihan menikah dengannya bagaikan menjalani kehidupan penuh taburan pecahan kaca. Sangat menyakitkan.
Tapi dia tidak punya pilihan, janji yang sudah terlanjur terucap dan bagaimana mungkin ia tega melihat Angela sendirian melawan keluarganya?
Ia tahu jika keluarga Angela menginginkan pernikahan mereka hanya demi keuntungan diri mereka sendiri. Mahar berupa cincin berlian The vivid pink, cincin langka yang sengaja ia belikan untuk Angela kini jatuh ke tangan Ibu Tirinya. Dia tidak mengerti, mengapa Angela hanya diam saja saat keluarganya mengambil semua miliknya?
Ia menikah untuk menyelamatkan Angela dan Angela menganggap ia menikahi dirinya hanya karena nafsu semata.
Tidak bisakah Angela menaruh kebenciannya sebentar dan benar-benar melihat ke dalam hatinya?
Andai Angela tahu, ia sudah jatuh cinta kepadanya jauh sebelum ia bertemu dengan Garvi.n Saat pertama kali Sebastian melihatnya pada acara ulang tahun BCB Royal Bank, dengan gaun warna hitamnya yang sangat mempesona.
Saat melihat Angela, Sebastian baru sadar, ia bukannya tidak menyukai wanita, tapi memang belum ada wanita yang membuatnya tertarik hingga ia bertemu Angela.
Hanya tertarik, ia tidak berpikir jauh saat itu. Ia sendiri tidak menyangka bahwa kecerobohannya pada waktu selanjutnya akan menimbulkan trauma yang mendalam pada Angela.
Angela membius tatapan Sebastian hanya fokus mengarah pada gadis itu. Senyum manisnya, rambut indahnya dan cara tertawanya yang bagai meninggalkan efek candu.
"Permisi, boleh saya tanya dimana letak toilet?"
Itu adalah kalimat pertama yang Angela ucapkan. Saat itu sempat berfikir bahwa Angela hanya menggodanya, bagaimana mungkin menanyakan letak toilet kepada Pemilik Perusahaan?
Namun melihat wajah pucat Angela saat Ayahnya menegurnya karena menanyakan letak toilet pada Sebastian membuat pria itu tahu, Angela hanya seorang gadis polos.
Lalu bagaimana gadis polos itu bisa berubah menjadi gadis dingin dan menyebalkan seperti ini?
Sebastian menghela nafas panjang. Ia mengusap wajah Angela yang sedang tertidur. Perasaan nyaman membuat matanya perlahan menjadi berat dan hingga akhirnya ia tertidur di kursi samping tempat tidur Angela.
------------------------------------
"Apa kamu sudah gila?! Bagaimana kamu bisa masuk ke kamarku?!"
Suara bentakan Angela terdengar samar, Sebastian melenguh pendek, dalam hatinya berkata, apakah mungkin aku sedang bermimpi?
"Bangun, Brengsek!!"
Oh tidak, ini bukan mimpi.
Sebastian memicingkan matanya, berusaha beradaptasi dengan cahaya terang yang menyambut retina matanya. Saat pandangannya beralih pada wajah Angela yang memerah karena marah dan kedua jarinya memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya, ia sadar, ia terlibat masalah.
"Apa kamu selalu diam-diam masuk ke kamarku seperti ini?!"
Sebastian berusaha tersenyum, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Bagaimana keadaanmu pagi ini?"
Angela sedikit memundurkan kepalanya, matanya menatap ngeri pria di depannya, "A-apa yang sudah kamu lakukan padaku?!"
Tawa Sebastian pecah, mengingat Angela yang tadi malam memohon dirinya untuk menciumnya membuat ia tidak bisa menahan tawa.
"K-kamu tertawa?! Kamu bisa tertawa, hah?!" manik mata Angela melotot marah. Ia segera bangun dari tempat tidur dan terkejut saat menyadari kaitan piyamanya sudah lepas dan hampir saja menunjukkan tubuh polos bagian depannya pada Sebastian.
Emosinya meledak, sambil menyambar selimut untuk menutupi tubuhnya ia berteriak marah, "Kurang ajar! Kamu laki-laki brengsek, Sebastian!!"
Sebastian mengerutkan keningnya. Ia berusaha menjelaskan. Jari telunjuknya mengarah ke mangkuk besar yang berisi handuk kecil dan bekas mangkuk bubur di atas meja,
"Hey.. aku hanya ingin membantu. Kamu tidak keluar kamar dari pagi dan saat aku masuk..."
"Ya! Itu masalahnya! Kenapa kamu masuk ke kamarku tanpa izin?!" Angela memotong kalimat Sebastian. Nafasnya naik turun dengan cepat, kemarahan menguasai dirinya.
Sebastian berusaha tenang, "Lalu menurutmu, aku biarkan saja kamu kesakitan di dalam kamar?"
"Ya! Aku lebih baik mati daripada harus disentuh olehmu!!"
Mata Sebastian yang semula tenang, fokus menatap kaca jendela tiba-tiba berpindah arah menatap Angela. Seperti seekor harimau yang baru saja dibangunkan dari tidurnya dengan sengaja.
Tepat pada momen krusial seperti itu, Angela justru merasa semakin terpancing, ia menuding wajah Sebastian dengan jari telunjuknya,
"Aku bukan gadis polos seperti dulu yang hanya menurut saat kamu memerintahkanku sesuatu, Sebastian! Demi Tuhan, aku selalu berdoa agar Tuhan menjauhkan hidupku darimu. Tapi lihatlah, kini kamu berdiri depanku?! Di kamarku?!"
"Sudah kubilang berkali-kali Angela, saat itu... kamu hanya salah paham, dan aku...aku..." Sebastian kebingungan mencari kata-kata yang pas. Ia tidak mungkin secara gamblang menjelaskan kondisinya pada wanita itu. Terlebih lagi, wanita itu tidak akan mempercayai ucapannya.
"Lihat, kamu bahkan terbata-bata sekarang. Alasan apalagi yang akan kamu pakai, Sebastian? Jika dulu kamu beralasan bahwa kamu tidak tahu, lalu sekarang apa? Menerobos masuk ke dalam kamar seorang wanita...."
"Kamu istriku, Sasha! Aku berhak berada disini!!" Tanpa sadar Sebastian memotong kalimat Angela. Emosinya ikut terpancing.
"Istri?! Sejak kapan kamu berpikiran bahwa hubungan kita adalah layaknya sepasang suami istri?!"
Sebastian sudah terlanjur kesal dengan sifat egois Angela. Dulu saat ia menuduhnya tanpa alasan yang kuat, Sebastian dapat memakluminya. Namun sekarang, melihat harga dirinya terinjak-injak membuat ia jengah.
Dengan emosi Sebastian membalikkan badannya, ia khawatir jika lebih lama disini, emosinya meledak dan dapat menyakiti Angela.
"Hey! Kita belum selesai bicara! Jawab pertanyaanku, apa yang kamu lakukan di kamarku?!"
Dengan kesal Sebastian menjawab pendek, "Jika kamu sepenasaran itu, lihat saja rekaman CCTV!"
Emosi yang memuncak membuat kepala Sebastian sakit. Dengan penuh kemarahan ia membawa langkah kakinya ke lantai lima, tempat dimana tempat gym pribadinya berada.Ia perlu menyalurkan amarah ini sebelum membuat orang lain terluka.Saat lift membawanya sampai di lantai lima, ia langsung memilih untuk menyalurkan emosinya pada samsak tinju.BUG!!Jemari kokoh Sebastian meninju dengan kekuatan penuh samsak yang tergantung di depannya.Berani-beraninya ia membentakku berulang kali!!BUG!!Dia pikir aku mau memasuki kamarnya secara sukarela jika tidak karena aku khawatir padanya?!BUG!!Sialaaann!! Andai aku bisa membuang perasaan cinta sialan ini!!BUG!!WANITA SIALAN!! Jika ia begitu membenciku, mengapa ia masih tinggal di rumahku?!!BRAAKK!!Samsak tinju pecah berantakan. Mengeluarkan isinya yang berhamburan mengenai lantai sekaligus sepatu sneakers Sebastian. Membuat mulutnya berkali-kali mengumpat penuh kemarahan."AAARGHHH!!!"Dering handphone membuat kekesalan Sebastian memuncak. Ia
Angela menutup pintu kamarnya dengan kasar. Deru nafas yang memburu membuat tangannya tanpa sadar memegang wajahnya yang memanas.Ada apa ini? Ada apa denganku?Semua sel di dalam otaknya bekerja keras memahami situasi apa yang sedang terjadi. Saat ia sampai pada satu kesimpulan, hatinya berteriak keras menolak kenyataan."Tidak mungkin! Tidak mungkin aku mulai menyukai laki-laki brengsek seperti dia! Otakku memang sering bermasalah akhir-akhir ini."Ingatannya beralih pada kejadian malam itu, tiga tahun lalu. Saat Ayahnya memerintahkan Angela untuk pulang bersama dengan Sebastian setelah mereka menghadiri acara ulang tahun BCB Royal Bank yang ke 155 tahun.Ayahnya yang selalu saja mendekatkan ia dengan Sebastian. Bahkan sebelum pergi ke pesta, ia harus menahan rasa tidak nyaman memakai gaun pemberian ayahnya yang terlalu terbuka. Walau bagaimanapun, ia tidak begitu suka memakai gaun yang terlalu terbuka.Angela tidak mempunyai pilihan lain. Ia sangat menyayangi ayahnya dan berjanji p
#12BCB Royal Bank adalah bank terbesar sekaligus perusahaan terbesar di Kanada. BCB adalah merek dagang utama yang digunakan untuk semua unit usaha dan anak perusahaannya.Didirikan pada tahun 1865 di Toronto, Kanada dengan pendapatan C $ 170,35 miliar pada awal tahun 2022 membuat bank ini menjadi bank terbesar dari lima besar dalam hal pendapatan bersih. Mempunyai 18 juta klien lebih di seluruh dunia, lebih dari 75.000 karyawan tetap dan lebih dari 1.500 cabang."Bagaimana? Wanita itu menerima tawaran anda?" tanya Sebastian sambil menikmati secangkir teh di ruangannya."S-sulit, Tuan. Dia menolak menerima telepon saya dan juga menolak ketika kami mengundangnya ke kantor. Ia selalu marah dan memerintahkan kami segera mencairkan jumlah pinjamannya dengan dalih membawa nama besar anda. Maafkan saya, Tuan. Saya sudah berusaha sebaik mungkin, " jawab Milly setengah takut. Kaki dan tangannya terasa dingin, aura menakutkan pria di depannya membuat mentalnya melemah.Sebastian menghela nafa
Mentari terlihat cukup bersemangat hari ini. Meski sudah cukup lama kota tidak diguyur hujan namun Angela merasa kedinginan tadi malam.Saat memandangi taman di balik jendela besar di kamarnya, tiba-tiba ia merindukan kabut pagi. Ia merindukan musim dingin. Musim yang selalu mengingatkannya pada Ibunya dan juga pada Garvin.Tadi malam ia tidak tidur dengan nyenyak. Ia mencoba mengurangi ketergantungan pada obat tidur. Sejak ia melihat rekaman CCTV yang mempermalukan dirinya sendiri saat meminum obat tidur membuatnya segera membuang semua obatnya."Argh! Andai kejadian itu bisa aku hapus dari ingatanku!"Jam di dinding sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Seharusnya, ia sudah berada di ruang makan bersama Sebastian sekarang. Namun ia tidak sanggup. Bahkan hanya sekedar memandang wajah Sebastian saja membuat bayangan kejadian malam itu langsung terbayang jelas di pelupuk matanya. Sangat memalukan. Tubuhnya membuat harga dirinya runtuh seketika. Ia masih tidak habis pikir, bagaimana b
#14"Apa yang membuatmu berpikir bahwa aku mau pergi bersamamu?!"Angela memandang pria di depannya dengan tatapan penuh kebencian. Jika bukan karena pelayan yang sengaja tidak mengantarkan makanannya ke kamar, ia tidak sudi duduk satu meja dengan pria menyebalkan ini.Jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua siang namun Angela masih memakai piyamanya. Semua kegiatan di media sosial di hentikan olehnya. Dengan mental seperti ini, ia tidak yakin kuat menghadapi pertanyaan yang menyakitkan seperti waktu itu.Kesibukan yang padat dan tiba-tiba terhenti membuat suasana hatinya makin kacau. Ia ingin keluar, menikmati keindahan danau Toronto yang memukau. Tapi ia terlalu takut. Ia takut ada yang mengenalinya dan berkata semaunya sedangkan hatinya tidak siap dengan itu.Padahal musim panas adalah waktu terbaik menikmati matahari di pantai atau sekedar piknik kecil di tepi danau Ontario.Sambil menghentakkan kaki Angela berdiri, hendak kembali ke kamarnya. Ia sangat kesal melihat wajah Seba
Sebastian menegakkan punggungnya, ia terlihat berusaha dengan maksimal agar terlihat gagah di depan Angela. Sesekali sudut matanya mencuri pandang ke arah wanita yang duduk tepat di sampingnya. Aroma parfume kombinasi bunga oriental dan tuberose meninggalkan kesan khusus di hatinya. Sejak awal mereka bertemu, perfume ini sudah lekat di ingatannya.The Ritz-Carlton, Toronto terletak tidak jauh dari rumah Sebastian. Hanya berjarak 0,3 meter, menghadap Danau Ontario dan cakrawala kota sebagai ikon kota Kanada. Merupakan salah satu hotel bintang lima terbaik dikelasnya.Pada malam itu, salah satu ballroom andalan mereka sedang dipesan oleh Yayasan Future Foundation. Yayasan yang dikelola ayah Angela berfokus pada kegiatan sosial dan pendidikan terutama bagi anak-anak di pinggir jalan. Kegiatan lain yang dilakukan Yayasan ini juga berfokus pada partisipasi pembangunan sarana dan prasarana pendidikan akibat bencana alam.Acara amal atau penggalangan dana memang rutin dilakukan setahun sekal
Indah dan menawannya dekorasi, suara musik yang mendominasi ruangan, beberapa orang berkerumun dengan topik pembicaraan masing-masing. Angela menghirup udara malam yang terasa segar begitu masuk melalui hidungnya. Pesta yang sudah sangat lama ia hindari kini menyapanya kembali.Ia sedang bersandar di pembatas balkon, menikmati udara malam dari lantai 10 dengan pemandangan yang sangat menawan. Ketika sedang asyik menikmati semilir angin, tiba-tiba seseorang menyenggol pundaknya."Oh my God! Maaf, Nona..."Saat ia menoleh dan menatap wajah laki-laki di depannya. Kedua manik mata Angela langsung membulat tak percaya, tangannya gemetar, gelas yang berisi shampanye seketika terlepas dari tangannya.PRANG!!Suara pecahan gelas kaca yang begitu nyaring tidak sepadan dengan rasa terkejut yang dirasakan oleh Angela. Ia tanpa sadar melangkah, menginjak pecahan gelas lalu berniat memegang wajah pria di depannya. Tangannya hampir saja menyentuh wajah pria itu namun segera ditariknya saat mendeng
"Ada apa ini?!!" suara hentakan langkah kaki Claire terdengar nyaring, membuat seluruh pasangan mata menuju ke arahnya.Lavenska segera berlari ke arah ibunya, "Mommy...! Lihat, Angela mengejekku lagi!"Kelopak mata Claire yang dihiasi riasan wajah smoke eyes nampak membulat menatap Angela, sudut bibirnya menyeringai kesal, "Astaga Angela, mengapa kedatanganmu selalu saja membuat orang lain terlibat masalah?!"Sebastian mengepalkan tangannya kuat-kuat, ia tidak percaya Claire justru semakin memperburuk keadaan. Hela nafas Sebastian semakin berat. Matanya memerah penuh kobaran amarah. "Apa anda tidak bisa melihat siapa yang terluka disini?!"Claire memincingkan matanya, wajahnya terangkat, menatap Sebastian dengan penuh angkuh, "Maaf Tuan Sebastian, apa anda tidak bisa menjaga istri anda dengan baik?!"Sebastian menghela nafas panjang, kemudian menegakkan punggungnya dan menatap Claire. Tatapannya dingin, bagai sebilah jarum kecil yang di lempar begitu kuat, menusuk kedalam, menggetark
Angela membantu Sebastian mencuci peralatan makan dengan mesin cuci piring, lalu membersihkan dapur setelah mereka selesai makan. Angela tidak tahu apa yang tengah terjadi, Sebastian tiba-tiba mengajaknya berlibur ke villa dekat pantai dan menugaskan tidak ada satu pelayan pun yang ikut bersama mereka. Ini aneh, pikir Angela. Mereka terbiasa liburan ke villa tapi Sebastian tidak pernah meliburkan pelayan di villa. Apalagi, saat aku sedang hamil, pikir Angela. Tetapi ia menduga, mungkin Sebastian hanya ingin menghabiskan waktu berdua, benar-benar berdua dengan dirinya. Sudah seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Mark dan pria itu jelas pembual yang ulung. Kurang dari dua puluh empat jam katanya? Huh, sudah berlalu tujuh hari dan Mark belum melaporkan apapun padanya. Pria itu bahkan terkesan menghindari dirinya. Telepon iseng itu memang sudah berhenti. Tapi Angela tidak menemukan ada satu pun pelayan yang menghilang atau diberhentikan. Semua berjalan seperti biasa. Seperti tidak
Diluar dugaan, Anna justru tertawa. Suara tawa keras yang membuat Edward bingung haruskah ia ikut tertawa atau hanya menunggu tawa Anna selesai.“Apa kau berharap aku mempercayaimu begitu saja?” tanya Anna sambil menepuk pundak Edward. “Kau tidak bisa membodohiku, Ed. Aku sudah melakukan segala upaya untuk mendapatkan dirimu tapi kau jelas-jelas menolakku. Lalu tiba-tiba, setelah tiga hari aku merawatmu saat kau sakit, kau datang padaku dan bilang bahwa kau mencintaiku?”Edward tidak mengatakan apapun. Untuk sesaat mereka hanya saling memandang berlama-lama, pandangan yang makin lama membuat nafas mereka sesak dan tak pelak lagi, pandangan itu membuat mereka bergairah.Edward mengambil langkah maju. Ia mencium lagi. Lebih lembut. Semesra mungkin. Anna tidak menolak, tidak melawan, tidak berusaha lari. Edward menggoda mulut Anna dengan kecupan-kecupan lembut, gigitan mesra, dan gelitikan kecil di lidahnya.Ketika Anna mendesah senang, Edward memanfaatkannya untuk memasukkan lidahnya ke
“Kau jelas menyukainya, Mr. Harrison. Kau menyukainya lebih dari yang kau duga.”Edward terdiam. Cornelia benar. Bagaimana mungkin ia tidak menyadarinya selama ini? Bagaimana mungkin orang lain bahkan lebih mengetahuinya dibandingkan dirinya sendiri?“Lalu, bagaimana perasaanmu melihat pemandangan itu?”Edward menatap wajah Cornellia bingung lalu mengikuti arah matanya. Kini ia melihat Alex, wanita yang menjadi alasan kehadirannya ke tempat ini, wanita itu membuat seolah matanya terhipnotis. Teman lelakinya, memojokkan Alex ke tikar, rok wanita itu tersingkap sehingga menampakkan pahanya yang langsing. Lalu tangan si lelaki menyelinap ke balik rok, mendekap bokong Alex.Mulut Cornelia menganga. “Aku tidak menyangka Alex seberani itu.”Edward kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin Alex yang polos dan ceria, yang bahkan Edward tidak menyangka usianya sudah dua puluhan, melakukan hal itu di tengah keramaian acara yang bertema keluarga seperti ini?“Aku tanya, bagaimana perasaanmu, Ed?”
Edward Harrison mengedarkan pandangannya ke lapangan tempat para pengunjung membentangkan selimut di tanah di depan panggung, dan asyik menikmati daging panggang sambil mendengarkan musik yang dibawakan band berirama country dan penyanyi lokal.Ia bertanya-tanya, dimana Alexandria di tengah lautan manusia ini. Ia tadi mengunjungi toko roti Alex dan menurut karyawannya, Alex menghadiri perayaan tanggal empat juli yang selalu diadakan setiap tahun di taman ini, jadilah Edward tahu gadis itu ada disini.Terlintas dalam benaknya untuk mengajak Alex datang bersamanya, tapi, itu sungguh perbuatan yang lancang. Ya, setelah apa yang dilakukannya pada gadis itu. Edward cukup tahu diri untuk tidak terlalu bertingkah meski tahu bahwa ia menguasai hati dan pikiran Alex.Banyak lelaki hari ini merasa iri padanya karena seorang wanita seksi, berambut panjang dan pirang dengan kedua tonjolan yang memukau di dadanya, duduk di sebelahnya. Ya, ia sengaja mengajak Cornellia Marshall, Asistennya di kanto
Callahan’s ramai oleh suara tamu mengobrol selama jam makan siang di rumah makan itu, sejak jam sebelas sampai jam dua selama hari kerja. Terletak di pusat kota, bangunan yang sudah di restorasi itu, yang dulu pernah dipakai sebagai toko obat pada awal tahun tiga puluhan hingga pertengahan tahun delapan puluhan.Mereka menempati lokasi yang sangat strategis untuk melayani kegiatan bisnis sehari-hari, termasuk karyawan pengadilan, perbankan serta para karyawan yang kantornya tersebar di segala penjuru kota. Pesaing mereka hanya rumah kana cepat saji yang melayani pengendara mobil, dan restoran kecil yang melayani roti isi.Jika seseorang ingin mengadakan rapat atau pertemuan sambil makan siang, Callahan’s-lah tempat yang paling nyaman.Ketika Angela tiba, pelayan mengantarkannya ke meja di belakang yang agak terpencil, di tempat Mark sudah menunggu. Mark, kepala keamanan rumah Sebastian dan Angela yang menggantikan posisi Zoe.Angela sengaja mengajak Mark bertemu di luar. Selain ia tid
Diluar dugaan, Anna mengantar Edward sampai ke depan pintu. Hal itu membuat Edward merasa, minimal ia harus mengundang wanita itu bertemu atau makan malam. Jika ia memang belum yakin dengan perasaannya, bukankah seharusnya ia membalas budi?“Bukankah banyak hal yang harus kau kerjakan, Ann?” tanya Edward. “Dan kau bisa tidak menunggu dan mengantarkanku seperti ini, lagipula...”“Jangan terlalu percaya diri, Ed.”Edward tergagap mendengar ucapan itu. Merasa malu tapi juga sekaligus membenarkan ucapan Anna. Ya, ada apa dengannya? Mengapa ia mengeluarkan kalimat sampah itu dari mulutnya?“Aku hanya terlambat karena mengerjakan beberapa hal tadi. Dan kebetulan waktu selesainya bersamaan dengan waktu kau keluar.”“Ya. Kau benar. Maafkan aku.”Pengecut. Anna mengumpat dirinya sendiri setelah ia mengatakan kalimat itu. Sistem pertahanan dirinya memang luar biasa. Entah ia harus bangga atau marah pada dirinya sendiri saat ini. Ia bangga karena mampu membuat wajah Edward memerah malu sekaligus
Sudah dua hari Edward hanya berada di atas tempat tidur. Dan sudah dua hari Anna melayaninya layaknya seorang pasien. Anna melakukannya secara profesional. Tidak ada candaan nakal atau celetukan yang membuatnya marah.Seharusnya hidup terasa damai, bukan? Tapi entah mengapa, sesuatu terasa hilang. Hambar.Ia benar-benar dilayani seperti orang yang asing bagi Anna. Pagi hari, ia akan masuk ke kamar, mengunjungi Edward, tersenyum dengan hanya bibir yang tertarik ke samping tanpa guratan. Kelihatan sekali sebenarnya ia tidak ingin tersenyum tapi ia memaksakan senyum itu keluar.Lalu kemudian ia akan memeriksa kondisi Edward, memeriksa infus lalu memastikan apa saja yang boleh Edward lakukan hari itu, kemudian ia akan berbicara dengan seorang perawat laki-laki di sampingnya lalu setelah itu ia pergi.Perawat itulah yang datang setiap dua puluh menit sekali, secara rutin memeriksa cairan infus Edward, lalu kondisinya secara keseluruhan. Sedangkan Anna, Ed tidak tahu kemana gadis itu pergi.
Dipenuhi ketidakpastian, Anna berhenti di ambang pintu kamar tamu di rumahnya. Terakhir kali melihat Edward di rumah ini, ia hanya berada di koridor antara ruang tamu dan ruang tengah rumahnya. Tapi kali ini, pria itu tergeletak tak berdaya di kamar tamu.Anna sengaja membawa Edward kerumahnya, bukan ke klinik pengobatan miliknya atau rumah sakit. Sudah menjadi kebiasaan bagi Sebastian, Edward ataupun beberapa orang di perusahaan untuk lebih memilih di rawat di rumah Anna daripada harus kerumah sakit atau klinik.Sekarang, berdiri disini merupakan sebuah momen yang canggung. Edward berbaring di tempat tidur dengan mata tertutup, dengan selang infus yang menempel di tangannya. Terlihat sangat lemah, jauh dari keangkuhan dan sikap arogan yang sering ia tunjukkan.“Dia akan baik-baik saja,” gumam Anna pada dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya, meremas ujung gaun hitam yang ia pakai lalu menghela nafas panjang. Ia hanya takut ketika Edward bangun dan membuka mata, maka pria itu akan mar
Begitu Alex memusatkan perhatian kepada teman makan siangnya, senyum di wajah Edward lenyap. Pandangannya terpusat ke tempat pria di samping Alex yang dengan lancang memeluk pinggang gadis itu.Ingin benar ia menyeberang jalan, merebut Alex dari tangan pria itu, memanggilnya ke tempat yang menjamin privasi lalu mengatakan, “Kau sudah menemukan pria baru, Alexandria Porter?”Pada saat Alex dan pria itu menghilang masuk ke Callahan’s, Edward langsung menyebrang dan mengikuti mereka masuk ke dalam Restoran. Pelayan sedang mengantarkan pasangan itu menuju meja mereka ketika Edward duduk di bar.Ia dapat melihat mereka berdua dari tempatnya, karena area bar letaknya lebih tinggi sekitar satu meter daripada restoran. Ia memesan sekaleng kola dan memasukkan beberapa butir kacang ke dalam mulutnya, berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak peduli.Edward melepaskan kaca mata hitamnya, memasukkannya ke dalam saku kaosnya, dan mengawasi pasangan yang berada di meja di pojok ruangan itu.Edward