Share

Bab 4

Author: Nadira Dewy
last update Last Updated: 2024-12-19 12:03:45

Hendrick terkesiap, tetapi ia berusaha mengubah ekspresinya itu kembali normal, “Karena Kau hanya mencintaiku, paham?!”

Emily tersenyum sinis.

Mendengar kata ‘hanya mencintaiku’ dari mulut Hendrick, membuat jijik.

Plak!

Emily tiba-tiba saja menampar Hendrick!

William tersentak kaget.

Begitu juga dengan Robert yang masih tak percaya dengan apa yang sedang terjadi ini.

Sementara itu, tatapan Hendrick berubah tajam.

Tidak ada yang pernah berani memberikan tamparan seperti itu padanya.

“Emily, apa yang kau lakukan? Kenapa kau menamparku, hah?” protes Hendrick.

Percayalah, pria itu benar-benar sedang menahan diri agar tidak memukul Emily.

Selain masih sangat membutuhkan Emily untuk rencana jahatnya, Hendrick merasa rugi jika membiarkan William menang karena Emily berpihak padanya sekarang.

Namun bukannya takut, Emily justru tersenyum lalu membalas, “Aku tidak bisa menendang mu karena kakiku sakit, jadi aku pikir tamparan itu cukup untuk mengurangi sedikit rasa kesal ku.”

Hendrick mengepalkan tangannya. Lagi-lagi harus menahan diri.

“Apa yang kau lakukan sekarang Pasti karena kau sedang tidak sadar. Jadi, kalau kau datang lagi padaku untuk memohon pengampunan dariku, kau akan membayarnya dengan sangat mahal!” ancamnya, “aku tidak memiliki kesabaran yang terlalu banyak. Jadi, Jangan datang padaku lagi dan mengemis cinta dariku jika kau tidak benar-benar memahami kesalahanmu!”

Hendrick melangkah pergi, amarahnya pun hanya bisa ia tahan di dadanya.

Emily tersenyum senang karena berhasil membalas setidaknya 1% rasa sakit hatinya.

Hanya saja, suara asisten William menginterupsi kebahagiaannya itu.

“Wah, kalian berdua benar-benar sangat totalitas sekali, ya. Sungguh, saya benar-benar sangat tersentuh. Nona Emily, Apakah perlu Saya mendaftarkan anda untuk mengikuti casting?” cemoohnya.

Emily menaikkan satu sisi bibirnya.

Dia tahu perlakuannya tidak baik pada William selama ini. Akan tetapi, perilaku Robert ini kadang-kadang di luar batas wajar antara asisten dan atasan!

“Jadi, apa kau iri, sekretaris Robert? Bagaimana, mau coba rasanya tamparan dariku?” kesal Emily pada pria itu.

“Sudah jangan bertengkar.” Suara bariton William menginterupsi, “lagipula, masih ada tahapan pemeriksaan yang perlu Emily lakukan.”

Emily dan Robert menghela napas.

Mereka tampaknya harus menunda pertengkaran mereka!

***

Drap!

Suara langkah sepatu terdengar di lorong rumah besar itu.

Emily dan William baru saja tiba setelah dokter yang untungnya, menyatakan bahwa kondisi wanita itu cukup membaik untuk pulang ke rumah.

Ruang tengah yang luas dengan dekorasi klasik langsung menyambut keduanya.

Emily diam-diam melirik pria yang berjalan perlahan di sampingnya, tangannya terulur memegang tongkat penuntun.

Setelah duduk di sofa saling berseberangan, Emily menatap William dengan pandangan yang baru.

Wajah pria itu begitu tenang, garis-garis wajahnya sempurna. Ia benar-benar tampan, sesuatu yang baru disadari Emily setelah dua tahun mereka menikah.

“Ya ampun...” Emily keheran. “Tercolok apa mataku sampai-sampai bisa melihat Hendrick menjadi sangat sempurna?” bisiknya.

Emily menghela napas panjang.

Penyesalan menyelimuti hatinya. Betapa bodohnya ia karena selama ini mengabaikan William dan malah mengejar Hendrick, pria yang hanya membawa luka dalam hidupnya.

Pikiran itu membuat dadanya sesak.

Tak lama, langkah kaki lain terdengar. Robert masuk membawa selembar dokumen di tangannya. “Tuan, ini dokumennya,” katanya dengan sopan.

William mengulurkan tangannya, lalu Robert menyerahkan dokumen itu.

Dengan gerakan penuh kehati-hatian, William meletakkannya di meja di depannya, tepat di antara dia dan Emily.

“Emily,” suara William terdengar tenang namun tegas, “ini adalah dokumen yang perlu kau sepakati jika kau benar-benar ingin tetap berada di sisiku dan mempertahankan pernikahan kita.”

Emily menatap dokumen itu dengan sedikit ragu, namun rasa ingin tahu mengalahkan segalanya. Ia meraihnya dengan cepat, membuka halaman pertama, dan mulai membaca.

1. Emily tidak boleh pergi dari rumah tanpa izin William.

2. Emily tidak boleh memiliki hubungan apapun dengan Hendrick maupun pria lainnya, baik secara langsung maupun melalui media sosial.

3. Emily harus berhenti membuang uang untuk hal-hal yang tidak penting.

4. Emily tidak boleh lagi menggunakan pakaian seksi di luar rumah.

5. Emily harus mulai terbuka dalam segala hal kepada William.

6. Emily tidak boleh lagi tinggal di kamar terpisah dari William.

7. Jika Emily kedapatan membantu Hendrick untuk merebut proyek besar di perusahaan William, maka Emily akan menanggung biaya ganti rugi secara keseluruhan.

Emily menyelesaikan bacaannya dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. Ia menatap William, yang wajahnya tetap tenang tanpa emosi berlebih.

“Apakah ada yang tidak kau setujui?” tanya William, kepalanya sedikit miring ke arah Emily.

Emily menggeleng perlahan. “Tidak, aku setuju,” jawabnya dengan suara lembut.

Tidak ada poin dalam dokumen itu yang terasa memberatkan.

Ia bahkan merasa lega. Baginya, William, dengan kondisinya yang buta, tidak mungkin melakukan sesuatu yang aneh atau berbahaya.

“Baiklah,” kata William singkat. “Jika begitu, tanda tangani.”

Emily mengambil pena yang telah disiapkan di samping dokumen, lalu menuliskan namanya di bawah perjanjian itu.

“Sudah ditandatangani, Tuan,” ucap Robert, mengabarkan.

William tersenyum samar, sebuah senyum yang sulit diartikan.

“Kau sudah membuat keputusan, Emily,” ucap William perlahan. “Dan aku harap kau tidak akan menyesalinya.”

Emily merasa ada sesuatu di balik kata-kata itu, namun ia memilih untuk mengabaikannya.

Ini hanyalah awal baru dalam memperbaiki hubungan pernikahan mereka.

Ia tidak tahu bahwa keputusan ini akan membawa hidupnya ke arah yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan.

Beberapa saat kemudian.

William duduk di ruang kerjanya, jari-jarinya mengetuk pelan permukaan meja kayu mahoni.

Suara langkah Robert terdengar semakin dekat, lalu pria itu masuk.

“Tuan, Nyonya Emily sudah menandatangani dokumen itu, bagaimana selanjutnya?” kata Robert.

William menegakkan kepalanya sedikit, ekspresi wajahnya tetap tenang meski ada sedikit kerutan di dahinya. “Biarkan saja, Robert. Aku pun menginginkan Emily, seperti ini juga bagus,” jawabnya. “Ngomong-ngomong, bagaimana ekspresi Emily saat menandatanganinya?”

“Tidak ada keraguan atau ekspresi yang menunjukkan ketidaksetujuan. Nona Emily membacanya dan langsung menandatanganinya.”

William terdiam. Pikiran di kepalanya berputar cepat.

Kenapa Emily berubah begitu drastis? Apa yang membuatnya begitu mudah menyetujui perjanjian itu?

Padahal, poin ke-7 dalam dokumen itu jelas ditulis dengan cetakan tebal agar Emily bisa memahaminya dengan baik: Emily akan menanggung biaya ganti rugi bila dirinya kedapatan membantu Hendrick.

William sengaja menambahkan poin itu untuk menguji kesungguhan Emily.

Ia ingin tahu apakah Emily benar-benar siap berkomitmen atau hanya mencoba memperbaiki kesan buruknya di mata William.

Namun, kenyataan bahwa Emily tidak menunjukkan keberatan justru membuatnya bingung.

“Apakah dia ada mengatakan sesuatu tanpa aku tahu?” tanya William akhirnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 5

    Robert menggeleng. “Sepertinya, tidak, Tuan. Dia hanya membaca, mengangguk, lalu menandatangani dokumen itu.”William menghela napas panjang. Ada sesuatu yang aneh. Emily, yang selama ini dikenal keras kepala dan sering melawan, tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang patuh dan tidak mempertanyakan apa pun.“Aku ingin kau memperhatikan Emily lebih dekat, Robert,” kata William akhirnya. “Aku juga akan memantaunya.”Robert mengerutkan keningnya. “Tuan, apa Anda yakin? Bagaimana kalau Nona Emily curiga dengan—”William memotong pembicaraan, “Tenang saja. Aku paham bagaimana aku harus bersikap.”“Baik, Tuan.” Robert membungkuk sedikit sebelum meninggalkan ruangan.Begitu Robert keluar dari ruangan itu, tak sengaja ia pun mendengar Emily sedang bicara di telepon.“Ada apa lagi, Hendrick?” tanya Emily, suaranya terdengar kesal. “Kenapa aku harus menemui mu? Ah, baiklah... Kau di mana sekarang?”“Dia benar-benar masih lah rubah betina yang licik,” gumam Robert pelan. “Jangan kira aku akan m

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 6

    Malam itu menjadi malam pertama bagi Emily dan William untuk tidur di ranjang yang sama sejak dua tahun pernikahan mereka. Suasana kamar yang sunyi hanya diiringi suara pendingin ruangan membuat Emily merasa canggung sekaligus gugup. Ia tidak pernah membayangkan akan berada di situasi seperti ini. Emily bergumam pelan, “Bagus juga kalau William buta. Aku mau pakai baju tidur model apa saja, dia tidak mungkin bisa melihat, kan?” Dengan santai, Emily mengambil pakaian tidur yang biasa ia gunakan, model yang terbuka dan cukup seksi. Meski ia tahu ada batasan tertentu dalam perjanjian mereka, tapi itu hanya berlaku di luar rumah. Di rumah sendiri, tentu saja ia merasa bebas. Emily berbaring di sebelah William, merasa lebih tenang karena yakin pria itu tidak akan menyadari apa pun. Namun, ia tidak tahu bahwa kehadirannya memberikan dampak yang tidak biasa pada William. William berdehem mengusir perasaan tak nyaman. Wangi parfum lembut Emily, gerakan tubuhnya di kasur, hingga

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 7

    Emily pun membuang napas, menunjukkan ekspresi yang begitu yakin, “Sekarang. Mulai sekarang, aku akan mempedulikan kenyamanan mu.”Tidak membalas, William hanya tersenyum tipis. “Sudahlah...” Emily bersiap untuk bangkit. “Aku akan pergi ke dapur, coba membuat sarapan untuk kita.”“Baiklah, aku akan mencicipi masakan mu dengan bersemangat,” ungkap William. Emily pun tersenyum. Ia bergegas keluar dari kamar. Di dapur, Emily membuka lemari es dan memeriksa isinya. Matanya tertuju pada sepotong ikan segar yang tersimpan rapi. “Baiklah,” gumamnya pelan. “Aku akan mencoba membuat menu sarapan ala Eropa.” Emily tidak terlalu pandai memasak, tetapi ada semangat baru dalam dirinya. Ia ingin membuat sesuatu yang istimewa untuk William. Dengan cepat, ia mengumpulkan bahan-bahan sederhana, ikan, lemon, mentega, dan beberapa bumbu. Tangannya bergerak cekatan saat ia menyiapkan bahan-bahan itu. “William dulu pernah bilang, dia tidak butuh sesuatu yang sempurna, hanya sesuatu yang tulus,”

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 8

    “Emily, kau di sini?” tanya William. Gelagapan, Emily tidak tahu harus mengatakan apa. Ah, tapi dia tidak bisa bohong! William sudah mendengar suaranya tadi. “I–iya, aku baru saja datang, William,” jawab Emily, gugup. “Benarkah?” William tersenyum, membuat Emily merasa malu. “J–jangan tersenyum seperti itu, William! Aku tidak melihat anumu, kok. Sumpah, deh!” “Pft!” William pun menahan tawa, “baiklah, aku percaya padamu.”“Ih!!” Emily menghentakkan kakinya, merasa kesal karena William pasti tidak percaya, dan tengah menggodanya. ****Pagi itu, William dan Emily duduk bersama di meja makan. Emily dengan cekatan menyendokkan makanan ke piring William, lalu ke piringnya sendiri. “Silakan, William,” katanya lembut sambil meletakkan piring di hadapan pria itu. William mengendus aroma makanan di depannya. Ada sesuatu yang familiar, tetapi ia tidak bisa langsung menebak apa itu. “Emily, makanan apa ini?” Emily menjawab cepat, “Aku memasak ikan segar. Menu sederhana, tapi aku

    Last Updated : 2025-01-02
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 9

    “Apa kau berniat membunuh Tuan William, Nyonya Emely?!” Pertanyaan itu membuat Emily membeku. Namun, belum sempat Emely bertanya tentang apa maksudnya, Robert sudah berlari menuju ke ruang kerja William. “Kenapa? Apa yang salah dengan ikan ini?” gumam Emily, kebingungan sendiri. Tidak, ini bukan waktunya bingung! Emily segera bangkit dari duduknya, meninggalkan tempat tersebut. Ia pun ikut berlari menuju ke ruang kerja William. “Tuan William, apa yang anda lakukan?!” tanya Robert. Pria itu terdengar membentak dengan penuh emosi, membuat Emely yang baru diambang pintu membeku. ‘Kenapa Robert kesal begitu,’ pikirnya. Emily segera masuk ke dalam ruangan itu. Dugg! Jantung Emily seperti akan copot. Ia masih berdiri di ambang pintu ruang kerja William, tubuhnya semakin gemetar hebat. Di depan matanya, Will

    Last Updated : 2025-01-07
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 10

    Emily masih bersimpuh di depan pintu ruang kerja William, air matanya mengalir tanpa henti. Di dalam ruangan, dokter yang juga sahabat William sedang menangani, ditemani oleh beberapa pelayan yang mondar-mandir membawa peralatan dan obat-obatan. Robert berdiri di samping pintu, wajahnya penuh amarah dan ketegasan. “Tetap di sini, Nyonya Emily yang terhormat,” katanya mencemooh.” Jangan coba-coba masuk. Biarkan orang paham apa yang harus mereka lakukan yang menangani ini,” peringatnya dengan nada dingin. Emily hanya bisa mengangguk kecil, tidak mampu melawan kata-kata Robert. Tangannya meremas rok yang ia kenakan, mencoba menahan isak tangis yang keluar semakin keras. Namun, ia tahu bahwa penyesalannya sekarang tidak akan mengubah apa pun. Beberapa waktu kemudian, handle pintu berputar. Emily segera bangkit ketika dokter keluar dari ruangan itu. Dokter itu

    Last Updated : 2025-01-07
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 11

    Emily duduk di samping William yang masih terbaring lemah. Wajahnya memerah karena pembicaraan yang baru saja mereka lakukan. “Melahirkan keturunan untuk William... artinya, aku dan William harus melakukan itu?” batinnya. William masih menunggu tanggapan dari Emily, jelas tidak bisa membaca situasi kalau Emily tidak bersuara. “Jadi, kau setuju?” tanya William lagi, suaranya tenang namun penuh dengan makna. Emily menelan ludahnya, wajahnya semakin panas. Ia tidak menyangka William akan membicarakan hal ini begitu langsung, apalagi dalam kondisi seperti sekarang. Namun, ia tahu bahwa ini adalah bagian dari kesepakatan mereka, bagian dari masa depan mereka bersama. “Aku harus menebus kesalahan besar yang aku lakukan sebelumnya,” batin Emily. “Kau pasti ragu, ya?” ujar William. “Tidak, kok. Aku...” Emily menggigit bi

    Last Updated : 2025-01-07
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 12

    “Ah, tidak ada, cuma—” Emily melotot kaget dengan dahinya yang mengernyit. “William, kau tahu dari mana kalau aku sedang membaca pesan?” William terdiam sejenak, tersenyum lalu berkata, “Aku mendengar getar ponsel mu. Orang buta memiliki pendengaran yang lebih baik, jangan meremehkannya.” Mendengar itu, Emily pun terdiam. Meski memang kebanyakan seperti itu, anehnya hatinya seperti menolak untuk percaya. Menggelengkan kepalanya, Emily tidak ingin berpikir buruk tentang William dari segi apapun. “Iya, baguslah...” ujar Emily. Kembali ponsel Emily bergetar, pesan dari Hendrick kembali masuk. “Emily Sayangku, kau tidak lupa membawa ku untuk bertemu dengan Paman Xavier tanggal 29 nanti, kan? Aku akan menjemputmu, sudah beli juga pakaian baru untukmu.” “Set perhiasan yang kau mau sudah aku belikan. Anggap ini sebagai permintaan maaf dariku yang tidak memahami mu be

    Last Updated : 2025-01-08

Latest chapter

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 185

    Mendengar itu, Sebastian pun tersenyum sinis. “Kau pikir apa yang akan dilakukan jika sudah sampai di pesisir pantai, hah? Tidak ada kapal yang melintas melewati Pulau ini. Usaha itu hanya akan sia-sia saja.” Kelly tertunduk lesu. Entah Bagaimana caranya dia bisa sedikit berguna untuk Hendrick. Hendrick membuang napas kasarnya. Dia benar-benar sudah pasrah. Bahkan entah sudah berapa kali saja dia mencoba untuk bunuh diri meski gagal karena dia tidak sanggup dengan rasa sakitnya. ****Sore itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya di JB fashion, Emily langsung menuju kantor William. Kedatangannya sudah dikabarkan oleh salah satu pegawai, sehingga ia tidak menemui hambatan apapun.Saat tiba di depan pintu kantor William, Emily mengetuk pintu sekali sebelum langsung masuk. William sudah memperbolehkannya sebelumnya. namun begitu ia masuk, hal pertama yang dicari adalah Elle. “Hari ini kau pulang lebih cepat, ya?”

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 184

    Pertanyaan dari Robert barusan membuat William tersenyum. “Apa yang berani dia lakukan kalau Elle tidak mau berpisah dariku?” Mendengar itu, Robert pun menganggukkan kepalanya. “Saya berharap, anda tidak akan merasakan yang sama lagi.” William menganggukkan kepalanya. “Kali ini, Aku cukup yakin bisa membuat wanita itu terus menempel padaku.” “Baiklah, Saya berharap seperti itu,” ujar Robert. William mengarahkan tatapan matanya kepada Robert, memperhatikan pria itu dengan apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Pada akhirnya, Ia pun menyampaikan apa yang ingin dikatakannya. “Robert, ini sudah cukup. Apa kau masih harus bersikap sinis kepada Azura?” Ada perasaan aneh yang sulit untuk diungkapkan Robert saat ini. Tapi, dia juga tidak ingin William berpikir terlalu jauh. “Sebenarnya, aku sendiri tidak memperlakukan Nona Azura dengan sinis. Tapi, dia yang melakukan sebaiknya. Saya sudah mencoba untuk lunak

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 183

    Di ruangan kerja Anastasia, wanita itu dan Emily duduk berhadapan, beseberangan meja. Emily terdiam, menunggu Anastasia memulai pembicaraan. Sejak tadi, wanita itu terus saja mengarahkan tatapan tajamnya kepada Emily. ”Kenapa kau tidak datang ke kantor kemarin?” tanya Anastasia. Jangan tanya apakah tatapan tajamnya sudah mereda, sama sekali tidak. “... Maaf. Ada beberapa hal yang terjadi, namun saya tidak bisa menyampaikannya kepada anda,” jawab Emily. Mendengar jawaban itu, Anastasia pun tersenyum kesal. Ia menggigit bibir, sementara ia sendiri juga tengah mengatur emosinya agar tidak meledak-ledak. “Dengarkan aku baik-baik, Rose. William itu adalah kekasihku. Kenapa kau bisa melakukan semua itu bahkan di hadapanku?” tanya Anastasia. Suaranya memang terdengar datar, tapi jelas penuh tekanan. Emily menunduk sejenak sebelum dia menjawab pertanyaan itu. “Nona Anastasia, Anda juga melihat sendiri dengan sep

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 182

    Setelah percakapan panjang dan melelahkan itu, akhirnya William pun mengalah. Ia membiarkan Emily menyelesaikan proyeknya di perusahaan JB fashion. Namun, tentu saja, William tidak akan menyerah begitu saja tanpa mendapatkan sesuatu sebagai imbalan. “Karena aku sudah memberikan persetujuan yang harganya sangat mahal, maka kau harus membayarnya kembali,” kata William dengan tatapan penuh maksud. “Kau harus melayaniku sampai aku tidak bisa bangun besok pagi.”Emily menelan ludah, merasa wajahnya mulai memanas. Ia ingin menolak, tapi ia tahu William tidak akan menerima penolakan apapun. Namun, rencana William gagal total. Elle tiba-tiba masuk ke kamar dengan mata mengantuk, menyeret boneka yang ada di kamarnya tadi. “Ayah...” panggilnya pelan sebelum langsung naik ke tempat tidur dan memeluk William erat-erat. William membeku. Ia menatap bocah kecil itu yang dengan nyaman menempel padanya, lalu melirik Emily yang justru terseny

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 181

    “William, maaf... Aku tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Aku salah, maafkan aku,” ucap Emily, suaranya gemetar. Benar, dia sama sekali tidak pernah memikirkan soal apa yang dikatakan oleh William barusan. Mendengar itu, William pun membuang napas kasarnya yang terasa begitu berat. “Aku tidak bohong bahwa aku membenci keputusanmu, kau yang begitu sembrono. Apakah yang aku lakukan dan pengorbananku masih belum cukup untuk membuat hatimu teguh berada di sisiku? Kenapa kau mudah sekali terpengaruh oleh ucapan Nenek ku, tapi tidak terpengaruh oleh semua yang aku lakukan?”Emily menggigit bibir bawahnya, merasa semakin bersalah. Kepergiannya bukan hanya menyiksa dirinya sendiri, tapi menyiksa William dan juga, Elle. “Emily, aku tidak bohong bahwa aku bahagia dengan kenyataan kau baik-baik saja. Bahkan, kau juga memberikan putri yang cantik dan cerdas untukku. Tapi, kenapa aku harus menunggu selama ini? Bahkan, kau juga masih ingin kab

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 180

    William membawa Emily dan Elle pulang ke rumah mereka. Sesampainya di sana, Elle nampak bersemangat karena rumah William besar dan mewah, halamannya luas, ada taman samping juga. “Ini rumah kita, Yah?” tanya Elle, matanya berbinar bahagia. William tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Tentu saja. Bagaimana? Kau suka?” Elle mengangguk cepat, nampak begitu bahagia. “Iya, suka!” Emily tersenyum. Dia tidak menyangka kalau pada akhirnya dia akan kembali ke rumah itu, bertambah anggota keluarga juga. Rasanya, bertahun-tahun meninggalkan William tidak ada perubahan apapun di dalam hidupnya secara signifikan. William menurunkan Elle dari gendongan, membiarkan putri kecilnya itu mengeksplor ruangan. Pelayan yang ada di rumah langsung sigap menemani Elle. Mereka sempat merasa terkejut. Padahal, kembalinya Emily cukup membuat mereka kaget, sek

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 179

    Emily menunduk sambil menggigit bibir bawahnya. William duduk di hadapannya dengan ekspresi dingin sambil memangku Elle. Bocah itu tidak mau jauh dari ayahnya. “Maaf. Aku hanya takut kau akan membawa Elle pergi dariku,” ucap Emily lagi. Dia sudah coba menjelaskan tadi, tapi tatapan tajam William membuatnya gugup. Emily mengangkat wajahnya, menatap William dan Elle. Hah...? Emily benar-benar keheranan, bagaimana bisa ayah dan anak itu berekspresi sama sambil menatapnya? Mereka tidak pernah bertemu sebelumnya, Kenapa mereka menjadi sangat kompak seperti itu? Akhhh! Emily merasa ngilu dadanya, dia cemburu. “Ayah kenapa tidak boleh membawaku? Aku juga mau ikut Ayah kok, Bu,” ujar Elle dengan ekspresi wajahnya yang polos. William tersenyum tipis, penuh kemenangan. Emily mencebikkan bibirnya, jelas dia merasa makin cemburu. “Baiklah, bisakah kau sebutkan

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 178

    Emily perlahan berjalan mendekat. Ia pun berbaring di sisi lain tempat tidur. Lelah sekali, tubuhnya juga sakit semua. Tidak butuh waktu lama, Emily juga langsung terlelap. William membuka matanya. Dia menatap Elle dan Emily. Ia mulai membayangkan kehidupan seperti apa yang Emily dan Elle jalani selama ini. Bagaimana bisa Emily membesarkan Elle sendiri namun putrinya itu bisa mengenali Ayahnya bahkan saat tidak pernah bertemu sama sekali sebelumnya? “Setelah dipikirkan lagi, sepertinya, kau juga menjalani hari yang sulit, kan? Kenapa kau harus melakukan semua ini? Tapi... berkat kau pergi, aku pun makin sadar bahwa aku tidak pernah ingin membencimu walaupun aku bertekad. Emily, terimakasih sudah hidup dengan baik-baik saja selama ini. Terimakasih karena kau melahirkan anakku dengan baik dan membuatnya mengenaliku,” ucap William di dalam hatinya. Perlahan, ia pun meraih tangan Emily dan menggenggamnya.

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 177

    Emily dan William sampai di mansion Tuan Xavier. Kedatangan mereka disambut oleh keluarga dengan ekspresi bingung. Julia dan Johan saling menatap dengan segala pemikiran mereka. Sean membuang napas kasarnya saat melihat Emily dan William di depan pintu. “Sudah kubilang, Emily itu tidak berprinsip. Jauh-jauh dia pergi sampai empat tahun lebih, akhirnya kembali ke William juga, kan?”“Diam! Siapa yang tidak berprinsip?!” kesal Emily. “Aku cuma... dipaksa William saja! Aku juga bukan perempuan yang mudah seperti yang Kakak pikirkan.”Sean tersenyum, menaikkan satu sisi bibirnya. “Ah, lalat sekarat saja tidak mungkin percaya ucapan mu, Emily.”Julia menyikut Sean, melotot, meminta kepada Sean untuk menutup mulutnya. Emily merengut kesal. Yah... apapun yang dia katakan mana mungkin mereka percaya?William menghela napasnya. “Kaki ku sudah pegal berdiri. Kapan kalian akan memberikan jalan untukku?”Mereka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status