Share

Bab 3

Author: Nadira Dewy
last update Last Updated: 2024-12-19 12:03:41

Di luar ruangan, asisten William tampak menatapnya, bingung.  “Tuan, Anda keluar begitu saja?” tanya Robert, bingung.

William menghela napasnya lalu menjawab, “Akan aneh kalau aku tetap di sana, Robert.”

Mendengar itu, Robert sejenak menatap pintu ruangan yang tertutup. “Anda benar-benar memiliki kesabaran seluas angkasa untuk istri Anda dan selingkuhannya itu,” sindirnya, “Padahal, Anda pasti melihat wajah bajingan Hendrick tadi, kan? Ah, Saya kesal sekali!” 

William hanya tersenyum. “Duh, bagaimana, ya? Kau lupa aku ini orang buta, Robert?”

Robert pun mendengus. “Tuan, ini bukan waktunya bercanda. Jelas-jelas, Anda--”

Ucapan keduanya berhenti kala Hendrick tampak kesal kala keluar dari ruangan itu.

Pria itu masih tak mengerti, mengapa Emily berubah sedemikian rupa? Apakah kepalanya terbentur tadi?

Namun saat Hendrick bersitatap dengan Robert, segera dikendalikan ekspresinya itu.

Dengan sombong, ia bahkan melangkah dengan wajah pongah ke hadapan sang kakak tiri. “William, jelas-jelas Emily selalu menolakmu, Kenapa kau dengan tidak tahu malunya selalu menempel padanya seperti ini, hemm?”

William tidak memberikan tanggapannya.

Matanya yang “buta” itu memberikan tatapan datar.

Hanya saja, Robert justru tampak membara. “Jaga bicara Anda, Pak Hendrick,” peringatnya. “Jangan pikir kami sama sekali tidak mengetahui tujuan Anda.”

Mendengar itu, Hendrick sama sekali tidak merasa gentar.

Ia cukup yakin bahwa pada akhirnya seluruh dunia akan berada di bawah kakinya.

“William cuma seorang pria buta. Kalau bukan karena wasiat dari kakek, apakah dia pantas menduduki tempat sebagai CEO atau menikahi Emily?” tanya Hendrick, mengejek. “Sejatinya, William malang ini tidak dapat memiliki apapun.”

“Tutup mulut Anda, Tuan Hendrick!” ucap Robert, kesal.

Hendrick sudah sangat keterlaluan.

Jika bukan karena rencana mereka, ia pastikan mulut Hendrick sudah robek karena tidak kenal sopan santun.

Namun, adik tiri William yang tak tahu diri itu memang sangat arogan.

Alih-alih takut, Hendrick justru tertawa kembali “Haha… Robert sebaiknya kau cari tempat baru saja. Lihatlah, atasanmu itu hanya bisa berdiri dan mendengarkannya saja. Pasti berat jadi sekretaris CEO tak berguna sepertinya, kan?”

William terus berekspresi datar. Namun, tangannya mengepal kuat, terlebih kala Hendrick makin menjadi-jadi.

“Tidak memiliki mata yang berguna, tidak memiliki Ibu yang bisa merawat, tidak memiliki kasih dari ayah, tidak memiliki istri yang kau cintai meskipun dia tetap di sisimu, kau tidak memiliki apapun!”

Cukup sudah!

Robert tidak tahan lagi. Dia sudah bersiap maju bersama kepalannya yang penuh amarah.

Namun belum sempat melayang ke wajah Hendrick, sesuatu yang tidak ada dalam ekspektasi mereka semua justru terjadi.

“Sayang,” panggil Emily.

Mendengar itu, Hendrick sontak tersenyum dan memasang wajah malaikat.

Dia bahkan merentangkan tangan karena yakin bahwa Emily pasti ingin memeluknya dan meminta maaf karena memperlakukannya dengan buruk barusan.

Hanya saja, Emily yang kakinya sedang pincang–langsung memeluk William. “Sayang, Kenapa tidak masuk lagi ke dalam?”

Hah?

Mereka bertiga benar-benar tak percaya.

“Sayang, kau salah memeluk orang!” protes Hendrick segera.

“Apa otak wanita ini loncat keluar saat kecelakaan?” bisik Robert pada William yang mengerutkan keningnya.

Seperti Hendrick, dia yakin sekali kalau Emily pasti salah memeluk orang.

Namun, Emily mengabaikan kebingungan mereka dan terus memeluk William.

“Emily, lihatlah baik-baik Siapa yang kau peluk saat ini. Jangan kira aku terlalu mirip dengan Hendrick, kami jauh berbeda,” tegas William tampak jengah.

Dia menyembunyikan amarah dan kecemburuan jika memang benar Emily salah memeluk orang.

Mendengar itu, Emily pun membuang napas. “Suamiku, aku memang mengalami kecelakaan. Tapi, aku masih bisa menggunakan mataku dengan baik, kok...” jawab Emily kembali tersenyum.

“Pasti gegar otak parah,” gumam Robert, tanpa sadar.

Di sisi lain, Hendrick tidak bisa lagi berlama-lama melihat Emily memeluk William.

Dengan gerakan yang memaksa, Hendrick memisahkan Emily dari William.

“Ahhh!!” pekik Emily, memegang lengannya yang sebenarnya tidak terlalu sakit.

Yah, hanya akting saja.

“Apa yang terjadi, Emily?” tanya William, panik.

Emily menatap Hendrick dengan tatapan kesal. “Kenapa kau menyakitiku, Hendrick?” protesnya.

Mendengar itu, William terkesiap. “Hendrick, apa kau sudah gila?”

Hendrick menatap Emily dengan tetapan marah. “Emily, aku bisa memaklumi sikap buruk mu karena kau pasti sedang dalam keadaan yang tidak stabil karena kecelakaan itu. Tapi kalau kau memeluk William seperti itu, aku tidak akan membiarkannya!”

William memilih diam.

Sekarang, dia hanya akan mendengarkan apa yang diucapkan oleh Emily.

Bagaimana sikap wanita itu terhadap pria yang selama ini dicintainya habis-habisan.

Robert yang menjadi kebingungan hingga lupa dengan amarahnya, memutuskan untuk melihat drama apa yang sedang dilakukan oleh Emily dan Robert.

Pria itu jelas menganggap apa yang dilakukan oleh Hendrick dan juga Emily adalah trik baru, kelicikan baru.

“Kenapa kau bicara seperti itu, Hendrick?” balas Emily. “William adalah suamiku, Kenapa memeluknya tidak boleh?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Kesadaran penuh untuk sang suami yang selama ini telah dibenci tetapi tetap dapatkan perlindungan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 4

    Hendrick terkesiap, tetapi ia berusaha mengubah ekspresinya itu kembali normal, “Karena Kau hanya mencintaiku, paham?!”Emily tersenyum sinis. Mendengar kata ‘hanya mencintaiku’ dari mulut Hendrick, membuat jijik.Plak!Emily tiba-tiba saja menampar Hendrick!William tersentak kaget. Begitu juga dengan Robert yang masih tak percaya dengan apa yang sedang terjadi ini.Sementara itu, tatapan Hendrick berubah tajam. Tidak ada yang pernah berani memberikan tamparan seperti itu padanya.“Emily, apa yang kau lakukan? Kenapa kau menamparku, hah?” protes Hendrick.Percayalah, pria itu benar-benar sedang menahan diri agar tidak memukul Emily.Selain masih sangat membutuhkan Emily untuk rencana jahatnya, Hendrick merasa rugi jika membiarkan William menang karena Emily berpihak padanya sekarang.Namun bukannya takut, Emily justru tersenyum lalu membalas, “Aku tidak bisa menendang mu karena kakiku sakit, jadi aku pikir tamparan itu cukup untuk mengurangi sedikit rasa kesal ku.”Hendrick mengep

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 5

    Robert menggeleng. “Sepertinya, tidak, Tuan. Dia hanya membaca, mengangguk, lalu menandatangani dokumen itu.”William menghela napas panjang. Ada sesuatu yang aneh. Emily, yang selama ini dikenal keras kepala dan sering melawan, tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang patuh dan tidak mempertanyakan apa pun.“Aku ingin kau memperhatikan Emily lebih dekat, Robert,” kata William akhirnya. “Aku juga akan memantaunya.”Robert mengerutkan keningnya. “Tuan, apa Anda yakin? Bagaimana kalau Nona Emily curiga dengan—”William memotong pembicaraan, “Tenang saja. Aku paham bagaimana aku harus bersikap.”“Baik, Tuan.” Robert membungkuk sedikit sebelum meninggalkan ruangan.Begitu Robert keluar dari ruangan itu, tak sengaja ia pun mendengar Emily sedang bicara di telepon.“Ada apa lagi, Hendrick?” tanya Emily, suaranya terdengar kesal. “Kenapa aku harus menemui mu? Ah, baiklah... Kau di mana sekarang?”“Dia benar-benar masih lah rubah betina yang licik,” gumam Robert pelan. “Jangan kira aku akan m

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 6

    Malam itu menjadi malam pertama bagi Emily dan William untuk tidur di ranjang yang sama sejak dua tahun pernikahan mereka. Suasana kamar yang sunyi hanya diiringi suara pendingin ruangan membuat Emily merasa canggung sekaligus gugup. Ia tidak pernah membayangkan akan berada di situasi seperti ini. Emily bergumam pelan, “Bagus juga kalau William buta. Aku mau pakai baju tidur model apa saja, dia tidak mungkin bisa melihat, kan?” Dengan santai, Emily mengambil pakaian tidur yang biasa ia gunakan, model yang terbuka dan cukup seksi. Meski ia tahu ada batasan tertentu dalam perjanjian mereka, tapi itu hanya berlaku di luar rumah. Di rumah sendiri, tentu saja ia merasa bebas. Emily berbaring di sebelah William, merasa lebih tenang karena yakin pria itu tidak akan menyadari apa pun. Namun, ia tidak tahu bahwa kehadirannya memberikan dampak yang tidak biasa pada William. William berdehem mengusir perasaan tak nyaman. Wangi parfum lembut Emily, gerakan tubuhnya di kasur, hingga

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 7

    Emily pun membuang napas, menunjukkan ekspresi yang begitu yakin, “Sekarang. Mulai sekarang, aku akan mempedulikan kenyamanan mu.”Tidak membalas, William hanya tersenyum tipis. “Sudahlah...” Emily bersiap untuk bangkit. “Aku akan pergi ke dapur, coba membuat sarapan untuk kita.”“Baiklah, aku akan mencicipi masakan mu dengan bersemangat,” ungkap William. Emily pun tersenyum. Ia bergegas keluar dari kamar. Di dapur, Emily membuka lemari es dan memeriksa isinya. Matanya tertuju pada sepotong ikan segar yang tersimpan rapi. “Baiklah,” gumamnya pelan. “Aku akan mencoba membuat menu sarapan ala Eropa.” Emily tidak terlalu pandai memasak, tetapi ada semangat baru dalam dirinya. Ia ingin membuat sesuatu yang istimewa untuk William. Dengan cepat, ia mengumpulkan bahan-bahan sederhana, ikan, lemon, mentega, dan beberapa bumbu. Tangannya bergerak cekatan saat ia menyiapkan bahan-bahan itu. “William dulu pernah bilang, dia tidak butuh sesuatu yang sempurna, hanya sesuatu yang tulus,”

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 8

    “Emily, kau di sini?” tanya William. Gelagapan, Emily tidak tahu harus mengatakan apa. Ah, tapi dia tidak bisa bohong! William sudah mendengar suaranya tadi. “I–iya, aku baru saja datang, William,” jawab Emily, gugup. “Benarkah?” William tersenyum, membuat Emily merasa malu. “J–jangan tersenyum seperti itu, William! Aku tidak melihat anumu, kok. Sumpah, deh!” “Pft!” William pun menahan tawa, “baiklah, aku percaya padamu.”“Ih!!” Emily menghentakkan kakinya, merasa kesal karena William pasti tidak percaya, dan tengah menggodanya. ****Pagi itu, William dan Emily duduk bersama di meja makan. Emily dengan cekatan menyendokkan makanan ke piring William, lalu ke piringnya sendiri. “Silakan, William,” katanya lembut sambil meletakkan piring di hadapan pria itu. William mengendus aroma makanan di depannya. Ada sesuatu yang familiar, tetapi ia tidak bisa langsung menebak apa itu. “Emily, makanan apa ini?” Emily menjawab cepat, “Aku memasak ikan segar. Menu sederhana, tapi aku

    Last Updated : 2025-01-02
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 9

    “Apa kau berniat membunuh Tuan William, Nyonya Emely?!” Pertanyaan itu membuat Emily membeku. Namun, belum sempat Emely bertanya tentang apa maksudnya, Robert sudah berlari menuju ke ruang kerja William. “Kenapa? Apa yang salah dengan ikan ini?” gumam Emily, kebingungan sendiri. Tidak, ini bukan waktunya bingung! Emily segera bangkit dari duduknya, meninggalkan tempat tersebut. Ia pun ikut berlari menuju ke ruang kerja William. “Tuan William, apa yang anda lakukan?!” tanya Robert. Pria itu terdengar membentak dengan penuh emosi, membuat Emely yang baru diambang pintu membeku. ‘Kenapa Robert kesal begitu,’ pikirnya. Emily segera masuk ke dalam ruangan itu. Dugg! Jantung Emily seperti akan copot. Ia masih berdiri di ambang pintu ruang kerja William, tubuhnya semakin gemetar hebat. Di depan matanya, Will

    Last Updated : 2025-01-07
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 10

    Emily masih bersimpuh di depan pintu ruang kerja William, air matanya mengalir tanpa henti. Di dalam ruangan, dokter yang juga sahabat William sedang menangani, ditemani oleh beberapa pelayan yang mondar-mandir membawa peralatan dan obat-obatan. Robert berdiri di samping pintu, wajahnya penuh amarah dan ketegasan. “Tetap di sini, Nyonya Emily yang terhormat,” katanya mencemooh.” Jangan coba-coba masuk. Biarkan orang paham apa yang harus mereka lakukan yang menangani ini,” peringatnya dengan nada dingin. Emily hanya bisa mengangguk kecil, tidak mampu melawan kata-kata Robert. Tangannya meremas rok yang ia kenakan, mencoba menahan isak tangis yang keluar semakin keras. Namun, ia tahu bahwa penyesalannya sekarang tidak akan mengubah apa pun. Beberapa waktu kemudian, handle pintu berputar. Emily segera bangkit ketika dokter keluar dari ruangan itu. Dokter itu

    Last Updated : 2025-01-07
  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 11

    Emily duduk di samping William yang masih terbaring lemah. Wajahnya memerah karena pembicaraan yang baru saja mereka lakukan. “Melahirkan keturunan untuk William... artinya, aku dan William harus melakukan itu?” batinnya. William masih menunggu tanggapan dari Emily, jelas tidak bisa membaca situasi kalau Emily tidak bersuara. “Jadi, kau setuju?” tanya William lagi, suaranya tenang namun penuh dengan makna. Emily menelan ludahnya, wajahnya semakin panas. Ia tidak menyangka William akan membicarakan hal ini begitu langsung, apalagi dalam kondisi seperti sekarang. Namun, ia tahu bahwa ini adalah bagian dari kesepakatan mereka, bagian dari masa depan mereka bersama. “Aku harus menebus kesalahan besar yang aku lakukan sebelumnya,” batin Emily. “Kau pasti ragu, ya?” ujar William. “Tidak, kok. Aku...” Emily menggigit bi

    Last Updated : 2025-01-07

Latest chapter

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 96

    Pagi itu, suasana di kamar mandi rumah William terasa begitu hangat. Emily dan William tengah berendam bersama di bathtub yang penuh busa. Tawa kecil Emily menggema ketika William dengan lembut menggosok punggungnya. “Kau benar-benar menikmati ini, ya?” tanya Emily sambil memutar kepala untuk melihat William. William tersenyum tipis, membalas, “Tentu saja. Jarang-jarang aku bisa mandi bersama istriku. Rasanya... aku jadi ingin setiap hari.” Emily tertawa pelan, menggelengkan kepala. “Kau benar-benar tidak mungkin serius, kan?”“Serius. Dulu, saat kecil kita juga sering mandi di kolam renang bersama, sayangnya saat itu aku masih sangat polos dan hanya tersenyum bahagia melihat balita menggunakan pakaian renang.”Emily pun terkekeh. Setelah selesai mandi, mereka saling membantu. Emily memakaikan dasi untuk William, sementara William membantu Emily memilih dress santai untuk dikenakan di rumah.

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 95

    William melangkah masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu, seperti biasanya saat dia sedang pulang ke rumah. Namun, kali ini, dia melihat sesuatu yang membuat alisnya sedikit mengernyit. Emily yang tengah memegang ponselnya tiba-tiba menyembunyikan di balik punggung saat melihat dirinya masuk. Emily tersenyum, berusaha terlihat senang Mungkin. Dia segera bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah William. “Sayang, sudah pulang?” tanyanya dengan lembut, seolah tidak terjadi apa-apa. William menutup pintu dan mengangguk pelan. Dia ingin bertanya tentang ponsel yang disembunyikan Emily, tapi melihat wajah istrinya yang lebih cerah dibanding beberapa hari terakhir, ia memutuskan untuk menahan diri. Tanpa berkata apa-apa, Emily langsung memeluk William erat. William terkejut sejenak, namun segera membalas pelukan itu. Sudah berapa waktu ini Emily lebih banyak diam, dan dia yang mengambil inisiatif untuk memeluknya lebih dulu

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 94

    Pagi itu, di sebuah kafe, tempat Azura bekerja. Azura menatap Robert dengan tatapan tajam, tangannya menyilang di depan dada, sementara proposal di hadapannya tetap tak tersentuh. “Dengar, Tuan Rodet atau Robert, dan... siapa lah itu,” katanya dengan nada datar. “Emily bukan anak kecil lagi. Dia sudah cukup tua, bisa menjaga dirinya sendiri dengan baik. Dan aku? Aku bukan pengasuh atau bodyguard. Aku ini pelayan cafe biasa, dan aku nyaman dengan pekerjaanku sekarang ini.” Robert tetap tenang, meski dia bisa merasakan penolakan keras dari Azura. “Aku tentu saja mengerti posisi anda, Nona Azura. Tapi ini bukan hanya soal pekerjaan saja. Ini soal Nyonya muda Emily. Lagi pula, bekerja di kafe seperti ini tidak mungkin bisa menjamin masa depan anda.”Mendengar itu, Azura pun makin menatap Robert dengan tatapan kesal. Ia memiliki cerita tidak mengenakan dengan para orang kaya, itu cukup membuatnya muak. Walaupun Emily adalah

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 93

    Johan dan Julia mencoba untuk menemui Emily, namun kesulitan karena baik penjaga gerbang maupun pelayan rumah tidak ada yang memberikan akses. Nyonya besar juga dilarang untuk datang oleh William. Seolah tahu apa yang akan terjadi, William ingin mengantisipasi semua masalah dari luar. Emily sedang kacau belakangan ini, akan mudah baginya dipengaruhi, dan berpikir buruk. Sementara itu, di dalam kamar, Emily menghela napasnya. Sungguh, rasanya bosan sekali terus berada di dalam kamar seperti ini. Akhirnya, Emily memutuskan untuk berjalan-jalan keliling rumah dan taman saja guna mengusir rasa bosan itu. “Aku ingin pergi ke pusat belanja. Makan es krim, beli baju, ahhh... pokoknya apapun yang bisa aku lakukan di sana, deh!” gumamnya. Namun, langkah kaki Emily terhenti saat mendengar suara Elizabeth tengah bicara di telepon. Emily mengerutkan keningnya. “Elizabeth... kenapa dia ada d

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 92

    Malam itu, di sebuah apartemen. Suara barang pecah belah menggema di dalam kamar Hendrick. Napasnya memburu, dadanya naik turun penuh emosi. Ia baru saja menerima kabar bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya, kehancuran bisnisnya, rusaknya reputasinya, dan kekalahannya adalah ulah William dan Emily. Mereka bekerja sama untuk menyingkirkannya. Hendrick menatap pantulan dirinya di cermin yang kini retak akibat lemparannya. Matanya merah penuh kemarahan. “William... Emily,” gumamnya, “kalian pikir, kalian benar-benar sudah menang?” Ia menyeringai dingin. Tidak. Ini belum berakhir. Dia akan menghancurkan mereka, satu persatu. Jika Emily meninggalkan William, pria itu pasti akan hancur. Atau lebih baik lagi, jika ia bisa membuat mereka saling membenci, itu akan menjadi hukuman terbaik. “Tidak sulit,” Hendrik tertawa. Ia tahu Emily bukan

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 91

    Suasana ruangan yang tegang seketika terhenti ketika suara langkah kaki terdengar dari arah pintu. William telah pulang. Tatapan matanya yang tajam namun khas orang buta langsung menyapu ke arah dua wanita yang duduk berhadapan. Ada sesuatu yang tidak beres di sini, dan dia bisa merasakannya. Nyonya besar lebih dulu membuka suara. “Kau sudah pulang,” katanya dengan nada datar. William mengangguk. Tanpa banyak bicara ia berjalan mendekat dan Emily langsung bangkit untuk membantu William duduk di sebelahnya. Bagaimanapun, Emily juga harus bekerja dengan baik untuk menunjukkan bahwa William masih buta. “Apa yang sedang kalian obrolkan di sini?” tanya William. Nyonya besar menghela napas panjang, wajahnya masih tetap dingin seperti biasanya. Sebelum wanita tua itu sempat menjawab, Emily lebih dulu membuka suara. “Kami sedang membahas sesuatu yang cukup serius.” Tatapan William nam

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 90

    selama satu pekan penuh, Emily hampir tidak berbicara. William harus memanggilnya beberapa kali untuk sekedar mendapatkan respon, dan itupun hanya berupa anggukan atau gumaman singkat. Emily juga menolak bertemu dengan orang tuanya dengan berbagai alasan. Ia tidak ingin melihat siapapun, tidak ingin mendengar suara siapapun untuk saat itu. Ponselnya dibiarkan tergeletak begitu saja, tanpa ia sentuh sedikitpun. Hari-harinya hanya dihabiskan di dalam kamar, duduk diam, merenung, dan melamun. Namun, hari ini terasa berbeda. Hari ini, Emily mulai bangkit. Kesedihan masih ada, luka di hatinya masih terbuka, tapi ada sesuatu yang lebih besar yang membuatnya perlahan berdiri. Dendam. Janji yang ia buat untuk membalas perbuatan orang yang telah mencelakainya dan merenggut anaknya. Dengan langkah pelan, meskipun kakinya masih sedikit sakit, Emily keluar dari kamar.

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 89

    Emily terbangun dari tidurnya kala mentari menyelinap masuk melalui celah tirai. Ia menggeliat, menikmati suasana itu sejenak. “Selamat pagi,” bisik William, menyadari Emily sudah bangun. Seketika itu Emily membuka matanya. Ia pun tersenyum melihat Wiliam yang lagi-lagi sudah bangun lebih cepat darinya. Ada pemandangan yang indah, luar biasa. William selesai mandi, menggunakan handuk di pinggangnya. Otot pria itu terlihat jelas, Emily pun makin mengangumi Wiliam di dalam hatinya. “Kau masih di sini?” tanya Emily. Mendengar itu, William mengerutkan keningnya. “Memangnya aku harus di mana?”“Beberapa waktu lalu, setiap bangun tidur kau sudah tidak ada,” balasnya. Mendengar itu, William pun hanya bisa tersenyum kelu. Ada sesuatu yang tidak bisa dia ungkapkan kepada Emily. Emily perlahan bangkit

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Bab 88

    Malam itu, William pun mulai menceritakan kisah Ibunya yang sebatas ia tahu. Emily mendengarkan dalam diam, matanya penuh dengan rasa penasaran. “Ibuku berasal dari keluarga Belzour,” William memulai. “Dulu, keluarga mereka adalah salah satu pembisnis besar di bidang properti. Ibuku bertemu dengan Ayahku serta orang tuamu, dan juga ibunya Hendrick di kampus yang sama.” Emily mengerutkan kening. “Jadi Ibunya Hendrick juga?” William mengangguk. “Ayahku sengaja mendekati Ibuku karena tahu bahwa keluarganya kaya. Setelah lulus kuliah, mereka menikah, dan semuanya terlihat berjalan lancar pada awalnya.” Emily bisa mendengar nada pahit dalam suara William. “Ibuku kemudian mendirikan bisnis elektronik dengan dukungan keluarganya secara penuh. Tapi ia juga membantu Ayahku membangun perusahaannya sendiri, memasok dana dan mendukung segala kebutuhannya.” Emily semakin menyadari bahwa William bukan hanya pria biasa.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status