Share

5. Sleep anxiety

Author: Tari suhendri
last update Last Updated: 2023-11-30 14:26:59

James menyambut diatas kasur. Dengan sedikit enggan aku ikut bersamanya. Menutupi rasa bersemangat karena bisa berduaan dengannya semalaman.

"Kau sudah gila!" gerutuku setelah naik ke atas kasur. James memelukku.

"Mereka juga butuh istirahat," sergah James seolah sudah melakukan hal yang baik.

"Apa kau akan menginap malam ini?" aku bertanya dengan acuh.

"Tentu saja sayang, untuk apa obat tidur itu?" sergah James mengerling nakal padaku.

"Baiklah," kataku pasrah.

"Boleh aku katakan sesuatu?" tanya James sedikit serius. Aku bersiap.

"Boleh, katakan saja,"

"Apakah kau sudah tau kalau temanmu, Cici sudah memanipulasi keuangan toko kalian?" James bertanya lagi dengan kaku.

"Oh, aku sudah tau," jawabku santai dan singkat.

"Kenapa kau tidak menegurnya?"

"Entahlah James, aku takut dia tersinggung dan hubungan kami renggang,"

"Hei," James mengambil daguku, "dalam bisnis, tidak mengenal teman atau keluarga. Uang itu bersifat objektif,"

Aku berpikir sebentar, lalu menatap James heran, "dari mana kau tau kalau Cici korupsi?"

James mengabaikan pertanyaan ku, "dengarkan aku! Jika kau memang sahabat yang baik. Cici harus di tegur. Demi kebaikannya, sayang. Kalau kau diam saja, dia akan terjerumus lebih dalam,"

"Kau benar," gumamku sambil menggigiti buku jariku.

"Lakukanlah saat kau siap. Jangan biarkan dia mengendalikan semuanya. Bisnis bukan hanya tentang kepercayaan. Tapi juga kerjasama tim."

Aku mengangguk paham. Yang dikatakan James ada benarnya.

Malam semakin larut saat kami asyik berbincang. James tidak melepaskan pelukannya selama itu pula. Setelah aku menguap-nguap, James memutuskan kami harus segera tidur.

Tidak!

Jangan lakukan itu! Aaaa sakiitt...

Tolong aku ibu...

Aku terbangun, melihat jam menunjukkan pukul 02.00. Suara gumaman dengan teriakan tertahan membuatku terjaga.

James mengigau. Keningnya basah karena keringat, kepalanya menoleh kekanan dan ke kiri dengan gelisah. Sesekali tubuhnya terlonjak seperti ditusuk sesuatu yang menyakitinya.

Aku memeluk James yang bertelanjang dada. Menyentuh pipinya dengan ujung jariku.

"James," panggilku lembut. Aku takut dia terkejut dan itu akan membuat kepalanya pusing.

James belum bangun juga, aku mencoba memanggilnya hingga tiga kali dan dia pun terbangun.

"Alice!" James cukup terkejut saat wajahku tepat diatas wajahnya.

Aku menempelkan hidungku di pipinya, "kau mengigau, James."

"Itu sudah biasa sayang. Mimpi itu selalu datang," kata James santai, dia sudah bisa menguasai diri.

"Bagaimana kalau aku memelukmu sepanjang malam. Apakah itu akan membantu?" ujarku menawarkan diri.

"Terima kasih sayang, tapi kau harus melakukannya karena kau mau. Bukan karena aku,"

"Tentu, memelukmu seperti ini nyaman sekali," gumamku menelusup kedalam pelukannya.

James terkekeh senang, "baiklah kalau begitu. Semoga saja aku masih bisa menahan diri,"

Aku memukul dadanya, "jangan macam-macam!" geramku mengancamnya.

Entah sudah berapa tarikan nafas berlalu, kami tertidur pulas kembali. Perasaan nyaman saat kulitku menyentuh kulit James, membuatku terlelap dengan perasaan yang sulit dijelaskan.

***

07.00

"Alice!"

Tubuhku berguncang keras dengan suara cempreng memekakkan gendang telinga. Ketika membuka mata, hal pertama yang aku lihat adalah hidung lebar kembang kempis milik Sinta.

Aku mengeluh sebentar, menutupi wajahku dengan bantal. Kemudian teringat kenapa Sinta sudah marah pagi hari begini. Jangan-jangan?

Oh syukurlah

James sudah tidak ada di sebelahku. Aku bisa bernafas lega. Sementara Sinta, masih berdiri berkacak pinggang sambil menatap tajam kearahku.

"Apa?" tanyaku polos.

"Kita sudah berjanji akan membereskan rumah ini, dan kau masih ngorok!" gerutu Sinta kesal.

"Aku tidak ngorok!" Sergahku menyangkal.

Sinta menaikkan sebelah alisnya dengan skeptis. Dua menunjukkan rekaman aku sedang ngorok dengan mulut terbuka. Itu sangat memalukan.

"Baiklah," aku akhirnya percaya. Sinta tertawa saat mengulang rekaman itu.

Kami mulai membersihkan rumah Oliv yang sebenarnya tidak terlalu berantakan. Karena asisten rumah tangganya sedang pulang kampung. Dan rumah ini sudah kosong selama Oliv berada di rumah sakit.

Oliv cinta kebersihan. Selain mengidap Leukimia, dia juga pengidap OCD. Dan dia dilarang keras banyak pikiran. Itu akan menggangu proses pemulihannya.

Mencuci baju hal yang mudah, karena sudah dikerjakan oleh mesin. Satu-satunya masalah kami adalah menyapu dan mengelap secara manual. Karena mesin vakum Cleaner Oliv sedang rewel. Dan rumah Oliv besar layaknya istana presiden.

Butuh waktu setengah hari untuk menyelesaikan semua kekacauan di dalam rumah Oliv. Setelah itu, aku dan Cici berencana akan berbelanja untuk kebutuhan dapur Oliv yang kosong melompong.

Sinta bertugas menjaga Oliv dirumah, meskipun sebenarnya sudah ada perawat khusus yang di pekerjakan oleh ayahnya Oliv.

Tapi tugas perawat itu tidak termasuk menghibur Oliv. Sedangkan Sinta, adalah ahli menghibur. Meskipun hanya dengan bergosip ria.

"Ci, boleh aku bicara sesuatu?" tanyaku ragu saat kami dalam perjalanan ke pasar.

"Tentu, katakan saja,"

"Apa kau punya masalah?" pertanyaan simpati adalah hal bagus untuk memahami kenapa seseorang berbuat curang.

"Bagaimana kau tau?" tanya Cici terkejut. Aku hanya menunggu jawaban.

"Sebenarnya, papa sedang dalam ambang ke bangkrutan. Dan dia sedang berusaha mencari pinjaman,"

"Apa itu alasanmu memanipulasi keuangan toko kita?"

Cici langsung menepikan mobilnya. Dia masih melihat lurus kedepan. Aku bisa melihat bibirnya sedikit bergetar. Dia tidak tau mau mengatakan apa.

"Maafkan aku, Alice," katanya menunduk malu.

"Hei, aku bukan ingin menghakimi mu. Aku hanya ingin tau alasannya dan mungkin aku bisa membantu?" tukasku mengelus pundak Cici yang bergetar, dia sedang menangis.

Akhirnya, Cici tidak tahan lagi lalu memelukku sambil tersedu.

"Aku kalut, dan kau tau saat-saat seperti itu pelarian ku hanyalah berbelanja. Tapi keuangan keluargaku sedang kacau. Terpaksa aku melakukannya. Maafkan aku."

Aku Menepuk-nepuk pundaknya, "aku tau Cici. Tapi kau tidak bisa terus seperti ini."

Cici melepas pelukannya dan menunduk kembali, dia terlalu malu hanya untuk melihat mataku. Aku pun memegang pundaknya untuk melihat kedalam matanya.

"Seharusnya ini menjadi pelajaran. Bahwa menghamburkan uang untuk suatu hal yang tidak terlalu penting itu tidak bagus. Akhirnya kau terjerumus kedalam perilaku tidak baik bukan?" kataku menghindari kata korupsi.

Cici hanya mampu menunduk sambil menangis. Tapi aku terus meyakinkannya kalau semuanya baik-baik saja setelah kejadian itu. Kami bisa memulai lagi dan belajar mengelola keuangan lebih baik. Dia setuju dan sedikit bisa mengulas senyumnya.

Acara berbelanja ke pasar tidak cukup menyenangkan. Karena Cici heboh dan terus menggerutu tentang pasar yang lengket, basah, licin dan tidak higienis. Aku hanya bisa menanggapinya dengan tertawa.

Ikan dipasar justru lebih segar dari pada ikan dalam freezer. Kebanyakan pedagang menjual ikan hidup, kecuali ikan laut. Lagi pula, kami bisa menghemat hingga setengah harga super market.

Jika bukan karena iming-iming uang lebih yang bisa kami pakai untuk membeli camilan, Cici tidak mau ikut bersamaku ke pasar. Maklum saja, dia sudah kaya sejak lahir. Sedangkan aku? Sudah terbiasa hidup sederhana.

Saat sampai di rumah Oliv. Kami harus mengendap-endap berjalan ke halaman belakang. Karena di depan terdapat beberapa mobil mewah terparkir rapi. Jadi kami putus kan langsung masuk ke dapur.

Aku terlalu memperhatikan langkahku, dan ketika mendongak jantungku benar-benar melompat kaget. Aku hanya sempat melihat kaki yang dibalut sepatu hitam. Selanjutnya mulutku dibekap.

Related chapters

  • Gairah Paman Sahabatku   6. Menantu idaman

    EmmphhhEmmphhhHanya itu yang keluar dari mulutku. Aku ingin melawan tapi tenaganya kuat sekali. Sedangkan tubuhku meskipun cukup tinggi dan sintal, tetap saja hanya seorang wanita biasa. "James!" mataku membelalak saat kami sudah masuk ke dalam kamar mandi dekat dapur.Aku menggeser tubuhnya yang bongsor dan hendak membuka pintu. Tapi dengan mudahnya dia mengangkat tubuhku kembali ketempat semula."Minggir! Aku mau masak!" aku menghardiknya. Tapi wajahnya benar-benar kelihatan marah, "apa?""Kemana saja kau seharian ini?" tanyanya frustasi."Beres-beres rumah Oliv terus kepasar sama Cici,""Lalu apakah kau tidak sempat mengangkat teleponku?" Aku lupa, dimana ku letakkan ponselku? Kucoba meraba tas kecilku. Tapi James sudah menemukannya lebih dulu. Entah dimana. Dia memberikannya padaku."Jangan pernah tinggalkan ponselmu, aku bisa gila jika tidak tau kabarmu barang sedetik. Ingat itu!" Aku menatap James tak percaya. Kenapa dia jadi begitu posesif? Lihat sekarang. Dia malah mening

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   7. Ciuman pertama

    "Mau nonton film?" James bertanya sambil menyalakan tv, dia menghubungkannya ke ponsel.Saat ini, kami sudah berada di dalam apartemen James yang super mewah."Aku gerah," kataku sambil menciumi bajuku yang terasa lengket. Banyak pekerjaan yang aku lakukan sejak pagi dan belum mandi.James memandangku dengan binar cerah dimatanya, aku melihat dia berharap." Ayo, di kamarku ada bathtub besar yang bisa kita pakai berdua," kata James santai sambil naik kelantai atas, aku tidak bisa protes karena dia mendadak jadi tuli."Aku mau mandi sendirian, James!" keluhku sambil mengikutinya, langkahnya lebar sekali. Hah! Dia benar-benar jadi tuli sungguhan. Aku menghentakkan kaki dengan jengkel."Apa kau bawa baju ganti sayang?" James bertanya, aku mengabaikannya. "Tidak, mungkin bisa pakai pengering handuk?" tanyaku sambil berjalan melewatinya. Satu persatu pakaian yang aku kenakan kulepaskan."Ada mesin cuci dry clean," jawabnya sambil memunguti pakaianku yang berserakan dilantai. Aku hanya

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   8. Kisah sedih

    "Ya, ibuku sebenarnya tidak punya tipe menantu idaman. Dia hanya ingin melihatku bahagia, bahkan dia sering menangis memikirkan aku yang masih sendiri. Dia takut aku tidak bisa menikah karena trauma yang aku alami,""Trauma? jelaskan padaku James," aku menekan setiap kata-kataku."Sebenarnya aku anak angkat," kata james sambil memutar-mutar ujung rambutku. Aku terkejut dan memandangi matanya. Dia tidak mau melihatku."Tapi ibumu terlihat menyayangimu seperti anak kandung," kataku heran dengan fakta itu."Ya, bagiku dia malaikat. Dia mengadopsiku saat usiaku tujuh tahun. Saat itu dia masih aktif sebagai dokter spesalis anak, dan mereka menemukan aku di sebuah hotel bersama ibu kandungku yang sudah meninggal."Mataku membulat, lalu aku memeluk erat James. Mengusap-usap punggungnya dengan lembut. Tak terasa mataku basah. James melanjutkan kisahnya."Kata mama, saat dia menemukanku saat itu diketahui bahwa kami turis. Ibu kandungku meninggal karena overdosis. Di tanda pengenal nya, dia

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   9. Kutu rambut dan mie pedas thailand

    James berang mendengar aku di tuduh murahan oleh wanita murahan itu. Dia menutupiku dengan selimut, sementara dia memakai celana boxernya. James berjalan perlahan ke arah Clarisa."Apa kamu pikir kamu berharga?" wajah James menyeringai muak."Tapi... James," ucap Clarisa terbata-bata."Kita hanya sebatas teman ranjang, dan aku menyesal pernah melakukannya dengan kamu. Pergi dari sini atau perlu aku tarik kamu keluar!" "Dia masih anak ingusan James, apa dia bisa memuaskan hasrat liar kamu itu,""Diam! Dia wanita yang aku cintai. Bahkan dia jauh lebih dewasa dibanding kamu!""Hah? Cinta? Sejak kapan kamu main cinta James? Kamu itu hanya butuh pelampiasan. Dan aku bisa jadi apapun buat kamu. Bahkan aku bawa mainan baru untuk kamu,"Aku melihat Clarisa mengeluarkan cambuk kecil dari tasnya. Ujung cambuk itu ada bola kristal kecil yang menggantung bersama bulu. Dia juga mengeluarkan sepasang apa itu? Lato-lato?. Aku tidak tau apa gunanya semua itu. James mengerang frustasi. Dia melempar

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   10. Permintaan calon keponakan

    "Alice!" Oliv melotot padaku saat pagi harinya aku baru pulang kerumahnya. Aku merasa sedang dimarahi ibuku. "Maafkan aku Liv, aku ketiduran dirumahku," kataku mengarang cerita agar mereka tidak curiga padaku. Hanya Cici yang tau dan dia sedang berpura-pura memarahi aku juga. "Mana camilan yang kau janjikan padaku!" Cici menagih janjiku dengan wajah datar yang dingin.Hampir saja aku melempar sepatuku ke wajahnya. Pandai sekali dia bersandiwara.Aku menunjuk ke meja makan. James memberikan aku uang untuk membeli semua belanjaan itu. Aku pergi sendiri ke supermarket. Cici bertepuk tangan dengan riang setelah melihat aku menepati janji. Oliv melotot sesaat lalu dia juga tersenyum. Sebenarnya, Oliv tidak bisa sembarang makan camilan, tapi kami kasihan padanya. Jadi aku berinisiatif membawa camilan yang sangat rendah gula dan pewarna makanan. Uang yang diberikan James cukup untuk uang bensinku selama sebulan. Aku sempat berbelanja bahan dapur supaya tidak perlu bolak-balik lagi,

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   11. Baron si rentenir kesepian.

    James berkendara dengan kecepatan yang lumayan tinggi Beberapa kali melakukan panggilan telepon kepada bawahannya. Dia terus memasang wajah sangar, aku takut melihat ekspresinya yang seakan ingin membunuh seseorang. Sekitar satu jam perjalanan,kami sampai dirumahku. Aku penasaran bagaimana James tau alamat orang tuaku, padahal aku belum memberitahunya. Bahkan dia tidak bertanya. Aku langsung membuka sabuk pengaman dan turun dari mobil. Rumahku tampak ramai dikunjungi tetangga. Aku menerobos barisan tetangga yang sedang membicarakan ayahku. "Ibu!" aku langsung menghampiri ibuku yang sedang duduk dilantai dengan wajah lesu. Dia langsung memelukku erat, hanya bisa menangis tanpa bisa berkata apa-apa. Aku merasa bersalah kepada mereka."Ayah bagaimana buk?""Dibawa baron kerumahnya nak, katanya kalau mau jemput ayah harus lunasi hutangnya hari ini," Ibu menjelaskan sambil menangis. Aku tidak bisa menenangkan nya lagi.James menunggu. Dia sedang berdiri didekat pintu menyaksikan tangi

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   12. Tidak direstui

    " Apa kamu duda?" tanya ayah lagi saat aku tidak menjawabnya"Belum pernah menikah pak," James menjawab dengan santai."Begini james," ayah mencondongkan tubuhnya ke depan. "siapapun pasti curiga saat ada pria mapan yang kaya raya dan juga tampan seperti kamu belum pernah menikah," ayah melanjutkan kata-katanya dengan iris mata yang menggelap dan sangar."Anda meragukan saya?" James masih bersikap santai, sementara kepalaku sudah panas."Ayah, James memang masih bujangan. Dia adik papanya oliv. Tidak mungkin kan aku tidak tau latar belakangnya," aku mencoba menengahi mereka. "Putriku, kamu memang sudah pandai. Tak sia-sia kamu kuliah di kota besar," pujian ayah mengandung sarkasme yang tepat pada sasarannya. Aku hanya bisa menunduk, itu sebuah sindiran keras bagiku."Mungkin benar kamu jujur tentang statusmu. Jika kamu bukan orang kaya dan tidak tampan mungkin saya tidak curiga James.""Ayah, kok bicara seperti itu? " Ibu keluar dari dapur dengan tersenyum, lalu duduk mendekat

    Last Updated : 2023-12-01
  • Gairah Paman Sahabatku   13. Menghindar

    "Bisakah kau menjemputku hari ini?" aku mengirim pesan pada James, menunggu dengan harap-harap cemas. Lama sekali aku menunggu."Bisa, tunggu satu jam lagi," hanya itu balasan dari James. Aku berusaha berpikir positif,dia pasti sedang sibuk.Sambil menunggu James, aku bersiap-siap. Saat sudah hampir satu jam, aku berpamitan dengan ibu. Ayah sudah berangkat bekerja. Aku sengaja menghindarinya, dan berencana pergi sebelum dia pulang.Tak lama kemudian, sebuah mobil berwarna hitam datang. Aku sudah sumringah sampai saat membuka pintu depan, kekecewaan menerpa. Bukan James yang menjemputku, tapi salah satu bawahannya. Dia berpakaian rapi dengan jas hitam yang mewah. Dengan lesu aku duduk dikursi belakang.Mobil langsung melaju pelan. Aku tidak berminat berbicara atau membuka ponsel. Jadi kami diam selama perjalanan. Pikiranku melayang entah kemana , sesekali menyeka air mata diujung mataku. Ada dengan James? Aku tau perkataan ayah pasti menyakiti hatinya, tapi bukankah dia cinta padaku?

    Last Updated : 2023-12-01

Latest chapter

  • Gairah Paman Sahabatku   101. Rumah pink jadi menggoda

    Semua hal di dalam dunia menjadi indah jika kita mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Namun Aldrick hanya memiliki sebagian sebagian besar yang diinginkan kebanyakan orang. Uang bukan sesuatu yang benar-benar menggiurkan jika kau memiliki seisi Bank. Tapi Aldrick bersyukur dia memiliki Nut. Meskipun sebelum ini Aldrick tidak pernah bertanya siapa ibunya, tapi dia juga tidak menampik akan rasa penasaran terhadap sosok ibunya. Meski begitu, selera Aldrick tentang perempuan juga tidak main-main. Mungkin karena itu dipengaruhi oleh pengasuh nya sejak bayi, yaitu Bibi Sally. "Kau tau! tidak ada seorang ibu yang ingin melihat anaknya menderita. Semua ibu itu memiliki cinta yang paling besar untuk anak-anak mereka. Anak adalah hidupnya, dan dia rela menukar hidupnya untuk kebahagiaan anaknya," Dulu, Aldrick tidak mengerti ucapan yang selalu di ulang-ulang oleh Bibi Sally. Namun belakangan, Aldrick sudah mengetahui maknanya. Hingga ia memutuskan untuk

  • Gairah Paman Sahabatku   100. Chepstow Villas

    Nut terheran-heran. Sejak tadi Aldrick terus memandang ke jendela dan tersenyum seperti orang gila. Bahkan dia tidak memberi tahu Nut, siapa yang dia kunjungi di Brick Lane tadi. Namun Nut tidak ingin mengganggu apapun yang membuat tuannya tampak bahagia. Dia bersimpati pada gadis yang membuat Aldrick tampak berbeda. Binar matanya yang kelam menunjukkan cahaya meski sedikit. Mobil berhenti didepan rumah yang berdempetan rapi. Setiap rumah di cat dengan warna-warna cerah , menambah keindahan kawasan di Notting Hill itu.Aldrick membeli rumah di Chepstow Villas ini sejak tahun lalu, saat perjumpaannya dengan Alice. Dia memiliki harapan yang cerah begitu mengunjungi kawasan yang selalu ramai wisatawan itu. Rumah dengan warna cat biru pastel. Disebelah rumah berwarna pink. Dia mengira rumah itu kosong dan akan manis sekali jika yang menempatinya itu seorang gadis. Selain lingkungannya yang bagus, Chepstow dekat dengan Westbourne Grove, y

  • Gairah Paman Sahabatku   99. kunjungan ke Brick Lane

    " Menurutmu, apa yang membuat Thomas datang kemari?" tanya Aldrick pada Nut"Aku fikir, kita harus membiarkannya masuk untuk dapat tahu tujuannya tuan," Nut menyarankan."Benar juga, tapi bukankah sangat beresiko untuk kita?" Aldrick merasa cemas, jari-jarinya tak berhenti mengetuk-ngetuk sofa Nut mengangguk setuju, "tapi anda sudah punya bukti-bukti siapa korban sesungguhnya tuan. Anda bisa saja mati jika aku tidak ada disana saat itu," Aldrick mau tak mau harus mengambil resiko jika ingin namanya kembali bersih. Meskipun dia sendiri tidak keberatan sama sekali jika namanya tercoreng. Itu hanya masalah seorang gadis, bajingan manapun pernah mengalami hal yang lebih parah. Mengingat kembali bagaimana pertemuannya dengan Bella saat kunjungannya ke amerika, Aldrick menemukan Bella belia yang manis dan lugu. Saat itu, Bella masih menjadi salah seorang mahasiswi di Washington University, Seattle. Dia memang memiliki perawakan yang nyaris sempurna. Bella memiliki potensi yang bagus se

  • Gairah Paman Sahabatku   98. Seleksi

    "eehhh tuan?" Nut melirik Aldrick yang terlihat gugup. Tangannya menggenggam tangan Nut sangat erat. "Ada apa Nut?" tanya Aldrick kesal, "Apakah tuan gugup?" Nut masih memandangi tangan bosnya itu. Aldrick menyadari posisi itu dan langsung melepasnya. Seraya merapikan jasnya yang sudah licin, Aldrick berjalan menuruni tangga dengan sikap pongah seperti biasa. Nut mendengar Clint sedang bergosip mengenai sikap bos mereka akhir-akhir ini. Dia hanya dapat melempar pandangan mematikan pada mereka. "Bagus sekali Clint, kau bisa mengurusi pacarmu selama bos sedang sibuk hari ini," Nut berkata dengan sinis. Membuat senyum konyol Clint menghilang dari wajahnya yang bulat. Nut merasa puas dapat membungkam mulut Clint yang mirip perempuan. Bagaimana pun, Nut sangat menghormati Aldrick dan akan membelanya mati -matian. "Selamat datang Tuan Beufort!" Seru salah seorang pria berjas abu-abu dengan dasi hitam putih, perutnya tampak memberontak dalam Jas yang kesempitan itu. Al

  • Gairah Paman Sahabatku   97. Pov Aldrick Beufort

    "tuan, pesawat sudah siap" ujar seorang pria bertubuh tinggi berkulit hitam. Dia memasang wajah datar seperti biasa. "Oke, Nut?" Aldrick melirik ajudannya yang berambut ungu. "Segera tuan," jawab Nut langsung bergerak mundur. Mereka masuk kedalam pesawat jet pribadi milik Aldrick yang berinterior mewah dengan segala fasilitasnya. Dua wanita muda jangkung, mengenakan dress seksi langsung berdiri begitu melihat kedatangan Aldrick. Mereka menyambutnya dengan senyuman merekah, dihiasi bibir ungu tua , yang satunya merah cerah. Selera fashion mereka juga tampak aneh. Aldrick hanya melenggang duduk di sofa empuk, mengabaikan dua wanita aneh yang sedari tadi minta perhatiannya. "Aku heran, apa tidak ada wanita lain dengan selera yang lebih berkelas?" gerutunya dalam hati. Tapi Aldrick tidak suka mengoceh. Dia yakin, para pegawainya sudah berusaha melakukan yang terbaik. Lagi pula, dua wanita itu tidaklah jelek. Dengan perawakan montok depan belakang, kulit putih mulus, rambut tergerai

  • Gairah Paman Sahabatku   96. Puas

    "kita akan mulai dari Aldrick," kataku muram, membuat James mendesah tak senang. Wajah James berpaling dariku saat aku mencoba meminta penjelasan desahannya itu. Dia mencoba menarik nafas berat beberapa kali hingga akhirnya memusatkan perhatian ke tengah percakapan. " Kau tau aku bukan sedang minta pendapat," kataku menambahkan dengan nada mendesak. "Aku tau," jawab James tak kalah suram. " Oke, lalu apa rencanamu?" Scott tampak ingin menengahi ketegangan antara aku dan James. Tanpa pikir panjang, aku menjelaskan semua rencana yang sudah ada di kepalaku sejak beberapa minggu terakhir. Entah bagaimana tiba-tiba saja pikiranku semakin jernih, dan rencana-rencana yang semula tampak berkabut kini terlihat titik terangnya. James hanya mendengarkan dengan diam. Biasanya dia akan mengomentari dengan decakan atau gumaman tak senang, tapi kali ini dia hanya membisu. "James?" Thomas menepuk bahu James yang kelihatan sedang melamun. "Ya?""Bagaimana?" "Rencananya cukup bagus, dan untun

  • Gairah Paman Sahabatku   95. Prank

    "eh hai Thomas!" aku menyapa dengan wajah yang dibuat seceria mungkin karena bertemu dengannya lagi. "Alice, you good?" tanya Thomas dengan suara lembutnya. "Yah, aku baik saja. Sebenarnya, aku yang ngotot mau langsung pulang, bukan James," Wajah Thomas datar, sementara James menunggu reaksinya. Aku sampai keringat dingin, memikirkan rencanaku yang hancur berantakan jika sampai mereka berdua tidak bisa berbaikan. "Yeah, aku tau kau akan membelanya," jawab Thomas pahit. Aku jadi salah tingkah dan menundukkan pandangan. Tiba-tiba saja kursi rodaku bergetar. Suara cekikikan juga tercekat dari orang yang menahan geli. Benar saja, Thomas dan James sedang menertawai aku. Tentu saja gantian aku yang cemberut. Meski dalam hati senang bukan main melihat mereka berbaikan. Akhirnya, kami berada dalam satu mobil yang sama. Thomas sebagai sopir, dan James duduk disebelahnya. Aku menikmati pemandangan malam yang mulai dingin. Sebenarnya, ingin sekali aku bertanya tentang kejadian mengerika

  • Gairah Paman Sahabatku   94. Kenyataan

    AliceAliceAliceAku mendengar namaku dipanggil. Dalam kegelapan dan kehampaan aku mencoba menarik diriku dari dalam jurang itu. Rasanya sulit sekali, bernafas pun terasa berat. Seandainya saja, "Sayang, bangunlah. Aku disini," suara James yang lembut dan penuh kekhawatiran memanggil.Entah bagaimana, setiap sel di dalam tubuhku merespon suaranya. Seketika ada energi baru yang membantuku bangkit. "Hei" sentuhan lembut tangannya yang dingin memaksaku membuka mata. Aku mengerjap perlahan. Rasanya mataku lengket dan berat. Apakah itu sembab? Hingga kelopak mata pun terasa berat.Melihat senyuman indah itu, aku langsung menangis. Mencoba bangkit dari tidur yang melelahkan. Aku memeluk James teramat erat hingga aku mendengarnya mengerang. "Apa yang sakit?" tanyaku spontan saat teringat dia baru saja ditembak. James kembali memelukku, erat dan hangat. Tempat ternyaman setelah bahu ayah. Kembali aku menangis tersedu-sedu, melihat sekelilingku yang ramai. Tapi aku terlalu kalut untuk

  • Gairah Paman Sahabatku   93. past

    "jangan, tolong jangan Jamesku" raunganku semakin lemah, lebih berupa bisikan putus asa. Sementara James sedang melakukan pertukaran dengan Roran, tim medis datang untuk menjemput wanita hamil itu. Tapi Roran tidak punya belas kasih, bukannya memberikan wanita hamil itu, dia malah menembak James. Dia berteriak kesakitan, membuatku mati rasa. Pandanganku jadi kabur . Setengah mati aku menahan diri agar tetap terjaga, tapi pikiranku tak mampu menahan rasa sakit yang bergejolak. James yang tertembak, tapi aku yang lumpuh. Ingin rasanya aku berlari, tapi aku hanya dapat merangkak. Mencoba menggapai cintaku yang sedang kesakitan.***Hening dan gelap. Rasanya dingin sekali. Aku berdiri di persimpangan jalan yang suram dan dipenuhi daun berguguran. Terkejut saat sekelebatan orang-orang mulai berlarian. Aku dimana? Entahlah, pikirku lelah. James! Dimana James?Aku dengan panik berlarian kesana kemari mencari jejaknya. Berteriak sekuat tenaga memanggil namanya, tapi aku menjadi bisu.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status