Share

4. Obat tidur

Author: Tari suhendri
last update Last Updated: 2023-11-30 14:26:11

"Apa kau masih bersama Oliv?" James mengirim pesan melalui aplikasi chatting.

"Ya, kenapa? hari ini Oliv sudah di perbolehkan pulang,"

"Tunggu aku,"

"Untuk apa?" aku memelototi ponselku, aku sudah cukup malu kemarin.

"Tentu saja untuk menjemput keponakanku, Alice"

Dia benar juga. Oliv kan keponakannya. Jadi hal yang wajar jika dia datang menjemputnya. Aku tidak membalas pesan James lagi. Terlalu malas menanggapinya.

Saat siang hari, Oliv sudah dalam persiapan untuk pulang kerumah. Jadi kami membantu memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil.

Betapa terkejutnya aku, yang untung saja tas yang aku bawa tidak terlepas dari tangan. James sudah menunggu sambil bercengkrama dengan sopir Oliv.

Cici menyikutku, lalu mengedikkan dagu nya kearah James yang pura-pura tidak melihat kami. Ketika aku selesai menyusun tas dibelakang mobil, James berdiri tepat disampingku.

"Apa?" tanyaku masam. Dia mengedipkan matanya menggodaku.

"Kau kelihatan kurang tidur sayang?" James mencoba menyentuh pipiku, tapi aku menepisnya.

"Jangan macam-macam!" geramku sambil mendelik.

Dia hanya tersenyum geli melihat kegarangan ku hari ini. Aku sangat lelah dengan tugas-tugas kuliah, ditambah masalah keuangan toko dan aku kurang tidur! Itu cukup menjelaskan kenapa aku mudah marah.

James menyambut Oliv yang keluar dengan kursi roda. Jika dilihat dari cara James memperhatikan Oliv. Dia cukup dekat dengan keponakannya itu. Bahkan Oliv dangat nyaman berada dalam gendongan pamannya yang seksi itu.

Setelah semuanya siap berangkat, James berseru cukup keras.

"Oh sayang sekali, Oliv!" kata James dengan wajah kecewa yang dibuat-buat.

Oliv menanggapi dengan serius, "ada apa om?"

"Teman-temanmu tidak cukup jika ikut bersamamu dalam satu mobil ini,"

"Well, harus ada yang ikut om James," timpal Oliv menatap kami bertiga. Aku, Sinta, dan Cici.

Tiba-tiba saja Cici mendorongku, dan menarik tangan Sinta bersamanya. Mereka telah berbuat curang! Aku menatap tajam ke arah Cici yang tersenyum jahil padaku.

"Sayang sekali, Alice. Kau sepertinya harus ikut Om James," ujar Cici mengejek.

Aku menatapnya dengan mengancam, "awas kau Cici!"

"Tapi, apa dia mau ikut mobilku?" tanya James lugu. Ingin sekali aku melempari mereka dengan sepatuku yang bau ini.

"Tenang saja Om, kalau Alice tidak mau. Biar aku yang menendang bokongnya," jawab Sinta sambil tergelak.

Cici dan Sinta mengusirku dari mobil. Hanya Oliv yang menatapku dengan memohon maaf. Aku tersenyum pada Oliv.

"Tidak masalah, semua mobil sama saja Liv. Asalkan pamanmu bukan penculik gadis lugu seperti aku, itu tidak masalah," kataku mencoba menenangkan Oliv.

Oliv tergelak mendengar sarkasme dalam kalimatku, "pergilah, dia sangat baik. Dan bukan penculik gadis lugu,"

"Baiklah, sampai nanti!" aku berseru sambil berjalan menuju mobil James.

Setelah menatap kepergian mobil Oliv, aku masuk ke dalam mobil James dengan enggan. Entah malu, khawatir atau takut? sulit sekali mengontrol diri saat bersama James yang seksi.

"Sudah siap?" tanya James seolah kami akan melakukan hal yang berbahaya.

"Jalankan saja mobil sialan ini, James,"umpat ku kesal.

"Hahahaha..!! Baiklah..baiklah.."

Mobil melaju perlahan, dan wajahku masih bertekuk seribu. James sesekali melirik ku sambil mengemudi. Mencoba menyamai kecepatan mobil Oliv yang ada didepan kami.

"Hei sayang," James coba mengajakku bicara.

"Jangan panggil aku sayang, kumohon!" keluhku lelah.

"Kenapa?" tanya James sambil menahan gelinya.

"Aku takut terlalu berharap padamu, dan kau adalah paman sahabatku!" aku menekankan setiap kata.

"Tidak masalah, sayang. Lagi pula kita sama-sama single,"

Aku hanya memutar bola mataku jengah. Malas menjawab perkataan James. Mataku berat sekali rasanya.

"Tidurlah, sayang. Aku akan mengemudi perlahan," James mengelus pipiku dengan tangannya.

James kemudian menghidupkan musik di dashboard. Musik klasik yang mengalun merdu. Mengantarkan ku kedalam alam bawah sadarku.

**

"Alice!"

Seseorang memanggil sambil mengguncang tubuhku. Tanpa menghiraukannya aku malah berbalik untuk mengubah posisi tidurku. Kemudian senyap.

Aku mendengar langkah pelan dan tubuhku yang rasanya terayun-ayun. Tapi lagi-lagi aku mengabaikannya. Mataku terlalu berat untuk terbuka.

"Begitulah om, dia kalau tidur memang kayak kebo!" aku mendengar Oliv berceloteh.

Ingin menyangkal ejekan yang sepertinya ditujukan untukku. Tapi aku terlalu mengantuk dan lelah untuk sekedar menyahut. Aku terlelap kembali, sayup-sayup musik klasik itu mengalun lagi.

Entah berapa lama aku terlelap. Saat membuka mata, kulihat dari jendela hari sudah gelap. Aku melihat jas abu-abu tergantung di kursi dekat ranjang yang aku tiduri.

Tunggu dulu! Ranjang? Bukankah aku tadi ada di mobil James? Aku ketiduran dan sekarang aku dimana?

Dengan panik aku mencoba bangun, tapi Cici sudah masuk lebih dulu. Dia membawakan aku jus jeruk dan beberapa potong pizza.

"Minumlah, dan cepatlah mandi!" Cici memerintah seperti ibuku saja.

Aku mengeluh sebentar. Meregangkan otot-ototku yang kaku. Tanganku yang terkilir sudah tidak terlalu sakit lagi. Ku putuskan untuk mandi lebih dulu. Baru mencari tau apa yang sudah terjadi padaku.

Acara mandi ku hanya butuh waktu setengah jam. Menikmati pijatan air dari shower. Menggosok setiap lekuk tubuhku yang terasa gerah. Diselipkan beberapa lagu yang hanya sedikit dari liriknya yang aku hafal.

Aku menjerit ketika keluar dari kamar mandi. Bagaimana tidak? James sedang rebahan di atas ranjang dengan bertelanjang dada. Untung saja jantungku balik lagi ke tempatnya.

"Kenapa sayang? Jangan jerit-jerit, Oliv sudah tidur!" sergah James bangkit duduk.

Aku mendelik sambil berkacak pinggang. Tapi rupanya gerakan tanganku itu membuat handuk yang melilit tubuhku terlepas. Sontak mata James melotot terpesona. Sementara aku mencoba membenahi letak handukku.

James terpingkal melihat tingkahku. Kemudian dia berjalan kearahku yang sedang mencari baju dari dalam tas. Dia memelukku dari belakang.

"Lepaskan James! Nanti ada yang masuk!" pekik-ku tapi berbisik.

James malah mempererat pelukannya sambil menciumi punggungku. Aku menggeliat berusaha melepaskan diri. Tapi ciuman James yang intens hingga ke telinga membuatku terlena.

"James, please...," keluhku sedikit melenguh. James semakin bergairah memelukku.

"Kenapa sayang? Kau menyukainya?" James berbisik ditelingaku.

"Hentikan! Bagaimana kalau ada yang masuk?" sku mengulangi kata-kataku.

"Tenang sayang, mereka semua sudah tidur."

Aku terdiam, begitu juga dengan James. Aku berbalik untuk menghadapnya. Menatap wajah tanpa dosanya itu.

"Apa maksudmu mereka semua sudah tidur?" tanyaku heran.

Terang saja! Cici baru saja mengantarkan minum untukku. Tapi tiba-tiba dia sudah tidur? Itu sama sekali bukan Cici.

"Sebenarnya, aku memberikan obat tidur pada mereka. Kecuali Oliv,"

"Kamu gila!" semburku ingin marah. Tapi aku malah keluar dari kamar itu. Lupa dengan kenyataan bahwa aku belum berpakaian.

Oliv tidur di kamarnya. Dengan selang infus ditangan dan selang oksigen di hidungnya. Sementara Sinta dan Cici sudah tertidur pulas di atas kursi lebar didepan ranjang Oliv.

Suara nafas dan dengkuran halus menandakan mereka sudah tidur nyenyak. Setelah memastikan semuanya aman dan baik-baik saja. Dalam artian mereka benar-benar tidur bukan dibius. Aku kembali lagi ke kamar.

Aku masuk sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk. Lalu mencari pakaianku dari dalam tas. Kami membawa cukup banyak pakaian karena akan menginap cukup lama di sini. Setidaknya sampai orang tua Oliv sudah pulang.

"Sayang," James memanggil lagi

Related chapters

  • Gairah Paman Sahabatku   5. Sleep anxiety

    James menyambut diatas kasur. Dengan sedikit enggan aku ikut bersamanya. Menutupi rasa bersemangat karena bisa berduaan dengannya semalaman."Kau sudah gila!" gerutuku setelah naik ke atas kasur. James memelukku."Mereka juga butuh istirahat," sergah James seolah sudah melakukan hal yang baik."Apa kau akan menginap malam ini?" aku bertanya dengan acuh. "Tentu saja sayang, untuk apa obat tidur itu?" sergah James mengerling nakal padaku."Baiklah," kataku pasrah. "Boleh aku katakan sesuatu?" tanya James sedikit serius. Aku bersiap."Boleh, katakan saja,""Apakah kau sudah tau kalau temanmu, Cici sudah memanipulasi keuangan toko kalian?" James bertanya lagi dengan kaku."Oh, aku sudah tau," jawabku santai dan singkat."Kenapa kau tidak menegurnya?""Entahlah James, aku takut dia tersinggung dan hubungan kami renggang," "Hei," James mengambil daguku, "dalam bisnis, tidak mengenal teman atau keluarga. Uang itu bersifat objektif,"Aku berpikir sebentar, lalu menatap James heran, "dari m

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   6. Menantu idaman

    EmmphhhEmmphhhHanya itu yang keluar dari mulutku. Aku ingin melawan tapi tenaganya kuat sekali. Sedangkan tubuhku meskipun cukup tinggi dan sintal, tetap saja hanya seorang wanita biasa. "James!" mataku membelalak saat kami sudah masuk ke dalam kamar mandi dekat dapur.Aku menggeser tubuhnya yang bongsor dan hendak membuka pintu. Tapi dengan mudahnya dia mengangkat tubuhku kembali ketempat semula."Minggir! Aku mau masak!" aku menghardiknya. Tapi wajahnya benar-benar kelihatan marah, "apa?""Kemana saja kau seharian ini?" tanyanya frustasi."Beres-beres rumah Oliv terus kepasar sama Cici,""Lalu apakah kau tidak sempat mengangkat teleponku?" Aku lupa, dimana ku letakkan ponselku? Kucoba meraba tas kecilku. Tapi James sudah menemukannya lebih dulu. Entah dimana. Dia memberikannya padaku."Jangan pernah tinggalkan ponselmu, aku bisa gila jika tidak tau kabarmu barang sedetik. Ingat itu!" Aku menatap James tak percaya. Kenapa dia jadi begitu posesif? Lihat sekarang. Dia malah mening

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   7. Ciuman pertama

    "Mau nonton film?" James bertanya sambil menyalakan tv, dia menghubungkannya ke ponsel.Saat ini, kami sudah berada di dalam apartemen James yang super mewah."Aku gerah," kataku sambil menciumi bajuku yang terasa lengket. Banyak pekerjaan yang aku lakukan sejak pagi dan belum mandi.James memandangku dengan binar cerah dimatanya, aku melihat dia berharap." Ayo, di kamarku ada bathtub besar yang bisa kita pakai berdua," kata James santai sambil naik kelantai atas, aku tidak bisa protes karena dia mendadak jadi tuli."Aku mau mandi sendirian, James!" keluhku sambil mengikutinya, langkahnya lebar sekali. Hah! Dia benar-benar jadi tuli sungguhan. Aku menghentakkan kaki dengan jengkel."Apa kau bawa baju ganti sayang?" James bertanya, aku mengabaikannya. "Tidak, mungkin bisa pakai pengering handuk?" tanyaku sambil berjalan melewatinya. Satu persatu pakaian yang aku kenakan kulepaskan."Ada mesin cuci dry clean," jawabnya sambil memunguti pakaianku yang berserakan dilantai. Aku hanya

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   8. Kisah sedih

    "Ya, ibuku sebenarnya tidak punya tipe menantu idaman. Dia hanya ingin melihatku bahagia, bahkan dia sering menangis memikirkan aku yang masih sendiri. Dia takut aku tidak bisa menikah karena trauma yang aku alami,""Trauma? jelaskan padaku James," aku menekan setiap kata-kataku."Sebenarnya aku anak angkat," kata james sambil memutar-mutar ujung rambutku. Aku terkejut dan memandangi matanya. Dia tidak mau melihatku."Tapi ibumu terlihat menyayangimu seperti anak kandung," kataku heran dengan fakta itu."Ya, bagiku dia malaikat. Dia mengadopsiku saat usiaku tujuh tahun. Saat itu dia masih aktif sebagai dokter spesalis anak, dan mereka menemukan aku di sebuah hotel bersama ibu kandungku yang sudah meninggal."Mataku membulat, lalu aku memeluk erat James. Mengusap-usap punggungnya dengan lembut. Tak terasa mataku basah. James melanjutkan kisahnya."Kata mama, saat dia menemukanku saat itu diketahui bahwa kami turis. Ibu kandungku meninggal karena overdosis. Di tanda pengenal nya, dia

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   9. Kutu rambut dan mie pedas thailand

    James berang mendengar aku di tuduh murahan oleh wanita murahan itu. Dia menutupiku dengan selimut, sementara dia memakai celana boxernya. James berjalan perlahan ke arah Clarisa."Apa kamu pikir kamu berharga?" wajah James menyeringai muak."Tapi... James," ucap Clarisa terbata-bata."Kita hanya sebatas teman ranjang, dan aku menyesal pernah melakukannya dengan kamu. Pergi dari sini atau perlu aku tarik kamu keluar!" "Dia masih anak ingusan James, apa dia bisa memuaskan hasrat liar kamu itu,""Diam! Dia wanita yang aku cintai. Bahkan dia jauh lebih dewasa dibanding kamu!""Hah? Cinta? Sejak kapan kamu main cinta James? Kamu itu hanya butuh pelampiasan. Dan aku bisa jadi apapun buat kamu. Bahkan aku bawa mainan baru untuk kamu,"Aku melihat Clarisa mengeluarkan cambuk kecil dari tasnya. Ujung cambuk itu ada bola kristal kecil yang menggantung bersama bulu. Dia juga mengeluarkan sepasang apa itu? Lato-lato?. Aku tidak tau apa gunanya semua itu. James mengerang frustasi. Dia melempar

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   10. Permintaan calon keponakan

    "Alice!" Oliv melotot padaku saat pagi harinya aku baru pulang kerumahnya. Aku merasa sedang dimarahi ibuku. "Maafkan aku Liv, aku ketiduran dirumahku," kataku mengarang cerita agar mereka tidak curiga padaku. Hanya Cici yang tau dan dia sedang berpura-pura memarahi aku juga. "Mana camilan yang kau janjikan padaku!" Cici menagih janjiku dengan wajah datar yang dingin.Hampir saja aku melempar sepatuku ke wajahnya. Pandai sekali dia bersandiwara.Aku menunjuk ke meja makan. James memberikan aku uang untuk membeli semua belanjaan itu. Aku pergi sendiri ke supermarket. Cici bertepuk tangan dengan riang setelah melihat aku menepati janji. Oliv melotot sesaat lalu dia juga tersenyum. Sebenarnya, Oliv tidak bisa sembarang makan camilan, tapi kami kasihan padanya. Jadi aku berinisiatif membawa camilan yang sangat rendah gula dan pewarna makanan. Uang yang diberikan James cukup untuk uang bensinku selama sebulan. Aku sempat berbelanja bahan dapur supaya tidak perlu bolak-balik lagi,

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   11. Baron si rentenir kesepian.

    James berkendara dengan kecepatan yang lumayan tinggi Beberapa kali melakukan panggilan telepon kepada bawahannya. Dia terus memasang wajah sangar, aku takut melihat ekspresinya yang seakan ingin membunuh seseorang. Sekitar satu jam perjalanan,kami sampai dirumahku. Aku penasaran bagaimana James tau alamat orang tuaku, padahal aku belum memberitahunya. Bahkan dia tidak bertanya. Aku langsung membuka sabuk pengaman dan turun dari mobil. Rumahku tampak ramai dikunjungi tetangga. Aku menerobos barisan tetangga yang sedang membicarakan ayahku. "Ibu!" aku langsung menghampiri ibuku yang sedang duduk dilantai dengan wajah lesu. Dia langsung memelukku erat, hanya bisa menangis tanpa bisa berkata apa-apa. Aku merasa bersalah kepada mereka."Ayah bagaimana buk?""Dibawa baron kerumahnya nak, katanya kalau mau jemput ayah harus lunasi hutangnya hari ini," Ibu menjelaskan sambil menangis. Aku tidak bisa menenangkan nya lagi.James menunggu. Dia sedang berdiri didekat pintu menyaksikan tangi

    Last Updated : 2023-11-30
  • Gairah Paman Sahabatku   12. Tidak direstui

    " Apa kamu duda?" tanya ayah lagi saat aku tidak menjawabnya"Belum pernah menikah pak," James menjawab dengan santai."Begini james," ayah mencondongkan tubuhnya ke depan. "siapapun pasti curiga saat ada pria mapan yang kaya raya dan juga tampan seperti kamu belum pernah menikah," ayah melanjutkan kata-katanya dengan iris mata yang menggelap dan sangar."Anda meragukan saya?" James masih bersikap santai, sementara kepalaku sudah panas."Ayah, James memang masih bujangan. Dia adik papanya oliv. Tidak mungkin kan aku tidak tau latar belakangnya," aku mencoba menengahi mereka. "Putriku, kamu memang sudah pandai. Tak sia-sia kamu kuliah di kota besar," pujian ayah mengandung sarkasme yang tepat pada sasarannya. Aku hanya bisa menunduk, itu sebuah sindiran keras bagiku."Mungkin benar kamu jujur tentang statusmu. Jika kamu bukan orang kaya dan tidak tampan mungkin saya tidak curiga James.""Ayah, kok bicara seperti itu? " Ibu keluar dari dapur dengan tersenyum, lalu duduk mendekat

    Last Updated : 2023-12-01

Latest chapter

  • Gairah Paman Sahabatku   101. Rumah pink jadi menggoda

    Semua hal di dalam dunia menjadi indah jika kita mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Namun Aldrick hanya memiliki sebagian sebagian besar yang diinginkan kebanyakan orang. Uang bukan sesuatu yang benar-benar menggiurkan jika kau memiliki seisi Bank. Tapi Aldrick bersyukur dia memiliki Nut. Meskipun sebelum ini Aldrick tidak pernah bertanya siapa ibunya, tapi dia juga tidak menampik akan rasa penasaran terhadap sosok ibunya. Meski begitu, selera Aldrick tentang perempuan juga tidak main-main. Mungkin karena itu dipengaruhi oleh pengasuh nya sejak bayi, yaitu Bibi Sally. "Kau tau! tidak ada seorang ibu yang ingin melihat anaknya menderita. Semua ibu itu memiliki cinta yang paling besar untuk anak-anak mereka. Anak adalah hidupnya, dan dia rela menukar hidupnya untuk kebahagiaan anaknya," Dulu, Aldrick tidak mengerti ucapan yang selalu di ulang-ulang oleh Bibi Sally. Namun belakangan, Aldrick sudah mengetahui maknanya. Hingga ia memutuskan untuk

  • Gairah Paman Sahabatku   100. Chepstow Villas

    Nut terheran-heran. Sejak tadi Aldrick terus memandang ke jendela dan tersenyum seperti orang gila. Bahkan dia tidak memberi tahu Nut, siapa yang dia kunjungi di Brick Lane tadi. Namun Nut tidak ingin mengganggu apapun yang membuat tuannya tampak bahagia. Dia bersimpati pada gadis yang membuat Aldrick tampak berbeda. Binar matanya yang kelam menunjukkan cahaya meski sedikit. Mobil berhenti didepan rumah yang berdempetan rapi. Setiap rumah di cat dengan warna-warna cerah , menambah keindahan kawasan di Notting Hill itu.Aldrick membeli rumah di Chepstow Villas ini sejak tahun lalu, saat perjumpaannya dengan Alice. Dia memiliki harapan yang cerah begitu mengunjungi kawasan yang selalu ramai wisatawan itu. Rumah dengan warna cat biru pastel. Disebelah rumah berwarna pink. Dia mengira rumah itu kosong dan akan manis sekali jika yang menempatinya itu seorang gadis. Selain lingkungannya yang bagus, Chepstow dekat dengan Westbourne Grove, y

  • Gairah Paman Sahabatku   99. kunjungan ke Brick Lane

    " Menurutmu, apa yang membuat Thomas datang kemari?" tanya Aldrick pada Nut"Aku fikir, kita harus membiarkannya masuk untuk dapat tahu tujuannya tuan," Nut menyarankan."Benar juga, tapi bukankah sangat beresiko untuk kita?" Aldrick merasa cemas, jari-jarinya tak berhenti mengetuk-ngetuk sofa Nut mengangguk setuju, "tapi anda sudah punya bukti-bukti siapa korban sesungguhnya tuan. Anda bisa saja mati jika aku tidak ada disana saat itu," Aldrick mau tak mau harus mengambil resiko jika ingin namanya kembali bersih. Meskipun dia sendiri tidak keberatan sama sekali jika namanya tercoreng. Itu hanya masalah seorang gadis, bajingan manapun pernah mengalami hal yang lebih parah. Mengingat kembali bagaimana pertemuannya dengan Bella saat kunjungannya ke amerika, Aldrick menemukan Bella belia yang manis dan lugu. Saat itu, Bella masih menjadi salah seorang mahasiswi di Washington University, Seattle. Dia memang memiliki perawakan yang nyaris sempurna. Bella memiliki potensi yang bagus se

  • Gairah Paman Sahabatku   98. Seleksi

    "eehhh tuan?" Nut melirik Aldrick yang terlihat gugup. Tangannya menggenggam tangan Nut sangat erat. "Ada apa Nut?" tanya Aldrick kesal, "Apakah tuan gugup?" Nut masih memandangi tangan bosnya itu. Aldrick menyadari posisi itu dan langsung melepasnya. Seraya merapikan jasnya yang sudah licin, Aldrick berjalan menuruni tangga dengan sikap pongah seperti biasa. Nut mendengar Clint sedang bergosip mengenai sikap bos mereka akhir-akhir ini. Dia hanya dapat melempar pandangan mematikan pada mereka. "Bagus sekali Clint, kau bisa mengurusi pacarmu selama bos sedang sibuk hari ini," Nut berkata dengan sinis. Membuat senyum konyol Clint menghilang dari wajahnya yang bulat. Nut merasa puas dapat membungkam mulut Clint yang mirip perempuan. Bagaimana pun, Nut sangat menghormati Aldrick dan akan membelanya mati -matian. "Selamat datang Tuan Beufort!" Seru salah seorang pria berjas abu-abu dengan dasi hitam putih, perutnya tampak memberontak dalam Jas yang kesempitan itu. Al

  • Gairah Paman Sahabatku   97. Pov Aldrick Beufort

    "tuan, pesawat sudah siap" ujar seorang pria bertubuh tinggi berkulit hitam. Dia memasang wajah datar seperti biasa. "Oke, Nut?" Aldrick melirik ajudannya yang berambut ungu. "Segera tuan," jawab Nut langsung bergerak mundur. Mereka masuk kedalam pesawat jet pribadi milik Aldrick yang berinterior mewah dengan segala fasilitasnya. Dua wanita muda jangkung, mengenakan dress seksi langsung berdiri begitu melihat kedatangan Aldrick. Mereka menyambutnya dengan senyuman merekah, dihiasi bibir ungu tua , yang satunya merah cerah. Selera fashion mereka juga tampak aneh. Aldrick hanya melenggang duduk di sofa empuk, mengabaikan dua wanita aneh yang sedari tadi minta perhatiannya. "Aku heran, apa tidak ada wanita lain dengan selera yang lebih berkelas?" gerutunya dalam hati. Tapi Aldrick tidak suka mengoceh. Dia yakin, para pegawainya sudah berusaha melakukan yang terbaik. Lagi pula, dua wanita itu tidaklah jelek. Dengan perawakan montok depan belakang, kulit putih mulus, rambut tergerai

  • Gairah Paman Sahabatku   96. Puas

    "kita akan mulai dari Aldrick," kataku muram, membuat James mendesah tak senang. Wajah James berpaling dariku saat aku mencoba meminta penjelasan desahannya itu. Dia mencoba menarik nafas berat beberapa kali hingga akhirnya memusatkan perhatian ke tengah percakapan. " Kau tau aku bukan sedang minta pendapat," kataku menambahkan dengan nada mendesak. "Aku tau," jawab James tak kalah suram. " Oke, lalu apa rencanamu?" Scott tampak ingin menengahi ketegangan antara aku dan James. Tanpa pikir panjang, aku menjelaskan semua rencana yang sudah ada di kepalaku sejak beberapa minggu terakhir. Entah bagaimana tiba-tiba saja pikiranku semakin jernih, dan rencana-rencana yang semula tampak berkabut kini terlihat titik terangnya. James hanya mendengarkan dengan diam. Biasanya dia akan mengomentari dengan decakan atau gumaman tak senang, tapi kali ini dia hanya membisu. "James?" Thomas menepuk bahu James yang kelihatan sedang melamun. "Ya?""Bagaimana?" "Rencananya cukup bagus, dan untun

  • Gairah Paman Sahabatku   95. Prank

    "eh hai Thomas!" aku menyapa dengan wajah yang dibuat seceria mungkin karena bertemu dengannya lagi. "Alice, you good?" tanya Thomas dengan suara lembutnya. "Yah, aku baik saja. Sebenarnya, aku yang ngotot mau langsung pulang, bukan James," Wajah Thomas datar, sementara James menunggu reaksinya. Aku sampai keringat dingin, memikirkan rencanaku yang hancur berantakan jika sampai mereka berdua tidak bisa berbaikan. "Yeah, aku tau kau akan membelanya," jawab Thomas pahit. Aku jadi salah tingkah dan menundukkan pandangan. Tiba-tiba saja kursi rodaku bergetar. Suara cekikikan juga tercekat dari orang yang menahan geli. Benar saja, Thomas dan James sedang menertawai aku. Tentu saja gantian aku yang cemberut. Meski dalam hati senang bukan main melihat mereka berbaikan. Akhirnya, kami berada dalam satu mobil yang sama. Thomas sebagai sopir, dan James duduk disebelahnya. Aku menikmati pemandangan malam yang mulai dingin. Sebenarnya, ingin sekali aku bertanya tentang kejadian mengerika

  • Gairah Paman Sahabatku   94. Kenyataan

    AliceAliceAliceAku mendengar namaku dipanggil. Dalam kegelapan dan kehampaan aku mencoba menarik diriku dari dalam jurang itu. Rasanya sulit sekali, bernafas pun terasa berat. Seandainya saja, "Sayang, bangunlah. Aku disini," suara James yang lembut dan penuh kekhawatiran memanggil.Entah bagaimana, setiap sel di dalam tubuhku merespon suaranya. Seketika ada energi baru yang membantuku bangkit. "Hei" sentuhan lembut tangannya yang dingin memaksaku membuka mata. Aku mengerjap perlahan. Rasanya mataku lengket dan berat. Apakah itu sembab? Hingga kelopak mata pun terasa berat.Melihat senyuman indah itu, aku langsung menangis. Mencoba bangkit dari tidur yang melelahkan. Aku memeluk James teramat erat hingga aku mendengarnya mengerang. "Apa yang sakit?" tanyaku spontan saat teringat dia baru saja ditembak. James kembali memelukku, erat dan hangat. Tempat ternyaman setelah bahu ayah. Kembali aku menangis tersedu-sedu, melihat sekelilingku yang ramai. Tapi aku terlalu kalut untuk

  • Gairah Paman Sahabatku   93. past

    "jangan, tolong jangan Jamesku" raunganku semakin lemah, lebih berupa bisikan putus asa. Sementara James sedang melakukan pertukaran dengan Roran, tim medis datang untuk menjemput wanita hamil itu. Tapi Roran tidak punya belas kasih, bukannya memberikan wanita hamil itu, dia malah menembak James. Dia berteriak kesakitan, membuatku mati rasa. Pandanganku jadi kabur . Setengah mati aku menahan diri agar tetap terjaga, tapi pikiranku tak mampu menahan rasa sakit yang bergejolak. James yang tertembak, tapi aku yang lumpuh. Ingin rasanya aku berlari, tapi aku hanya dapat merangkak. Mencoba menggapai cintaku yang sedang kesakitan.***Hening dan gelap. Rasanya dingin sekali. Aku berdiri di persimpangan jalan yang suram dan dipenuhi daun berguguran. Terkejut saat sekelebatan orang-orang mulai berlarian. Aku dimana? Entahlah, pikirku lelah. James! Dimana James?Aku dengan panik berlarian kesana kemari mencari jejaknya. Berteriak sekuat tenaga memanggil namanya, tapi aku menjadi bisu.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status