James berang mendengar aku di tuduh murahan oleh wanita murahan itu. Dia menutupiku dengan selimut, sementara dia memakai celana boxernya. James berjalan perlahan ke arah Clarisa."Apa kamu pikir kamu berharga?" wajah James menyeringai muak."Tapi... James," ucap Clarisa terbata-bata."Kita hanya sebatas teman ranjang, dan aku menyesal pernah melakukannya dengan kamu. Pergi dari sini atau perlu aku tarik kamu keluar!" "Dia masih anak ingusan James, apa dia bisa memuaskan hasrat liar kamu itu,""Diam! Dia wanita yang aku cintai. Bahkan dia jauh lebih dewasa dibanding kamu!""Hah? Cinta? Sejak kapan kamu main cinta James? Kamu itu hanya butuh pelampiasan. Dan aku bisa jadi apapun buat kamu. Bahkan aku bawa mainan baru untuk kamu,"Aku melihat Clarisa mengeluarkan cambuk kecil dari tasnya. Ujung cambuk itu ada bola kristal kecil yang menggantung bersama bulu. Dia juga mengeluarkan sepasang apa itu? Lato-lato?. Aku tidak tau apa gunanya semua itu. James mengerang frustasi. Dia melempar
"Alice!" Oliv melotot padaku saat pagi harinya aku baru pulang kerumahnya. Aku merasa sedang dimarahi ibuku. "Maafkan aku Liv, aku ketiduran dirumahku," kataku mengarang cerita agar mereka tidak curiga padaku. Hanya Cici yang tau dan dia sedang berpura-pura memarahi aku juga. "Mana camilan yang kau janjikan padaku!" Cici menagih janjiku dengan wajah datar yang dingin.Hampir saja aku melempar sepatuku ke wajahnya. Pandai sekali dia bersandiwara.Aku menunjuk ke meja makan. James memberikan aku uang untuk membeli semua belanjaan itu. Aku pergi sendiri ke supermarket. Cici bertepuk tangan dengan riang setelah melihat aku menepati janji. Oliv melotot sesaat lalu dia juga tersenyum. Sebenarnya, Oliv tidak bisa sembarang makan camilan, tapi kami kasihan padanya. Jadi aku berinisiatif membawa camilan yang sangat rendah gula dan pewarna makanan. Uang yang diberikan James cukup untuk uang bensinku selama sebulan. Aku sempat berbelanja bahan dapur supaya tidak perlu bolak-balik lagi,
James berkendara dengan kecepatan yang lumayan tinggi Beberapa kali melakukan panggilan telepon kepada bawahannya. Dia terus memasang wajah sangar, aku takut melihat ekspresinya yang seakan ingin membunuh seseorang. Sekitar satu jam perjalanan,kami sampai dirumahku. Aku penasaran bagaimana James tau alamat orang tuaku, padahal aku belum memberitahunya. Bahkan dia tidak bertanya. Aku langsung membuka sabuk pengaman dan turun dari mobil. Rumahku tampak ramai dikunjungi tetangga. Aku menerobos barisan tetangga yang sedang membicarakan ayahku. "Ibu!" aku langsung menghampiri ibuku yang sedang duduk dilantai dengan wajah lesu. Dia langsung memelukku erat, hanya bisa menangis tanpa bisa berkata apa-apa. Aku merasa bersalah kepada mereka."Ayah bagaimana buk?""Dibawa baron kerumahnya nak, katanya kalau mau jemput ayah harus lunasi hutangnya hari ini," Ibu menjelaskan sambil menangis. Aku tidak bisa menenangkan nya lagi.James menunggu. Dia sedang berdiri didekat pintu menyaksikan tangi
" Apa kamu duda?" tanya ayah lagi saat aku tidak menjawabnya"Belum pernah menikah pak," James menjawab dengan santai."Begini james," ayah mencondongkan tubuhnya ke depan. "siapapun pasti curiga saat ada pria mapan yang kaya raya dan juga tampan seperti kamu belum pernah menikah," ayah melanjutkan kata-katanya dengan iris mata yang menggelap dan sangar."Anda meragukan saya?" James masih bersikap santai, sementara kepalaku sudah panas."Ayah, James memang masih bujangan. Dia adik papanya oliv. Tidak mungkin kan aku tidak tau latar belakangnya," aku mencoba menengahi mereka. "Putriku, kamu memang sudah pandai. Tak sia-sia kamu kuliah di kota besar," pujian ayah mengandung sarkasme yang tepat pada sasarannya. Aku hanya bisa menunduk, itu sebuah sindiran keras bagiku."Mungkin benar kamu jujur tentang statusmu. Jika kamu bukan orang kaya dan tidak tampan mungkin saya tidak curiga James.""Ayah, kok bicara seperti itu? " Ibu keluar dari dapur dengan tersenyum, lalu duduk mendekat
"Bisakah kau menjemputku hari ini?" aku mengirim pesan pada James, menunggu dengan harap-harap cemas. Lama sekali aku menunggu."Bisa, tunggu satu jam lagi," hanya itu balasan dari James. Aku berusaha berpikir positif,dia pasti sedang sibuk.Sambil menunggu James, aku bersiap-siap. Saat sudah hampir satu jam, aku berpamitan dengan ibu. Ayah sudah berangkat bekerja. Aku sengaja menghindarinya, dan berencana pergi sebelum dia pulang.Tak lama kemudian, sebuah mobil berwarna hitam datang. Aku sudah sumringah sampai saat membuka pintu depan, kekecewaan menerpa. Bukan James yang menjemputku, tapi salah satu bawahannya. Dia berpakaian rapi dengan jas hitam yang mewah. Dengan lesu aku duduk dikursi belakang.Mobil langsung melaju pelan. Aku tidak berminat berbicara atau membuka ponsel. Jadi kami diam selama perjalanan. Pikiranku melayang entah kemana , sesekali menyeka air mata diujung mataku. Ada dengan James? Aku tau perkataan ayah pasti menyakiti hatinya, tapi bukankah dia cinta padaku?
"Ada apa denganmu?" James menggeram dengan marah, Alice membuatnya sangat khawatir. Mengembalikan kartu kreditnya yang bahkan belum sama sekali digunakan, bahkan dia minta diturunkan ditengah jalan. James semakin marah lagi karena Alice malah memutus sambungan panggilan videonya."Dia ada disekitarmu Jody, perhatikan dengan seksama dia bilang melihatmu didepan, berarti dia sedang berada didalam ruangan," "Oh saya menemukannya pak, dia ada didalam minimarket," kata Jody senang ."Bagus, bujuk dia untuk pulang.""Jika tidak bisa pak? Dia terlihat sangat marah," Jody bertanya dengan ragu. James berpikir sebentar. Bagaimana caranya dia bisa tau keadaan Alice tanpa sepengetahuannya."Kalau begitu, buntuti saja kemana dia pergi. Tugas kamu sekarang hanya mengawasi Alice""Baik pak".Dengan gerah James melepas dasinya, dan dua kancing kemejanya. Saat ini libido nya naik, dia ingin pelampiasan. Biasanya James akan menghubungi salah satu wanitanya. Tapi sejak bertemu Alice tidak satupun
"Hai tante!" Jody berseru sambil memeluk Rita, mamanya James. Dia tersenyum melihat Jody yang selalu bersikap hangat padanya."Kamu datang juga?" tanya Rita tersenyum, dia memeluk Jody dengan sayang."Kasihan James, dia tidak punya pasangan untuk datang kesini, jadi aku berbaik hati menemaninya," kata Jody penuh percaya diri."Dia hanya mau numpang makan ma, jangan percaya," Sahut james jengah. Dia berlenggang ke dapur."Apakah kamu sudah punya pasangan kalau begitu?" Tanya Rita curiga. James hanya diam."James terlalu perfectionis ma" Laila, kakak ipar James nyeletuk dengan sedikit tertawa. Di dalam keluarga James, mau anak atau menantu bahkan teman dekat dianggap sama. Orang tua mereka selalu memperlakukan mereka dengan adil. Jadi mereka tidak pernah canggung untuk saling mengungkapan perasaan. Tapi memang James orang yang tertutup, keluarganya sudah berusaha membuatnya nyaman berada disekitar mereka. Begitupun tidak membuat James mengubah sikapnya yang dingin dan sedikit bicar
Setelah memakai topeng, James dan Oliv turun dari mobil. Acara itu diadakan di gedung hotel bintang lima.Area parkir sudah dipenuhi mobil-mobil mewah dengan berbagai merk. Terkadang, acara amal seperti itu dijadikan ajang untuk pamer gaya dan kekayaan. Itulah sebabnya pesta itu bertema pesta topeng.Olive berdecak kagum saat masuk kedalam gedung. Acara itu belum dimulai, jadi para tamu sedang bercengkrama satu sama lain. James menghubungi mola untuk menemuinya. "Pak James?" Seorang wanita memanggil James dari belakang, saat James berbalik rupanya itu Mola.. James tidak terkejut jika mola berpakaian sangat terbuka. Meskipun dia memakai gaun panjang merah hati, tapi belahan dadanya sangat rendah. Ditambah gaun itu juga berpunggung terbuka. Oliv mendelik melihat pemandangan itu. Tapi dia cukup puas melihat James yang sama sekali tidak tertarik dengan Mola. "Ini, berikan kepada panitia" James memberikan amplop cokelat tebal kepada Mola, lalu pergi menggandeng Oliv. Mola menatap kep
"ayo!" Baron ditarik paksa oleh James. Mereka sudah sampai di sebuah gedung yang mirip rumah sakit. Baron mencari-cari nama rumah sakit itu tapi mereka sudah berada di halamannya. "Mau kemana kita?" tanya Baron ketakutan. Yang ada dipikirannya adalah..."Suntik mati!" Jawab James tanpa menoleh. Garis wajahnya begitu tegas dan kejam, membuat Baron semakin trauma. "Kumohon, jangan suntik mati" rengek Baron memelas, "aku akan lakukan apapun tapi jangan suntik mati aku" "Kau rupanya takut mati juga? Apa kau takut tidak dapat kesempatan mencoba obat barumu?" "Apa?""Obat baru yang kau beli dari seorang dokter kandungan" "Darimana kau tau itu?"James menghentikan langkah dan menatap tajam Baron, "tentu saja aku tau semua perbuatan mu, bahkan semua daftar psk juga gigolo yang kau sewa!" Baron bungkam, dia tidak dapat mengelak apapun lagi. Sudah pasti James bisa mendapatkan informasi apapun dari manapun. Selama ini, Baron merasa bahwa dia adalah seorang mafia yang disegani di bawah ko
Hari -hari James menjadi lebih sulit setelah dia pulang ke Boston. Terus mengecek email dan meminta semua orang untuk melapor setiap satu jam sekali. Gedeon yang paling aktif. James sempat tersedak saat sedang meneguk tehnya. Cara Gedeon cukup cerdik. Dia menggunakan media sosial untuk mengunggah setiap aktifitasnya di Farm Girl sebagai pegawai baru. Alice menyadarinya tentu saja, tapi dia terus tersenyum saat diajak ber selfie oleh Gedeon. Terkadang Alice menunjukkan sarapannya, atau melambai saat dia sedang berjalan melewati Farm Girl di petang harinya. Itu mengobati rindu James meski hanya sedikit. Sebagian besar pekerjaannya sudah di alihkan pada semua tangan kanan dan sekretasinya, namun kehadirannya di kantor sangat dibutuhkan. Pengaruh James yang cukup besar tidak hanya untuk perusahaannya saja, namun beberapa saham yang dimilikinya di beberapa negara bagian lainnya. Seperti satu hari itu, James berangkat menggunakan
"Dia pergi kekawasan Notting Hill kak," Scott melaporkan situasi terkini Aldrick Beufort pada James yang sedang berjaga-jaga di dekat sebuah gedung. James terus merasa gelisah sejak kepergian Alice bersama Thomas. Dia melihat bagaimana pandainya Thomas mengatur emosi, mimik wajah juga ucapannya. Orang seperti itu sangat berbahaya jika kita tidak bertindak hati-hati. Jadi, alih-alih membiarkan Alice melakukan petualangan nya sendiri, James malah mengatur rencana untuk kekasihnya. "Cari tau apa yang dia lakukan disana, dik," titah James tegas, dia tidak mau membuang kesempatan apapun untuk Alice. "Baik," Scott mematikan sambungan .James lalu pindah ke sebuah kafe diseberang gedung itu. Mengawasi setiap gerak-gerik mencurigakan. Mendapati Alice keluar bersama Thomas dan beberapa gadis yang tampak akrab dengannya. "Apa dia mendapat teman baru?" pikir James menaikkan satu alisnya. Dia sangat tau bagaimana Alice. Dia me
"ehemmmm" Aldrick langsung mengalihkan pandangan pada gadis mungil dibelakangnya. Matanya sinis juga mencela. Tapi bibirnya terkatup rapat. Alice bersikap santai, dia tersenyum lebar lalu duduk disebuah kursi dekat jendela. Angin menyibakkan rambutnya yang tergerai panjang. Ingin sekali Aldrick merapikan rambut itu. "Eh kok sudah bisa senyum? Sudah sembuh?" Celetuk Aldrick membuat Alice nyengir."Belum, tapi karena musiknya sudah mati, jadi gigiku tidak terlalu berdenyut seperti tadi," "Oh maafkan keegoisanku madam," Aldrick meminta maaf sambil membungkuk dengan sikap hormat. "Hahahah! Aku merasa jadi lebih tua," "Oh maaf, nona. Aku lupa kau belum menikah atau apakah sudah?" sindiran penuh rasa penasaran. "Tentu saja belum," Alice tersenyum manis sekali, sampai rasanya Aldrick akan membutuhkan suntik insulin. "Baiklah, aku akan mengambilkan minum untukmu" diberikannya obat pereda nyeri itu,
Semua hal di dalam dunia menjadi indah jika kita mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Namun Aldrick hanya memiliki sebagian sebagian besar yang diinginkan kebanyakan orang. Uang bukan sesuatu yang benar-benar menggiurkan jika kau memiliki seisi Bank. Tapi Aldrick bersyukur dia memiliki Nut. Meskipun sebelum ini Aldrick tidak pernah bertanya siapa ibunya, tapi dia juga tidak menampik akan rasa penasaran terhadap sosok ibunya. Meski begitu, selera Aldrick tentang perempuan juga tidak main-main. Mungkin karena itu dipengaruhi oleh pengasuh nya sejak bayi, yaitu Bibi Sally. "Kau tau! tidak ada seorang ibu yang ingin melihat anaknya menderita. Semua ibu itu memiliki cinta yang paling besar untuk anak-anak mereka. Anak adalah hidupnya, dan dia rela menukar hidupnya untuk kebahagiaan anaknya," Dulu, Aldrick tidak mengerti ucapan yang selalu di ulang-ulang oleh Bibi Sally. Namun belakangan, Aldrick sudah mengetahui maknanya. Hingga ia memutuskan untuk
Nut terheran-heran. Sejak tadi Aldrick terus memandang ke jendela dan tersenyum seperti orang gila. Bahkan dia tidak memberi tahu Nut, siapa yang dia kunjungi di Brick Lane tadi. Namun Nut tidak ingin mengganggu apapun yang membuat tuannya tampak bahagia. Dia bersimpati pada gadis yang membuat Aldrick tampak berbeda. Binar matanya yang kelam menunjukkan cahaya meski sedikit. Mobil berhenti didepan rumah yang berdempetan rapi. Setiap rumah di cat dengan warna-warna cerah , menambah keindahan kawasan di Notting Hill itu.Aldrick membeli rumah di Chepstow Villas ini sejak tahun lalu, saat perjumpaannya dengan Alice. Dia memiliki harapan yang cerah begitu mengunjungi kawasan yang selalu ramai wisatawan itu. Rumah dengan warna cat biru pastel. Disebelah rumah berwarna pink. Dia mengira rumah itu kosong dan akan manis sekali jika yang menempatinya itu seorang gadis. Selain lingkungannya yang bagus, Chepstow dekat dengan Westbourne Grove, y
" Menurutmu, apa yang membuat Thomas datang kemari?" tanya Aldrick pada Nut"Aku fikir, kita harus membiarkannya masuk untuk dapat tahu tujuannya tuan," Nut menyarankan."Benar juga, tapi bukankah sangat beresiko untuk kita?" Aldrick merasa cemas, jari-jarinya tak berhenti mengetuk-ngetuk sofa Nut mengangguk setuju, "tapi anda sudah punya bukti-bukti siapa korban sesungguhnya tuan. Anda bisa saja mati jika aku tidak ada disana saat itu," Aldrick mau tak mau harus mengambil resiko jika ingin namanya kembali bersih. Meskipun dia sendiri tidak keberatan sama sekali jika namanya tercoreng. Itu hanya masalah seorang gadis, bajingan manapun pernah mengalami hal yang lebih parah. Mengingat kembali bagaimana pertemuannya dengan Bella saat kunjungannya ke amerika, Aldrick menemukan Bella belia yang manis dan lugu. Saat itu, Bella masih menjadi salah seorang mahasiswi di Washington University, Seattle. Dia memang memiliki perawakan yang nyaris sempurna. Bella memiliki potensi yang bagus se
"eehhh tuan?" Nut melirik Aldrick yang terlihat gugup. Tangannya menggenggam tangan Nut sangat erat. "Ada apa Nut?" tanya Aldrick kesal, "Apakah tuan gugup?" Nut masih memandangi tangan bosnya itu. Aldrick menyadari posisi itu dan langsung melepasnya. Seraya merapikan jasnya yang sudah licin, Aldrick berjalan menuruni tangga dengan sikap pongah seperti biasa. Nut mendengar Clint sedang bergosip mengenai sikap bos mereka akhir-akhir ini. Dia hanya dapat melempar pandangan mematikan pada mereka. "Bagus sekali Clint, kau bisa mengurusi pacarmu selama bos sedang sibuk hari ini," Nut berkata dengan sinis. Membuat senyum konyol Clint menghilang dari wajahnya yang bulat. Nut merasa puas dapat membungkam mulut Clint yang mirip perempuan. Bagaimana pun, Nut sangat menghormati Aldrick dan akan membelanya mati -matian. "Selamat datang Tuan Beufort!" Seru salah seorang pria berjas abu-abu dengan dasi hitam putih, perutnya tampak memberontak dalam Jas yang kesempitan itu. Al
"tuan, pesawat sudah siap" ujar seorang pria bertubuh tinggi berkulit hitam. Dia memasang wajah datar seperti biasa. "Oke, Nut?" Aldrick melirik ajudannya yang berambut ungu. "Segera tuan," jawab Nut langsung bergerak mundur. Mereka masuk kedalam pesawat jet pribadi milik Aldrick yang berinterior mewah dengan segala fasilitasnya. Dua wanita muda jangkung, mengenakan dress seksi langsung berdiri begitu melihat kedatangan Aldrick. Mereka menyambutnya dengan senyuman merekah, dihiasi bibir ungu tua , yang satunya merah cerah. Selera fashion mereka juga tampak aneh. Aldrick hanya melenggang duduk di sofa empuk, mengabaikan dua wanita aneh yang sedari tadi minta perhatiannya. "Aku heran, apa tidak ada wanita lain dengan selera yang lebih berkelas?" gerutunya dalam hati. Tapi Aldrick tidak suka mengoceh. Dia yakin, para pegawainya sudah berusaha melakukan yang terbaik. Lagi pula, dua wanita itu tidaklah jelek. Dengan perawakan montok depan belakang, kulit putih mulus, rambut tergerai