Ramel menyeringai puas mendengar ucapan Bella, ia mulai mengambil posisi aman di kedua paha Bella lalu perlahan mendorong miliknya dengan lembut."Ah...hum...." Lagi-lagi Bella mendesah untuk kesekian kalinya, yang membuat Ramel semakin bersemangat dan bergairah.Pria tampan itu tidak berhenti menghentak pinggulnya maju mundur, semakin Bella mendesah semakin cepat gerakan Ramel."Ah...aku sudah tidak kuat lagi, Ramel," teriak Bella dengan nada erotis, saat merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhnya.Wanita cantik itu menggeliat, sepuluh jari tangannya mencakar punggung Ramel. Rasa aneh yang ia rasakan kali ini sungguh berbeda dari sebelumnya."Ow...ssttt...ah..." Kali ini Ramel yang mendesah sambil menggeliat.Cairan kental telah ia semburkan dari ujung benda tumpulnya ke dalam sana. Ia menungkupkan tubuh kekarnya di atas tubuh polos Bella. Napas kedua menderu dan saling beradu, pertempuran kali ini benar-benar membuat sepasang suami istri itu kelelahan, bahkan tubuh keduanya basah ka
Dengan berat hati Bella terpaksa masuk ke dalam mobil. Keduanya duduk di bangku penumpang, sedangkan yang mengemudi sopir yang biasa mengantar Bella ke kampus."Hari ini kamu pulang jam berapa?" Akhirnya Ramel membuka mulut setelah 15 menit di dalam mobil."Seperti biasa," jawab singkat Bella, wanita cantik itu fokus menatap ke luar melalui kaca."Aku tanya jam berapa?" Ramel kembali bertanya."Jam 12 Ramel, tapi kalau ada tambahan mata pelajaran! Mungkin jam satu," jawab Bella yang masih tetap fokus menatap ke arah luar."Kalau bicara itu, lihat aku," ucap Ramel sambil kedua tangannya memutar kepala Bella.Sopir yang duduk di bangku pengemudi tersenyum melihat aksi Ramel. Ini pertama kalinya ia melihat Ramel bersikap seperti itu kepada Bella. Selama ini tuannya itu selalu bersikap kasar dan membentak Bella, namun kali ini nada bicaranya terdengar lembut."Jangan senyum-senyum, fokus saja menyetir." Setelah mengatakan itu, Ramel menarik gorden pembatas.Lalu ditariknya tengkuk Bella,
Setibanya di bandara Singapura, seseorang sudah menunggu mereka di sana. Pria berseragam hitam itu langsung menyambut mereka dengan hormat, ia membawa semua barang-barang mereka lalu menyusunnya ke dalam mobil."Apa semuanya sudah beres?" tanya Ramel.Saat ini mereka sudah di dalam mobil menuju sebuah hotel yang terletak di pusat kota Singapura."Sudah Tuan," jawab pria itu.Mobil pun kembali hening hingga memasuki parkiran Hotel. Saat masuk ke dalam hotel, semua resepsionis menunduk hormat dan salah satu diantara mereka mengikuti Ramel dan Bella ke lantai empat puluh.Wanita berseragam batik itu membukakan pintu kamar Hotel, lalu mempersilahkan Ramel dan Bella untuk masuk."Silahkan masuk Pak, Bu," ucapnya."Terima kasih," balas Bella sambil tersenyum."Apa aku tetap di sini Pak?" tanya resepsionis yang bertubuh langsing itu."Pergilah, nanti saya hubungi jika ada yang perlu," ucap Ramel.Ucapan Ramel membuat pikiran Bella traveling, bayangan kotor seketika memenuhi pikirannya. Bahka
Wanita cantik itupun langsung tertidur pulas, menangis terlalu lama membuatnya lelah. Namun saat Bella tertidur, sebuah pesan masuk ke ponselnya.Ramel yang duduk di sofa, segera bangkit melangkah untuk meraih ponsel Bella yang terletak di atas meja kecil yang ada di samping tempat tidur.Wajahnya terlihat kesal saat membaca nama sang pengirim pesan. Ia mengusap layar benda pintar itu, lalu membaca huruf yang tersusun rapi di sana. [Bel, kamu kok gak datang sih? Aku dan Rara menunggumu sejak tadi, ini kami baru pulang dari kafe. Ramel gak jadi ke luar kota ya? Atau dia tidak mengizinkanmu ke luar rumah?] Isi pesan dari Kevin.Ramel mengeratkan seluruh giginya hingga menimbulkan suara, seluruh jarinya ia kepalkan menjadi satu karena kesal membaca pesan dari Kevin.Ditatapnya wajah Bella yang tertidur pulas di atas tempat tidur, seketika niat kotornya tumbuh. Ramel bangkit dari tempatnya melangkah menuju tempat tidur, ia naik ke atas ranjang dan langsung mencumbu Bella.Tentu wanita ca
"Cukup Sarah, jangan membuat cerita yang tak masuk akal," bantah Ramel."Apa yang tidak masuk akal, malam itu kamu mabuk parah itu sebabnya aku mengantarmu kembali ke kediaman Wijaya. Tapi saat tiba di sana kamu menahan tanganku agar tidak pergi. Malam itu lah kamu merenggut semua kehormatanku, Ramel." Tangisan Sarah semakin pecah."Itu tidak mungkin, itu tidak mungkin," bantah Ramel."Aku tidak berbohong Ramel, kita sudah melakukannya malam itu," tegas Sarah."Ok, aku akan memikirkannya. Tapi tolong beri aku waktu karena aku tidak bisa mengingatnya sama sekali," ucap Ramel dengan wajah kesal, "Kembali lah ke Jakarta, kita akan bertemu di sana," lanjutnya."Baiklah," sahut Sarah yang langsung bangkit dari tempatnya lalu pergi.Setelah pintu tertutup rapat, Ramel mengepalkan tangannya lalu melampiaskannya ke tembok. Ia berusaha mengigat kejadian malam itu, namun tak bisa. Ramel hanya mengigat menemukan bercak darah di atas seprai saat bangun tidur di pagi hari."Jika itu darah suci mil
Tetapi Ramel hanya melewatinya, melangkah menuju bangku bisnis."Kamu kenapa?" tanya Bella yang memperhatikan wajah Ramel sedikit tegang."Aku sepertinya melihat kakek," jawab jujur Ramel."Di mana?" tanya Bella yang penasaran."Kamu tunggu di sini," ucap Ramel yang langsung bangkit dari kursinya.Ia kembali ke ke belakang untuk memperjelas wajah pria yang ia lihat tadi. Tapi sayang, bangku itu sudah terlihat kosong. Ramel pun kembali ke tempatnya dan mengatakannya kepada Bella."Mungkin kamu salah lihat," ucap Bella."Hum, mungkin saja," timpal Ramel.Keduanya pun kembali menutup mulut, Ramel menurunkan sandaran kursinya lalu tidur. Sedangkan Bella menikmati makanan yang disediakan pihak maskapai. Entah mengapa dua hari terakhir ini ia sering lapar dan hobi ngemil.Saat Ramel terbangun dari tidurnya, mereka sudah tiba di bandara Jakarta. Keduanya turun dari pesawat dengan posisi Ramel menggenggam telapak tangan Bella.Tentu hal itu membuat Bella sedikit canggung dan semakin bertanya-
"Kamu bicara apa sih, Mbok?" protes pelayan yang satu."Iya, bicaralah yang jelas Mbok," timpal pelayan yang satu lagi."Sini, sini, sini." Mbok Inem meminta semaunya untuk mendekat kepadanya."Sebentar lagi akan ada bayi di rumah ini," ucap Mbok Inem dengan lembut dan penuh semangat."Oh.. Nyonya dan Tuan akan mengadopsi anak?" ucap Bibi Mina seraya bertanya."Bukan bodoh, memang Tuan dan Nyonya mandul apa?" ucap Mbok Inem."Jadi? Kamu sih bicaranya gak jelas Mbok," protes Bibi Mina."Tadi aku tidak sengaja melihat Tuan dan Nyonya sedang melakukan hubungan suami istri," ucap Mbok Inem.Semua membulatkan mata, mereka terkejut mendengar ucapan Mbok Inem, "Kamu melihatnya?" tanya Bibi Mina untuk memperjelas."Iya, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri." Mbok Inem menceritakan terjadinya ia melihat Tuan dan Nyonyanya sedang melakukan hubungan suami-istri."Oh... begitu," sahut semaunya."Semoga hubungan Tuan dan Nyonya semakin membaik dan cepat memiliki anak. Aku berdoa semoga mere
"Kamu mau duduk di mana?" tanya Ramel sambil mencengkram pergelangan tangan Bella, sebab wanita cantik itu melangkah menuju kursi yang terletak di hadapan Ramel."Di situ," jawab Bella sambil menunjuk bangku yang ingin ia duduki."Di sini saja." Ramel menarik tangga Bella hingga duduk di kursi kosong tepat di sampingnya.Sedangkan para pelayan duduk di bangku lain, seumur hidup ini pertama kalinya mereka makan di atas meja yang sama dengan Ramel. Tentu semuanya merasa gugup, tidak ada yang berani menyentuh makannya."Kalian kenapa diam?" ucap Ramel."Ka...kami...""Tidak ada kami, kami. Hari ini waktunya bebas, jadi nikmat saja apa yang sudah disediakan," sela Ramel yang membuat Mbok Inem tidak melanjutkan ucapannya.Kesepuluh pelayan itu mulai menyendok makanan ke dalam piringnya masing-masing. Begitu juga dengan Bella, wanita cantik itu terlebih dahulu mengisi piring Ramel setelah itu baru piringnyaSelama makan tidak ada yang berbicara, semua diam sambil menikmati makannya. meja ya
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia