Setibanya di rumah sakit, Bella melihat mobil Ramel di parkiran. Ia segera masuk ke dalam rumah sakit sebelum Lukas melihatnya, sebab sopir kepercayaan keluarga Wijaya itu menunggu di parkiran.Tangan Bella yang tadinya bersiap untuk mengetuk pintu ruangan dokter, seketika terhenti karena mendengar suara Ramel."Aku ingin Pak Bryan Alexander Wijaya dirawat di rumah, siapkan satu dokter untuknya.""Baik Pak." "Kalau begitu aku pergi dulu."Bella segera meninggalkan pintu dan bersembunyi di balik tembok. Setelah Ramel tidak terlihat lagi, baru ia menemui dokter."Permisi Dokter," ucap Bella sambil menjulurkan kepala dari balik pintu."Eh Nona Bella," sahut sang dokter, "Silahkan duduk," lanjutnya mempersilahkan Bella untuk duduk di kursi tamu."Terima kasih." Bella menjatuhkan bokongnya di atas kursi, "Maaf Dok, apa aku bisa bertanya sesuatu?" lanjutnya."Tentu saja, silahkan," sahut dokter dengan ramah sambil tersenyum."Apa Tuan Ramel datang kemari?" Bella sengaja bertanya untuk mema
Tubuh mungil Bella terperosok ke lantai, ia memejamkan mata sambil menumpahkan butiran bening. Tanpa Ramel mengatakannya, ia sudah tahu kalau pernikahan mereka bukanlah sungguhan, melainkan hanya sebatas balas dendam. Dengan cara menikahinya, Ramel bisa menggantung nasib Bella. Malam telah berlalu, Bella membuka mata di pagi hari dan melihat tempat tidur kosong. Sepertinya satu malam ini Ramel tidak kembali ke kamar, sedangkan Bella tidur di atas sofa.Bella baru saja bangkit dari sofa, tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar. Siapa lagi kalau bukan Ramel! Hanya pria tampan itulah yang berani membuka pintu dengan cara seperti itu."Siapkan air hangat, pakaian dan sarapan," ucap Ramel saat muncul dari pintu.Tanpa menjawab, Bella segera menuju kamar mandi. Ia menyiapkan air hangat di dalam bathtub, setelah itu ia bergegas untuk meraih sepasang pakai formal dari lemari dan sepatu."Kamu mau ke mana?" tanya Ramel tiba-tiba saat Bella melangkah menuju pintu."Menyiapkan sarapan," jawab sing
Ramel baru saja ke luar dari kamar, telinganya langsung mendengar suara keributan dari lantai satu. Kaki jenjangnya melangkah menuruni anak tangga menuju ruang tamu.Benar saja, James sedang berdebat dengan seorang wanita. Keduanya terlihat beradu mulut sampai tidak menyadari keberadaan Ramel."Ayah macam apa orang sepertimu, kamu tega memfitnah anak kandungmu sendiri," ucap wanita itu sambil menunjuk James dengan satu jari tangannya."Fitnah apa Tania? Memang putra kitalah yang melakukannya," sahut James dengan nada yang tidak kalah tinggi dari Tania."Aku yang mengandung Bryan, aku yang melahirkannya dan aku yang membesarkannya. Jadi aku mengenalnya seperti apa, dia sangat menyayangi Bram, menghargainya dan menghormatinya. Bahkan Bryan lebih menyayangi ayahnya daripada aku, jadi tidak mungkin Bryan melakukan hal itu," bantah Tania."Kamu tahu apa Tania? Kamu selama 20 tahun ini terkurung di penjara, jadi kamu tidak tahu apa-apa," ucap James."Walupun aku terkurung di sana! Tapi aku
Waktu menunjukkan pukul 12 malam, namun Ramel belum juga kembali ke kediaman Wijaya. Seharusnya Bella bahagia, setidaknya ia bisa nyaman dan tentram dari sikap kasar suaminya itu. Tetapi ternyata tidak, ia justru resah menunggu kepulangan pria kejam itu. Bahkan Bella tidak bisa tidur, ia duduk di balkon sambil memandang ke arah gerbang. Entah mengapa ia berharap mobil Ramel segera muncul dari sana.Saat Bella akan masuk ke dalam kamar, telinga tidak sengaja mendengar sesuatu dari balkon kamar sebelah."Aku tidak mau tahu, pokoknya bereskan wanita sialan itu." Kata-kata itu terdengar jelas di telinga Bella, yang membuat langkah kakinya seketika berhenti. Ia memutar tubuh mungilnya untuk melihat sang pemilik suara.Dan benar saja, di sana terlihat James sedang bicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Wajah pria tua itu terlihat kesal dan marah."Kakek bicara dengan siapa?" tanya Bella kepada dirinya sendiri.Rasa penasaran membuat Bella berniat untuk menemui kakeknya, namun
Setibanya di kediaman Wijaya, dari gerbang Bella sudah melihat Ramel sedang duduk di balkon kamar. Jantung Bella langsung dak dik duk di dalam sana. "Bel, aku langsung pulang ya?" ucap Rara saat Bella membuka pintu mobilnya."Oh, kamu gak singgah dulu?" sahut Bella."Lain kali aja ya? Soalnya aku mau ke salon, persiapan untuk besok," ucap Rara sambil mengedipkan mata, "Oh iya, jangan lupa untuk meminta izin sama sepupu kamu yang gila itu," lanjutnya."Iya, iya," jawab Bella sambil tersenyum."Dah..., aku pergi dulu ya." Rara melambaikan tangan dan dibalas oleh Bella.Setelah mobil Rara ke luar dari gerbang, Bella bergegas masuk ke dalam rumah. Kaki mungilnya melangkah menaiki anak tangga, setibanya di depan pintu kamar! Bella menarik napas dalam-dalam sebelum membukanya."Kamu dari mana? Ini sudah jam berapa?" Pertanyaan itu menyambut Bella saat menjulurkan kepala dari balik pintu. Ia sudah mendung pertanyaan itu pasti ke luar dari mulut Ramel."Maaf, tadi aku menemani Rara belanja,
"Bertemu dengan teman Kakek," jawab James, "Oh iya, kamu gak kuliah?" lanjutnya."Sudah pulang Kek, hari ini pulang lebih awal karena dosen gak masuk," jawab jujur James."Oh, kalau begitu Kakek duluan. Kamu jangan terlalu lama pulang, nanti Ramel marah," ucap James sebelum pergi.Sedangkan Bella kembali menghampiri teman-temannya, tubuhnya duduk dengan santai tetapi pikirannya melayang-layang. Ia penasaran dengan kakeknya, yang ia tahu Kakeknya tidak bekerja, tetapi kenapa dia meminta pria itu untuk segera menyelesaikannya.Apa yang harus dibereskan secepatnya? Dan bisnis apa yang dijalankan Kakeknya saat ini? Terus kenapa Kakeknya tidak pernah cerita kepadanya? Pertanyaan itulah yang memenuhi otak Bella saat ini."Bel," panggil Rara sambil melambaikan telapak tangan di depan wajah Bella."Hah, iya," sahut Bella gugup."Kamu ada masalah apa sih? Dari kemarin kamu kerjaannya termenung ajah," ucap Rara."Enggak ada masalah apa-apa, aku lagi mikirin baju untuk nanti malam," dalih Bella
"Ra, Bel, tunggu sebentar ya?" ucap Kevin tiba-tiba.Pria tampan itu bangkit dari kursinya, melangkah menghampiri Ramel."Selamat datang Tuan Ramel, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk datang kemari," ucap Kevin."Tentu saya datang, suatu kehormatan bagi saya mendapat undangan dari keluarga Barata," balas Ramel."Mari kita duduk," ajak Kevin.Tadinya ia ingin mengajak Ramel dan Sarah bergabung dengan Bella dan Rara. Tetapi kedua wanita cantik itu sudah tidak di sana lagi, entah ke mana mereka pergi dan menghilang begitu saja.Akhirnya Kevin membawa Ramel dan Sarah bergabung dengan orang tuannya, sebab Ramel adalah tamu spesial dalam pesta itu. Karena Ramel lah yang menanam saham di sana untuk membantu perusahaan itu berdiri.Tepat pukul 8 malam, MC pun mulai membuka acara. Ia sudah menyebutkan nama-nama tamu spesial dalam pesta itu. Satu persatu mulai mengucapkan kata sambutan dan penyerahan kunci. Setelah itu berlanjut ke acara bebas, semuanya menikmati makanan dan minuman dite
Entah mengapa Ramel merasa sakit hati melihat Kevin dekat dengan Bella. Apalagi saat Kevin menarik tangan Bella mengajaknya duduk di sampingnya. Ingin rasanya ia menghajar Kevin, memberi pelajaran kepada anak kliennya itu."A...a...a....aku ti...."Ramel refleks menempelkan bibirnya ke bibir Bella, ia melumat bibir wanita cantik itu dengan kasar yang membuat Bella tidak melanjutkan ucapnya."Aku akan melakukannya lebih kasar dari ini, jika kamu berani dekat dengan pria lain," ancam Ramel setelah melepaskan bibirnya. Sedangkan Bella hanya diam mematung sambil menutup mata rapat-rapat. Ia membuka mata setelah mendengar suara pintu."Huf..." Akhirnya Bella bisa bernapas, setelah Ramel pergi.Ia menyentuh bibirnya dengan jari tangannya, sambil menatapnya dari pantulan kaca. Seumur hidup, ini pertama kalinya Bella merasakan sentuhan dari seorang pria. Ciuman kasar dari Ramel membuat sudut bibirnya bengkak, sebab suaminya itu sengaja menggigitnya karena kesal. Sebelum ke luar dari kamar m