Waktu menunjukkan pukul 12 malam, namun Ramel belum juga kembali ke kediaman Wijaya. Seharusnya Bella bahagia, setidaknya ia bisa nyaman dan tentram dari sikap kasar suaminya itu. Tetapi ternyata tidak, ia justru resah menunggu kepulangan pria kejam itu. Bahkan Bella tidak bisa tidur, ia duduk di balkon sambil memandang ke arah gerbang. Entah mengapa ia berharap mobil Ramel segera muncul dari sana.Saat Bella akan masuk ke dalam kamar, telinga tidak sengaja mendengar sesuatu dari balkon kamar sebelah."Aku tidak mau tahu, pokoknya bereskan wanita sialan itu." Kata-kata itu terdengar jelas di telinga Bella, yang membuat langkah kakinya seketika berhenti. Ia memutar tubuh mungilnya untuk melihat sang pemilik suara.Dan benar saja, di sana terlihat James sedang bicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Wajah pria tua itu terlihat kesal dan marah."Kakek bicara dengan siapa?" tanya Bella kepada dirinya sendiri.Rasa penasaran membuat Bella berniat untuk menemui kakeknya, namun
Setibanya di kediaman Wijaya, dari gerbang Bella sudah melihat Ramel sedang duduk di balkon kamar. Jantung Bella langsung dak dik duk di dalam sana. "Bel, aku langsung pulang ya?" ucap Rara saat Bella membuka pintu mobilnya."Oh, kamu gak singgah dulu?" sahut Bella."Lain kali aja ya? Soalnya aku mau ke salon, persiapan untuk besok," ucap Rara sambil mengedipkan mata, "Oh iya, jangan lupa untuk meminta izin sama sepupu kamu yang gila itu," lanjutnya."Iya, iya," jawab Bella sambil tersenyum."Dah..., aku pergi dulu ya." Rara melambaikan tangan dan dibalas oleh Bella.Setelah mobil Rara ke luar dari gerbang, Bella bergegas masuk ke dalam rumah. Kaki mungilnya melangkah menaiki anak tangga, setibanya di depan pintu kamar! Bella menarik napas dalam-dalam sebelum membukanya."Kamu dari mana? Ini sudah jam berapa?" Pertanyaan itu menyambut Bella saat menjulurkan kepala dari balik pintu. Ia sudah mendung pertanyaan itu pasti ke luar dari mulut Ramel."Maaf, tadi aku menemani Rara belanja,
"Bertemu dengan teman Kakek," jawab James, "Oh iya, kamu gak kuliah?" lanjutnya."Sudah pulang Kek, hari ini pulang lebih awal karena dosen gak masuk," jawab jujur James."Oh, kalau begitu Kakek duluan. Kamu jangan terlalu lama pulang, nanti Ramel marah," ucap James sebelum pergi.Sedangkan Bella kembali menghampiri teman-temannya, tubuhnya duduk dengan santai tetapi pikirannya melayang-layang. Ia penasaran dengan kakeknya, yang ia tahu Kakeknya tidak bekerja, tetapi kenapa dia meminta pria itu untuk segera menyelesaikannya.Apa yang harus dibereskan secepatnya? Dan bisnis apa yang dijalankan Kakeknya saat ini? Terus kenapa Kakeknya tidak pernah cerita kepadanya? Pertanyaan itulah yang memenuhi otak Bella saat ini."Bel," panggil Rara sambil melambaikan telapak tangan di depan wajah Bella."Hah, iya," sahut Bella gugup."Kamu ada masalah apa sih? Dari kemarin kamu kerjaannya termenung ajah," ucap Rara."Enggak ada masalah apa-apa, aku lagi mikirin baju untuk nanti malam," dalih Bella
"Ra, Bel, tunggu sebentar ya?" ucap Kevin tiba-tiba.Pria tampan itu bangkit dari kursinya, melangkah menghampiri Ramel."Selamat datang Tuan Ramel, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk datang kemari," ucap Kevin."Tentu saya datang, suatu kehormatan bagi saya mendapat undangan dari keluarga Barata," balas Ramel."Mari kita duduk," ajak Kevin.Tadinya ia ingin mengajak Ramel dan Sarah bergabung dengan Bella dan Rara. Tetapi kedua wanita cantik itu sudah tidak di sana lagi, entah ke mana mereka pergi dan menghilang begitu saja.Akhirnya Kevin membawa Ramel dan Sarah bergabung dengan orang tuannya, sebab Ramel adalah tamu spesial dalam pesta itu. Karena Ramel lah yang menanam saham di sana untuk membantu perusahaan itu berdiri.Tepat pukul 8 malam, MC pun mulai membuka acara. Ia sudah menyebutkan nama-nama tamu spesial dalam pesta itu. Satu persatu mulai mengucapkan kata sambutan dan penyerahan kunci. Setelah itu berlanjut ke acara bebas, semuanya menikmati makanan dan minuman dite
Entah mengapa Ramel merasa sakit hati melihat Kevin dekat dengan Bella. Apalagi saat Kevin menarik tangan Bella mengajaknya duduk di sampingnya. Ingin rasanya ia menghajar Kevin, memberi pelajaran kepada anak kliennya itu."A...a...a....aku ti...."Ramel refleks menempelkan bibirnya ke bibir Bella, ia melumat bibir wanita cantik itu dengan kasar yang membuat Bella tidak melanjutkan ucapnya."Aku akan melakukannya lebih kasar dari ini, jika kamu berani dekat dengan pria lain," ancam Ramel setelah melepaskan bibirnya. Sedangkan Bella hanya diam mematung sambil menutup mata rapat-rapat. Ia membuka mata setelah mendengar suara pintu."Huf..." Akhirnya Bella bisa bernapas, setelah Ramel pergi.Ia menyentuh bibirnya dengan jari tangannya, sambil menatapnya dari pantulan kaca. Seumur hidup, ini pertama kalinya Bella merasakan sentuhan dari seorang pria. Ciuman kasar dari Ramel membuat sudut bibirnya bengkak, sebab suaminya itu sengaja menggigitnya karena kesal. Sebelum ke luar dari kamar m
Pelayan membantu Bella menyiapkan makanan di atas meja, sedangkan Sarah dan Ramel duduk di ruang tamu. Keduanya terlihat sedang berbincang-bincang sambil tertawa."Jangan sakit hati Bella, ingat! Kamu menikah dengan Ramel hanya untuk menebus kesalahan orang tuamu," bisik dalam hati Bella.Ia berusaha menguatkan dirinya dan menyadarkan dirinya sendiri. Sejujurnya hati Bella teriris melihat kedekatan keduanya, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Bella hanya bisa mengelus dada dan berdoa kepada yang kuasa, agar merubah kehidupannya yang pahit menjadi manis.Setelah makanan terhidang di atas meja, Bella langsung meninggalkan meja makan. Ia membuat alasan ingin memberikan obat kepada ayahnya."Kakek," ucap Bella setelah membuka pintu kamar ayahnya dan melihat James ada di sana."Kemari lah, ada yang ingin Kakek bicarakan."Bella melangkah menghampiri James yang duduk di sofa, "Ada apa Kek?" tanya Bella sambil menjatuhkan bokongnya di atas sofa.James menghela napas sebelum membuka mulut,
"Aku tidak melakukan apa-apa," jawab Ramel dengan santai."Jika kamu tidak melakukan sesuatu! Papah tidak mungkin menagis seperti ini," bantah Bella yang tidak percaya, "Aku mohon kepadamu, tolong jangan sakiti Papah. Aku rela menjadi pelayan di rumah ini sampai seumur hidupku, asal jangan siksa Papah," lanjutnya sambil berurai air mata.Ramel menghela napas kasar, ia bangkit dari lantai lalu pergi tanpa bicara. Sedangkan Bella masih tetap di sana, ia membantu ayahnya bangkit dari lantai lalu menuntunnya ke tempat tidur."Jangan takut ya Pah, Bella pasti selalu ada untuk Papah," ucap Bella untuk menenangkan Bryan."Sekarang Papah istirahat ya," ucapnya sambil menyelimuti tubuh ayahnya.Bella meninggalkan kamar setelah ayahnya tertidur pulas. Air mata tidak berhenti menetes membayangkan seperti apa tangisan ayahnya tadi.Setibanya di kamar, Bella tidak melihat Ramel ada di sana. Ia mencarinya ke ruang ganti hingga ke kamar mandi, tetapi tak ia temukan."Apa Ramel sudah turun?" ucap Bel
Bella langsung terdiam, ia menutup mulut rapat-rapat dan segera meninggalkan kamar menuju ruang makan.Bella baru saja menghidangkan makanan di atas meja, tiba-tiba Ramel terlihat menuruni tangga. Pria tampan itu bukannya menuju meja makan, melainkan menuju pintu utama dan masuk ke dalam mobil lalu pergi meninggalkan kediaman Wijaya.James yang melihat Ramel pergi, segera menghampiri Bella ke meja makan."Ramel ke mana Bella?" tanya James sambil menjatuhkan bokongnya di atas kursi."Aku enggak tahu Kek," jawab Bella."Apa kamu sudah bicara dengannya?" ucap James dengan nada lembut.Bella menghentikan gerakan tangannya yang sedang merapikan makanan yang tadinya sempat ia hidangkan."Sudah Kek, tapi Ramel sepertinya tidak akan memberikan warisan itu kepada Papah," jawab Bella dengan wajah sedih."Kenapa? Itukan hak Papah kamu! Dan warisan itu sudah atas nama Bryan. Jadi Ramel tidak boleh menguasainya, kamu harus memperjuangkan yang sudah menjadi milik ayahmu." James terlihat kesal dan m