Setibanya di kediaman Wijaya, dari gerbang Bella sudah melihat Ramel sedang duduk di balkon kamar. Jantung Bella langsung dak dik duk di dalam sana. "Bel, aku langsung pulang ya?" ucap Rara saat Bella membuka pintu mobilnya."Oh, kamu gak singgah dulu?" sahut Bella."Lain kali aja ya? Soalnya aku mau ke salon, persiapan untuk besok," ucap Rara sambil mengedipkan mata, "Oh iya, jangan lupa untuk meminta izin sama sepupu kamu yang gila itu," lanjutnya."Iya, iya," jawab Bella sambil tersenyum."Dah..., aku pergi dulu ya." Rara melambaikan tangan dan dibalas oleh Bella.Setelah mobil Rara ke luar dari gerbang, Bella bergegas masuk ke dalam rumah. Kaki mungilnya melangkah menaiki anak tangga, setibanya di depan pintu kamar! Bella menarik napas dalam-dalam sebelum membukanya."Kamu dari mana? Ini sudah jam berapa?" Pertanyaan itu menyambut Bella saat menjulurkan kepala dari balik pintu. Ia sudah mendung pertanyaan itu pasti ke luar dari mulut Ramel."Maaf, tadi aku menemani Rara belanja,
"Bertemu dengan teman Kakek," jawab James, "Oh iya, kamu gak kuliah?" lanjutnya."Sudah pulang Kek, hari ini pulang lebih awal karena dosen gak masuk," jawab jujur James."Oh, kalau begitu Kakek duluan. Kamu jangan terlalu lama pulang, nanti Ramel marah," ucap James sebelum pergi.Sedangkan Bella kembali menghampiri teman-temannya, tubuhnya duduk dengan santai tetapi pikirannya melayang-layang. Ia penasaran dengan kakeknya, yang ia tahu Kakeknya tidak bekerja, tetapi kenapa dia meminta pria itu untuk segera menyelesaikannya.Apa yang harus dibereskan secepatnya? Dan bisnis apa yang dijalankan Kakeknya saat ini? Terus kenapa Kakeknya tidak pernah cerita kepadanya? Pertanyaan itulah yang memenuhi otak Bella saat ini."Bel," panggil Rara sambil melambaikan telapak tangan di depan wajah Bella."Hah, iya," sahut Bella gugup."Kamu ada masalah apa sih? Dari kemarin kamu kerjaannya termenung ajah," ucap Rara."Enggak ada masalah apa-apa, aku lagi mikirin baju untuk nanti malam," dalih Bella
"Ra, Bel, tunggu sebentar ya?" ucap Kevin tiba-tiba.Pria tampan itu bangkit dari kursinya, melangkah menghampiri Ramel."Selamat datang Tuan Ramel, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk datang kemari," ucap Kevin."Tentu saya datang, suatu kehormatan bagi saya mendapat undangan dari keluarga Barata," balas Ramel."Mari kita duduk," ajak Kevin.Tadinya ia ingin mengajak Ramel dan Sarah bergabung dengan Bella dan Rara. Tetapi kedua wanita cantik itu sudah tidak di sana lagi, entah ke mana mereka pergi dan menghilang begitu saja.Akhirnya Kevin membawa Ramel dan Sarah bergabung dengan orang tuannya, sebab Ramel adalah tamu spesial dalam pesta itu. Karena Ramel lah yang menanam saham di sana untuk membantu perusahaan itu berdiri.Tepat pukul 8 malam, MC pun mulai membuka acara. Ia sudah menyebutkan nama-nama tamu spesial dalam pesta itu. Satu persatu mulai mengucapkan kata sambutan dan penyerahan kunci. Setelah itu berlanjut ke acara bebas, semuanya menikmati makanan dan minuman dite
Entah mengapa Ramel merasa sakit hati melihat Kevin dekat dengan Bella. Apalagi saat Kevin menarik tangan Bella mengajaknya duduk di sampingnya. Ingin rasanya ia menghajar Kevin, memberi pelajaran kepada anak kliennya itu."A...a...a....aku ti...."Ramel refleks menempelkan bibirnya ke bibir Bella, ia melumat bibir wanita cantik itu dengan kasar yang membuat Bella tidak melanjutkan ucapnya."Aku akan melakukannya lebih kasar dari ini, jika kamu berani dekat dengan pria lain," ancam Ramel setelah melepaskan bibirnya. Sedangkan Bella hanya diam mematung sambil menutup mata rapat-rapat. Ia membuka mata setelah mendengar suara pintu."Huf..." Akhirnya Bella bisa bernapas, setelah Ramel pergi.Ia menyentuh bibirnya dengan jari tangannya, sambil menatapnya dari pantulan kaca. Seumur hidup, ini pertama kalinya Bella merasakan sentuhan dari seorang pria. Ciuman kasar dari Ramel membuat sudut bibirnya bengkak, sebab suaminya itu sengaja menggigitnya karena kesal. Sebelum ke luar dari kamar m
Pelayan membantu Bella menyiapkan makanan di atas meja, sedangkan Sarah dan Ramel duduk di ruang tamu. Keduanya terlihat sedang berbincang-bincang sambil tertawa."Jangan sakit hati Bella, ingat! Kamu menikah dengan Ramel hanya untuk menebus kesalahan orang tuamu," bisik dalam hati Bella.Ia berusaha menguatkan dirinya dan menyadarkan dirinya sendiri. Sejujurnya hati Bella teriris melihat kedekatan keduanya, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Bella hanya bisa mengelus dada dan berdoa kepada yang kuasa, agar merubah kehidupannya yang pahit menjadi manis.Setelah makanan terhidang di atas meja, Bella langsung meninggalkan meja makan. Ia membuat alasan ingin memberikan obat kepada ayahnya."Kakek," ucap Bella setelah membuka pintu kamar ayahnya dan melihat James ada di sana."Kemari lah, ada yang ingin Kakek bicarakan."Bella melangkah menghampiri James yang duduk di sofa, "Ada apa Kek?" tanya Bella sambil menjatuhkan bokongnya di atas sofa.James menghela napas sebelum membuka mulut,
"Aku tidak melakukan apa-apa," jawab Ramel dengan santai."Jika kamu tidak melakukan sesuatu! Papah tidak mungkin menagis seperti ini," bantah Bella yang tidak percaya, "Aku mohon kepadamu, tolong jangan sakiti Papah. Aku rela menjadi pelayan di rumah ini sampai seumur hidupku, asal jangan siksa Papah," lanjutnya sambil berurai air mata.Ramel menghela napas kasar, ia bangkit dari lantai lalu pergi tanpa bicara. Sedangkan Bella masih tetap di sana, ia membantu ayahnya bangkit dari lantai lalu menuntunnya ke tempat tidur."Jangan takut ya Pah, Bella pasti selalu ada untuk Papah," ucap Bella untuk menenangkan Bryan."Sekarang Papah istirahat ya," ucapnya sambil menyelimuti tubuh ayahnya.Bella meninggalkan kamar setelah ayahnya tertidur pulas. Air mata tidak berhenti menetes membayangkan seperti apa tangisan ayahnya tadi.Setibanya di kamar, Bella tidak melihat Ramel ada di sana. Ia mencarinya ke ruang ganti hingga ke kamar mandi, tetapi tak ia temukan."Apa Ramel sudah turun?" ucap Bel
Bella langsung terdiam, ia menutup mulut rapat-rapat dan segera meninggalkan kamar menuju ruang makan.Bella baru saja menghidangkan makanan di atas meja, tiba-tiba Ramel terlihat menuruni tangga. Pria tampan itu bukannya menuju meja makan, melainkan menuju pintu utama dan masuk ke dalam mobil lalu pergi meninggalkan kediaman Wijaya.James yang melihat Ramel pergi, segera menghampiri Bella ke meja makan."Ramel ke mana Bella?" tanya James sambil menjatuhkan bokongnya di atas kursi."Aku enggak tahu Kek," jawab Bella."Apa kamu sudah bicara dengannya?" ucap James dengan nada lembut.Bella menghentikan gerakan tangannya yang sedang merapikan makanan yang tadinya sempat ia hidangkan."Sudah Kek, tapi Ramel sepertinya tidak akan memberikan warisan itu kepada Papah," jawab Bella dengan wajah sedih."Kenapa? Itukan hak Papah kamu! Dan warisan itu sudah atas nama Bryan. Jadi Ramel tidak boleh menguasainya, kamu harus memperjuangkan yang sudah menjadi milik ayahmu." James terlihat kesal dan m
"Aku dan Kak Kevin hanya berteman biasa! Kami tidak ada hubungan apapun selain teman." Bella berusaha menjelaskannya kepada Ramel."Pokonya kamu tidak boleh berteman dengan laki-laki," tegas Ramel."Aku tidak mau, kita menikah bukan berarti aku harus memusuhi semua orang. Yang penting aku tidak menjalin hubungan dengan pria lain." Bella memberanikan diri untuk membantah ucapan Ramel."Apa kamu menantang perintahku?" tanya Ramel sambil menatap Bella dengan tatapan tajam."Aku tidak bermaksud begitu, tapi kamu tidak berhak melarang aku untuk berteman dengan siapapun," sahut Bella yang membuat Ramel semakin kesal."Aku berhak, karena aku adalah suamimu. Seorang istri harus patuh dan turut kepada suaminya, apa kamu tidak tahu itu?" Suara Ramel sedikit meninggi."Istri? Bukankah selama ini kamu menganggap aku sebagai pelayan pribadimu? Bukankah kamu mengatakan kepada Sarah kalau aku pelayan di rumah ini? Jangan terlalu egois Ramel, aku bersedia mengabdi kepadamu selama hidupku. Tapi bukan
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia