"Aku sangat percaya padamu Mas, itu sebabnya aku memintamu untuk mengeluarkan Sinta dari rumah ini," sahut Bella yang juga menatap kedua manik mata Ramel.Pria tampan itu menarik napas lalu membuangnya perlahan, "Baiklah sayang, beri aku waktu untuk memikirkan bagiamana caranya meminta Sinta meninggalkan rumah tanpa merasa tersinggung."Ramel sebenarnya tidak tega untuk meminta Sinta ke luar dari kediaman Wijaya. Ia merasa tak enak, karena Sinta teman dekatnya waktu sekolah dasar. Apalagi Sinta tinggal di rumah itu atas permintaannya dan Bella. Tetapi demi kenyamanan istrinya! Ramel pasti memalukan apapun. Satu malam Ramel tidak bisa tidur, tubuhnya berbaring di samping Bella tetapi otaknya berpikir ke mana-mana. Ia bangkit dari ranjang, menurunkan kedua kaki dengan lembut lalu bergegas ke luar. Kaki jenjangnya melangkah menuruni anak tangga menuju dapur. Otaknya yang berpikir sejak tadi membuat perutnya terasa lapar."Sinta," ucapnya dalam hati saat melihat wanita licik itu ke lu
"Aku tidak apa-apa," sahut Sinta."Baguslah," timpal Bella dengan singkat, lalu mengajak Ramel kembali ke kamar.Sebelum pergi, matanya berputar melihat dua mangkuk yang terletak di atas meja. Tanpa bertanya, Bella sudah tahu kalau Sinta pasti sengaja membuatkan mie instan untuk Ramel."Sayang, kamu gak cemburu kan?" tanya Ramel setelah tiba di kamar.Pria tampan itu merasa tak enak hati, ia takut Bella cemburu dan salah paham. Apalagi Bella sudah memintanya untuk mengeluarkan Sinta dari rumah itu.Bella tidak langsung menjawab, ia melangkah menuju tempat tidur lalu mendaratkan bokongnya di sisi ranjang. Begitu juga dengan Ramel, ia mengikuti istrinya lalu duduk tepat di sampingnya."Mas, tidak ada seorang istri yang tak cemburu melihat suaminya berpelukan dengan wanita lain. Aku tidak marah, hanya karena tidak ingin berdebat di depan Sinta," ucap Bella sambil menatap suaminya dalam-dalam."Ma...maaf sayang, tadi Sinta....""Aku tidak mau mendengar tentang Sinta, aku hanya meminta Mas
Tentu Ramel dibuat bingung! Bella menegaskan bahwa Bara dan Mbok Inem tahu semuanya. Sedangkan sopir dan pelayan itu membantah mengetahui tentang Sinta."Kami benar-benar tidak tahu Tuan." Hanya kata-kata itu yang selalu ke luar dari mulut keduanya.Bella yang kesal, segera meraih pas bunga yang terletak di atas meja lalu melemparkannya ke lantai. Orang yang dipercayainya selama ini telah berkhianat, padahal ia sudah menganggap Mbok Inem dan Bara seperti keluarga.Tubuh keduanya seketika gemetar melihat Bella mengamuk, wanita yang tengah mengandung delapan bulan itu tidak hanya menghancurkan pas bunga saja, ia juga menyasar semua benda yang ada di atas meja rias.Amarah Bella yang tak bisa dikontrol membuat Ramel meminta Bara dan Mbok Inem segera pergi dari sana. Setelah itu ia berusaha menenangkan Bella."Sayang, kamu tenang ya," ucap Ramel dengan lembut.Bella memutar kepala, ditatapnya pria tampan itu dengan tatapan tajam. Ia yakin, Ramel tidak akan percaya dengan apa yang ia kata
Ramel dan yang lainnya sibuk mencari Bella ke setiap sudut kota, sedangkan orang yang mereka cari saat ini sedang duduk sambil menagis di dalam pesawat. Wanita yang tengah mengandung 8 bulan itu memutuskan untuk terbang ke Singapura. Bella ingin menenangkan diri di sana sampai ia melahirkan nanti. Ia takut Sinta mencelakai kandungannya, jadi lebih baik menghindar sebelum terlambat.Setibanya di Singapura, Bryan dan Tania sudah menunggu di bandara. Keduanya memeluk Bella untuk melepaskan rindu yang sudah beberapa bulan ini tidak bertemu."Papah," panggil Bella yang langsung memeluk Bryan."Sayang, Papah sangat merindukanmu," balas Bryan dengan memeluk putrinya erat."Bella juga sangat rindu Papah." Bella melepaskan pelukannya, lalu berpaling memeluk Tania.Entah mengapa saat memeluk Tania air matanya seketika bercucuran."Jangan menagis sayang," ucap Tania.Bella mengusap air mata dari kedua pipinya sebelum melepaskan pelukannya."Bel, Ramel di mana?" tanya Bryan sambil mencari kebera
Tiga hari telah berlalu, Ramel tak berhenti mencari istrinya. Namun ia tidak membuat laporan orang hilang, Ramel merasa ucapan Tania itu benar. Sedangkan di tempat lain, Bella tidak berhenti menagis. Ia mengurung diri di kamar dan ke luar hanya untuk makan. Tentu hal itu membuat Tania dan Bryan khawatir! Keduanya sudah berusaha untuk membujuk Bella agar kembali ke Jakarta, tetapi ia tetap menolak."Sayang, Oma antar ke Jakarta ya?" bujuk Tania dengan lembut.Bella hanya menggeleng, "Tidak Oma," ucapnya."Sayang, semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Percayalah, setelah Oma bicara dengan Ramel semuanya pasti baik-baik saja." Tania lagi-lagi berusaha membujuk Bella."Tidak ada yang baik Oma, Ramel tidak akan percaya dengan ucapan orang lain tanpa adanya bukti." Ia yakin suaminya itu tidak akan percaya.Percuma saja ia kembali ke Jakarta bersama Tania. Lebih baik bertahan di Singapura sampai ia melahirkan, walupun harus menahan rindu tetapi setidaknya tidak melihat wajah Sinta yang
Tania pun menyusul Bella ke pintu, "Bel, kamu ngapain?" Bella tidak langsung menjawab, wanita hamil itu masih memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Entah siapa yang ia cari?"Bel, kamu lihat apa si?" Tania kembali bertanya seraya mengikuti Bella melirik ke kiri dan ke kanan."Aku melihat orang yang mirip dengan Sinta," jawab Bella."Ha....itu artinya wanita licik itu ada di sini?" Tania terkejut, amarahnya seketika memuncak. Ingin rasanya menjambak dan menghajarnya habis-habisan."Bukan Sarah yang aku maksud, Oma. Tapi Sinta yang sebenarnya." Bella meralat ucapannya.Bella yakin, wanita yang ia lihat tadi adalah Sinta sahabat Ramel waktu kecil. Tapi sayang, wanita yang mirip Sinta itu langsung pergi sebelum Bella menghampirinya.Andaikan Bella menemukan Sinta, hari ini juga ia pasti terbang ke Jakarta. Membongkar kebohongan Sarah lalu menyerahkannya ke kantor polisi. Bella geram melihat sikap Sarah yang terus mengganggu rumah tangganya."Apa Sinta tinggal di Singapura?" tanya Tania.B
Bella mengangguk, "Iya Sin," ucapnya."Wah...selamat ya. Aku ikut bahagia, udah gak sabar nunggu kamu lahiran. Pasti anaknya cantik seperti ibunya," puji Sinta."Oh iya, kamu udah lama tinggal di sini?" lanjut Sinta."Aku gak tinggal di sini Sin, tapi tinggal di Jakarta. Aku datang kemari karena kangen sama papah dan Oma," jawab Bella yang masih enggan untuk mengatakan yang sebenarnya."Oh, suami kamu juga ikut? Yang mana sih orangnya?" Jiwa penasaran Sinta seketika muncul."Dia gak ikut." Jawab Bella terlihat sedih yang membuat Sinta bertanya."Kenapa? Apa kamu ada masalah?" todong Sinta sembari bertanya.Siapapun yang melihat wajah Bella pasti bertanya demikian. Kesedihan wanita hamil itu tidak bisa ia sembunyikan, apalagi saat Sinta menanyakan suaminya."Maaf, aku tidak bermaksud untuk membuatmu sedih. Tapi jika kamu butuh teman curhat! Kamu bisa kok cerita samaku, walupun aku tidak bisa membantumu tapi setidaknya kamu bisa berbagi denganku." Sinta kembali membuka mulut karena ti
Setibanya di Jakarta Sinta langsung menuju hotel, sedangkan Bella dan Tania kembali ke kediaman Wijaya. "Oma, aku benar-benar gugup," ucap Bella, yang saat ini dalam perjalanan menuju kediaman Wijaya."Kenapa gugup? Kamu harus tenang sayang. Pokoknya kamu tidak boleh marah saat melihat Sarah, kamu harus tenang seperti tidak ada masalah," sahut Tania sembari menasehati Bella."Iya Oma," jawab Bella.Mobil hitam itupun memasuki gerbang istana Wijaya, Bara yang baru ke luar dari pintu utama langsung menundukkan kepala saat bertemu dengan Bella. Entah apa yang terjadi kepada pria tua itu, apakah dia merasa malu karena telah berbohong waktu itu? Atau merasa bersalah? Hanya Bara lah yang tahu itu."Hem...." Tania berdehem.Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Sarah! Refleks memutar kepala ke arah datangnya suara. Pria tampan itu bangkit dari tempatnya, berlari mengejar Bella yang melangkah menuju tangga."Bella, sayang," panggil Ramel yang langsung memeluk Bella dengan erat."Aku sangat