"Aku tidak apa-apa," sahut Sinta."Baguslah," timpal Bella dengan singkat, lalu mengajak Ramel kembali ke kamar.Sebelum pergi, matanya berputar melihat dua mangkuk yang terletak di atas meja. Tanpa bertanya, Bella sudah tahu kalau Sinta pasti sengaja membuatkan mie instan untuk Ramel."Sayang, kamu gak cemburu kan?" tanya Ramel setelah tiba di kamar.Pria tampan itu merasa tak enak hati, ia takut Bella cemburu dan salah paham. Apalagi Bella sudah memintanya untuk mengeluarkan Sinta dari rumah itu.Bella tidak langsung menjawab, ia melangkah menuju tempat tidur lalu mendaratkan bokongnya di sisi ranjang. Begitu juga dengan Ramel, ia mengikuti istrinya lalu duduk tepat di sampingnya."Mas, tidak ada seorang istri yang tak cemburu melihat suaminya berpelukan dengan wanita lain. Aku tidak marah, hanya karena tidak ingin berdebat di depan Sinta," ucap Bella sambil menatap suaminya dalam-dalam."Ma...maaf sayang, tadi Sinta....""Aku tidak mau mendengar tentang Sinta, aku hanya meminta Mas
Tentu Ramel dibuat bingung! Bella menegaskan bahwa Bara dan Mbok Inem tahu semuanya. Sedangkan sopir dan pelayan itu membantah mengetahui tentang Sinta."Kami benar-benar tidak tahu Tuan." Hanya kata-kata itu yang selalu ke luar dari mulut keduanya.Bella yang kesal, segera meraih pas bunga yang terletak di atas meja lalu melemparkannya ke lantai. Orang yang dipercayainya selama ini telah berkhianat, padahal ia sudah menganggap Mbok Inem dan Bara seperti keluarga.Tubuh keduanya seketika gemetar melihat Bella mengamuk, wanita yang tengah mengandung delapan bulan itu tidak hanya menghancurkan pas bunga saja, ia juga menyasar semua benda yang ada di atas meja rias.Amarah Bella yang tak bisa dikontrol membuat Ramel meminta Bara dan Mbok Inem segera pergi dari sana. Setelah itu ia berusaha menenangkan Bella."Sayang, kamu tenang ya," ucap Ramel dengan lembut.Bella memutar kepala, ditatapnya pria tampan itu dengan tatapan tajam. Ia yakin, Ramel tidak akan percaya dengan apa yang ia kata
Ramel dan yang lainnya sibuk mencari Bella ke setiap sudut kota, sedangkan orang yang mereka cari saat ini sedang duduk sambil menagis di dalam pesawat. Wanita yang tengah mengandung 8 bulan itu memutuskan untuk terbang ke Singapura. Bella ingin menenangkan diri di sana sampai ia melahirkan nanti. Ia takut Sinta mencelakai kandungannya, jadi lebih baik menghindar sebelum terlambat.Setibanya di Singapura, Bryan dan Tania sudah menunggu di bandara. Keduanya memeluk Bella untuk melepaskan rindu yang sudah beberapa bulan ini tidak bertemu."Papah," panggil Bella yang langsung memeluk Bryan."Sayang, Papah sangat merindukanmu," balas Bryan dengan memeluk putrinya erat."Bella juga sangat rindu Papah." Bella melepaskan pelukannya, lalu berpaling memeluk Tania.Entah mengapa saat memeluk Tania air matanya seketika bercucuran."Jangan menagis sayang," ucap Tania.Bella mengusap air mata dari kedua pipinya sebelum melepaskan pelukannya."Bel, Ramel di mana?" tanya Bryan sambil mencari kebera
Tiga hari telah berlalu, Ramel tak berhenti mencari istrinya. Namun ia tidak membuat laporan orang hilang, Ramel merasa ucapan Tania itu benar. Sedangkan di tempat lain, Bella tidak berhenti menagis. Ia mengurung diri di kamar dan ke luar hanya untuk makan. Tentu hal itu membuat Tania dan Bryan khawatir! Keduanya sudah berusaha untuk membujuk Bella agar kembali ke Jakarta, tetapi ia tetap menolak."Sayang, Oma antar ke Jakarta ya?" bujuk Tania dengan lembut.Bella hanya menggeleng, "Tidak Oma," ucapnya."Sayang, semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Percayalah, setelah Oma bicara dengan Ramel semuanya pasti baik-baik saja." Tania lagi-lagi berusaha membujuk Bella."Tidak ada yang baik Oma, Ramel tidak akan percaya dengan ucapan orang lain tanpa adanya bukti." Ia yakin suaminya itu tidak akan percaya.Percuma saja ia kembali ke Jakarta bersama Tania. Lebih baik bertahan di Singapura sampai ia melahirkan, walupun harus menahan rindu tetapi setidaknya tidak melihat wajah Sinta yang
Tania pun menyusul Bella ke pintu, "Bel, kamu ngapain?" Bella tidak langsung menjawab, wanita hamil itu masih memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Entah siapa yang ia cari?"Bel, kamu lihat apa si?" Tania kembali bertanya seraya mengikuti Bella melirik ke kiri dan ke kanan."Aku melihat orang yang mirip dengan Sinta," jawab Bella."Ha....itu artinya wanita licik itu ada di sini?" Tania terkejut, amarahnya seketika memuncak. Ingin rasanya menjambak dan menghajarnya habis-habisan."Bukan Sarah yang aku maksud, Oma. Tapi Sinta yang sebenarnya." Bella meralat ucapannya.Bella yakin, wanita yang ia lihat tadi adalah Sinta sahabat Ramel waktu kecil. Tapi sayang, wanita yang mirip Sinta itu langsung pergi sebelum Bella menghampirinya.Andaikan Bella menemukan Sinta, hari ini juga ia pasti terbang ke Jakarta. Membongkar kebohongan Sarah lalu menyerahkannya ke kantor polisi. Bella geram melihat sikap Sarah yang terus mengganggu rumah tangganya."Apa Sinta tinggal di Singapura?" tanya Tania.B
Bella mengangguk, "Iya Sin," ucapnya."Wah...selamat ya. Aku ikut bahagia, udah gak sabar nunggu kamu lahiran. Pasti anaknya cantik seperti ibunya," puji Sinta."Oh iya, kamu udah lama tinggal di sini?" lanjut Sinta."Aku gak tinggal di sini Sin, tapi tinggal di Jakarta. Aku datang kemari karena kangen sama papah dan Oma," jawab Bella yang masih enggan untuk mengatakan yang sebenarnya."Oh, suami kamu juga ikut? Yang mana sih orangnya?" Jiwa penasaran Sinta seketika muncul."Dia gak ikut." Jawab Bella terlihat sedih yang membuat Sinta bertanya."Kenapa? Apa kamu ada masalah?" todong Sinta sembari bertanya.Siapapun yang melihat wajah Bella pasti bertanya demikian. Kesedihan wanita hamil itu tidak bisa ia sembunyikan, apalagi saat Sinta menanyakan suaminya."Maaf, aku tidak bermaksud untuk membuatmu sedih. Tapi jika kamu butuh teman curhat! Kamu bisa kok cerita samaku, walupun aku tidak bisa membantumu tapi setidaknya kamu bisa berbagi denganku." Sinta kembali membuka mulut karena ti
Setibanya di Jakarta Sinta langsung menuju hotel, sedangkan Bella dan Tania kembali ke kediaman Wijaya. "Oma, aku benar-benar gugup," ucap Bella, yang saat ini dalam perjalanan menuju kediaman Wijaya."Kenapa gugup? Kamu harus tenang sayang. Pokoknya kamu tidak boleh marah saat melihat Sarah, kamu harus tenang seperti tidak ada masalah," sahut Tania sembari menasehati Bella."Iya Oma," jawab Bella.Mobil hitam itupun memasuki gerbang istana Wijaya, Bara yang baru ke luar dari pintu utama langsung menundukkan kepala saat bertemu dengan Bella. Entah apa yang terjadi kepada pria tua itu, apakah dia merasa malu karena telah berbohong waktu itu? Atau merasa bersalah? Hanya Bara lah yang tahu itu."Hem...." Tania berdehem.Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Sarah! Refleks memutar kepala ke arah datangnya suara. Pria tampan itu bangkit dari tempatnya, berlari mengejar Bella yang melangkah menuju tangga."Bella, sayang," panggil Ramel yang langsung memeluk Bella dengan erat."Aku sangat
Ramel refleks membulatkan mata saat melihat seorang wanita bercadar mengikuti Bara dari belakang. Selama ini yang ia tahu, Bella tidak memiliki sahabat ataupun teman yang berbusana seperti itu. Begitu juga dengan Sarah, keningnya mengerut memperhatikan wanita itu melangkah menuju Bella, lalu duduk tepat di samping wanita hamil itu dengan posisi saling berhadapan dengannya."Selamat datang Mbak," Bella menjabat tangan Sinta, lalu memeluknya. Sedangkan Tania hanya tersenyum tipis seolah-olah tidak mengenal Sinta."Mas, kenalin dong temanku," ucap Bella kepada Ramel.Ramel tersenyum kaku, disodorkannya tangannya kepada Sinta, tetapi Sinta justru menyatukan kedua telapak tangannya lalu menunduk hormat.Sarah tertawa karena Sinta tidak membalas jabat tangan Ramel. Ia merasa wanita bercadar itu berlebihan, sudah menutup seluruh tubuh hingga wajah, ia juga tidak mau bersalaman dengan orang lain."Ya ampun, di mana dia menemukan teman seperti teroris begini?" Bisik dalam hati Sarah.Sarah be
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia