Bella mengangguk, "Iya Sin," ucapnya."Wah...selamat ya. Aku ikut bahagia, udah gak sabar nunggu kamu lahiran. Pasti anaknya cantik seperti ibunya," puji Sinta."Oh iya, kamu udah lama tinggal di sini?" lanjut Sinta."Aku gak tinggal di sini Sin, tapi tinggal di Jakarta. Aku datang kemari karena kangen sama papah dan Oma," jawab Bella yang masih enggan untuk mengatakan yang sebenarnya."Oh, suami kamu juga ikut? Yang mana sih orangnya?" Jiwa penasaran Sinta seketika muncul."Dia gak ikut." Jawab Bella terlihat sedih yang membuat Sinta bertanya."Kenapa? Apa kamu ada masalah?" todong Sinta sembari bertanya.Siapapun yang melihat wajah Bella pasti bertanya demikian. Kesedihan wanita hamil itu tidak bisa ia sembunyikan, apalagi saat Sinta menanyakan suaminya."Maaf, aku tidak bermaksud untuk membuatmu sedih. Tapi jika kamu butuh teman curhat! Kamu bisa kok cerita samaku, walupun aku tidak bisa membantumu tapi setidaknya kamu bisa berbagi denganku." Sinta kembali membuka mulut karena ti
Setibanya di Jakarta Sinta langsung menuju hotel, sedangkan Bella dan Tania kembali ke kediaman Wijaya. "Oma, aku benar-benar gugup," ucap Bella, yang saat ini dalam perjalanan menuju kediaman Wijaya."Kenapa gugup? Kamu harus tenang sayang. Pokoknya kamu tidak boleh marah saat melihat Sarah, kamu harus tenang seperti tidak ada masalah," sahut Tania sembari menasehati Bella."Iya Oma," jawab Bella.Mobil hitam itupun memasuki gerbang istana Wijaya, Bara yang baru ke luar dari pintu utama langsung menundukkan kepala saat bertemu dengan Bella. Entah apa yang terjadi kepada pria tua itu, apakah dia merasa malu karena telah berbohong waktu itu? Atau merasa bersalah? Hanya Bara lah yang tahu itu."Hem...." Tania berdehem.Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Sarah! Refleks memutar kepala ke arah datangnya suara. Pria tampan itu bangkit dari tempatnya, berlari mengejar Bella yang melangkah menuju tangga."Bella, sayang," panggil Ramel yang langsung memeluk Bella dengan erat."Aku sangat
Ramel refleks membulatkan mata saat melihat seorang wanita bercadar mengikuti Bara dari belakang. Selama ini yang ia tahu, Bella tidak memiliki sahabat ataupun teman yang berbusana seperti itu. Begitu juga dengan Sarah, keningnya mengerut memperhatikan wanita itu melangkah menuju Bella, lalu duduk tepat di samping wanita hamil itu dengan posisi saling berhadapan dengannya."Selamat datang Mbak," Bella menjabat tangan Sinta, lalu memeluknya. Sedangkan Tania hanya tersenyum tipis seolah-olah tidak mengenal Sinta."Mas, kenalin dong temanku," ucap Bella kepada Ramel.Ramel tersenyum kaku, disodorkannya tangannya kepada Sinta, tetapi Sinta justru menyatukan kedua telapak tangannya lalu menunduk hormat.Sarah tertawa karena Sinta tidak membalas jabat tangan Ramel. Ia merasa wanita bercadar itu berlebihan, sudah menutup seluruh tubuh hingga wajah, ia juga tidak mau bersalaman dengan orang lain."Ya ampun, di mana dia menemukan teman seperti teroris begini?" Bisik dalam hati Sarah.Sarah be
Tanpa ragu pria paruh baya itu melayangkan kayu ke punggung Sarah dengan sekuat tenaga. Pandangan Sarah tiba-tiba gelap, pisau ditangannya seketika terlepas seiring dengan tubuhnya jatuh ke lantai.Detik itu juga penjaga yang lain segera mengikat kedua tangan Sarah dengan tali. Membawanya ke kamar tamu yang tak jauh dari ruang keluarga. Sedangkan Ramel segera menghubungi dokter keluarga Wijaya.Ia tidak rela wanita licik itu mati terlalu cepat, Ramel masih ingin melihatnya mendekam di balik jeruji besi. Sarah harus membayar semua perbuatannya...........................Satu Minggu telah berlalu, kondisi Sarah sudah pulih. Wanita licik itu sudah dijebloskan ke penjara, ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.Hati Bella pun sudah tenang dan tentram, usahanya untuk memperjuangkan rumah tangganya dengan Ramel tidak sia-sia. Ia tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Sinta dan Tania, kedua orang itulah yang membantunya untuk menyelesaikan semua masalahnya.Sebelum Sinta kembali ke Singapur
"Bukan masalah itu sayang," sahut Ramel dengan lembut, namun nada lembut itu membuat langkah Bella terhenti.Wanita cantik itu menatap Ramel dengan tatapan kesal, wajahnya cemberut dan bibirnya dimayunkan."Malu, begitu?" ucap Bella.Ramel terlihat gugup, "Oh ti...ti...tidak sayang."Ingin rasanya menghubungi Bara, memintanya untuk datang ke sana. Tetapi Ramel tidak membawa ponsel, akhirnya ia meminjam ponsel Bella lalu mengirim pesan singkat kepada sopir kepercayaannya itu."Kenapa sayang?" tanya Ramel karena Bella menatapnya dengan tatapan penuh tanya."Mas ngirim pesan sama siapa?" tanya Bella yang curiga.Ramel tersenyum paksa, "Sama pak Bara, minta dia untuk antar tangga," ucapnya."Ya ampun Mas, itukan pohonnya gak tinggi. Masa Mas gak bisa manjat? Aku pengennya Mas manjat sendiri dan petik buahnya sendiri. Ayo dong Mas, tunjukkin perjuanganmu untuk anak kita," gerutu Bella.Sepasang suami istri itu asik berbicara sambil bergandengan tangan. Keduanya tidak peduli dengan orang-o
Bella benar-benar tidak punya perasaan, dia yang meminta dan memaksa Ramel untuk mengambil mangga yang terletak di ujung ranting, tapi dia justru menyalahkan Ramel.Jika pria itu sempat menolaknya! Ia pasti marah dan merajuk seperti anak kecil, yang membuat Ramel pusing tujuh keliling.Setibanya di kediaman Wijaya, Bara menopang Ramel ke kamar bersama satu penjaga lainnya. Pria tampan berusia 23 tahun itu mengalami cedera di bagian pinggang. Sedangkan Bella bergegas ke dapur membuatkan teh untuk suaminya."Mas minum dulu ya." Bella menuntun suaminya."Mas sih, kalau gak bisa kenapa harus dipaksakan. Kan akhirnya jadi begini, harusnya tadi Mas pakai tangga."Ramel menggeleng mendengar ucapan istrinya, mengelus dada berusaha untuk sabar. "Ya ampun, apa semua wanita hamil seperti ini? Sifatnya tidak menentu, ingin menang sendiri, marah tampan sebab, dibilangin langsung merajuk," bisik dalam hati Ramel."Mas kenapa melihatku seperti itu?" tegur Bella."Kamu sangat cantik sayang," jawab R
Setelah menunggu 30 menit, akhirnya dokter tiba di kediaman Wijaya. Namun Bella sudah tidak merasakan apapun, perutnya yang mulas tiba-tiba hilang begitu saja.Dari hasil pemeriksaan dokter, Bella mengalami kontraksi palsu. Wanita berjubah putih itu mengatakan! Bella akan melahirkan dalam waktu dekat."Oh baiklah, terima kasih Dokter," ucap Ramel.Pria tampan itu kembali ke kamar setelah mengantar dokter ke pintu utama. Setibanya di sana, ia meraih beberapa pasang pakaian dari dalam lemari, lalu menyusunnya ke dalam travel.Tentu hal itu membuat Bella bingung, wanita cantik itu hanya diam seperti orang bodoh, memperhatikan suaminya mengemasi barang-barangnya ke dalam travel."Mas mau ke luar kota?" Akhirnya Bella bertanya."Enggak sayang, mana mungkin Mas ke luar kota, sedangkan istri Mas sebentar lagi akan melahirkan," sahut Ramel yang masih memasukkan beberapa barang ke dalam travel."Jadi, itu untuk apa?" tanya Bella sambil menunjuk travel."Untuk persiapan ke rumah sakit sayang,
"Percuma saja," geram Ramel.Ia berusaha bangkit dari lantai, bergegas ke luar dari kamar. Kaki jenjangnya berlari menuruni anak tangga tanpa mengenakan alas kaki.Pengawal yang sedang berjaga di depan pintu utama, segera menghampiri Ramel yang melangkah menuju garasi."Tuan," panggil pengawal.Ramel menghentikan langkah kakinya lalu berputar. Wajahnya terlihat kesal dan tatapnya sedikit sinis."Ada apa?" tanya Ramel."Anu Tuan, anu...." Pengawal ragu untuk mengatakannya."Anu apa? Bicaralah yang jelas, aku sedang buru-buru," desak Ramel dengan nada kesal."Itu Tuan." Pengawal menunjuk ke arah kemaluan tuannya.Ramel pun mengikuti arah telunjuk pengawal, ia menungkupkan kedua telapak tangan di bagian benda tumpulnya. Ramel benar-benar tidak menyadari kalau ia hanya mengenakan bokser. Untung saja ada yang melihatnya, jika tidak! Ia akan ditertawakan semua orang saat tiba di rumah sakit.Ramel bergegas ke kamar, meraih sebuah celana pendek dari lemari lalu mengenakannya dengan sembarang
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia