Mayang terkejut sebentar tapi kemudian mengangguk, merasa sulit untuk menolak permintaan Valdi.
“Boleh, Om,” jawabnya.
Mereka duduk di ruang keluarga yang bersebelahan dengan kamar mereka. Valdi menyalakan TV, memilih sebuah film yang sedang tayang. Mayang duduk di lantai, agak jauh dari sofa tempat Valdi duduk, merasa agak canggung untuk duduk di dekatnya.
Namun, Valdi segera menarik pergelangan tangan Mayang dengan lembut, membuatnya terkejut.
“Duduk di sini, Mayang. jangan di lantai,” katanya sambil menepuk sofa di sampingnya.
Mayang ragu sejenak, tapi kemudian mengikuti arahannya dan duduk di sebelah Valdi. Dia mencuri-curi pandang ke arah Valdi, menyadari bahwa pria itu memang gagah dan tampan. Wajahnya tegas, rahangnya kuat, dengan sorot mata yang tajam namun lembut.
Om Valdi seganteng ini kenapa diceraikan istrinya ya? pikir Mayang, sedikit penasaran. Aroma pheromone yang samar tapi kuat mulai tercium olehnya, membuat perasaannya sedikit bergetar. Ada sesuatu dalam aroma itu yang membuatnya merasa hangat, nyaman, dan… lebih dekat dengan Valdi.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan sebelum Valdi membuka pembicaraan.
“Mayang, kalau ada kesempatan, kamu pengen melanjutkan sekolah ke mana?” tanyanya tiba-tiba, suaranya terdengar penuh perhatian.
Mayang terdiam, merasa pertanyaan itu berat. Dia menggigit bibirnya, berpikir sejenak sebelum menjawab.
“Aku… nggak tahu, Om. Waktu SMA aja aku nggak pernah kepikiran buat lanjut sekolah. Biayanya besar,” katanya jujur, suaranya terdengar rendah.
Valdi menatapnya, mencoba memahami. “Tapi, di dalam hati kecil kamu, pasti ada keinginan, kan?” rayunya pelan, mencoba menggali lebih dalam.
Mayang tampak ragu-ragu, merasa tidak nyaman untuk langsung berbagi impiannya.
“Ya… mungkin ada, Om. Tapi… aku nggak yakin, itu cuma keinginan aja,” jawabnya dengan hati-hati, mencoba menahan dirinya agar tidak terlalu terbuka.
Valdi mendekat sedikit, membuat Mayang bisa mencium aroma lembut dari tubuhnya yang semakin memabukkan.
“Coba cerita, Mayang. Apa yang sebenarnya kamu pengen? Om ingin tahu, jangan ragu untuk cerita ke Om,” desaknya lembut sambil mengangkat alisnya, penasaran.
Mayang akhirnya menghela napas pelan, merasa ada dorongan untuk berbicara.
“Pernah kepikiran sih pengen masuk akademi keperawatan, Om,” ujarnya dengan suara nyaris berbisik, seolah takut impian itu akan hilang jika diucapkan terlalu keras.
Valdi tersenyum lebar, merasa bahwa inilah saat yang tepat.
“Mayang, kalau kamu mau, Om bisa bantu kamu masuk ke akademi keperawatan. Om yang tanggung semua biayanya,” katanya tanpa ragu.
Mayang terkejut, menatap Valdi dengan mata lebar.
“Om… itu terlalu merepotkan. Aku nggak bisa nerima bantuan sebesar itu,” jawabnya, suaranya terdengar gugup.
Valdi menghela napas, tetap tenang. “Ah, enggak kok, santai aja, mau ya?” ujarnya dengan nada perhatian.
“Tapi, Om… aku nggak bermaksud nolak kebaikan Om. Aku cuma merasa ini terlalu berat… Aku nggak mau merepotkan Om,” katanya dengan suara rendah, merasa bingung dan bimbang.
Valdi menatapnya dalam-dalam. “Mayang, Om nggak merasa direpotkan. Om ingin kamu punya keahlian tambahan. Kalau kamu tetap di sini tanpa melakukan apa-apa, itu sama saja Om menyia-nyiakan waktu kamu. Tapi kalau kamu nggak mau, lebih baik kamu pulang saja,” katanya tegas.
Mayang terdiam, merasakan dorongan yang kuat dalam hati Valdi. Ada sesuatu dalam kata-katanya yang menyentuh hatinya. Ia tahu Valdi benar-benar tulus ingin membantunya, tapi menerima bantuan sebesar itu terasa berat. Kenapa Om Valdi sebaik ini?… Kenapa dia begitu peduli? Atau ada maksud lain di balik semua ini? pikirnya, merasa campur aduk.
“Om… kenapa Om baik sekali sama aku?” tanya Mayang akhirnya, dengan suara pelan dan bingung. “Aku takut kalau aku menerimanya, aku nggak bisa membalas kebaikan Om.”
Valdi tersenyum lembut, sedikit tersentuh dengan kejujuran Mayang.
“Mayang, untuk wanita secantik kamu, sayang sekali kalau cuma tamatan SMA. Lagipula, ibu kamu udah nggak ada, kan? Jadi sekarang, Om rasa ini tanggung jawab Om buat bimbing kamu,” jawabnya tulus sambil menggenggam tangan Mayang dengan lembut.
Mayang menundukkan kepalanya, pipinya merona, lalu menatap Valdi dengan malu-malu.
“Makasih ya, Om, aku coba sebaik mungkin nggak ngecewain Om,” ujarnya pelan, suaranya penuh kehangatan dan rasa terima kasih yang mendalam.
Saat itu, Valdi menyadari betapa dekatnya mereka. Jarak antara mereka hampir tidak ada lagi. Dia bisa merasakan napas Mayang yang hangat di wajahnya, dan mata mereka bertemu dalam pandangan yang intens.
“Mayang…” bisiknya, suaranya nyaris bergetar.
Mayang mengangkat matanya, mata beningnya berkilauan di bawah cahaya lampu yang redup. Jantungnya berdegup kencang, hampir tak terkontrol. Dia bisa merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.
“Iya, Om…?” jawabnya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.
Valdi menatapnya dengan dalam, perlahan mendekat, matanya tetap terpaku pada bibir Mayang yang sedikit terbuka.
“Kamu... kamu cantik sekali, Mayang,” kata Valdi dengan suara serak, jarak di antara mereka semakin dekat, dan aroma pheromone yang semakin kuat memenuhi udara di antara mereka.
Mayang merasa tubuhnya memanas, napasnya semakin berat. Ada sesuatu dalam sorot mata Valdi yang membuatnya terpaku, tak mampu bergerak, bahkan ketika wajah pria itu semakin mendekat. Di detik terakhir sebelum bibir mereka bertemu, dia merasakan desakan yang mendebarkan di dalam dadanya, seolah-olah waktu berhenti.
Rasa gugup dan getaran di hatinya membuat Mayang tak bisa menahan kebaperannya. Dengan perlahan, dia menundukkan kepalanya, menghindari pandangan Valdi, dan tanpa sadar menyandarkan kepalanya di dada pria itu. Detak jantung Valdi yang keras terdengar jelas di telinganya, seirama dengan jantungnya yang berdetak semakin cepat.
Tanpa berkata-kata, mereka meresapi momen ini. Keheningan di antara mereka begitu dalam, hanya diiringi oleh suara napas yang saling bersahutan. Perlahan, Valdi merangkul Mayang, merasakan kehangatan tubuh gadis itu di pelukannya, tangannya yang besar menyelimuti punggung Mayang dengan lembut.
Mayang memejamkan mata, merasakan kenyamanan yang aneh namun hangat mengalir di seluruh tubuhnya. Keberadaan Valdi terasa begitu dekat, begitu nyata. Perasaannya semakin kacau, tak tahu harus bagaimana atau apa yang harus dikatakan. Tetapi, dalam pelukan ini, dia merasa aman… dan mungkin sedikit lebih dari itu.
"Perasaan apa ini...?" pikirnya dalam hati. Jantungnya berdebar begitu cepat, lebih cepat dari biasanya. Ada sesuatu yang bergejolak dalam dirinya, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. "Kenapa rasanya aku ingin tetap, di dekatnya…?"
Mayang merasakan desiran hangat di dadanya, seperti sebuah dorongan yang tak bisa ia jelaskan.
"Apakah ini... rasa sayang? Atau cinta? Apa ini yang dirasakan orang lain saat mereka mencintai?"
Semakin lama, perasaan itu makin kuat. Dia mencoba mencari jawaban dalam hatinya, namun yang ia temukan hanyalah keinginan untuk lebih dekat… lebih lama… bersama Valdi.
Pada suatu pagi, Mayang terbangun lebih awal dari biasanya. Saat dia menuruni tangga, dia melihat Valdi sudah sibuk menyiapkan sesuatu di ruang tamu. Sebuah kotak besar diletakkan di pojok ruangan, dan Valdi tampak memasang label di atasnya."Pagi, Mayang," sapa Valdi dengan senyum hangat. "Hari ini mungkin ada beberapa paket yang datang. Om sudah siapkan kotak ini untuk tempat penyimpanan sementara."Mayang mengangguk sambil tersenyum."Baik, Om," jawabnya lembut. Dia lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan dan secangkir kopi untuk Valdi.Setelah sarapan, Mayang membawa secangkir kopi panas ke ruang kerja Valdi. Ketika dia membuka pintu, dia tertegun. Ruangan itu jauh lebih mengesankan dari yang ia bayangkan.Ruang kerja Valdi tidak terlalu luas, tapi memiliki desain interior yang futuristik. Dindingnya berwarna abu-abu metalik, dengan lampu-lampu LED yang menyoroti sudut-sudut tertentu. Di satu sisi, ada sebuah balkon kecil yang terbuka, memungkinkan udara segar masuk. Namun, y
Mayang mendekat sambil tersenyum polos, memegang baju yang baru saja diterimanya. "Om, ini kayaknya kekecilan, ya?" tanyanya, matanya menatap Valdi dengan rasa ingin tahu yang jujur.Valdi tersenyum tipis, mencoba mengendalikan dirinya meski matanya tak bisa lepas dari sosok Mayang. "Nggak kok, memang modelnya begitu. Kamu malah jadi kelihatan makin cantik," jawabnya dengan suara yang sedikit serak, merasa ada getaran yang tak biasa dalam dadanya.Mayang tertawa kecil, masih dengan senyum di wajahnya. "Om beneran ini bagus dipakai sama aku?" tanyanya lagi, lalu duduk di sebelah Valdi, membuat napasnya tertahan sejenak. Dada Mayang yang masih muda dan montok nyaris menyentuh tubuhnya, dan Valdi merasa detak jantungnya semakin cepat. Valdi mengangguk, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun hatinya berdebar."Bagus banget, Mayang, bagus," ucapnya dengan suara yang sedikit bergetar, berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan betapa terpesonanya dia. Ia tidak bisa menahan dir
Sambil tersenyum, Mayang akhirnya berhasil membuka bungkus paket tersebut. Namun, senyum di wajahnya perlahan memudar dan berubah menjadi ekspresi bingung ketika dia melihat isinya. Dia mengangkat sepasang celana dalam dengan bentuk yang aneh dan sebuah perangkat kecil yang menyertainya.“Ini... apa, Om?” tanyanya dengan suara pelan, matanya beralih dari barang tersebut ke wajah Valdi, yang sekarang tampak lebih tegang.Valdi merasa seluruh tubuhnya membeku sejenak. Pandangannya bertemu dengan mata Mayang yang penuh rasa ingin tahu, dan dia harus berpikir cepat untuk mencari alasan yang masuk akal.“Oh, itu...” Valdi berusaha menenangkan dirinya, tetapi kata-kata terasa seperti tersangkut di tenggorokannya. Dia tidak menyangka situasinya akan menjadi seperti ini, dan kini dia haru
Mayang tersenyum malu sambil menundukkan kepalanya, wajahnya masih memerah."Iya, Om... rasanya aneh, tapi enak," ujarnya sambil menggigit bibir bawahnya. Dia terlihat seperti seorang gadis yang baru saja menemukan sesuatu yang baru dan menarik dalam dirinya.Valdi menatapnya dengan lembut, tangannya perlahan menyentuh pipi Mayang dengan penuh kasih sayang."Memangnya Mayang belum pernah ngerasain sebelumnya?" tanyanya, suaranya lembut, hampir berbisik.Mayang menggeleng perlahan, matanya tetap menunduk."Belum, Om. Nyium cowok juga baru tadi sama Om," jawabnya dengan jujur, meski ada sedikit rasa malu yang terpancar dari wajahnya."Itu namanya orgasme, Mayang. S
"Oke, Om... Mayang coba," ujarnya akhirnya, sambil membawa bra tersebut ke kamar untuk menggantinya.Beberapa menit kemudian, Mayang keluar dari kamar dengan langkah pelan, wajahnya masih merah padam. Bra yang baru saja dipakainya tampak pas dengan tubuhnya, memperlihatkan lekukannya dengan sempurna, namun tetap menyisakan bagian atas payudaranya yang terlihat jelas di balik daster tipis itu. Dia merasa canggung, namun juga ada perasaan aneh yang membuatnya sedikit percaya diri.Valdi menatap Mayang dengan tatapan yang dalam dan penuh kekaguman."Lihat, Om bilang juga apa. Kamu kelihatan cantik banget, Mayang," ujarnya dengan suara serak, matanya tak bisa lepas dari tubuh Mayang yang kini semakin menggoda.Mayang tersenyum malu, namun ada rasa senang yang tak bisa
Valdi menatap Mayang dengan tatapan intens, lalu mulai menjilati bagian dalam pahanya dengan lembut, menciptakan jejak basah yang membuat gadis itu menggeliat dan tertawa kecil karena kegelian. Setiap jilatan yang diberikan Valdi semakin mendalam, menuju ke arah yang lebih sensitif, membuat napas Mayang terputus-putus."Om... geli, tapi enak, Om," desah Mayang, tangannya secara refleks menggenggam bantal sofa di sampingnya, tubuhnya bergoyang mengikuti ritme sentuhan Valdi.Valdi semakin mempercepat tempo, lidahnya bergerak dengan lihai, menciptakan sensasi yang tak pernah dirasakan Mayang sebelumnya."Jangan lawan, Mayang... nikmatin aja..." bisik Valdi, suaranya terdengar menggoda di antara erangan halus Mayang.Tangan Valdi dengan lembut menahan pangkal paha May
Pagi itu, Valdi merasakan sesuatu yang aneh dalam tidurnya. Di tengah mimpinya, ia mulai merasakan sensasi hangat dan basah yang membangkitkan hasratnya. Tubuhnya perlahan-lahan merespons, dan kenikmatan yang merambat di sekujur tubuhnya membuatnya sadar bahwa ini bukan sekadar mimpi. Dengan mata yang masih setengah tertutup, Valdi mulai terbangun, menikmati sensasi yang semakin kuat pada batangnya.Saat matanya terbuka sepenuhnya, Valdi mendapati pemandangan yang membuatnya tersenyum lebar. Di antara seprai yang berantakan, Mayang terlihat begitu asik bermain dengan batangnya, bibirnya yang lembut menyentuh dan menjelajahi dengan penuh keingintahuan. Mulutnya bergerak dengan ritme yang pelan namun penuh gairah, seolah menikmati setiap detik yang ia lalui."Ahh... Mayang... kamu ngapain?" tanya Valdi dengan suara serak yang masih dipenuhi kantuk, tangannya refl
Tanpa suara, Valdi mendekat, melangkah ke dalam pancuran dengan hati-hati. Tangan dan tubuhnya terasa hangat saat ia perlahan-lahan melingkarkan lengannya di sekitar pinggang Mayang, memeluknya erat dari belakang."Mas Valdiii!!!" pekik Mayang terkejut, tubuhnya menegang seketika saat merasakan pelukan yang tiba-tiba itu. Suara serak Valdi di telinganya, dan pelukan yang erat di tubuhnya, membuat Mayang hampir menangis karena kaget.Valdi segera membalikkan tubuh Mayang agar menghadapnya, tangan besarnya memeluk gadis itu erat-erat, mencoba menenangkan dari keterkejutan. Senyum lembut terlukis di wajahnya saat ia menatap mata Mayang yang basah oleh air, wajahnya terlihat cemas."Kenapa, Sayang?" tanya Valdi dengan nada lembut, sambil mengusap-usap punggung Mayang dengan perlahan.
Tanpa suara, Valdi mendekat, melangkah ke dalam pancuran dengan hati-hati. Tangan dan tubuhnya terasa hangat saat ia perlahan-lahan melingkarkan lengannya di sekitar pinggang Mayang, memeluknya erat dari belakang."Mas Valdiii!!!" pekik Mayang terkejut, tubuhnya menegang seketika saat merasakan pelukan yang tiba-tiba itu. Suara serak Valdi di telinganya, dan pelukan yang erat di tubuhnya, membuat Mayang hampir menangis karena kaget.Valdi segera membalikkan tubuh Mayang agar menghadapnya, tangan besarnya memeluk gadis itu erat-erat, mencoba menenangkan dari keterkejutan. Senyum lembut terlukis di wajahnya saat ia menatap mata Mayang yang basah oleh air, wajahnya terlihat cemas."Kenapa, Sayang?" tanya Valdi dengan nada lembut, sambil mengusap-usap punggung Mayang dengan perlahan.
Pagi itu, Valdi merasakan sesuatu yang aneh dalam tidurnya. Di tengah mimpinya, ia mulai merasakan sensasi hangat dan basah yang membangkitkan hasratnya. Tubuhnya perlahan-lahan merespons, dan kenikmatan yang merambat di sekujur tubuhnya membuatnya sadar bahwa ini bukan sekadar mimpi. Dengan mata yang masih setengah tertutup, Valdi mulai terbangun, menikmati sensasi yang semakin kuat pada batangnya.Saat matanya terbuka sepenuhnya, Valdi mendapati pemandangan yang membuatnya tersenyum lebar. Di antara seprai yang berantakan, Mayang terlihat begitu asik bermain dengan batangnya, bibirnya yang lembut menyentuh dan menjelajahi dengan penuh keingintahuan. Mulutnya bergerak dengan ritme yang pelan namun penuh gairah, seolah menikmati setiap detik yang ia lalui."Ahh... Mayang... kamu ngapain?" tanya Valdi dengan suara serak yang masih dipenuhi kantuk, tangannya refl
Valdi menatap Mayang dengan tatapan intens, lalu mulai menjilati bagian dalam pahanya dengan lembut, menciptakan jejak basah yang membuat gadis itu menggeliat dan tertawa kecil karena kegelian. Setiap jilatan yang diberikan Valdi semakin mendalam, menuju ke arah yang lebih sensitif, membuat napas Mayang terputus-putus."Om... geli, tapi enak, Om," desah Mayang, tangannya secara refleks menggenggam bantal sofa di sampingnya, tubuhnya bergoyang mengikuti ritme sentuhan Valdi.Valdi semakin mempercepat tempo, lidahnya bergerak dengan lihai, menciptakan sensasi yang tak pernah dirasakan Mayang sebelumnya."Jangan lawan, Mayang... nikmatin aja..." bisik Valdi, suaranya terdengar menggoda di antara erangan halus Mayang.Tangan Valdi dengan lembut menahan pangkal paha May
"Oke, Om... Mayang coba," ujarnya akhirnya, sambil membawa bra tersebut ke kamar untuk menggantinya.Beberapa menit kemudian, Mayang keluar dari kamar dengan langkah pelan, wajahnya masih merah padam. Bra yang baru saja dipakainya tampak pas dengan tubuhnya, memperlihatkan lekukannya dengan sempurna, namun tetap menyisakan bagian atas payudaranya yang terlihat jelas di balik daster tipis itu. Dia merasa canggung, namun juga ada perasaan aneh yang membuatnya sedikit percaya diri.Valdi menatap Mayang dengan tatapan yang dalam dan penuh kekaguman."Lihat, Om bilang juga apa. Kamu kelihatan cantik banget, Mayang," ujarnya dengan suara serak, matanya tak bisa lepas dari tubuh Mayang yang kini semakin menggoda.Mayang tersenyum malu, namun ada rasa senang yang tak bisa
Mayang tersenyum malu sambil menundukkan kepalanya, wajahnya masih memerah."Iya, Om... rasanya aneh, tapi enak," ujarnya sambil menggigit bibir bawahnya. Dia terlihat seperti seorang gadis yang baru saja menemukan sesuatu yang baru dan menarik dalam dirinya.Valdi menatapnya dengan lembut, tangannya perlahan menyentuh pipi Mayang dengan penuh kasih sayang."Memangnya Mayang belum pernah ngerasain sebelumnya?" tanyanya, suaranya lembut, hampir berbisik.Mayang menggeleng perlahan, matanya tetap menunduk."Belum, Om. Nyium cowok juga baru tadi sama Om," jawabnya dengan jujur, meski ada sedikit rasa malu yang terpancar dari wajahnya."Itu namanya orgasme, Mayang. S
Sambil tersenyum, Mayang akhirnya berhasil membuka bungkus paket tersebut. Namun, senyum di wajahnya perlahan memudar dan berubah menjadi ekspresi bingung ketika dia melihat isinya. Dia mengangkat sepasang celana dalam dengan bentuk yang aneh dan sebuah perangkat kecil yang menyertainya.“Ini... apa, Om?” tanyanya dengan suara pelan, matanya beralih dari barang tersebut ke wajah Valdi, yang sekarang tampak lebih tegang.Valdi merasa seluruh tubuhnya membeku sejenak. Pandangannya bertemu dengan mata Mayang yang penuh rasa ingin tahu, dan dia harus berpikir cepat untuk mencari alasan yang masuk akal.“Oh, itu...” Valdi berusaha menenangkan dirinya, tetapi kata-kata terasa seperti tersangkut di tenggorokannya. Dia tidak menyangka situasinya akan menjadi seperti ini, dan kini dia haru
Mayang mendekat sambil tersenyum polos, memegang baju yang baru saja diterimanya. "Om, ini kayaknya kekecilan, ya?" tanyanya, matanya menatap Valdi dengan rasa ingin tahu yang jujur.Valdi tersenyum tipis, mencoba mengendalikan dirinya meski matanya tak bisa lepas dari sosok Mayang. "Nggak kok, memang modelnya begitu. Kamu malah jadi kelihatan makin cantik," jawabnya dengan suara yang sedikit serak, merasa ada getaran yang tak biasa dalam dadanya.Mayang tertawa kecil, masih dengan senyum di wajahnya. "Om beneran ini bagus dipakai sama aku?" tanyanya lagi, lalu duduk di sebelah Valdi, membuat napasnya tertahan sejenak. Dada Mayang yang masih muda dan montok nyaris menyentuh tubuhnya, dan Valdi merasa detak jantungnya semakin cepat. Valdi mengangguk, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun hatinya berdebar."Bagus banget, Mayang, bagus," ucapnya dengan suara yang sedikit bergetar, berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan betapa terpesonanya dia. Ia tidak bisa menahan dir
Pada suatu pagi, Mayang terbangun lebih awal dari biasanya. Saat dia menuruni tangga, dia melihat Valdi sudah sibuk menyiapkan sesuatu di ruang tamu. Sebuah kotak besar diletakkan di pojok ruangan, dan Valdi tampak memasang label di atasnya."Pagi, Mayang," sapa Valdi dengan senyum hangat. "Hari ini mungkin ada beberapa paket yang datang. Om sudah siapkan kotak ini untuk tempat penyimpanan sementara."Mayang mengangguk sambil tersenyum."Baik, Om," jawabnya lembut. Dia lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan dan secangkir kopi untuk Valdi.Setelah sarapan, Mayang membawa secangkir kopi panas ke ruang kerja Valdi. Ketika dia membuka pintu, dia tertegun. Ruangan itu jauh lebih mengesankan dari yang ia bayangkan.Ruang kerja Valdi tidak terlalu luas, tapi memiliki desain interior yang futuristik. Dindingnya berwarna abu-abu metalik, dengan lampu-lampu LED yang menyoroti sudut-sudut tertentu. Di satu sisi, ada sebuah balkon kecil yang terbuka, memungkinkan udara segar masuk. Namun, y
Mayang terkejut sebentar tapi kemudian mengangguk, merasa sulit untuk menolak permintaan Valdi.“Boleh, Om,” jawabnya.Mereka duduk di ruang keluarga yang bersebelahan dengan kamar mereka. Valdi menyalakan TV, memilih sebuah film yang sedang tayang. Mayang duduk di lantai, agak jauh dari sofa tempat Valdi duduk, merasa agak canggung untuk duduk di dekatnya.Namun, Valdi segera menarik pergelangan tangan Mayang dengan lembut, membuatnya terkejut.“Duduk di sini, Mayang. jangan di lantai,” katanya sambil menepuk sofa di sampingnya.Mayang ragu sejenak, tapi kemudian mengikuti arahannya dan duduk di sebelah Valdi. Dia mencuri-curi pandang ke arah Valdi, menyadari bahwa pria itu memang gagah dan tampan. Wajahnya tegas, rahangnya kuat, dengan sorot mata yang tajam namun lembut.Om Valdi seganteng ini kenapa diceraikan istrinya ya? pikir Mayang, sedikit penasaran. Aroma pheromone yang samar tapi kuat mulai tercium olehnya, membuat perasaannya sedikit bergetar. Ada sesuatu dalam aroma itu ya