"Siapa juga yang mau tidur dengan pria tua sepertimu, Paman?" pekik Ruby dengan kesal.
Ruby tentu kaget dengan ucapan pria di hadapannya. Kini, Elvano menatap ke arah Ruby yang masih terduduk di atas lantai dengan tatapan yang begitu angkuh. Perasaan Elvano menjadi lebih sensitif saat Ruby memanggilnya dengan sebutan "Paman"."Berhentilah kamu memanggilku dengan panggilan Paman. Karena aku, tidak menikah dengan tantemu!" pekik Elvano seraya bercekak pinggang.Sungguh pria yang menolak tua. Jelas-jelas wajahnya sudah seperti bapak-bapak. Masih saja tidak ingin dipanggil Paman. Jika Ruby harus memanggil pria di hadapannya itu dengan sebutan "Kakak", apa tidak kurang ajar namanya? Begitu pikir Ruby."Iya, maaf. Tapi, bisakah Paman, e... maksudku, Anda membantuku?" pinta Ruby dengan manik mata mengiba menatap Elvano.Elvano harus kembali menatap penuh selidik kepada wanita aneh itu. Bisa-bisanya wanita tersebut langsung meminta bantuan kepadanya yang notabenenya adalah pria asing."Membantumu?" tanya Elvano memastikan."Haa...," Ruby membuang nafas panjang. "Jadi begini, aku diberi obat dan aku kabur dari orang yang ingin menjamah diriku. Maka dari itu, aku dari balkon kamar sebelah melompat ke balkon kamar Paman. Bisakah Paman membiarkanku tetap di sini? Karena aku masih takut jika pria yang membawaku masih berkeliaran di luar dan mencari keberadaanku," ujar Ruby.Elvano mengamati tubuh Ruby dari kepala hingga ke kaki dengan seksama. "Memang ada pria yang menginginkan wanita rata sepertimu? Lihatlah, dadamu saja seperti biji buah salak. Siapa yang mau?" Elvano mencibir.Ruby refleks menutupi dadanya dengan tangan menyilang. "Hei, Pak Tua, mulutmu tidak punya filter, ya? Bisa sekali Anda mengataiku rata," kesal Ruby.Elvano tidak peduli dengan alasan gadis yang masih terduduk di atas lantai yang sama sekali tidak bergerak atau merubah posisinya. Melihat tingkah gadis itu saja, sudah membuat tensi darah Elvano menjadi naik."Persetan apa yang kamu alami, itu bukan urusanku. Jadi sekarang, keluar dari kamarku sebelum aku menendangmu keluar dari sini!" sentak Elvano seraya telunjuknya menunjuk ke arah pintu.Ruby panik. Malam ini, dirinya benar-benar ingin berlindung. Apalagi, pakaian yang dia kenakan sungguh membuat Ruby malu. Karena tidak mungkin, Ruby berkeliaran di sekitar hotel dengan pakaian keji yang kini melekat di tubuhnya.Ruby pun merangkak, memegangi kaki Elvano. "Paman yang baik hati, tolong... walaupun wajahmu kaku seperti kawat, tapi aku sungguh yakin, Paman pria yang memiliki hati yang dipenuhi cahaya surga! Jadi, kumohon, biarkan aku tetap di sini, ya," rayunya.Elvano membungkuk lalu meraih dagu gadis itu. Ia memberikan tatapan menusuk ke dalam manik mata Ruby. "Kau ingin merayuku? Dengar, aku sama sekali tidak tertarik denganmu. Jadi, enyahlah, sekarang juga dari kamarku!" Elvano menghempaskan wajah Ruby.Ruby menggelengkan kepalanya, ingin mengatakan jika dia tidak ingin keluar dari kamar Elvano. "Demi Neptunus, aku tidak sedang merayu Paman. Tapi aku sedang meminta bantuan Paman. Aku benar-benar dalam bahaya sekarang! Aku butuh perlindunganmu, Paman. Tolong," Ruby memohon.Elvano terdiam beberapa detik, entah gadis ini berbohong atau tidak. Namun, melihat raut wajah Ruby, ada sedikit kepercayaan yang terselip di hati Elvano."Kau tidak dikirim oleh seseorang untuk menjatuhkan reputasiku, kan?" tanya Elvano penuh selidik."Tidak, Paman, aku hanya ingin bernaung. Aku janji, aku tidak akan membuat masalah," ucap Ruby sambil mengangkat dua jarinya.Saat Elvano dan Ruby sedang melakukan negosiasi, tiba-tiba saja pintu kamar hotel Elvano terbuka lebar. "Tuan, Wine yang Anda minta sudah kutemukan!" seru seorang bawahan Elvano yang muncul dari ambang pintu sambil memegangi botol wine di tangannya.Pandangan Elvano dan Ruby mengarah ke arah pintu yang terbuka lebar. "Whoa... Tuan, kenapa ada wanita di kamarmu?" Mark terkejut saat melihat kehadiran Ruby di dalam kamar majikannya.Di saat yang bersamaan, para wartawan yang entah datang dari mana segera berlari ke arah kamar Elvano ketika melihat pintu kamar Elvano terbuka. Mereka membawa kamera dengan cepat menyoroti Elvano dan Ruby."Itu... Lihat, bukankah itu Elvano Patrice, pemimpin Grup Patrice?" seru seorang wartawan yang melihat Elvano dan Ruby."Dan wanita itu, bukankah dia Ruby Anderson, anak pertama dari Grup Anderson? Mengapa dirinya bisa bersama dengan pemilik Grup Patrice? Bukankah Ruby Anderson sudah bertunangan?" ricuh para wartawan, bertanya-tanya mengenai hubungan Ruby dan Elvano.Para wartawan itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Mereka dengan cepat menyoroti kamera mereka ke arah Ruby yang masih menggunakan lingerie transparan yang menempel pada tubuh gadis itu.Elvano menyadari tubuh Ruby menjadi sorotan media, dengan cepat membentengi tubuh Ruby dengan tubuhnya. Ruby yang tidak tahu dari mana para wartawan itu datang, menjadi ketakutan. Tanpa sadar, dia menelusupkan wajahnya di punggung Elvano yang polos tanpa helai.Elvano menoleh ke arah Ruby yang berada di belakang tubuhnya. "Dari mana wartawan-wartawan ini? Apa kau ingin menipuku? Kau sengaja menjatuhkanku dengan mengundang media ke mari?" tanyanya tegas."Demi Tuhan, Paman! Aku juga tidak tahu dari mana mereka datang," jawab Ruby tegas. Jika bukan dia yang membawa media seperti yang Elvano tuduhkan."Kau jangan berbohong! Keberadaanku di sini sangat privasi. Bagaimana bisa mereka tahu ini kamarku? Kalau bukan dari mu yang mengundang mereka ke mari!"Ruby terdiam. Sepertinya ada yang tidak beres. Kamar di mana dirinya terbangun, tepat bersebelahan dengan kamar Elvano. Apakah wartawan-wartawan ini memang menunggu di depan pintu kamar sebelah? Jika demikian, berarti Ruby benar-benar sedang dijebak."Paman, demi Tuhan, aku tidak tahu. Sepertinya, aku dijebak. Karena di sebelah kamarmu ada pria yang ingin meniduriku," Ruby menjelaskan dengan suara serak, dia berbisik.Mendengar penjelasan Ruby, Elvano yakin jika gadis di belakang tubuhnya ini sedang ketakutan. Itu sangat terasa saat tangan yang memegangi punggungnya kini sedang gemetar."Tuan, apakah Ruby Anderson adalah wanita bayaran yang Anda sewa untuk menemani Anda?""Tuan, apa hubungan Anda dengan Ruby Anderson? Mengapa kalian berdua bisa berada dalam satu kamar?""Nona Ruby, bukankah Anda sudah memiliki tunangan? Kenapa Anda bisa berada di dalam kamar bersama pria lain dengan pakaian yang tidak senonoh?"Pertanyaan-pertanyaan itu keluar dari mulut para wartawan yang menyoroti mereka berdua. Ruby merasa terpojok, dia tidak tahu harus menjawab apa jika dirinya tertangkap kamera dengan penampilan seperti wanita penghibur.Elvano yang merasakan kepanikan Ruby pun segera menoleh ke arah asistennya. "Ambilkan selimut!" perintah Elvano.Mark segera berlari ke arah tempat tidur. Setelahnya, Mark kembali dan memberikan selimut tersebut kepada Elvano."Ini, Tuan!"Elvano meraih selimut tersebut, dia kemudian menutupi tubuh Ruby yang tampak gemetar itu. Setelah membalut tubuh Ruby dengan selimut, Elvano memutar tubuhnya menatap ke arah wartawan."Kalian semua salah paham. Aku dan Nona Ruby Anderson bukan hanya melakukan hubungan satu malam. Lebih tepatnya, aku dan Ruby saat ini sedang menjalin hubungan yang lebih serius. Dan saat ini, kami sedang melakukan kencan," Elvano mencoba meyakinkan media.Ruby tercengang mendengar apa yang diucapkan oleh Elvano. Tidak menyangka jika Elvano membuat pernyataan seperti itu."Paman, kau..." ucapan Rubby terpotong."Kalian sudah puas dengan jawabanku? Maka dari itu, aku ingin berkencan dengan pacarku. Aku membutuhkan privasi, terima kasih!" tekan Elvano penuh ketegasan kepada media.Saat ini, Elvano sedang berusaha melindungi reputasinya dan juga reputasi Ruby. Jika dirinya tidak membuat pernyataan seperti tadi, media akan mengatakan jika dirinya tidur dengan Putri Anderson yang merupakan seorang wanita bayaran.Tentu, reputasi gadis yang masih gemetar itu akan tercoreng, dan bagaimana bisa kedepannya Ruby menjalani kehidupannya setelah berita malam ini?Dan ketika Elvano hendak menutup pintu kamarnya, tiba-tiba saja, "Ruby Anderson, ternyata kau berselingkuh dengan pria lain!" Seorang pria berteriak dari arah kerumunan wartawan."Ternyata, kamu sangat tega, Ruby! Kamu itu tunanganku, dan lihat apa yang kau lakukan sekarang? Kau bersama pria lain dalam satu kamar? Sungguh murahan sekali." Gunjingan itu keluar dari mulut pria bernama Toni Blair.Elvano dan Ruby menoleh. Pria yang bernama Toni itu muncul dari kerumunan para reporter. Mark segera memberikan kemeja kepada Elvano. Elvano meraih kemeja tersebut, lalu mengenakannya. Namun, sorot mata Elvano penuh intimidasi tertuju kepada Toni."Hmm... Ada yang aneh. Kamu mengaku sebagai tunangan dari Ruby. Dan bagaimana bisa kamu berada di sini? Kebetulan, kah?" Elvano mencoba memberikan pertanyaan pancingan kepada Toni."Aku mengikuti Rubby dan ternyata dia pergi ke hotel ini dan bertemu dengan bajingan sepertimu!" Toni memekik.Elvano menyunggingkan senyumnya. Ruby yang melihat senyuman itu pun bergidik ngeri. Sepertinya, Elvano mulai menangkap sesuatu yang ganjil dari ucapan Toni. Tapi, Ruby tidak ingin mengambil kesimpulan."Sepertinya, kamu sendiri yang menjebak
Para reporter terkejut saat pintu terbuka dan seorang pria berkulit coklat berlari ke arah balkon. Di balkon, pria itu terlihat ragu-ragu untuk melompat. Pria yang diduga pria sewaan itu pun memutar tubuhnya."Apakah kau dibayar untuk melecehkan Nona Ruby?""Beritahu kepada kami dan para media!"Pria itu hanya membisu. Elvano yang melihat sikap pria tersebut sudah mulai mengerti. "Mark!" panggil Elvano kepada asistennya.Mark segera datang lalu membungkuk. "Ada apa, Tuan?""Urus dia dan segera kembali!""Baik, Tuan."Setelah menjawab, Mark segera mengurusi pria tersebut. Dan Elvano, ia kembali ke kamarnya bersama Ruby tanpa menanggapi pertanyaan para reporter. Sesampainya di dalam kamar, Elvano menatap Ruby yang terduduk di bibir ranjang tanpa ekspresi.Seketika, bulu halus di tubuh Ruby meremang ketika dirinya melihat ekspresi Elvano. Cepat-cepat, Ruby berdiri dan dengan kesadaran hati, Ruby segera membungkukkan tubuhnya di hadapan Elvano."Paman, terima kasih atas pertolonganmu saat
"Apakah aku terlihat seperti seorang bapak-bapak? Aku ini belum menikah!"Mendengar jawaban Elvano, Ruby merasa lega. Karena jawaban itu yang Ruby inginkan. Sebab, Ruby tahu jika ibu—adik tirinya ingin sekali menyingkirkan Ruby, agar adik tirinya itu dapat menguasai aset Anderson."Paman, kamu setuju, 'kan, mengantarku pulang?""Tidak! Pulang sendiri, sana!"Ruby mendengus. Dia pikir, Paman ini sudah luluh. Nyatanya, masih saja keras seperti batu. Tidak ada pilihan lain, Ruby harus melakukan jurus terakhirnya.Ruby segera bangkit dari lantai lalu menatap tajam ke arah Elvano. "Baiklah, jika Paman menolak." Ruby memutar tubuhnya lalu berjalan ke arah pintu sambil melepaskan selimut dan jaket yang diberikan oleh Elvano untuk menutupi tubuhnya.Elvano yang melihat tingkah gadis gila itu pun tercengang saat Ruby melangkah hanya dengan mengenakan lingerie tipis terusan yang transparan."Hei … apa kau gila? Kau ingin keluar dengan penampilan seperti itu, hah?"Dengan panik, Elvano beranjak d
Ruby terkejut bukan main saat dirinya mendapatkan tamparan telak di pipinya. Ia sontak memegangi pipi yang terasa amat perih."Kau dari mana, hah!"Soraya, ibu tiri Ruby, kini sudah berdiri di ambang pintu sambil melipat kedua tangannya di dada. Wanita yang sudah membuat kekacauan di dalam keluarga Ruby. Sehingga, ibu Ruby yang bernama Emily harus tersingkir dan hidup di rumah yang kumuh."Kau berani menamparku?" Sentak Ruby memegangi pipinya menatap nyalang ke arah Soraya.Soraya mendelik, "Kenapa? Ingin melapor? Memangnya, ayahmu akan percaya? Ingat Ruby, ibumu saja bisa ku tendang dari keluarga Anderson. Apalagi hanya kamu!"Ruby tampak murka mendengar penuturan ibu tirinya itu. Tentu, semuanya ada sangkut pautnya dengan jebakan yang Toni lakukan.'Aku harus sabar, aku harus mencari bukti terlebih dulu untuk membuktikan semuanya. Jika wanita ini benar bersekongkol dengan Toni dan Olivia, demi Tuhan, aku akan menyeret mereka semua ke pengadilan,' Ruby membatin geram."Jangan bertanya
"Aku harus ke rumah ibu. Ku harap, aku yang berada di hotel bersama paman aneh itu belum beredar. Bagaimana nanti aku akan pergi ke kampus jika aku sekarang terkait skandal?"Tapak kaki Ruby menyusuri trotoar, pikirannya kusut memikirkan insiden satu hari yang lalu hingga malam ini ia ditemukan terbaring di sebuah kamar hotel. Sesekali, Ruby memeluk tubuhnya sendiri dari udara malam yang membelai lembut tubuh gadis itu.Malam ini, kota tidak terlalu ramai, hanya beberapa kendaraan yang berlalu-lalang. Entah jam berapa ini, Ruby tidak tahu yang ia tahu, ia harus tiba di rumah orang tuanya."Aku harus bertemu dengan paman aneh itu. Meminta dirinya untuk menghapus berita sebelum seluruh kota tahu. Jika tahu, aku harus bagaimana menghadapi publik?"Kegelisahan kini merajai diri Ruby. Tidak tahu harus bagaimana dirinya keluar dari situasi ini. Sedangkan dirinya hanya anak kuliahan yang menumpang di rumah ayahnya. Walaupun Ruby adalah seorang pewaris, kemampuannya dalam mengelola perusahaan
"Apa aku harus menunggu?" tanya Elvano saat mobil hitam yang dikendarai oleh Elvano menepi di mulut gang. Ruby menggeleng pelan. "Tidak perlu, Paman boleh pulang. Tapi, bisakah aku meminta uang?" "What? Kamu pikir, aku ini adalah ayahmu? Enak sekali meminta uang!" Ruby menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sebenarnya, dia tidak punya uang sama sekali. Maka dari itu, ia berjalan kaki dari kediaman ayahnya menuju ke rumah ibunya. Karena tas yang ia bawa saat itu, tidak tahu dimana. "Ini. Dan segera turun dari mobilku!" Elvano memberikan beberapa lembaran uang kertas kepada Ruby. Ruby dengan wajah memerah meraih uang tersebut. "Terima kasih, Paman. Aku pamit," ucap Ruby yang kemudian turun dari mobil Elvano. Ruby mematung di depan gang sampai mobil yang membawanya benar-benar menghilang ditelan sunyi dan pekatnya malam. Ruby, melangkah kaki menelusuri gang menuju ke tempat ibunya berada. Ruby menatap rumah kumuh dengan cat yang sudah pudar itu dengan getir. Jika Soraya tidak hadir da
"Kakak, aku mengajakmu ke acara pesta ulang tahun temanku karena kau selalu sibuk belajar. Saat itu, aku ke toilet setelah kembali, kau sudah tidak ada!" Ruby yang mendengar penjelasan Olivia, memutar tubuhnya. Ia berjalan ke arah kursi sofa lalu duduk di kursi tersebut seraya melipat kaki dan kedua tangannya di dada. Ruby, memberikan tajam ke arah Olivia.“Olivia, dasar kau Anak pelakor. Kecil-kecil tapi pandai mengadu domba orang lain. Kau punya hubungan, 'kan dengan Toni?” tanya Ruby kepada Olivia.“Ruby, kau ini. Kau yang mempunyai Video di Hotel bersama Elvano, dan kau malah melempar batu sembunyi tangan kepada Adikmu. Demi Tuhan, aku benar-benar menyesal mempunyai Anak seperti dirimu Ruby! Kau Membuat ku malu dengan caramu menjual diri kepada Elvano!” murka Almero hendak menuju ke arah Ruby yang duduk di sofa.Ruby mengangkat satu Alisnya, menjelaskan jika dirinya kini sungguh membenci Ayahnya. “Aku pun demikian, Ayah. Aku sekarang malah berpikir. Sepertinya, aku ini bukan Ana
"Nona, anda sudah ditunggu oleh Tuan Elvano, mari!"Pukul 09.42 Pagi, waktu setempat. Ruby memasuki kafe yang sudah ditentukan oleh Elvano. Sesampainya di dalam kafe tersebut, Ruby sudah disambut oleh dua pelayan. "Terima kasih, tuan Elvano ada di mana?" tanya Ruby."VVIP Room, Nona." Ruby tidak bertanya lagi. Ia hanya mengikuti kemana langkah pekerjaan itu berjalan. Pelayan wanita itu kini menuntun Ruby ke sebuah ruangan. Ruby hanya menatap kagum karena baru pertama kali ia memasuki kafe yang elegan seperti ini. 'Tidak dipungkiri, jika Elvano adalah pria yang memiliki uang yang banyak,' batin Ruby dengan pandangan kagum melihat interior ruas bangunan yang sedang ia tapaki. "Silahkan, Nona. Tuan ada di dalam," ucap Karyawan itu mempersilahkan. Ruby dengan hati-hati membuka pintu kaca gelap yang ada di hadapannya. "Deg!" suasana dalam ruangan tampak remang. Bau cerutu begitu mengganggu penciuman saat pintu itu terbuka. Dan, seorang pria duduk di sebuah kursi. Perawakannya begitu