"Apa aku harus menunggu?" tanya Elvano saat mobil hitam yang dikendarai oleh Elvano menepi di mulut gang. Ruby menggeleng pelan. "Tidak perlu, Paman boleh pulang. Tapi, bisakah aku meminta uang?" "What? Kamu pikir, aku ini adalah ayahmu? Enak sekali meminta uang!" Ruby menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sebenarnya, dia tidak punya uang sama sekali. Maka dari itu, ia berjalan kaki dari kediaman ayahnya menuju ke rumah ibunya. Karena tas yang ia bawa saat itu, tidak tahu dimana. "Ini. Dan segera turun dari mobilku!" Elvano memberikan beberapa lembaran uang kertas kepada Ruby. Ruby dengan wajah memerah meraih uang tersebut. "Terima kasih, Paman. Aku pamit," ucap Ruby yang kemudian turun dari mobil Elvano. Ruby mematung di depan gang sampai mobil yang membawanya benar-benar menghilang ditelan sunyi dan pekatnya malam. Ruby, melangkah kaki menelusuri gang menuju ke tempat ibunya berada. Ruby menatap rumah kumuh dengan cat yang sudah pudar itu dengan getir. Jika Soraya tidak hadir da
"Kakak, aku mengajakmu ke acara pesta ulang tahun temanku karena kau selalu sibuk belajar. Saat itu, aku ke toilet setelah kembali, kau sudah tidak ada!" Ruby yang mendengar penjelasan Olivia, memutar tubuhnya. Ia berjalan ke arah kursi sofa lalu duduk di kursi tersebut seraya melipat kaki dan kedua tangannya di dada. Ruby, memberikan tajam ke arah Olivia.“Olivia, dasar kau Anak pelakor. Kecil-kecil tapi pandai mengadu domba orang lain. Kau punya hubungan, 'kan dengan Toni?” tanya Ruby kepada Olivia.“Ruby, kau ini. Kau yang mempunyai Video di Hotel bersama Elvano, dan kau malah melempar batu sembunyi tangan kepada Adikmu. Demi Tuhan, aku benar-benar menyesal mempunyai Anak seperti dirimu Ruby! Kau Membuat ku malu dengan caramu menjual diri kepada Elvano!” murka Almero hendak menuju ke arah Ruby yang duduk di sofa.Ruby mengangkat satu Alisnya, menjelaskan jika dirinya kini sungguh membenci Ayahnya. “Aku pun demikian, Ayah. Aku sekarang malah berpikir. Sepertinya, aku ini bukan Ana
"Nona, anda sudah ditunggu oleh Tuan Elvano, mari!"Pukul 09.42 Pagi, waktu setempat. Ruby memasuki kafe yang sudah ditentukan oleh Elvano. Sesampainya di dalam kafe tersebut, Ruby sudah disambut oleh dua pelayan. "Terima kasih, tuan Elvano ada di mana?" tanya Ruby."VVIP Room, Nona." Ruby tidak bertanya lagi. Ia hanya mengikuti kemana langkah pekerjaan itu berjalan. Pelayan wanita itu kini menuntun Ruby ke sebuah ruangan. Ruby hanya menatap kagum karena baru pertama kali ia memasuki kafe yang elegan seperti ini. 'Tidak dipungkiri, jika Elvano adalah pria yang memiliki uang yang banyak,' batin Ruby dengan pandangan kagum melihat interior ruas bangunan yang sedang ia tapaki. "Silahkan, Nona. Tuan ada di dalam," ucap Karyawan itu mempersilahkan. Ruby dengan hati-hati membuka pintu kaca gelap yang ada di hadapannya. "Deg!" suasana dalam ruangan tampak remang. Bau cerutu begitu mengganggu penciuman saat pintu itu terbuka. Dan, seorang pria duduk di sebuah kursi. Perawakannya begitu
Tanda Tangan (21+)—-----------------"Lakukan saja apa yang ingin Paman lakukan. Aku tidak peduli dengan isi kontrak yang sudah tertulis. Terpenting, aku sudah tahu jika aku akan menjadi Istri Paman selama Paman meraih kursi Presdir." Memang dari dulu, Toni lebih memilih Adik-tirinya. Selama ini, Ruby pikir Toni benar-benar mencintainya. Nyatanya, dialah yang melakukan jebakan malam itu. Malam itu, Olivia mengajak ke pub malam. Tanpa sengaja, Ruby melihat pesan masuk dari Toni di layar ponsel Olivia yang tergeletak di atas meja. Saat Ruby hendak meraih ponsel tersebut, tiba-tiba, Olivia datang dan memberikan segelas koktail. Dan setelahnya, Ruby tidak mengingat apa-apa lagi. Ruby menutup matanya. 'Aku tidak peduli lagi. Saat ini, aku hanya ingin melupakan sakit hatiku dan membalas semua yang mereka lakukan,' Ruby membatin. "Oh, kau menangis? Aku bahkan belum melakukan apa-apa. Dan sekarang aku harus melihat gadis kecilku menangis?" Elvano menyeka air mata yang keluar dari kedua su
Di sebuah stand minuman di pinggir jalan. Seorang wanita tengah sibuk membersihkan meja-meja pengunjung yang baru saja digunakan. Hiruk-pikuk suasana kota, membuat tempat penjulan minuman sederhana itu sangat ramai dikunjungi oleh pejalan kaki yang sekedar mampir menghilangkan dahaga mereka. "Nona Vina," panggil seorang pria berkacamata hitam dengan setelan jas hitam berdiri di belakang tubuh wanita itu. Vina, gadis yang sedang mengelap meja itu pun menoleh ketika namanya dipanggil. "Iya, ada apa? Apa anda ingin memesan minuman? Jika iya, silahkan ke bagian sana," ucap gadis itu sambil menunjuk ke arah kasir. "Aku ingin berbicara dengan anda. Apakah anda mempunyai waktu?" tanya Pria misterius itu. "Oh, tunggu sebentar." jawab gadis itu melepaskan celemek kerja yang ia kenakan. "Ayo!" ajak Vina. Pria berjas itu membawa Vina ke sebuah gang yang nampak sunyi. "Apa yang ingin kamu bicarakan— Hummpp!" Pupil mata Vina melebar lalu meredup saat sapu tangan yang mengandung Afrodisiak m
Suasana bibir pantai kini dihiasi oleh bunga-bunga segar dengan tirai-tirai putih melambai pada tiang-tiang penyangga. Tiang-tiang itu, membentuk seperti lorong menuju ke arah altar, dimana janji suci antara Ruby dan Elvano akan di langsungkan. Di dalam ruangan Make-over paviliun yang berada di pulau Dewi, telah duduk Ruby dengan gaun pengantin putih yang sederhana namun terlihat begitu elegan ketika gaun itu menempel pada tubuh mungil milik Ruby. Disertai make-up natural yang membuat wajah Ruby tampak imut dan fresh."Ruby kamu cantik sekali!" Seru Vina tercengang melihat penampilan Sahabatnya itu. Kali ini, Vina juga ikut ke acara pernikahan tersembunyi sahabatnya Ruby. Elvano sengaja membawa Vina agar menjadi saksi untuk Ruby dan tentu, agar Ruby tidak merasa kesepian karena ada Vina yang akan menemani. "Aku merasa sangat gugup, Vina," ucap Ruby menggenggam tangan Vina dengan gelisah. Vina menepuk punggung tangan Ruby sambil tersenyum. "Semua akan baik-baik saja. Aku lihat, Elva
Di dalam kamar bernuansa remang dengan lilin-lilin Aromaterapi disertai kelopak bunga mawar yang bertaburan di atas tempat tidur membuat suasana kamar itu kian romantis. Ruby, tengah membuka resleting gaun pengantinnya di depan cermin. "Biar ku bantu," Elvano menarik tubuh Ruby dalam pelukannya dari arah belakang. "Um… Paman, biar aku saja. Aku bisa sendiri," tolak Ruby dengan lembut. "Aku tidak akan membiarkan pengantin wanitaku melepaskan pakaiannya sendiri," Desis Elvano sambil menarik resleting gaun itu ke bawah. Gaun yang melekat di tubuh Ruby pun merosot hingga punggung Ruby yang mulus pun terekspos. Elvano, menepis rambut Ruby yang panjang itu ke bahu sebelah. Ia, mengecup lembut ceruk leher putih, jenjang dan mulus itu. "Ukh… Paman," erangan lolos dari mulut Ruby, merasakan geli akibat kecupan yang Elvano berikan pada lehernya. Elvano melepaskan pengait bra yang Ruby kenakan. Membuat Ruby spontan menyilangkan tanganya di dada. Elvano, meraih kedua tangan itu lalu mengunc
Ruby menelan ludah saat menatap pria yang kini berada di antara kedua pahanya. Ruby tidak pernah bermimpi maupun membayangkan jika pria yang berbeda 14 Tahun itu, kini sedang menggagahinya. Ruby tidak mengatakan jika dia tidak suka dengan pria ini. Walaupun secara umur Elvano jauh lebih tua, wajah pria itu layaknya pria berusia 20 Tahun. Yang membedakan, Elvano memiliki rahang kokoh dengan tatapan yang selalu tajam. Membuat wajah Baby Face itu tidaklah nampak. “Baby, jika sakit, katakan. Aku aku mencoba memasukannya pelan-pelan,” Ucap Elvano saat ujung tombaknya itu masih terlihat ragu menusuk ke goa yang masih sempit tersebut.“Umm… Iya Paman,” jawab Ruby dengan suara sedikit meringis.Elvano mulai menggerakkan kelaki-lakiannya dengan tempo yang pelan. Sedikit demi Sedikit, Elvano memaju—mundurkan hingga sedikit masuk. “Aakh… Pa–man…—” Ruby menjerit, mencengkram kuat kain sprei saat benda milik Elvano mencoba menerobos.Elvano menghentikan aksinya. Ia mengusap pipi Ruby dengan lemb