Suasana bibir pantai kini dihiasi oleh bunga-bunga segar dengan tirai-tirai putih melambai pada tiang-tiang penyangga. Tiang-tiang itu, membentuk seperti lorong menuju ke arah altar, dimana janji suci antara Ruby dan Elvano akan di langsungkan. Di dalam ruangan Make-over paviliun yang berada di pulau Dewi, telah duduk Ruby dengan gaun pengantin putih yang sederhana namun terlihat begitu elegan ketika gaun itu menempel pada tubuh mungil milik Ruby. Disertai make-up natural yang membuat wajah Ruby tampak imut dan fresh."Ruby kamu cantik sekali!" Seru Vina tercengang melihat penampilan Sahabatnya itu. Kali ini, Vina juga ikut ke acara pernikahan tersembunyi sahabatnya Ruby. Elvano sengaja membawa Vina agar menjadi saksi untuk Ruby dan tentu, agar Ruby tidak merasa kesepian karena ada Vina yang akan menemani. "Aku merasa sangat gugup, Vina," ucap Ruby menggenggam tangan Vina dengan gelisah. Vina menepuk punggung tangan Ruby sambil tersenyum. "Semua akan baik-baik saja. Aku lihat, Elva
Di dalam kamar bernuansa remang dengan lilin-lilin Aromaterapi disertai kelopak bunga mawar yang bertaburan di atas tempat tidur membuat suasana kamar itu kian romantis. Ruby, tengah membuka resleting gaun pengantinnya di depan cermin. "Biar ku bantu," Elvano menarik tubuh Ruby dalam pelukannya dari arah belakang. "Um… Paman, biar aku saja. Aku bisa sendiri," tolak Ruby dengan lembut. "Aku tidak akan membiarkan pengantin wanitaku melepaskan pakaiannya sendiri," Desis Elvano sambil menarik resleting gaun itu ke bawah. Gaun yang melekat di tubuh Ruby pun merosot hingga punggung Ruby yang mulus pun terekspos. Elvano, menepis rambut Ruby yang panjang itu ke bahu sebelah. Ia, mengecup lembut ceruk leher putih, jenjang dan mulus itu. "Ukh… Paman," erangan lolos dari mulut Ruby, merasakan geli akibat kecupan yang Elvano berikan pada lehernya. Elvano melepaskan pengait bra yang Ruby kenakan. Membuat Ruby spontan menyilangkan tanganya di dada. Elvano, meraih kedua tangan itu lalu mengunc
Ruby menelan ludah saat menatap pria yang kini berada di antara kedua pahanya. Ruby tidak pernah bermimpi maupun membayangkan jika pria yang berbeda 14 Tahun itu, kini sedang menggagahinya. Ruby tidak mengatakan jika dia tidak suka dengan pria ini. Walaupun secara umur Elvano jauh lebih tua, wajah pria itu layaknya pria berusia 20 Tahun. Yang membedakan, Elvano memiliki rahang kokoh dengan tatapan yang selalu tajam. Membuat wajah Baby Face itu tidaklah nampak. “Baby, jika sakit, katakan. Aku aku mencoba memasukannya pelan-pelan,” Ucap Elvano saat ujung tombaknya itu masih terlihat ragu menusuk ke goa yang masih sempit tersebut.“Umm… Iya Paman,” jawab Ruby dengan suara sedikit meringis.Elvano mulai menggerakkan kelaki-lakiannya dengan tempo yang pelan. Sedikit demi Sedikit, Elvano memaju—mundurkan hingga sedikit masuk. “Aakh… Pa–man…—” Ruby menjerit, mencengkram kuat kain sprei saat benda milik Elvano mencoba menerobos.Elvano menghentikan aksinya. Ia mengusap pipi Ruby dengan lemb
"Emily!" Suara lantang terdengar dari ambang pintu rumah kumuh yang berada di pinggiran kota. Emily yang sedang berkutat di dapur pun terhenti aktivitasnya saat mendengar teriakan itu. "Sebentar!" Emily berlari dengan tergesa-gesa menuju ke arah pintu utama. Ia membuka pintu tersebut. Plak!Saat pintu itu terbuka, Emily mendapatkan sebuah tamparan telak di pipinya. Hingga pipi itu terhempas saat telapak tangan Soraya menamparnya. "Katakan, dimana kau sembunyikan anakmu?" Soraya memekik. Emily memutar kepalanya dengan tangan terangkat di udara, saat dirinya ingin menampar balik wanita itu. "Jangan kau pikir aku tidak berani—" "Berani apa? Apa kau ingin dituntut karena berani menampar Istri Almero, hah!" Soraya melipat kedua tangannya di dada—mata mendelik membumbung, kan dadanya menantang Emily yang ingin menamparnya. Tangan Emily terhenti di udara terkepal. Dirinya tidak mungkin melawan wanita ini. Semuanya tentu karena uang yang berbicara. Kepala Emily pun tertunduk. "Mengap
"Apa? Dia pergi menggunakan speedboat? Cari dia dan seret dia kemari!" Elvano geram mendengar dokter pribadinya itu tidak sedang berada di paviliun. Andre, merupakan dokter muda yang Elvano pekerjaan sejak dua tahun yang lalu. Dokter yang hobinya keluyuran dan suka semaunya. Bagaimana tidak? Dokter itu merupakan teman Elvano sendiri."Vano, aku bukan Asistenmu. Panggil saja Asistenmu, Mark. Suruh dia yang mencari keberadaan Andre," Celetuk Sergio. "Kau, aku minta tolong. Apa salahnya, kau menghubungi Andre—""Hah…, kau ini seorang Suami, rawatlah Kakak Ipar dengan baik. Mengapa wanita cantik seperti Kakak Ipar mendapatkan suami yang tidak berguna seperti dirimu, Elvano?" cibir Sergio.Elvano mengerang mendengar celotehan Sergio. Jika tidak ada Ruby di dalam gendongannya, pria di hadapannya ini, tentu sudah Elvano sumbangkan gratis ke tempat pesugihan agar dijadikan tumbal kekayaan. "Bedebah! Aku hanya meminta bantuanmu!" Elvano memekik.Wajah Sergio nampak acuh melihat reaksi Elvano
"Tuan Andre, bergegaslah, tuan Elvano sudah menunggu, kenapa aku harus menunggu anda berendam setelah anda menyelesaikan aksi genjotan?" Mark yang melihat Andre tengah santai dengan segelas wine di bathup yang menghadap ke lautan lepas pun menjadi jengah. Setelah ia dipaksa menonton adegan yang meresahkan Joni dan iman, kini ia harus menunggu pria berparas latin itu menyelesaikan mandinya. "Mark? Aku sedang menikmati liburanku. Sebenarnya, aku tidak sedang melayani pasien saat aku sedang berlibur. Hanya karena Elvano, aku rela melayani Istrinya," jawab Andre. Mark mendelik, ia gagal fokus dengan perkataan Andre. "Melayani siapa?" tanyanya memastikan. "Melayani untuk menerima pasien. Kau pikir apa?" celetuk Andre. Mark cengengesan, ia menggaruk tengkuknya, "maaf, jadi tolong segera, Dokter Andre. Jika tidak, aku akan dimutilasi oleh Tuan Elvano," ucap Mark yang sedikit mengiba. Andre berdiri dari arah bath yang terletak di outdoor di area speedboat tersebut. Ia melangkah tanpa ada
"Olivia, berhentilah minum. Kau minum terlalu banyak malam ini!" Toni meraih gelas dari tangan Olivia. Saat Olivia ingin meneguk isi gelas tersebut. Olivia, menatap wajah pria yang duduk di sampingnya itu dengan pandangan sayu disertai mata berkaca-kaca. "Ini semua gara-gara kamu, Toni! Jika kau melakukan tugasmu dengan benar, tentu ini tidak akan terjadi kepada diriku," wanita itu terisak. Toni menarik rambutnya kuat. Kepada semua kesalahan, harus dilimpahkan kepada dirinya. Jelas-jelas semua ini adalah rencana Wanita ini dan Ibunya agar membuat Ruby dipermalukan. "Aku sudah menekan media, Oliv. Tapi tidak satupun media yang percaya kepadaku. Dan mereka malah mendesak agar kita berdua mengakui perselingkuhan kita. Jika kau terus-menerus berada di tempat seperti ini, bukankah hal itu akan memancing para media?" Tidak tahu lagi Olivia harus bagaimana menjalani kehidupannya. Di kampus, ia mendapatkan perundungan. Padahal, sebelumnya, Olivia menjadi Mahasiswi yang diakui karena kelem
"Paman, turun aku, apa yang ingin kamu lakukan?"Ruby meronta di dalam gendongan Elvano. Saat pria itu membawa tubuh gadis kecilnya itu menuju ke atas ranjang. "Jangan terlalu banyak bergerak, tubuhmu akan sakit, Ruby," tegur Elvano. Pria itu membaringkan tubuh Istrinya di atas pembaringan. Ruby yang ketakutan akibat gempuran malam pertama yang Elvano berikan, membuat dirinya dengan cepat menyilangkan kedua tangannya. "Kau pikir aku ingin melakukan apa? Aku hanya menggodamu. Jangan berpikir yang lebih," ucap Elvano."Ya, aku juga hanya waspada dari orang tua mesum seperti Paman." "Tidak masalah, jika aku disebut orang tua, yang penting, orang tua ini sudah membuatmu menggelinjang dengan mulut yang terbuka," goda Elvano. Ruby yang malu mendengar ucapan Elvano pun membuang wajahnya ke arah berlawanan. "Cih, dasar Paman cabul," gumam Ruby menggerutu. Suara Ruby masih bisa didengar oleh Elvano. Elvano mengulum senyum melihat tingkah istri kecilnya itu. "Istirahat, yah karena nanti