"Siapa yang jenuh, hah?! Paman yang selingkuh, kenapa aku yang dituduh? Pintar kamu, Paman!" sentak Rubby.Elvano merasa tertohok oleh kata-kata Rubby. "Monster kecil, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menyakitimu," ucap Elvano dengan suara lembut, mencoba menjelaskan.Rubby menatap Elvano dengan tatapan tajam. "Paman, aku juga merasa terluka. Kau tahu, tidak mudah melihatmu bersama wanita lain yang mana dia adik tiriku sendiri!" kata Rubby.Melihat keadaan yang semakin rumit, Elvano jadi teringat dengan perkataan Sergio. Jika berbicara secara langsung, hanya akan menimbulkan emosi untuk kedua belah pihak.Hal yang bisa dilakukan adalah mengirimkan pesan. Karena membaca, seseorang akan menggunakan hati dan perasaan mereka daripada keegoisan mereka."Aku minta maaf, Rubby," ucap Elvano yang kali ini dengan suara lebih lembut dalam upaya menyentuh hati Rubby yang saat itu sedang terpuruk karena kesalahpahaman yang terjadi."Baiklah, Paman. Aku sedang tidak ingin bertengkar atau berdeb
“Aw … Kepalaku nyeri sekali.” Elvano terbangun di pagi hari, dia merasakan sakit kepala yang luar biasa akibat mabuk semalam. Elvano mencoba membuka matanya dan menatap ke sekeliling namun dia tidak menemukan siapa-siapa. Pagi hari ini, Elvano terbangun dari tidur tanpa Rubby di sisinya. Wanita yang selalu menemaninya, dua tahun terakhir. Elvano duduk menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur sambil membuang nafas berulang kali. “Ternyata, semalam dia tidak tidur denganku,” gumam Elvano perih menatap samping tubuhnya yang kosong. Hati Elvano begitu terasa hampa. Karena tidak biasanya dia tidak melihat monster kecilnya saat bangun di pagi pagi hari. Biasanya, Elvano akan disambut oleh senyuman hangat Rubby, namun pagi ini, Elvano benar-benar merasa perih. Saat sedang merenungi keadaannya, ponsel Elvano berdering. Dengan cepat, Elvano meraih ponselnya. “Halo?” sapa Elvano saat panggilannya tersambung. “Tuan, ada masalah di perusahaan. Tolong segera kemari!” lapor Mark
Saat tiba di perusahaan, suasana begitu kacau. Elvano segera menuju ruangannya dan menemui Mark yang tampak tegang."Bagaimana keadaannya, Mark?" tanya Elvano tanpa basa-basi."Orang ini cukup lihai, Tuan. Sistem perusahaan diretas dengan sangat canggih dan data perusahaan berhasil dibobol," jawab Mark sambil menunjukkan beberapa log aktivitas.Elvano mengangguk serius. "Kita harus menghentikan ini secepat mungkin. Siapa yang bisa melakukannya?"Mark merenung sejenak. "Aku sedang menghubungi ahli IT untuk melacak aktivitas mencurigakan di sistem perusahaan, Tuan. Karena dari beberapa petugas sistem juga kecolongan," jawab Mark. Elvano menghela nafas dalam-dalam. "Kita perlu kepastian cepat. Lacak setiap jejak yang bisa membawa kita kepada pelaku ini."Sementara Mark sibuk berkomunikasi dengan tim IT, Elvano merenung tentang kemungkinan motif di balik serangan ini.Dia mencoba menghubungi Rubby, tetapi panggilan tersebut hanya mengarah ke kotak suara.Di rumah, Rubby dan Elvano mulai d
"Olivia Anderson! Kau sudah membuat hubunganku dengan Rubby hancur. Dan sekarang, kau ingin menghancurkan perusahaanku? Keberanian dari mana kau berani mengusik Elvano?" geram Elvano murka.Elvano menatap ke arah Mark dengan tajam. "Antar aku ke kediam Almero. Berani-beraninya, dia tidak mendidik anak mereka dengan baik!" perintah Elvano.Mark melihat kemarahan Elvano, Mark hanya dapat menundukkan kepalanya dengan perasaan tegang. "Baik, Tuan," jawabannya.Mark melangkah keluar ruangan direktur disusul oleh Elvano yang masih tampak amarah yang begitu jelas di wajah pria itu. Hingga keduanya, tiba di tempat parkiran mobil. Elvano menghentikan langkahnya di depan mobil mewahnya, menatap Mark dengan intensitas yang membuatnya gemetar. "Kau tahu, Mark, kepercayaanku padamu sedang tergantung tipis. Jangan sampai keputusanmu mengecewakan."Mark mengangguk dengan cepat, membuka pintu mobil untuk Elvano. "Saya akan melakukan yang terbaik, Tuan. Percayalah."Mereka memasuki mobil, Elvano dudu
“Nak, selesai makan, kita ke apartemen Mama, ya,” ucap Rubby saat menemani Amora makan. “Iya, Ma. Tapi Mola sudah tenyang!” seru Amora dengan wajah yang sedikit keberatan menghabiskan makanannya. “Ya sudah, kalau begitu, ayo cuci tangan.” Rubby berdiri dari duduknya. Amora mengerutkan alisnya. Karena dari kemarin, Amora tidak melihat ibunya itu makan. “Mama, tidat matan? Nanti Mama atit,” ucap Amora dengan perasaan khawatir. Rubby tersenyum lembut melihat kekhawatiran Amora. "Tenang, Mama baik-baik saja. Tadi Mama sudah makan kok, saat Mama menunggu Mora. Sekarang, ayo cuci tangan dan kita langsung ke apartemen."Amora mengangguk, masih sedikit ragu, namun dia bangkit dari kursinya dan mengikuti ibunya ke wastafel. "Tapi, Mama, tenapa Mama selalu matan sendili?" tanya Amora sambil membilas tangan.Rubby memandang Amora dengan tatapan hangat. “Mama hanya ingin makan sendiri. Karena beberapa hal, Mama ingin menyendiri. Tapi Mama baik-baik saja, kok,” jawab Rubby berkilah. Amora ter
Elvano kini melaju ke arah kediamannya. Pikirannya kini berkecamuk dengan berbagai pertanyaan mengenai Olivia. Bisa-bisanya Olivia mempunyai nyali untuk mencuri data perusahaan? Sedang bagian CEO di perusahaan Anderson, sudah Elvano berikan kepada Almero. “Sepertinya, ada dalang di balik insiden ini. Tidak mungkin Olivia melakukan hal tersebut atas kemauannya sendiri. Yang menginginkan aku jatuh selama ini hanya…” pikiran Elvano tertuju kepada kedua pamannya. “Jangan-jangan?” Elvano segera meraih ponselnya, dia ingin meminta seseorang untuk menyelinap di perusahaan Pamannya. Namun, saat Elvano menggeser tombol kunci, sebuah notifikasi berita mengalihkan Elvano. “Rubby Anderson melabrak adik tirinya di sebuah restoran?” gumam Elvano saat membaca berita tersebut. Elvano segera mengangkat wajahnya menatap ke arah Mark. “Mark, putar balik. Kita segera ke restoran xxx.” perintah Elvano. “Baik, Tuan,” jawab Mark.***“Wah … Mama, apatah ini tempat tinggal Mama?” seru Amora saat memasuki
Olivia terkejut dan memegang pipinya yang memerah akibat tamparan itu. Ia merasa marah dan terpukul oleh perlakuan kasar dari ayahnya. Tanpa berkata apa-apa, Olivia hanya memberikan tatapan tajam kepada Ayahnya. "Kau tidak berhak memperlakukan aku seperti ini, Ayah. Aku bukan anak kecil yang bisa kau pukul seenaknya," kata Olivia dengan suara tinggi disertai mata berkaca-kaca. Rahang Almero mengeras, tangannya terkepal mendengar Olivia membentaknya. Dia tidak menyangka jika Olivia akan berani membalasnya dengan keras seperti itu."Apakah kau berani melawan Ayahmu sendiri, Olivia?" tanya Almero dengan suara penuh ancaman. Olivia mengangkat dagunya dengan penuh keberanian. "Aku tidak takut padamu lagi, Ayah. Aku sudah muak dengan perlakuan kasarmu. Terlalu banyak luka dan rasa sakit yang kau berikan padaku."Almero merasa sorot mata Olivia begitu tajam, seolah-olah menghunus pedang yang tajam. Sejenak, ia terdiam dalam kebingungan. Namun, nafasnya masih berat penuh amarah."Aku ayahm
“Halo, Ibu. Apakah Rubby ada di sana?” tanya Elvano. Saat tiba di kediaman, Elvano tidak menemukan istrinya. Elvano pikir, setelah berbicara dengan Rubby malam itu, Rubby akan memaafkannya. Tapi saat dirinya tiba di kediaman, dia tidak menemukan Rubby dan Amora. Belum lagi, Rubby terkena masalah dengan Olivia di restoran. “Rubby tidak pulang ke mari. Apakah kalian berdua masih belum juga baikkan? Bagaimana bisa kalian bertengkar sampai selama ini?” jawab Emily dari seberang telepon. Elvano memijat batang hidungnya frustasi. “Maafkan Aku Ibu mertua. Jika aku merepotkan Ibu mertua. Aku akan mencoba menelpon sahabatnya saja. Mungkin, Rubby membutuhkan teman untuk berkeluh kesah.”“Baik. Ibu berharap, semoga masalah kalian segera teratasi.”Elvano memutuskan sambungan teleponnya, dia segera mencari nomor kontak Vina untuk menanyakan keberadaan Rubby. Namun, lagi-lagi Elvano hanya mendapatkan kekecewaan. Setelahnya, Elvano mencoba menghubungi nomor Rubby. Lagi-lagi, Elvano hanya menem