“Selamat datang Nyonya.” beberapa pekerja kediaman Anderson menyambut kedatangan Rubby. Dengan wajah lesu, Rubby pun bertanya, “ibuku di mana?” “Nyonya besar sedang berada di ruang kerjanya, Nyonya muda,” jawab pekerja itu. Rubby menatap ke arah Amora yang dia gandeng. “Ayo, Nak. Kita ketemu Nenek.” “Yey! Asyit tetemu Nenet!” seru Amora dengan semangat. Rubby tersenyum dan menuntut Amora menuju ke arah ruang kerja Emily. Setelah melangkah beberapa langkah, Rubby dan Amora tiba di depan pintu kamar Emily. Tok tok tok “Bu, ini aku!” seru Rubby sambil mengetuk pintu di hadapannya. “Masuk, Sayang!” Mendengar sahutan, Rubby membuka pintu kamar dan melangkah masuk ke dalam ruangan. “Nenet!” Amora melepaskan genggamannya dari tangan Rubby dan berlari ke arah Diana yang sedang duduk di kursi kerjanya. Emily pun berdiri, berjongkok menyambut Amora dengan merentangkan kedua tangannya. “Kok, baru main ke sini, sih, sayang!” seru Emily memeluk erat tubuh cucunya. Rubby membiarkan Amor
“Rubby, dengar, kasih sayang dan cintaku tidak akan pernah berkurang hanya karena kamu tidak memberikan keturunan padaku, Rubby. Aku mencintaimu. Dan Bagaimana bisa aku membagi hati? Sedangkan satu hati saja tidak bisa aku bahagiakan?"Mendengar perkataan Rubby, hati Elvano begitu teriris. Bukan karena ia dituduh berselingkuh, namun cinta tulus dari dirinya tidak terlihat oleh Rubby. “Aku ingin sendiri.” Mendengar jawaban Rubby yang dingin, Elvano merasa emosinya meledak. Elvano menahan diri sejenak, mencoba mengendalikan emosi disaat rumah tangga mereka diuji. "Monster kecil, aku tidak ingin meledak. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa apa yang terjadi, tidak seperti apa yang kau pikiran. Baiklah ambil waktumu untuk berpikir.” Elvano memutar tubuhnya dan segera berlalu pergi. Elvano tidak akan memaksa, dia tidak ingin menyakiti perasaan wanita yang ia cintai. Walau kandati, hatinya seperti teriris sembilu. Dengan perasaan yang pedih itu, Elvano melangkah menuju ke arah pintu utama ke
“Bro, kalau ada apa-apa, katakan. Mati sendiri entar kalau kamu pendam,” ucap Sergio yang sesekali meneguk wiski dalam gelas yang ia genggam. Elvano bermuram wajah. Kasih sayangnya kepada istrinya tak terukur jumlahnya. Namun, wanita yang ia kasihi itu kini sedang membencinya sebab ulah Olivia. Sergio masih menunggu pria yang duduk di sampingnya itu membuka suara. Namun, beberapa menit sudah berlalu, Elvano masih membisu dengan pandangan kosong menatap gelas wiskinya.“Haaa… roman-romannya, ini masalah rumah tangga. Kalau masalah yang begini, aku angkat tangan, Bro. Tapi kalau kau mau cerita untuk melepaskan bebanmu, aku siap untuk mendengar,” ucap Sergio mencoba mengusir keheningan yang terjadi di antara mereka berdua. Elvano membuang nafas berulang kali berharap rasa sesak dalam dadanya ikut terbuang. "Sergio, Rubby melihat aku berciuman dengan Olivia. Aku memanggilmu kesini sebenarnya ingin kamu menghandle masalah perusahaan yang akan kita bahas. " ujar Elvano sambil menatap kos
"Siapa yang jenuh, hah?! Paman yang selingkuh, kenapa aku yang dituduh? Pintar kamu, Paman!" sentak Rubby.Elvano merasa tertohok oleh kata-kata Rubby. "Monster kecil, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menyakitimu," ucap Elvano dengan suara lembut, mencoba menjelaskan.Rubby menatap Elvano dengan tatapan tajam. "Paman, aku juga merasa terluka. Kau tahu, tidak mudah melihatmu bersama wanita lain yang mana dia adik tiriku sendiri!" kata Rubby.Melihat keadaan yang semakin rumit, Elvano jadi teringat dengan perkataan Sergio. Jika berbicara secara langsung, hanya akan menimbulkan emosi untuk kedua belah pihak.Hal yang bisa dilakukan adalah mengirimkan pesan. Karena membaca, seseorang akan menggunakan hati dan perasaan mereka daripada keegoisan mereka."Aku minta maaf, Rubby," ucap Elvano yang kali ini dengan suara lebih lembut dalam upaya menyentuh hati Rubby yang saat itu sedang terpuruk karena kesalahpahaman yang terjadi."Baiklah, Paman. Aku sedang tidak ingin bertengkar atau berdeb
“Aw … Kepalaku nyeri sekali.” Elvano terbangun di pagi hari, dia merasakan sakit kepala yang luar biasa akibat mabuk semalam. Elvano mencoba membuka matanya dan menatap ke sekeliling namun dia tidak menemukan siapa-siapa. Pagi hari ini, Elvano terbangun dari tidur tanpa Rubby di sisinya. Wanita yang selalu menemaninya, dua tahun terakhir. Elvano duduk menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur sambil membuang nafas berulang kali. “Ternyata, semalam dia tidak tidur denganku,” gumam Elvano perih menatap samping tubuhnya yang kosong. Hati Elvano begitu terasa hampa. Karena tidak biasanya dia tidak melihat monster kecilnya saat bangun di pagi pagi hari. Biasanya, Elvano akan disambut oleh senyuman hangat Rubby, namun pagi ini, Elvano benar-benar merasa perih. Saat sedang merenungi keadaannya, ponsel Elvano berdering. Dengan cepat, Elvano meraih ponselnya. “Halo?” sapa Elvano saat panggilannya tersambung. “Tuan, ada masalah di perusahaan. Tolong segera kemari!” lapor Mark
Saat tiba di perusahaan, suasana begitu kacau. Elvano segera menuju ruangannya dan menemui Mark yang tampak tegang."Bagaimana keadaannya, Mark?" tanya Elvano tanpa basa-basi."Orang ini cukup lihai, Tuan. Sistem perusahaan diretas dengan sangat canggih dan data perusahaan berhasil dibobol," jawab Mark sambil menunjukkan beberapa log aktivitas.Elvano mengangguk serius. "Kita harus menghentikan ini secepat mungkin. Siapa yang bisa melakukannya?"Mark merenung sejenak. "Aku sedang menghubungi ahli IT untuk melacak aktivitas mencurigakan di sistem perusahaan, Tuan. Karena dari beberapa petugas sistem juga kecolongan," jawab Mark. Elvano menghela nafas dalam-dalam. "Kita perlu kepastian cepat. Lacak setiap jejak yang bisa membawa kita kepada pelaku ini."Sementara Mark sibuk berkomunikasi dengan tim IT, Elvano merenung tentang kemungkinan motif di balik serangan ini.Dia mencoba menghubungi Rubby, tetapi panggilan tersebut hanya mengarah ke kotak suara.Di rumah, Rubby dan Elvano mulai d
"Olivia Anderson! Kau sudah membuat hubunganku dengan Rubby hancur. Dan sekarang, kau ingin menghancurkan perusahaanku? Keberanian dari mana kau berani mengusik Elvano?" geram Elvano murka.Elvano menatap ke arah Mark dengan tajam. "Antar aku ke kediam Almero. Berani-beraninya, dia tidak mendidik anak mereka dengan baik!" perintah Elvano.Mark melihat kemarahan Elvano, Mark hanya dapat menundukkan kepalanya dengan perasaan tegang. "Baik, Tuan," jawabannya.Mark melangkah keluar ruangan direktur disusul oleh Elvano yang masih tampak amarah yang begitu jelas di wajah pria itu. Hingga keduanya, tiba di tempat parkiran mobil. Elvano menghentikan langkahnya di depan mobil mewahnya, menatap Mark dengan intensitas yang membuatnya gemetar. "Kau tahu, Mark, kepercayaanku padamu sedang tergantung tipis. Jangan sampai keputusanmu mengecewakan."Mark mengangguk dengan cepat, membuka pintu mobil untuk Elvano. "Saya akan melakukan yang terbaik, Tuan. Percayalah."Mereka memasuki mobil, Elvano dudu
“Nak, selesai makan, kita ke apartemen Mama, ya,” ucap Rubby saat menemani Amora makan. “Iya, Ma. Tapi Mola sudah tenyang!” seru Amora dengan wajah yang sedikit keberatan menghabiskan makanannya. “Ya sudah, kalau begitu, ayo cuci tangan.” Rubby berdiri dari duduknya. Amora mengerutkan alisnya. Karena dari kemarin, Amora tidak melihat ibunya itu makan. “Mama, tidat matan? Nanti Mama atit,” ucap Amora dengan perasaan khawatir. Rubby tersenyum lembut melihat kekhawatiran Amora. "Tenang, Mama baik-baik saja. Tadi Mama sudah makan kok, saat Mama menunggu Mora. Sekarang, ayo cuci tangan dan kita langsung ke apartemen."Amora mengangguk, masih sedikit ragu, namun dia bangkit dari kursinya dan mengikuti ibunya ke wastafel. "Tapi, Mama, tenapa Mama selalu matan sendili?" tanya Amora sambil membilas tangan.Rubby memandang Amora dengan tatapan hangat. “Mama hanya ingin makan sendiri. Karena beberapa hal, Mama ingin menyendiri. Tapi Mama baik-baik saja, kok,” jawab Rubby berkilah. Amora ter