"Sepertinya, kita harus bertemu untuk membicarakan masalah ini," ucap Rubby membalas ucapan si penelpon.
Tidak ada jawaban dari seberang, Rubby hanya mendengar bisik-bisik yang tidak bisa Rubby tangkap pembicaraan di seberang telepon. Sepertinya, Amy sedang berbicara dengan suami atau orang lain di sana."Baik, jika Nyonya ingin bertemu. Tapi, bawa uang 50 juta yang aku minta. Jika tidak, aku akan mengatakan kepada Amora. Bahwa kamu bukanlah Ibu kandungnya," ucap Amy terdengar seperti mengancam.Rubby merasakan detak jantungnya meningkat dengan cepat saat mendengar ancaman tersebut. Rubby merenung sejenak, lalu menjawab, "baik, aku akan membawa uang sesuai yang kamu minta. Di mana kita akan bertemu?""Di kafe melati. Aku tunggu!" tanpa menunggu jawaban dari Rubby, wanita itu sudah memutuskan sambungan teleponnya.Rubby menarik nafas dalam-dalam, mencoba menguasai diri. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dalam hatinya, Rubby marah besaRubby duduk di kursi sudut paling pojok di sebuah bangunan kafe yang sudah ditetapkan oleh Amy dan dirinya. Sesekali, Rubby menyesap minuman yang sudah dia pesan. "Kenapa lama sekali? Apakah Amy hanya sengaja mengerjaiku?" gumam Rubby, tangannya sibuk memainkan sedotan di dalam gelas. Rubby melirik jam di pergelangan tangannya. "Sudah satu jam aku menunggu. Ditelfon nomornya tidak aktif. Orang ini serius atau hanya bermain-main?" Rubby dengan gelisah masih berharap jika Amy akan datang dan dia ingin menyelesaikan konflik antara dirinya dan Amy. "Maaf, sudah membuat Nyonya menunggu." wanita paruh baya itu menarik kursi dan duduk di hadapan Rubby. Wajah yang Rubby tunjukkan begitu datar saat menyambut kedatangan Amy. "Aku tidak suka basa-basi. Aku akan memberikan uang 50 juta itu sesuai dengan yang kamu minta. Namun, aku ingin ada kesepakatan yang harus kamu setujui," ucap Rubby dengan suara tegas. Amy memandang Rubby dengan tatapan tajam. "Kesepakatan apa yang kamu maksud?" tanya
"Mama...!" seru Amora berlari menghampiri Rubby dengan senyum lebar yang merekah di bibir mungilnya. Rubby merentangkan tangannya menyambut tubuh mungil Amora. Anak yang telah hadir memberikan warna dan senyuman dibibir Rubby setelah insiden kecelakaan. Setelah bertemu dengan Amy, Rubby memutuskan untuk menjemput Amora. Karena tepat dengan waktu pulang Amora. "Mama, tadi atu belajal dan mendapatan teman yang banyat!" celoteh Amora yang begitu bersemangat menceritakan pengalamannya saat les pertama kali. Mendengarkan si kecil berceloteh, tentu hal yang membuat Rubby sangat bersemangat untuk menjalani hidup nya lagi. "Oh ya? Siapa teman barumu, sayang?" tanya Rubby sambil mengelus rambut Amora dengan penuh kasih sayang. "Namanya Salah, Mama. Dia baik banget dan senang setali main dengan Mola. Tita langsung jadi teman!" jawab Amora riang.Rubby tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Amora. "Apa kalian berdua sudah berjanji untuk bertemu lagi besok?" tanya Rubby."Bel
“Apa maksudmu dengan berkata demikian, hah?” tanya Elvano dengan satu alis naik. Bibir dengan warna menyala itu menyungging menanggapi pertanyaan Elvano. Olivia turun dari sisi meja, wanita itu berjalan ke arah Elvano sambil telapak tangan menyeret manja di atas permukaan meja. Olivia, Menatap lekat wajah Elvano, menarik dasi yang Elvano kenakan hingga wajah Elvano terdorong maju tepat di depan wajah Olivia. “Kakak Ipar, kita sudah sama-sama Dewasa, kan? Masa, harus aku jelaskan apa tujuanku? Apakah Kakak Ipar tidak ingin mempunyai penerus?” ucap Olivia dengan suara yang terdengar menggoda.Wajah Elvano berubah berang, rahangnya tiba-tiba mengeras saat mengetahui jika Olivia ingin memprovokasinya. “Lepaskan tanganmu, apa kau pikir aku akan tertarik dengan tawaranmu, huh?” sentak Elvano. Bukannya menyingkir atau takut, Olivia mendekatkan bibirnya lebih dekat pada wajah Elvano. “Kakak ipar, tolong tidak perlu munafik. sebenarnya, jauh di dalam hatimu tentu menginginkan seorang anak
“Sial, kenapa kau tidak mendengarkan penjelasanku terlebih dahulu?” kesal Elvano saat melihat mobi istrinya melaju begitu saja. Rasa Frustasi yang merajai membuat pria itu mengacak rambutnya frustasi. Pikirannya kembali mengingat Olivia, bergegas Elvano memutar tubuhnya menuju kembali ke ruang Direktur. “Bangsat, berani-berani wanita itu menjebakku. Apa dia sedang ingin bermain-main denganku?” geram Elvano yang kini sudah memasuki lift. Selang beberapa menit, dia tiba di lantai di mana ruangan berada. Dengan langkah berlusin, Elvano menuju ke ruangannya. “Krek!” saat pintu itu terbuka, Elvano tidak menemukan siapa-siapa lagi di dalam ruangan itu. “Arrgghh! Olivia Anderson, jika terjadi sesuatu di dalam rumah tanggaku, kau akan terima konsekuensinya!” Elvano berteriak, menyuarakan kemarahannya. Prang! Tersulut emosi, Elvano menghempaskan benda-benda yang ada di atas meja kerjanya. Wajahnya tampak memerah dengan dengusan kasar yang keluar dari hidung pria itu. Elvano mencoba menga
“Selamat datang Nyonya.” beberapa pekerja kediaman Anderson menyambut kedatangan Rubby. Dengan wajah lesu, Rubby pun bertanya, “ibuku di mana?” “Nyonya besar sedang berada di ruang kerjanya, Nyonya muda,” jawab pekerja itu. Rubby menatap ke arah Amora yang dia gandeng. “Ayo, Nak. Kita ketemu Nenek.” “Yey! Asyit tetemu Nenet!” seru Amora dengan semangat. Rubby tersenyum dan menuntut Amora menuju ke arah ruang kerja Emily. Setelah melangkah beberapa langkah, Rubby dan Amora tiba di depan pintu kamar Emily. Tok tok tok “Bu, ini aku!” seru Rubby sambil mengetuk pintu di hadapannya. “Masuk, Sayang!” Mendengar sahutan, Rubby membuka pintu kamar dan melangkah masuk ke dalam ruangan. “Nenet!” Amora melepaskan genggamannya dari tangan Rubby dan berlari ke arah Diana yang sedang duduk di kursi kerjanya. Emily pun berdiri, berjongkok menyambut Amora dengan merentangkan kedua tangannya. “Kok, baru main ke sini, sih, sayang!” seru Emily memeluk erat tubuh cucunya. Rubby membiarkan Amor
“Rubby, dengar, kasih sayang dan cintaku tidak akan pernah berkurang hanya karena kamu tidak memberikan keturunan padaku, Rubby. Aku mencintaimu. Dan Bagaimana bisa aku membagi hati? Sedangkan satu hati saja tidak bisa aku bahagiakan?"Mendengar perkataan Rubby, hati Elvano begitu teriris. Bukan karena ia dituduh berselingkuh, namun cinta tulus dari dirinya tidak terlihat oleh Rubby. “Aku ingin sendiri.” Mendengar jawaban Rubby yang dingin, Elvano merasa emosinya meledak. Elvano menahan diri sejenak, mencoba mengendalikan emosi disaat rumah tangga mereka diuji. "Monster kecil, aku tidak ingin meledak. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa apa yang terjadi, tidak seperti apa yang kau pikiran. Baiklah ambil waktumu untuk berpikir.” Elvano memutar tubuhnya dan segera berlalu pergi. Elvano tidak akan memaksa, dia tidak ingin menyakiti perasaan wanita yang ia cintai. Walau kandati, hatinya seperti teriris sembilu. Dengan perasaan yang pedih itu, Elvano melangkah menuju ke arah pintu utama ke
“Bro, kalau ada apa-apa, katakan. Mati sendiri entar kalau kamu pendam,” ucap Sergio yang sesekali meneguk wiski dalam gelas yang ia genggam. Elvano bermuram wajah. Kasih sayangnya kepada istrinya tak terukur jumlahnya. Namun, wanita yang ia kasihi itu kini sedang membencinya sebab ulah Olivia. Sergio masih menunggu pria yang duduk di sampingnya itu membuka suara. Namun, beberapa menit sudah berlalu, Elvano masih membisu dengan pandangan kosong menatap gelas wiskinya.“Haaa… roman-romannya, ini masalah rumah tangga. Kalau masalah yang begini, aku angkat tangan, Bro. Tapi kalau kau mau cerita untuk melepaskan bebanmu, aku siap untuk mendengar,” ucap Sergio mencoba mengusir keheningan yang terjadi di antara mereka berdua. Elvano membuang nafas berulang kali berharap rasa sesak dalam dadanya ikut terbuang. "Sergio, Rubby melihat aku berciuman dengan Olivia. Aku memanggilmu kesini sebenarnya ingin kamu menghandle masalah perusahaan yang akan kita bahas. " ujar Elvano sambil menatap kos
"Siapa yang jenuh, hah?! Paman yang selingkuh, kenapa aku yang dituduh? Pintar kamu, Paman!" sentak Rubby.Elvano merasa tertohok oleh kata-kata Rubby. "Monster kecil, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menyakitimu," ucap Elvano dengan suara lembut, mencoba menjelaskan.Rubby menatap Elvano dengan tatapan tajam. "Paman, aku juga merasa terluka. Kau tahu, tidak mudah melihatmu bersama wanita lain yang mana dia adik tiriku sendiri!" kata Rubby.Melihat keadaan yang semakin rumit, Elvano jadi teringat dengan perkataan Sergio. Jika berbicara secara langsung, hanya akan menimbulkan emosi untuk kedua belah pihak.Hal yang bisa dilakukan adalah mengirimkan pesan. Karena membaca, seseorang akan menggunakan hati dan perasaan mereka daripada keegoisan mereka."Aku minta maaf, Rubby," ucap Elvano yang kali ini dengan suara lebih lembut dalam upaya menyentuh hati Rubby yang saat itu sedang terpuruk karena kesalahpahaman yang terjadi."Baiklah, Paman. Aku sedang tidak ingin bertengkar atau berdeb