Ayo kirimkan gem untuk cerita ini. Tinggalkan ulasan bintang 5 ya biar semangat nulisnya. Terima kasih, telah membaca!
“A—arren! Itu tidak seperti yang kau pikirkan!” teriak Leon sambil meremas rambutnya. Pria itu kehabisan kata-kata. Rasa letih juga semakin menghujam tubuhnya. “Dia—”“Sudahlah! Kau tidak perlu menjelaskan siapa selingkuhanmu itu! Aku sudah tau siapa dia!” Arren memalingkan wajahnya. Kali ini, ia sedikit mendongakkan kepalanya untuk menahan air mata. “A—arren ... dia ... dia bukan selingkuhanku! Dia hanyalah … rekan bisnis! Bagaimana kau bisa mengenalnya?” tanya Leon sambil mencengkeram lengan sang istri. Arren tersentak, tanpa sadar air matanya tak dapat lagi ditahan. “Hiks ….” Wanita itu akhirnya menangis tanpa suara. Leon sangat kebingungan. “Arren, sayangku. Maafkan aku,” ucap Leon lembut. Kali ini, ia mengaku bahwa ia bersalah. Jika saja Leon mengetahui bahwa Arren melihat kejadian itu, pasti ia tidak akan kebingungan sejak kemarin. “Aku tidak berselingkuh. Dia sendiri yang menciumku secara tiba-tiba. Kau tidak melihat versi akhirnya? Aku bahkan menamparnya!”“Be—benarkah?” Ar
Setelah memuaskan diri, Arren dan Leon akhirnya pergi berkencan, sesuai janji yang diungkapkan kemarin malam. Arren tampak menawan dengan gaun kuning bercorak bintang dan Leon tampak mempesona dengan kaos polo berwarna gelap yang membalut tubuh atletisnya. Pasangan itu seperti pasangan idaman dengan keelokan paras dan juga keharmonisan tingkah laku yang ditampakkan. Setiap mata yang memandang, sudah pasti akan terpesona dengan penampilan mereka. “Anda sangat cantik, Nona,” ucap seorang pelayan yang baru saja memasangkan hiasan terakhir pada leher jenjang sang nona muda: kalung berlian. Kalung itu adalah kalung yang sempat hilang, dicuri pada malam gala di ibu kota, beberapa waktu yang lalu. Leon–pria itu–ternyata memiliki sisi romantis yang merancang segala keindahan hanya untuk sang istri tercinta. Ia tak segan mengeluarkan harta jika memang perhiasan-perhiasan yang disukai Arren menambah kecantikannya. “Kau benar,” ucap Leon yang segera menarik Arren mendekat ke arahnya. Lengan
Beberapa saat sebelum Putri Lesel memutuskan untuk berjalan-jalan dan bertemu Arren adalah … memohon pada ayahnya untuk melupakan tentang Leon. Setelah dikurung karena berani menggoda suami orang, Lesel berpura-pura telah melupakan Leon dan sedang patah hati, oleh karena itu, ia butuh hiburan. Siapa yang menyangka bahwa ternyata ayahnya benar. Lesel memang tidak seharusnya terlibat dengan Leon dan juga … Arren! “Teganya ….” Lesel menangis, antara sakit hati dan juga marah karena Leon dan Arren ternyata mengkhianati kepercayaannya. Lesel benar-benar berharap bahwa Arren seperti kakak perempuan yang dapat dipercaya, nyatanya? Wanita itu adalah wanita licik yang memanfaatkannya untuk … untuk… merebut Leon! “Tidak bisa dimaafkan!” Ia menggeram seperti seekor anjing liar yang sedang marah. Ayahnya—Raja Charlie—beberapa waktu lalu telah kembali dari pertambangan garam yang konon letaknya disembunyikan dari mata dunia, Lesel tidak tertarik dengan ceritanya. Ia hanya tertarik kepada keb
Senja menggantung indah, menampilkan kehangatan dalam setiap siraman cahaya sang surya yang hendak sampai ke peraduannya. Arren dan Ava menikmati waktu kebersamaan mereka dengan canda-tawa. Arren tidak pernah menyangka bahwa Ava adalah gadis yang ceria. Arren mengetahui bahwa Ava adalah penyintas kekerasan seksual dari cerita Leon. Pria itu telah mengatakan semuanya. Arren tidak menyangka bahwa Ava begitu manis dan menggemaskan. Penampilannya sangat normal seperti anak kebanyakan. Leon pernah mengatakan bahwa ada stimulus di otak Ava yang menghapus sebagian memori yang membuatnya sakit sehingga ia tidak begitu mengingat detail kejadian yang membuatnya trauma. Leon mengatakan bahwa dalam kasus Ava, terdapat kemungkinan bahwa otaknya merespon traumatis dengan cara mengurangi atau menghapus ingatan tentang pengalaman kekerasan seksual yang dialaminya. Pola pertahanan diri tersebut disebut sebagai amnesia disosiatif di mana kondisi seseorang dikuatkan dengan cara menghapus sebagian ing
Arren menggigit bawah bibirnya. Ia tidak menyangka bahwa di wilayah ini ada pembelot yang begitu berbahaya. “Ba–bagaimana kalian bisa lolos dari petugas polisi?” Arren tak percaya. Apa saja yang dilakukan para polisi itu sampai tidak menyadari ada potensi bahaya seperti ini di Rossie? Potensi? Mereka bahkan sudah berbahaya! “Haha! Haha! Kau tidak perlu tahu!” Pria berbadan gempal mulai tertawa. Tentu saja ia tidak bisa membocorkan bagaimana organisasi mereka bekerja. Mulai dari memalsukan dokumen pencabutan izin, memperjualbelikan manusia, hingga … melenyapkan diri seolah hantu di wilayah ini! “Haha!” Dua pria lainnya juga tergelak. Mereka tidak bisa menahan tawa. Namun, sebuah deheman membuyarkan semuanya. “Apa yang kalian lakukan?!” bentaknya dengan nada tajam. Detik kemudian, ia memukuli tiga penjaga yang seharusnya tidak banyak bicara itu. Bagaimana mungkin mereka bisa mengobrol dengan sandera? Setelah memukuli anak-anak buah yang tidak becus, pria kurus itu lalu mengusir me
Suasana masih saja suram. Terdengar langkah kaki yang mendekat, namun tidak ada seorang pun yang merespon teriakan Arren. “To–tolong aku!” Ia masih berusaha mencari perhatian. Dengan demikian, Arren dapat berpura-pura terluka dan membebaskan diri dengan rencananya. Siapa tahu, Arren dapat memperdaya penculik itu dan setidaknya, membiarkan ikatan di matanya dilepaskan. Arren akan mencari cara untuk membebaskan diri dengan ketajaman analisisnya. Tak lama, knop pintu besi itu berputar lalu … Arren dapat mendengar suara langkah kaki itu semakin mendekat ke arahnya. Ia sedikit gemetar. Bayang-bayang ketidakpastian menggelayuti hati dan pikiran Arren. Ia tidak bisa melihat apa pun. Semuanya begitu membingungkan. “Ha! Kau masih bisa bicara rupanya ….” Suara seorang wanita mengejutkan Arren. Satu hal yang dapat ia pastikan, tidak ada wanita sama sekali sejak tadi. Anehnya, suara itu tidak asing sama sekali. Sepertinya, Arren pernah mendengarnya di suatu tempat. “Siapa kau!” hardik Arren
Malam semakin larut. Perjalanan menuju ke pegunungan Amber tidaklah mudah. Jalan yang gelap dan berbatu menjadi penghalang bagi kecepatan mobil, memaksa Leon dan anak buahnya untuk tidak dapat serta merta menambah kecepatan. Kegelapan semakin dalam, area sekitar hanya dihiasi oleh sinar bulan yang samar-samar, menyinari jalanan berbatu dan curam. Leon duduk di kursi belakang mobil, memandangi peta yang terbuka di pangkuannya. Ashton, yang duduk di sampingnya, tetap fokus pada layar monitor yang menampilkan pergerakan pasukan tempur menuju pegunungan. Clark, bersiaga dengan senjata di sisi sang sopir, sehingga dapat merespon ancaman apa pun yang mungkin dapat membahayakan nyawa mereka. "Bagaimana perkembangan, Ashton?" tanya Leon, suaranya bergetar dengan amarah yang masih membara di dalam hatinya. Baginya, situasi ini sangat berbahaya. Leon benar-benar mengkhawatirkan keselamatan Arren. Ashton mengangkat pandangannya sejenak dari layar. "Pasukan tempur sedang menuju ke pegunungan se
Beberapa jam sebelum penyergapan terjadi, Lesel sedang bermain-main dengan mangsanya: Arren dan Ava. Setelah mengetahui bahwa Arren memiliki hati yang lembut dan penuh belas kasih, ia mempermainkan anak kecil itu untuk melukai Arren. “Bagaimana? Takut?” tanya Lesel kepada Ava yang sedang ia jambak dan pukul dengan beringas. “Hentikan! Dasar kau jalang!” Arren mengamuk. Ia bahkan terus menggesek-gesekkan tali yang membeli tangan dan kakinya dengan cepat, tanpa peduli bahwa itu hanya akan melukai kulitnya yang pucat. Ketegangan yang dirasakan Arren hanya menyakiti urat syaraf dan juga perutnya. Arren semakin tidak terkendali ketika melihat Ava menangis menahan sakit. Ia begitu marah dan tidak percaya bahwa ada seorang wanita yang begitu tega melukai anak kecil tak bersalah. “Ha! Kau menangis? Bagaimana? Kau sudah mau menceraikan Leon … ku?” “Kau gila!” “