LAMPU HIJAU?
"Gendis, apakah Mulki sehat?" tanya Ririn, mama Gendhis. "Kenapa tiba-tiba Mama bertanya seperti itu? Tumben Maa tertarik dengan teman lelaki Gendhis?" tanya Gendis heran. Jujur saja bahkan dia tak terpikirkan Mulki. Tapi entah mengapa sang Ibu tiba-tiba bisa terpikirkan keadaan Mulki. Dia baru sadar bahwa Mulki belum menghubunginya sama sekali, terbesit dalam benaknya mengapa Mulki menghilang namun dia tersenyum kecut tak mau berharap. "Ya tidak apa-apa sih. Cuma kemarin Mama terkesan saja dengan sikapnya. Apakah kau tahu dan masih ingat kan dia adalah orang yang paling sibuk dan paling lelah menjaga mu dan Kai. Jadi Mama cukup khawatir dengan kondisinya, apakah dia sakit, apakah dia lelah. Kau tidak lupa mengajaknya makan kan?" tanya Ririn. "Tidak kok, Mah. Malah seingat Gendis dia makan dengan baik, dia yang membelikannya, dia juga orang yang menurut Gendhis sangat sadar kesehatan. Bahkan nasi goreng ku saja dia yangKEDATANGAN DAN KEPERGIAN! "Ya barangkali kau mau membuka hatimu, Gendis. Lihat saja ada lelaki waras yang mau mendekatimu, terkadang kau itu harus banyak berkenalan dengan lelaki semacam itu. Ubahlah standarmu tentang lelaki, karena selama ini Mama kira standarmu tentang lelaki itu salah. Kau selalu menyukai tipikal lelaki yang seperti Pohan atau Samuel yang jelas-jelas kau tak bisa bersama tetapi masih saja memiliki kriteria seperti itu," keluh Ririn. "Sadarlah, Gendhis! Ubahlah kriteriamu," perintah Mama Gendis. Gendhis hanya bisa menghela nafas panjang. "Sudah lah Ma, tak usah membahas masalah ini lagi. Mama tahu sendiri kan aku baru saja kehilangan Kai, anakku. Jadi aku harap mama tak membahas masalah ini lagi," pinta Gendhis. "Baiklah kalau begitu, lalu rencanamu kau mau tetap di Surabaya? Pulanglah saja Gendis. Apa yang kau cari sampai di Surabaya? Sebenarnya Mama juga khawatir kadang kepadamu jika kau kenapa-kenapa dan ada jauh dari p
SIAPA YANG KAU CINTAI, LE?"Assalamualaikum," kata seorang dari luar."Waalaikumsalam masuk-masuk! Monggo," perintah Umi Laila.Tampak seorang gadis cantik masuk ke dalam ruangan rumah sakit. Abah Furqon mengernyitkan keningnya heran dia tak bertemu dengan gadis itu, dalam hatinya membatin apakah dia gadis yang di cintai Mulki? Jika memang iya, bagaimana mungkin dia tahu Mulki di rawat di rumah sakit sedangkan Mulki tak bisa bangun dari tidurnya. Matanya terpejam rapat, karena sangat sensitif dengan cahaya."Masya Allah tabarakallah! Ifah masuk-masuk, Mbak," perintah Umi Laila. Abah Furqon mengernyitkan keningnya dengan heran, dia tak tahu tamu siapa yang datang namun sang istri sangat ramah."Siapa gadis itu, Mi?" tanya Abah Furqon setengah berbisik."Oh iya, kenalkan ini adalah Ifah, Bah. Dia ini anak kajian Umi di Madiun, dia adalah wanita yang sangat pandai mengaji qiro'. Ibarat kata mah dia adalah seorang khalifah masa kini. Khalifah masa kini," ucap Umi Laila.Sekarang Abah Furq
SYARAT WANITA YANG INGIN DI NIKAHI! "Halah kau itu sama saja. Kalau tak dengan Ifah lalu kau mau menikah dengan siapa?" cerca Umi Laila. "Eh anu, emmm..." "Siapa wanita yang kau cintai, Le?" tanya Abah Furqon. "Bukan masalah wanita yang Mulki cintai, Mi, Bah. Tapi Mulki tidak mau menikah dulu untuk jangka waktu dalam dekat ini. Mulki masih memiliki rencana lain," jawab Mulki. "Kau memiliki rencana lain atau memiliki wanita lain, Le?" tanya Umi Laila. Mulki sebenarnya dia pun juga sudah menyadari bahwa Mulki sepertinya memang memiliki seorang kekasih hati. Entah wanita itu juga sudah tahu tentang perasaan anaknya atau belum tetapi Uminya sebagai seorang wanita yang melahirkan Mulki tentulah memiliki perasaan dan insting tentang hal itu. Dia juga sangat penasaran siapakah wanita itu meski Mulki belum mengakuinya sampai sekarang. "Siapa wanita itu?" desak Umi Laila. Dia sangat hapal watak sang anak, ketika Mulki diam maka kemungkinan besar apa yang dia katakan dan tuduhkan adalah
PERINGATAN TEGAS "Bagaimana Le? Apa yang sakit dan apa yang kau rasa tak nyaman?" tanya Sifa. "Kau kembali lagi dengan Mas Rio lah yang paling membuatku sakit dan tak nyaman, Mbak," sahut Mulki dengan Jujur. "Sttt! Mulki," tegur Umi Laila. Rio nampak salah tingkah saat adik iparnya itu jelas-jelas langsung menyindirnya. Ya dia tak bisa marah karena apa yang diucapkan oleh Mulki memang benar, dia pun juga merasa bukan hanya Mulki yang tak nyaman. Tetapi kedua mertuanya juga nampak risih. Tapi mau bagaimana lagi dia juga tak bisa mundur sekarang, karena menyadari bahwa giliran dia memperjuangkan rumah tangga ini. Meskipun tak mencintai sang istri, dia harus memikirkan almarhum Ibunya dan nasib anak perempuannya, dia tak boleh egois. Apalagi selama Sifa masih berada di pihaknya, rasanya tak ada yang perlu ditakutkan, karena yang menjalani rumah tangga ini adalah dia dan Sifa bukan Mulki maupun Abah dan Uminya. Ini yang membuat Rio sedikit tenang. "Dek, maafkan ya jika memang Mas R
Kun Fayakun!"Innamaa amruhuuu izaaa araada shai'an ai-yaquula lahuu kun fa-yakuun," gumam Gendhis.'Tes' air matanya menetes. Matanya melihat terjemahan surat di Al-Quran yang di pegang nya. "Sesungguhnya urusan-Nya apabila, Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu. Sesungguhnya urusan-Nya menciptakan segala sesuatu sangatlah mudah bagi-Nya. Apabila Dia menghendaki untuk menciptakan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka dengan serta-merta jadilah sesuatu yang dikehendaki-Nya itu. Allah menerangkan betapa mudah bagi-Nya menciptakan sesuatu. Apabila Ia menghendaki untuk menciptakan suatu makhluk, cukuplah Allah berfirman, "Jadilah," maka dengan serta-merta terwujudlah makhluk itu. Mengingat kekuasaan-Nya yang demikian besar, maka adanya hari kebangkitan itu, di mana manusia dihidupkan-Nya kembali sesudah terjadinya kehancuran di hari Kiamat, bukanlah suatu hal yang mustahil, dan tidak patut diingkari."Fa sub-ḫânalladzî b
APAKAH YANG HINA PANTAS DI CINTA?"Meminang, Umi?" tanya Gendhis. Umi Nisa tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Iya, Nak. Kebetulan ada seorang lelaki baik teman Abah juga, dia seorang anak muda ya tidak muda juga usianya sekitar dua puluh sembilan tahun ada. Mungkin untuk ukuran Indonesia sudah termasuk usia tua ya?" tanya Umi Nisa. Gendhis mengangguk."Usia nya lebih muda, Umi Nisa," gumam Gendhis."Tidak lah, dia hanya jauh lebih mudah satu tahun saja di bawahmu. Umi pernah bertemu dengannya, sekali. Saat kajian di rumah Hubabah Maryam. Dia bertemu dengan Habib Usman, tapi Umi cocok dengannya. Dia adalah anak yang baik, bahkan dia mengutarakan sendiri ingin mendapatkan jodoh wanita Indonesia juga yang mungkin bermukim di Tarim. Karena dia sudah berjanji kepada Umi nya, lebaran ini dia akan membawa calon istrinya pulang ke Indonesia. Hal itu karena dia sejujurnya telah menolak wanita yang dijodohkan oleh keluarganya di Indonesia," jelas Umi Nisa."Kenapa, Umi Nisa?" tanya Gendhis
DUA TRADISI YANG BERBEDA!"Umi dan Abah sangat gembira mendengarnya, karena dia termasuk salah satu murid yang cukup berhasil dan bisa mengamalkan ilmu-ilmu yang dia dapat di Tarim, agar menegakkan kebenaran di sana. Nak, jika kau memang Ingin bertemu dengannya, maka berikanlah Abah dan Umi jawaban sebelum lebaran. Sebelum keberangkatan dia, itu artinya kau masih memiliki waktu tiga hari," jelas Umi Nisa."Nah, sebentar lagi masuk waktu Ramadhan, manfaatkan waktu ini. Karena ini waktu yang pas sekali untuk kau beristiqoroh dan menyerahkan diri, serta menanyakan kepada Tuhanmu, Allah mu, kepada Allah azza wa jalla, tentang bagaimana keputusanmu untuk menikah. Bukalah hatimu, Nak. Buka, kau masih muda, kau masih bisa melahirkan generasi-generasi pembawa Islam selanjutnya di tanah airmu sendiri, agar Islam ditegakkan dengan benar. Islam bisa putih, mengatakan yang baik dengan kebaikan, tidak munafik dan tidak abu-abu. Kau sudah mempunyai modal harta yang kau jihad kan di jalan Allah, tin
PULANG MEMBAWA CALON MANTU? "Masya Allah, banyak sekali. Sungguh hebat wanita jawa bisa menyediakan semua makanan itu dalam sehari," puji Umi Nisa. "Ya, itu lah yang selalu Gendhis kagumi dari para wanita Jawa, Mi. Mereka sangat hebat dalam hal prinsip hidup dan melestarikan semua peninggalan dan ajaran leluhur kami. Tapi untuk masakan pertama sahur nanti Gendhis ingin belajar masak makanan Tarim, Mi. Biar pintar masak," ucap Gendhis. "Betul! Lelaki itu kenyangkan pandangannya, perutnya, bawah perutnya. Cukup itu kau jaga, selebihnya pasrahkan Allah saja," sahut Umi Nisa. "Mari kita memasak untuk sahur pertama kita nanti malam. Kau ingin memasak apa?" tanya Umi Nisa. Selama di sini Gendis tak menyia-nyiakan kesempatan belajar apapun yang dia bisa selama ada di Tarim ini. Ya dia memang ingin suatu saat nanti jika memiliki pasangan melayani dengan sepenuh hati seperti apa yang dia lihat dari Umi Nisa pada Suaminya, Abi Usman. Gendhis i