Perasaan hati Keina semakin gelisah, ia kembali membuka jendela lalu terhenyak saat melihat Alden masih di sana. Apa pria itu sudah gila? Apa dia akan terus di sana meski hujan mulai menurunkan titik-titik airnya?"Kei, hujan lho..." ucap Tiana yang makin merasa tidak tega dengan keadaan Alden.Keina berdecak, ia menutup jendela dengan cepat. Tidak, ia tidak boleh lemah, Alden pantas mendapatkan hal ini."Nanti juga dia pergi Ma," ujar Keina mencoba mengabaikan pria itu.Keina segera mengunci jendela lalu beranjak ke arah tempat tidur."Mama dan Papa tidak perlu memikirkannya lagi. Jika dia kedinginan, Keina yakin dia akan segera pergi.""Tapi Nak,"Handika segera memegang bahu Tiana, "Sudahlah Ma, benar kata Keina nanti juga Alden pergi sendiri."Tiana hanya bisa menghela nafasnya melihat kekeraskepalaan Keina dan juga Handika. Ia segera menyerah, jika keduanya memang bersikeras untuk mengabaikan Alden, mau bagaimana lagi.Keina menarik selimutnya lalu membelakangi kedua orang tuanya
Keina hanya bisa terhenyak mendengar perkataan Alden. Wajahnya seketika memerah mendengar godaan Alden."Benar kan kau khawatir?""Kau ini!"Keina sudah mengangkat tangannya, hendak memukul Alden kembali, namun Alden segera menahannya.Keina terhenyak saat Alden menatapnya dengan intens, "Kau tidak marah padaku lagi, bukan? Hubunganku dengan Shiren sudah benar-benar berakhir, percayalah padaku."Tatapan Alden yang begitu dalam membuat Keina menjadi gugup seketika. Dengan perlahan Keina mengangguk, Alden sudah menunjukkan perasaannya hingga pria itu sakit seperti ini. Mana mungkin Keina masih bersikeras untuk tidak memaafkannya?"Kalau begitu kau mau kembali ke rumah, bukan?"Lagi-lagi Keina mengangguk. Alden mengulas senyuman puas melihat hal itu. Mereka kembali bertatapan membuat jantung Keina meloncat tidak karuan.Alden mendekatkan wajahnya hendak mencium Keina, namun tiba-tiba suara deheman kuat terdengar dari arah luar."Ehem-ehem!"Dengan cepat Keina bangkit berdiri, saling menj
"Itu... Aku belum tahu." ujar Alden akhirnya. Tidak tega rasanya jika ia memberitahu Keina mengenai Adrian. Selama beberapa hari ini Keina terlihat stress, jadi lebih baik ia menyimpan semuanya."Kau benar-benar tidak tahu? Biasanya kau sangat tanggap dalam mencari informasi, Alden." tanya Keina yang masih merasa ragu."Aku masih menyelidikinya karena tidak ada bukti apapun di sana. Entah darimana Shiren sebenarnya tahu tentang pesta itu. Sudahlah tidak perlu dipikirkan lagi, bagaimana jika kita istirahat saja? Kepalaku masih pusing karena demam semalam.""Ah benar, kau belum terlalu sehat, ayo kita masuk ke kamar saja."Alden menghela nafasnya lega saat Keina tidak lagi bertanya tentang hal yang terjadi kemarin. Lebih baik ia simpan saja semuanya agar Keina tidak merasa stress kembali. Keina tidak perlu tahu segalanya tentang Adrian yang telah mengkhianatinya.****Shiren bergegas berjalan menuju ruangan kantor Alden. Sejak kemarin Alden menolak seluruh panggilannya dan itu membuatny
Saat melihat anggukan Shiren di hadapannya, Daniel seketika mengulas senyuman lebar. Berhasil! Ia berhasil memperdaya wanita rendahan ini untuk menurut padanya. Bagaimanapun ia harus menghancurkan Alden. Jika Alden kembali menghancurkan hubungan pernikahannya, dapat ia pastikan simpati Reymand pada Alden akan berkurang."Sekarang apa yang bisa ku bantu?" Tanya Daniel dengan lembut."Katanya Alden sakit,""Ah ya, aku juga baru dengar beritanya.""Saya ingin menjenguk Alden, tapi saya tidak mengetahui kediaman mereka. Apa Kak Daniel bisa memberitahu alamat mereka?""Tentu saja, sebentar."Daniel mengambil sebuah pena lalu menuliskan alamat Alden dan juga Keina di atas secarik kertas. Ia mengulas senyumannya kembali lalu mengulurkannya ke arah Shiren, "Ini alamat mereka, aku juga sudah menuliskan nomorku yang bisa kau hubungi di sana."Shiren kembali tersenyum dengan lebar, merasa sangat senang karena Daniel benar-benar berpihak padanya."Terimakasih Kak, Kakak benar-benar baik. Saya ak
Saat melihat kedatangan Alden, Shiren segera berlari ke arahnya. Ia menangis dengan tersedu-sedu."Alden, tolong aku..."Alden terlihat menarik tubuh Shiren lalu membawanya ke arah Keina, "Ada apa ini sebenarnya Keina?"Keina menghela nafas, tatapannya tajam mengarah ke arah tangan Alden yang menyentuh bahu Shiren dengan akrab. Nafasnya terasa sangat sesak, haruskah Alden melakukan hal ini tepat di depan matanya?"Aku sudah bilang padanya bahwa kau tidak ada di sini, tapi dia tidak mendengarkan."Alden terlihat menghela nafas, "Tapi, haruskah kau mengusirnya seperti itu? Haruskah kau meminta Pak Supri untuk menyeretnya?"Mata Keina seketika melebar mendengar perkataan Alden. Jadi Alden sekarang membela Shiren Athalia?"Tapi, dia sendiri yang mulai–""Huhuhu Alden!"Keina memutar matanya dengan jengah saat Shiren malah menangis dengan hebat, memotong segala perkataannya. Alden kembali mengusap-usap bahu Shiren membuat hati Keina terasa semakin panas."Kau memang selalu saja membelanya!
"Jadi kalian sudah kembali bersama? Keina sudah kembali ke rumah kalian?" tanya Reymand saat Alden dan juga Daniel melapor padanya setelah masuk kerja hari itu.Alden menganggukkan kepalanya, "Ya, saya sudah berhasil membawanya pulang,"Reymand seketika terkekeh kecil, ia menepuk bahu Alden dengan penuh semangat, "Kerja bagus, jika seperti ini Papa tidak perlu khawatir lagi soal penerus perusahaan ini. Daniel, kamu harus banyak belajar dari adik kamu, dia menyelesaikan seluruh pekerjaannya dengan baik, bahkan hubungan pernikahannya juga lancar."Daniel terlihat menganggukkan, "Aku mengerti Pa, aku akan banyak belajar pada Alden setelah ini."Alden terlihat mengangkat alisnya mendengar ucapan Daniel. Tidak biasanya Daniel menuruti perkataan Reymand begitu saja saat sedang memujinya. Biasanya Daniel akan menunjukkan amarahnya, namun hari ini kakaknya terlihat tenang. Alden mengangkat bahunya. Yah... Itu lebih baik, ia juga lelah bertengkar tidak penting dengan Kakaknya ini."Karena masi
Praang!Keina terhenyak saat melihat gelas yang akan ia ambil pecah di hadapannya. Ia memegangi dadanya dengan gugup, kenapa perasaannya sedari tadi terasa tidak enak?"Keina Sayang, ada apa? Astaga... Kamu tidak apa-apa, Sayang?"Keina seketika tersentak saat mendengar teguran dari Tiana, "Tidak apa-apa Ma,"Keina sudah hendak memunguti gelas yang berserakan, namun Tiana segera menahannya, "Sudah-sudah, biar Mama dan pegawai saja yang membereskan. Kamu duduk saja di sana, Ma,""Keina minta maaf, Ma,""Tidak apa-apa, itu hanya gelas. Kamu duduk saja di sana.""Ada apa, Ma?" Tanya Handika terlihat muncul dari area dapur."Ini Keina tidak sengaja memecahkan gelas, tidak apa-apa biar Mama yang membereskannya."Meski Tiana berkata bahwa itu bukanlah apa-apa, namun entah kenapa perasaannya tetap merasa buruk. Benar, itu hanya sebuah gelas yang pecah, tapi kenapa ia merasa akan ada hal yang besar terjadi setelah pecahnya gelas itu?"Kamu baik-baik saja, Nak?"Keina tersentak saat merasakan
Tepat setelah panggilan itu berakhir, sebuah pesan muncul di ponselnya. Keina segera membuka seluruh pesan itu lalu membacanya dengan cepat. Ia segera berjalan ke arah pinggir untuk menyetop taksi. Adrian yang melihat Keina bergegas segera menarik tangannya, "Keina? Ada apa?" Tanyanya dengan bingung."Aku harus pergi." Balas Keina dengan cepat."Ada apa sebenarnya? Apa itu Shiren?""Ya itu Shiren, perempuan jalang itu sedang bersama suamiku," tukas Keina dengan penuh amarah.Mendengar hal itu Adrian segera menarik tangan Keina, "Jangan pergi sendiri, aku akan mengantarmu."Keina akhirnya menurut, ia membiarkan Adrian menuntunnya hingga ke arah mobil. Saat Keina sudah berada di sana, Adrian segera menyalakan mesin mobilnya. Dengan kecepatan tinggi, mobil miliknya melesat meninggalkan area rumah Keina."Kau memiliki alamatnya?""Di sini." balas Keina sambil mengulurkan ponselnya. Adrian membaca pesan itu sekilas lalu mengangguk, "Aku tahu tempat ini. Jangan khawatir, aku yakin Shiren ha