"Bagaimana? Kau mau, bukan?"Keina terlihat tertegun sejenak mendengar permintaan itu. Situasinya semakin hari semakin pelik."Kau tidak mau ya?" ujar Clara menunjukkan wajah kecewa di hadapannya. Melihat hal itu Keina menjadi merasa bersalah, ia segera menggeleng, "Ah tidak, bukan begitu.""Jadi, kau mau?"Belum sempat ia mengatakan maksudnya, Clara malah mengambil kesimpulan sendiri. Keina menghela nafasnya panjang, didesak seperti itu tentu saja membuat dirinya kewalahan."Aku akan mencobanya, tapi berhasil atau tidak aku tidak dapat menjamin. Perasaan Alden milik Alden sendiri, aku tidak mungkin bisa mengaturnya.""Aku mengerti. Asal kau mau membantuku, itu sudah cukup bagiku. Terima kasih Keina," ucap Clara dengan senyuman lebar.Sementara Keina merasa bingung, Clara merasa senang dengan hasil pembicaraan ini.Dengan seperti ini, peluang Keina dan Alden untuk bersama akan semakin kecil. Clara mengulas senyuman lebarnya kembali, bagaimana bisa ada orang senaif itu yang menjodohkan
Keina tertegun sejenak mendengar pertanyaan Alden, ia mengangkat wajahnya lalu tersenyum dengan tipis, "Tentu saja, kenapa aku harus merasa bermasalah dengan itu? Bukankah aku sudah bilang kemarin padamu? Aku tidak bermasalah jika kau berhubungan dengan Clara. Jadi, kau tidak perlu terus menerus bertanya mengenai hal ini? Karena jawabannya akan tetap sama.""Kau yakin tidak akan menyesal?""Tidak, untuk apa aku menyesalinya?Raut wajah kecewa segera terlihat di wajah Alden, belum waktunya dansa mereka selesai, Alden melepaskan pegangannya di pinggang Keina, "Baiklah, aku mengerti."Keina hanya terdiam saat Alden beranjak dari hadapannya lalu menepuk pundak Adrian, "Kurasa aku harus mengembalikan pasanganmu sekarang."Adrian yang mendengar hal itu terlihat heran, Alden segera melanjutkan perkataannya melihat tatapan Adrian yang bingung, "Aku harus berbicara dengan Clara, kau bisa memberikan waktu untuk kami, bukan?"Adrian mengulas senyuman tipisnya mendengar penjelasan itu, "Apa ini w
Keina terkejut mendengar pertanyaan Adrian. Ia terdiam sejenak, mencoba berpikir bagaimana baiknya ia keluar dari situasi ini. Untuk kemudian Keina mengusap tengkuknya, memasang raut wajah teramat lelah di sana."Hari ini aku lelah sekali, bagaimana jika kita membicarakan ini nanti saja? Aku akan memikirkan waktunya dengan hati-hati, aku mohon berikan pengertian untukku, Adrian,""Ah benar, seharusnya hal seperti ini dipikirkan lebih matang lagi. Baiklah Keina, maafkan aku. Aku malah membicarakan hal penting seperti ini disaat kau sedang lelah."Keina mengulas senyuman tipis, "Terimakasih karena sudah mengerti situasiku Adrian. Kalau begitu aku akan masuk,"Keina segera keluar dari mobil Adrian, saat mobil Adrian sudah menghilang dari hadapannya ia menghela nafasnya panjang. Syukurlah Adrian bisa mempercayai alasannya saat ini. Namun, bagaimana dengan selanjutnya? eina memijat kepalanya yang terasa berputar, alasan apa lagi yang ia katakan jika Adrian bertanya kembali mengenai hal ini
"Alden, lepaskan. Tolong."Nafas Keina terasa tercekat merasakan nafas Alden yang menyapu tengkuknya. Ia memejamkan matanya, mencoba mengendalikan diri untuk tidak tergoda oleh sentuhan."Tidak bisakah kau kembali padaku saja? Aku akan memperlakukanmu dengan baik, kau harus tahu Keina, aku sangat mencintaimu. Kau juga begitu kan? Kau masih mencintaiku hingga kau selalu goyah pada Adrian."Hati Keina terasa tersayat mendengar suara Alden yang begitu memohon padanya. Ya, ia memang goyah karena Alden, tapi ia sungguh tidak bisa. Kesalahan Alden di masa lampau sungguh menyakiti batinnya hingga ke dalam, bagaimana mungkin ia menerima Alden kembali? Bagaimana jika Alden menyakitinya lagi?"Maaf, tapi kau benar-benar salah paham. Aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun lagi padamu."Dengan perlahan Keina memutuskan ikatan tangan Alden di balik tubuhnya. Alden hanya bisa terhenyak, seluruh harapannya musnah seketika."Sebaiknya kau pulang Alden, jangan membahas ini lagi karena kisah ki
"Aku hanya ingin meminta maaf padamu atas perlakuanku selama ini, tidak seharusnya aku mendesak hubunganmu."Keina tertegun mendengar penuturan Alden, ia terdiam sejenak, tidak menduga jika Alden akan kembali meminta maaf. Padahal ia yang telah membuat hubungan mereka menjadi seperti ini, tapi Alden masih meminta maaf padanya. Keina mendesah panjang, merasa sangat bersalah terhadap pria di hadapannya."Tidak apa-apa, ini juga kesalahanku."Alden terlihat mengulurkan sebelah tangan ke arah Keina, "Bagaimana jika kita berjabat tangan sekali lagi? Demi masa depan kita bersama."Keina menatap tangan Alden yang kembali terulur ke arahnya. Ia menghela nafas, sudah berapa kali tangan mereka berjabat tangan untuk sebuah kerja sama saling melupakan ini? Dua kali? Tiga kali? Atau bahkan lebih? Mereka sudah sering saling berkomitmen untuk tidak terlibat perasaan di antara hubungan ini, namun apa yang terjadi sungguh di luar dugaan. Semakin lama, perasaan Keina malah semakin terikat dengan pria i
Alden menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya seketika, tatapan Keina yang menatapnya dengan dalam membuat Alden sama sekali tidak bisa berpaling."Sebaiknya kau mundur sebelum kau menyesali semuanya."Alden terhenyak saat Keina mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Alden. Sejenak ia hanya terdiam merasakan lembutnya bibir Keina menyentuh bibirnya. Alden memejamkan matanya sejenak, ia merindukan sentuhan ini lebih dari apapun. Alden melumat bibir Keina, merasakan tiap cecapan bibir mereka beradu tiap detiknya. Alden merasa penuh, merasakan sentuhan mereka yang semakin intens tiap detiknya.Untuk kemudian Alden sadar. Ini salah! Keina Nayara sedang tidak sadarkan diri sekarang. Alden menghentikan pagutan mereka, ia menatap Keina dengan tatapan teduh, "Aku memang merindukanmu, tapi aku tidak mau menyentuhmu saat kau sama sekali tidak sadarkan diri, Keina Nayara. Aku tidak mau kau bangun lalu mengutukku saat kau bangun di pagi hari nanti. Sebaiknya kau beristirahat.""Kau mau me
"Jadi siapa yang akan menjelaskan situasi ini terlebih dulu?" tunjuk Adrian."Apa aku harus menjelaskan situasi kita pada kekasihmu ini, Keina?"Keina tersentak mendengar pertanyaan Alden seolah memberikan ancaman mengenai kejadian. Ia menelan ludahnya, memberikan tatapan tajam ke arah Alden, "Jangan coba-coba berbicara omong kosong, Alden.""Kenapa? Bukankah kita harus memberi tahu kebenarannya?" Alden mengalihkan tatapannya ke arah Adrian, "Kau benar-benar ingin tahu?"Keina terhenyak, jantungnya berdegup dengan cepat saat Alden menghampiri Adrian. Ia menghela nafasnya panjang, padahal ia sudah meminta Alden untuk menyimpan rahasia, tapi sepertinya pria itu tidak berpikir begitu. Keina memejamkan mata, sudah menyiapkan diri jika Alden hendak membongkar pertemuan mereka semalam."Kami hanya membeli makanan ringan untuk anak-anak-anak, kau bisa mengeceknya di bagasi mobilku."Keina membuka matanya dengan cepat saat mendengar balasan Alden. Apa ia tidak salah dengar? Jadi Alden menurut
"Siapa yang kau bawa itu, Alden? Bukankah kau ingin memperbaiki hubunganmu dengan Keina?" ujar Audrey sambil memijat kepalanya ketika Alden tiba di rumah mereka. Ia pikir Alden akan membawa Keina kembali ke rumah ini, namun apa yang puteranya lakukan sungguh di luar dugaan. Alden malah membawa seorang wanita muda yang entah darimana asalnya."Dia rekan kerja Alden, Ma, Papa juga kenal.""Dan kamu malah membawanya kemari?""Dia hanya ingin berkenalan dengan kalian,"Audrey berdecak, sungguh ia tidak mengerti kenapa puteranya malah melakukan suatu hal yang jauh daripada yang ia harapkan, "Mama hanya ingin mendapat kabar baik tentang hubunganmu dan Keina, tapi kenapa malah ada wanita lain lagi di hubungan kalian?" Geram Audrey dengan setengah berbisik."Keina memutuskan bertunangan dengan orang lain, jadi ya... Semua itu tiba-tiba terjadi.""Apa? Apa kamu yakin?""Ya, Mama bisa mengeceknya jika memang penasaran. Dia akan bertunangan dengan Adrian,""Adrian itu adalah dokter yang memeriks
"Kau benar-benar akan pergi sekarang? Tanpa melihat pernikahanku terlebih dulu?" rengek Keina kepada Adrian. Hari ini adalah hari dimana Adrian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti yang ia sudah ia rencanakan sedari awal. Karena keadaan Alden sudah stabil, ia merasa cukup tenang meninggalkan Keina sendirian sekarang."Bukankah sudah ku bilang, aku tidak akan mau menanggung resiko menangis di hari itu."Keina membrenggutkan wajahnya, ia segera merentangkan tangannya di depan Adrian, "Kalau begitu aku akan memelukmu saja."Adrian tersenyum kecil mendengar ucapan itu, ia segera memeluk Keina dengan erat."Apa aku patung di sini?" timpal Alden yang sedari tadi hanya mengawasi tingkah Adrian dan juga Keina. Matanya menatap tajam ke arah mereka yang malah asyik berpelukan. Sebal melihatnya, Alden segera menarik tubuh mungil Keina untuk menjauh dari jangkauan Adrian, "Sudah hentikan, jika kau terus memeluknya seperti itu, ia akan mengurungkan niatnya kembali untuk pergi.""Astaga
Saat mengetahui bahwa Alden yang datang menjenguk dirinya hari ini, raut wajah Clara seketika berubah cerah, ia segera merangsek maju dengan antusias saat sampai di ruang tunggu para tamu."Alden, akhirnya kau menemuiku, bagaimana keadaanmu? Aku sungguh minta maaf karena membuat dirimu celaka tempo hari. Itu karena Keina–""Kau sedang membicarakan aku, Clara?"Kata-kata Clara seketika tergantung begitu saja saat melihat Keina yang ternyata mengikuti langkah Alden dari belakang."Kenapa diam? Lanjutkan saja perkataanmu." ujar Keina dengan tatapan tajam."Dia yang sudah membuat kita seperti ini, Alden. Kau harus mengeluarkan aku dari sini, aku sama sekali tidak bersalah, dia mencoba memisahkan kita.""Astaga wanita ini benar-benar gila." dengus Keina tidak percaya. Setelah semua yang ia lakukan, Clara sama sekali tidak merasa bersalah."Alden katakan sesuatu!" Jerit Clara dengan kesal karena melihat Alden yang hanya terdiam."Kau ingin aku mengatakan sesuatu?"Clara mengangguk kecil, "K
"Tentu saja bodoh! Aku mengingat semuanya, semuanya termasuk rencana pernikahan kita sebelumnya."Keina membekap mulutnya, merasa sangat terharu dengan seluruh keajaiban ini, ia sungguh tidak menyangka akhirnya hari ini datang juga, hari dimana Alden akan kembali mengingat cinta mereka, "Astaga!""Tadi kau bilang apa? Kau mau menjauh dariku setelah ini? Dua kali aku hampir mati untukmu, tapi kau malah mau meninggalkan aku. Kau pikir siapa–"Alden tersentak saat tiba-tiba merasakan bibir Keina yang mengecupnya. Matanya mengerjap sempurna, merasa tidak percaya jika Keina akan melakukan ini.Setelah mengecup bibir Alden selama beberapa menit, Keina menjauhkan dirinya, "Aku senang kau selamat, aku senang kau mengingatku lagi, Alden." ujar Keina dengan berurai air mata. Penantiannya kali ini ternyata mendapat sambutan hangat, Alden akhirnya dapat mengingat dirinya.Alden tersenyum mendengar ucapan Keina, ia mengusap air mata Keina yang masih mengalir, "Aku minta maaf karena membuatmu kesuli
Puas menumpahkan semuanya di dalam bilik toilet, Keina segera bangkit. Perlahan Keina kembali ke ruangan Alden. Keina tersentak saat melihat Audrey dan juga Handika sudah ada di sana, raut wajah bersalah kembali memenuhi hatinya. Keina segera berlari ke arah Audrey hendak menjatuhkan diri untuk berlutut di hadapan kedua figur yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri."Maafkan Keina Ma, sungguh maafkan Keina.""Bangun Keina, apa yang kamu lakukan?"Keina hanya bisa tergugu, ia bangkit dengan air mata yang masih mengalir tiada henti."Keina selalu membuat Alden seperti ini, maafkan Keina.""Sudahlah Sayang, Dokter sudah menangani Alden, kita berdoa saja yang terbaik untuknya. Kamu juga terluka saat ini."Keina mengangkat wajahnya merasa tidak percaya jika Audrey tidak menyalahkan dirinya, Audrey bahkan terlihat lebih tegar dibandingkan dengan saat Alden mengalami kecelakaan saat itu."Mama tidak marah padaku?""Untuk Mama marah? Mama marah pun tidak akan membuat Alden sembuh le
"Hentikan!!"Keina yang hampir frustasi dengan keadaannya segera mengangkat wajah saat mendengar teriakan itu. Harapan segera terlihat di sudut matanya, akhirnya Tuhan menjawab do'anya, Alden ada di sana mendobrak pintu gudang dengan tatapan nyalang yang ia berikan.Clara terlihat terkejut, ia tidak menduga akan kehadiran Alden yang berada di sini. Padahal ia sudah melakukan rencana serapi mungkin, tapi kenapa Alden ada di sini?Alden terhenyak melihat keadaan Keina, amarahnya segera naik ke ubun-ubun melihat beberapa pria tengah melecehkan Keina di sana. Baju Keina terlihat sudah compang-camping, dengan amarah yang teramat besar Alden segera menerjang maju ke arah mereka. Pukulan demi pukulan Alden layangkan, merasa tidak terima melihat orang lain menyentuh Keina sesuka hati. Mendengar tangisan Keina yang begitu menyayat membuat bara api di dalam hatinya semakin menyala-nyala. Berani sekali! Berani sekali mereka menyentuh Keina!"Kurang ajar kalian! Kurang ajar! Berani sekali kalian m
Tepat saat Alden merasa sangat frustasi dengan keadaan yang menimpa Keina, ponselnya berdering dengan nyaring. Alden segera mengangkat panggilan itu ternyata itu dari Erik."Bagaimana Erik? Kau menemukan jejak Keina di lokasi terakhir yang aku kirimkan?""Ya Pak, saya juga menemukan mobil yang membawa Nona Keina. Saya akan segera mengirim lokasi terakhir mobil itu ditemukan dengan bantuan orang-orang profesional kita."Mendengar hal itu Alden kembali memantapkan pemikirannya, Alden segera menyalakan mesin mobilnya lalu melihat ke arah pesan Erik. Keningnya berkerut dalam melihat lokasi pesan itu, lokasinya mengarah kepada tempat dimana pabrik makanan yang sudah terbengkalai. Pasti Keina ada di sana. Mata Alden segera berubah dengan yakin, ia harus bisa menemukan Keina secepatnya.****Keina mengerjapkan matanya saat kesadarannya mulai kembali. Ia terhenyak saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Ruangan tempat ia berada sepertinya merupakan bangunan tua. Rasa pengap dan deb
Keina mengulas senyumnya dengan lebar saat mendapati telepon dari Alden. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkan ponselnya ke arah telinga.Keina berdeham sejenak, mencoba mengendalikan dirinya agar tidak terlalu terlihat antusias."Ya Alden?" Tanyanya dengan nada setenang mungkin."Kau ada di mana?""Aku ada di rumah, kenapa?" jawab Keina enteng."Mau bertemu?"Senyuman lebar kembali terukir di wajahnya saat mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Alden, "Ya, boleh. Kapan?""Sekarang. Bisa?"Keina menundukkan wajahnya lalu melirik ke arah tubuhnya yang masih berantakan, "Ah bisa. Tapi, bisa kau beri aku waktu untuk bersiap dulu, tiga puluh menit?""Baiklah, tiga puluh menit, kita bertemu di rumah.""Rumah maksudmu–?""Rumah kita, Keina Nayara. Kita bertemu di sana. Aku rasa di sana tempat paling aman untuk kita bertemu.""Ah, baik."Setelah berkata seperti itu panggilan mereka seketika berhenti. Keina mengulas senyuman kembali lalu melesat ke arah kamar mandi, karena Ald
Meski merasa bingung dengan tindakan Alden, Keina hanya bisa membalas pelukan pria itu. Ia mengusap punggung Alden dengan perlahan, rasanya sudah lama sekali mereka tidak berpelukan seperti ini.Saat Alden melepaskan pelukan mereka, Keina segera bertanya, "Jadi, apa maksudnya?""Sebenarnya aku mengingatmu."Raut wajah Keina seketika berubah cerah mendengar ucapan Alden, ia mencondongkan tubuhnya ke arah pria itu, "Kau mengingatku? Jadi apa yang kau ingat?""Aku ingat dirimu dari masakan yang kau buat. Ku kira itu Clara yang membuatnya.""Astaga, jadi selama ini kau salah paham?""Begitulah,"Keina menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, ternyata ia terlalu menganggap remeh Clara Benedict. Bisa-bisanya Clara berbohong pada mereka selama ini."Bahkan dia menyombongkan diri padaku bahwa dia bisa mengambil hatimu, ternyata firasatku benar, dia menipumu." gumam Keina sambil memijat kepalanya.Alden yang mendengar hal itu segera mengambil tangan Keina, merasa sangat bersalah karena ia te
Tepat sebelum Keina membuka mulutnya, ponsel Alden berbunyi dengan nyaring. Keina segera menggeser tubuh pria itu lalu berkata, "Ponselmu, ponselmu berbunyi!" ujarnya dengan gugup.Alden segera mundur, ia mengambil ponsel yang berada di saku jasnya. Sejenak Alden terlihat termenung melihat siapa yang memanggilnya saat ini. Clara."Kau tidak mengangkatnya?" tanya Keina yang melihat Alden hanya terdiam dengan ponsel di tangan.Alden mengangkat wajah lalu mematikan ponselnya dengan cepat, "Sudahlah, tidak penting."Keina yang melihat hal itu mengerutkan dahinya, bukankah itu adalah telepon dari Clara? Kenapa Alden tidak mau mengangkatnya?"Kita lanjutkan saja perjalanan kita, bagaimana kalau kita ke rumah itu?""Maksudmu rumah kita terdahulu?""Ya, mungkin kau benar akan ada sesuatu yang tertinggal di sana. Mungkin aku harus berada di sana sedikit lebih lama."Meski merasa aneh dengan tingkah Alden, Keina mengangguk kecil. Saat ini adalah waktu bersama Alden, ia harus bisa memanfaatkan w