Malamnya aku menghubungi kembali CS dari Beauty Skincare, aku meminta arahan soal pembayaran dan karena belum ada kontrakan pasti, aku memberikan alamat kontrakan Nek Surti untuk pengiriman barangnya, akhirnya semua sudah beres untuk hari ini, jadi aku memutuskan untuk tidur karena Nek Surti menyuruhku tidur saja dan tidak diizinkan membantu lagi.
***
Pagi sudah menjelang aku berangkat untuk bekerja, aku berusaha bersikap biasa dengan harapan fitnah yang menimpaku belum tersebar luas, aku tidak ingin orang lain tahu kepedihan hati ini, biarlah aku sendiri yang merasakannya.
Awalnya semua berjalan baik-baik saja, tapi suasana berubah saat jam makan siang, seperti biasa aku pergi untuk makan siang di warung seberang jalan tempatku bekerja, ketika akan masuk ke warung sayup-sayup kudengar percakapan beberapa orang yang sedang makan.
"Iya, Dewi diusir keluarganya dari rumah karena kepergok sedang merayu calon suami adiknya, bahkan saat kepergok si Dewi itu lagi tindih-tindihan di atas sofa, jadi wajar sih kalau akhirnya dia diusir."
"Iya, tega sekali sama adik sendiri."
"Gak nyangka ya, Dewi yang selama ini kita kenal baik, sopan, kalem tapi ternyata bejat."
"Kebanyakan pelakor emang gitu, kelihatannya alim tapi merayu lelaki orang di belakangnya, awas aja suami kalian juga kena rayu."
Tubuhku seperti disengat aliran listrik bertegangan tinggi saat mendengar obrolan mereka, kemalangan dan nasib burukku ternyata belum pergi, fitnah keji sekarang menjadi bahan gosip warga sekitar, bahkan mungkin akan terus meluas.
"Saya tahu siapa Dewi, dia gak mungkin kayak gitu! Saya yakin pasti ada fitnah dalam kejadian itu!" Terdengar suara lelaki tua memberikanku pembelaan, ternyata itu Pak Karjono penjual es degan keliling yang kebetulan lagi makan siang.
Ternyata masih ada orang yang percaya padaku, semoga Pak Karjono bukan satu-satunya orang yang percaya padaku.
Langkahku memasuki warung menghentikan obrolan mereka, terang saja semua menjadi gelagapan, tanpa pikir panjang aku mencoba mengklarifikasi fitnah yang menimpaku itu.
"Kalau tidak tahu kenyataannya, lebih baik Ibu Bapak sekalian jangan bergosip ke mana-mana, Bapak Ibu sekalian saat ini pasti percuma saja saya mengklarifikasi karena gosip terlanjur sudah tersebar, saya hanya mau bilang, demi Tuhan saya tidak seperti itu dan saya sedang difitnah, Bapak Ibu sekalian kan tahu keseharian saya bagaimana, jangankan merayu lelaki orang, pacaran saja saya tidak pernah! Kalian lihat kan kondisi saya saat ini bagaimana? Saya masih punya harga diri!"
Mereka semua terdiam, tapi belum tentu juga mereka percaya padaku begitu saja, mungkin begitu jauh dariku mereka akan kembali bergosip ria.
Mungkin karena tidak enak terhadapku, beberapa orang yang telah selesai makan dengan cepat meninggalkan warung itu, aku tidak mau ambil pusing lagi yang penting aku sudah berusaha menjelaskan kebenarannya.
Suasana sudah terasa kondusif, tapi berubah lagi ketika tiga pemuda masuk ke warung, setelah memesan makanan mereka terdengar membicarakan hal-hal mesum, memang tidak secara langsung menyebut namaku, tapi jelas obrolan mereka mengarah padaku.
"Sekarang gak perlu jauh-jauh kalau mau booking cewek, ternyata di kampung kita ini juga ada."
"Zaman sekarang banyak cewek yang terlihat alim, tapi lalim di belakang."
"Kalian seperti ibu-ibu arisan, sukanya ngegosip! Kalau masih mau ngegosip mending ganti kelamin aja sekalian," ucap Pak Karjono dengan melototkan matanya.
Memang Pak Karjono adalah penjual es degan, tapi dengar-dengar dia itu dulunya mantan preman, jadi wajarlah banyak pemuda sekitar yang takut jika berurusan dengannya.
Para pemuda itu pun berhasil dibuat diam, mereka tidak berani lagi untuk sekadar berdehem saking takutnya kepada Pak Karjono.
"Sabar ya, Wik, Tuhan pasti akan membersihkan namamu kembali, saya percaya kamu itu adalah perempuan baik-baik," ucap Pak Karjono kemudian.
Tak terasa air mataku menetes karena mendengar motivasi dan pembelaan dari Pak Karjono, orang yang terlihat sangar, tapi tersimpan kemuliaan di hatinya.
Setelah selesai makan aku segera membayar makananku dan aku tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Pak Karjono yang tengah menyeruput kopi hitamnya ditemani sebatang rokok Djarum.
Aku kembali ke laundry untuk melanjutkan pekerjaanku, sepertinya aku tidak akan bisa tenang lagi, karena mungkin saja teman kerjaku ataupun para pelanggan sudah mendengar gosip tentang fitnah yang menimpaku, bahkan mungkin saja Bu Susi dan Bang Faisal juga sudah mendengarnya, jika benar demikian entah bagaimana pandangan mereka.
"Dewi, diminta pergi ke rumahnya Bu Susi tuh." Ucap bu Arini teman kerjaku.
Perasaanku seketika merasa tidak enak mendengarnya, pikiran negatif langsung muncul di kepala, saat sudah sampai di rumah Bu Susi, aku hanya bisa diam berdiri dan ragu untuk mengetuk pintu.
Dari dalam sayup-sayup kudengar obrolan Bu Susi dan suaminya, terdengar Bu Susi terus membelaku dari nyinyiran suaminya tentangku, aku tak mau mereka terus berdebat jadi aku beranikan diri ini mengucap salam.
Ucapan salamku menghentikan obrolan Bu Susi dan suaminya, setelah hening sesaat barulah terdengar suara Bu Susi mempersilakan masuk.
Kulangkahkan perlahan kaki ini memasuki rumah Bu Susi, di ruang tengah terlihat Bang Faisal, Bu Susi dan suaminya tengah duduk di atas sofa, kemudian aku dipersilakan untuk duduk di sofa depan mereka.
"Begini Dewi, ini tentang beredarnya rumor tak enak soal dirimu hari ini, rumornya juga telah tersebar ke mana-mana, bahkan beberapa pelanggan telah berani secara langsung menanyakan ke saya melalui pesan W******p," jelas Bu Susi.
Aku terdunduk sembari meremas-remas jemariku karena gugup, meskipun sudah kuduga hal ini pasti akan terjadi, tetap saja hatiku menjadi kacau. Bahkan, aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutku.
"Apa benar gosip itu Dewi?, kamu harus jujur, Ibu lebih suka dengan orang yang jujur karena jujur itu adalah dasar dari kepercayaan," ucap Bu Susi kemudian.
Aku mencoba menenangkan hati sebelum menjawab, walaupun mereka belum tentu akan percaya, tapi aku harus menjelaskan yang sebenarnya.
"Demi Tuhan, saya tidak melakukan seperti apa yang digosipkan, justru saya yang menjadi korban pelecehan ketika di rumah sedang sepi, saya telah difitnah seolah-olah sayalah yang merayu calon suami adik saya, saya tahu kalian mungkin tidak akan percaya, tapi itulah kebenarannya." Jelasku kepada Bu Susi dan keluarga.
"Faisal percaya dengan Dewi, Ma, Pa. Kita bisa lihat kan bagaimana Dewi dalam kesehariannya, kita bisa menilai dari sana kebenaran yang sesungguhnya."
Mendengar pembelaan Bang Faisal, rasa kesalku padanya berangsur pudar, ternyata sisi baiknya memang murni, dia mampu menyimpulkan dengan jernih sebuah permasalahan.
Bagaimana kelanjutannya? Tunggu di bab berikutnya ya, Guys."Faisal percaya dengan Dewi, Ma, Pa, kita bisa lihat kan bagaimana Dewi dalam kesehariannya, kita bisa menilai dari sana kebenaran yang sesungguhnya."Mendengar pembelaan Bang Faisal, rasa kesalku padanya berangsur pudar, ternyata sisi baiknya memang murni, dia mampu menyimpulkan dengan jernih sebuah permasalahan."Saya juga percaya sama kamu Dewi. Tapi, ini soal sorotan masyarakat terhadap gosip yang beredar, kejam sekali fitnah yang kamu Terima dan juga menyeret nama kami."Bu Susi menghela napasnya lalu kembali melanjutkan."Dengan berat hati saya minta kamu istirahat dulu ya, Dewi, nanti kalau masalahnya sudah mereda, kamu bisa kembali lagi bekerja. Dan ini gaji kamu bulan ini saya bayar penuh, lalu ini pesangon untuk kamu, saya benar-benar minta maaf ya, Dewi, sebenarnya ini keputusan yang berat buat saya."Aku menatap 2 amplop putih yang bar
Beberapa hari sudah berlalu, aku masih fokus mempromosikan produk yang aku jual di sosial media, tapi belum juga ada yang membeli, meskipun produk yang aku jual khasiatnya ternyata sangat bagus, buktinya dalam 3 hari saja aku memakainya terlihat sudah lumayan ada perubahan, dari sejak awal pemakaian aku selalu memposting gambar diriku sendiri di sosial media dan tentunya tanpa edit, perubahannya sungguh signifikan hingga membuatku yakin jika suatu saat nanti aku akan menjadi wanita yang cantik.Di tengah kesibukanku promosi, akhirnya aku memutuskan untuk membuka warung di ruko yang telah dikontrak ayahku.Di sana aku menjual berbagai jenis jus, es, kopi, mie instan, dan camilan lainnya, kebetulan lokasinya sangat strategis, di pinggir jalan raya dan ada proyek pembangunan hotel hanya sekitar 200 meter dari sana, jadi aku berharap nantinya para buruh akan berbelanja di warungku, dan hari ini adalah hari pertamaku berju
Pria itu melangkahkan kakinya ke arah toilet untuk mengganti baju, sedangkan Dewi mulai menata dagangan dan kursi karena hujan sudah mulai reda, tinggal menunggu pria itu keluar dan pulang, dia juga akan pulang. Namun tiba-tiba kilatan petir menerangi langit malam itu, lalu disertai suara gemuruh guntur yang membuat Dewi sangat terkejut memegangi dadanya, belum hilang rasa kagetnya tiba-tiba lampu juga seketika padam. "Aduh kok mati lampu segala sih" Dewi panik karena mendadak gelap lalu meraba-raba mencari korek api yang selalu disimpan di atas meja kasirnya. Ckleekkk,.. Braakkk,.. Terdengar suara pintu toilet yang dibuka paksa dan terdengar panggilan panik pria yang sedang di toilet. "Mbaakkk,..." "Sebentar mas, lampunya padam saya cari korek api dulu untuk hidupin lilin" Jawab Dewi yang masih meraba-raba mencari korek apinya. Pria itu berjalan keluar dari toilet sembari meraba-raba. Ia pun menabrak galon air yang membuat Dewi te
Mereka pulang ke sebuah rumah kontrakan yang bisa dibilang sederhana, lalu Dewi membuka pintu rumah tersebut. Malam ini mereka menikah secara mendadak, tentu tidak ada persiapan apapun termasuk hiasan rumah, jadi semuanya nampak biasa tanpa ada yang spesial di dalam rumah kontrakannya.“Silahkan masuk mas” ucap Dewi lesu.Pria itu berjalan masuk, pandangannya memutar memperhatikan seluruh ruang tamu, disana dilihatnya ruang tamu yang sederhana namun rapi.“Silahkan duduk mas” Dewi mempersilahkan suaminya untuk duduk, sementara dia mengambilkan segelas air putih.Melihat Dewi datang dengan membawa segelas air putih, pria asing yang kini menjadi suami Dewi itu pun bersuara.“Sini ikut duduk” ucapnya nampak sedikit gugup.Dalam keraguan, Dewi duduk di sebelah suaminya tersebut dan berjarak hanya beberapa sentimeter saja, suami
Mentari pagi belum menampakkan sinarnya dan suara tetesan air hujan membuat Dewi enggan untuk menarik selimutnya, namun dia teringat dengan kejadian semalam hingga dia memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya.“Pernikahan itu bukan mimpi kan” gumamnya dalam hati, lalu dia melangkahkan kakinya untuk mengintip kamar disebelahnya.“Ternyata bukan mimpi” gumamnya lagi.Dia melihat Zaki masih meringkuk di atas kardus yang dijadikan alas tidurnya, dengan begitu dia yakin dirinya saat ini memang sudah memiliki suami.Dan bukan suami yang biasa, namun suami yang tampan malahan sangat tampan, seperti sebuah bencana bercampur rezeki, Dewi tidak pernah bermimpi akan menikah dengan lelaki yang sangat sempurna seperti Zaki, postur idaman, wajah tampan, sopan dan yang terpenting baik hati, memang baru dikenalnya satu malam. Namun setidaknya itulah yang dirasakannya dalam waktu yang ses
Di sebuah rumah besar,.Mobil berjenis Xpander masuk kepelataran yang sangat luas, Seorang pemuda dengan sigapnya membukakan pintu mobil tuan mudanya.“Selamat pagi tuan muda Ghozali, anda semalaman tidak pulang tidak seperti biasanya” Sapa Joni namun mengandung unsur bertanya juga.“Tidak usah bertanya Jon, aku harus bergegas mengganti pakaianku” ucap pria itu sembari melangkahkan kakinya memasuki rumah dengan diikuti pak Tarno kepala pelayan di rumahnya.Beberapa pelayan yang dilewatinya pun langsung membungkuk, memberi hormat kepada sang Presiden Direktur Zaki Al Ghozali.Pria itu masih fokus menyusuri anak tangga berlapis karpet merah di atasnya. Sembari mendengarkan ocehan Joni perihal jadwal meetingnya hari ini.Sampai di lantai teratas, salah seorang pelayan membukakan dua daun pintu besar tepat sebelum tuan mudanya mendekati.
Hari ini adalah hari pertunangan adikku dengan seorang pria tampan dan kaya raya, semua keluarga dan kerabat begitu memujinya, bagaimana tidak, suaminya itu adalah anak dari orang terkaya di kota Bandung kota di mana kami tinggal selama ini. Wajar saja jika adikku mendapatkan suami seperti itu karena dia cantik, seksi, menarik, pintar dan juga punya karier yang bagus. Nasibnya berbanding terbalik denganku, parasku tidak cukup cantik, kaki tanganku banyak ada bekas penyakit kulit yang aku derita dulu dan tubuhku kurus karena terlalu letih bekerja, hal itu berhasil membuat keberuntunganku menjauh, ditambah lagi aku yang hanya lulusan SMP berbeda dengan adikku yang lulusan sarjana, sehingga sering kali aku mendapat cibiran baik dari keluarga dan juga kerabat keluargaku. Aku juga hanya bekerja di tempat ibu Susi sebagai karyawan laundry jadi gak perlu ijasah. Jangankan melamar, menyapa saja lelaki enggan melakukannya kepadaku, Terang saja sa
Belum sempat pintu kamar dibuka, aku melepaskan cengkeraman tangan mama. "Dewi mau ganti baju dulu, Ma, kalian duluan saja ke ruang tamu, nanti aku segera nyusul," ucapku pada mama sembari menundukkan kepalaku. "Gak usah ganti baju, Wik, lagian lu itu burik mau ganti baju pun juga bakal terlihat sama," hina Lolita kemudian dengan bibir mencibir. Ucapan Lolita sungguh melampaui batas, ingin rasanya aku menjambak rambutnya hingga rontok dan menghantamkan vas bunga yang ada di atas meja, tapi sebisa mungkin aku tahan keinginan itu, bagaimanapun dia itu adikku bukan musuhku. "Ya sudah kalau begitu, mama keluar duluan tapi kamu jangan kelamaan dan ingat kamu terima lamaran itu ya, mama pengen kamu punya suami mumpung ada yang mau, mama gak pengen malu punya anak jadi perawan tua, apa kata tetangga dan kerabat keluarga nanti!" "Yuk sayang kita kelu
Di sebuah rumah besar,.Mobil berjenis Xpander masuk kepelataran yang sangat luas, Seorang pemuda dengan sigapnya membukakan pintu mobil tuan mudanya.“Selamat pagi tuan muda Ghozali, anda semalaman tidak pulang tidak seperti biasanya” Sapa Joni namun mengandung unsur bertanya juga.“Tidak usah bertanya Jon, aku harus bergegas mengganti pakaianku” ucap pria itu sembari melangkahkan kakinya memasuki rumah dengan diikuti pak Tarno kepala pelayan di rumahnya.Beberapa pelayan yang dilewatinya pun langsung membungkuk, memberi hormat kepada sang Presiden Direktur Zaki Al Ghozali.Pria itu masih fokus menyusuri anak tangga berlapis karpet merah di atasnya. Sembari mendengarkan ocehan Joni perihal jadwal meetingnya hari ini.Sampai di lantai teratas, salah seorang pelayan membukakan dua daun pintu besar tepat sebelum tuan mudanya mendekati.
Mentari pagi belum menampakkan sinarnya dan suara tetesan air hujan membuat Dewi enggan untuk menarik selimutnya, namun dia teringat dengan kejadian semalam hingga dia memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya.“Pernikahan itu bukan mimpi kan” gumamnya dalam hati, lalu dia melangkahkan kakinya untuk mengintip kamar disebelahnya.“Ternyata bukan mimpi” gumamnya lagi.Dia melihat Zaki masih meringkuk di atas kardus yang dijadikan alas tidurnya, dengan begitu dia yakin dirinya saat ini memang sudah memiliki suami.Dan bukan suami yang biasa, namun suami yang tampan malahan sangat tampan, seperti sebuah bencana bercampur rezeki, Dewi tidak pernah bermimpi akan menikah dengan lelaki yang sangat sempurna seperti Zaki, postur idaman, wajah tampan, sopan dan yang terpenting baik hati, memang baru dikenalnya satu malam. Namun setidaknya itulah yang dirasakannya dalam waktu yang ses
Mereka pulang ke sebuah rumah kontrakan yang bisa dibilang sederhana, lalu Dewi membuka pintu rumah tersebut. Malam ini mereka menikah secara mendadak, tentu tidak ada persiapan apapun termasuk hiasan rumah, jadi semuanya nampak biasa tanpa ada yang spesial di dalam rumah kontrakannya.“Silahkan masuk mas” ucap Dewi lesu.Pria itu berjalan masuk, pandangannya memutar memperhatikan seluruh ruang tamu, disana dilihatnya ruang tamu yang sederhana namun rapi.“Silahkan duduk mas” Dewi mempersilahkan suaminya untuk duduk, sementara dia mengambilkan segelas air putih.Melihat Dewi datang dengan membawa segelas air putih, pria asing yang kini menjadi suami Dewi itu pun bersuara.“Sini ikut duduk” ucapnya nampak sedikit gugup.Dalam keraguan, Dewi duduk di sebelah suaminya tersebut dan berjarak hanya beberapa sentimeter saja, suami
Pria itu melangkahkan kakinya ke arah toilet untuk mengganti baju, sedangkan Dewi mulai menata dagangan dan kursi karena hujan sudah mulai reda, tinggal menunggu pria itu keluar dan pulang, dia juga akan pulang. Namun tiba-tiba kilatan petir menerangi langit malam itu, lalu disertai suara gemuruh guntur yang membuat Dewi sangat terkejut memegangi dadanya, belum hilang rasa kagetnya tiba-tiba lampu juga seketika padam. "Aduh kok mati lampu segala sih" Dewi panik karena mendadak gelap lalu meraba-raba mencari korek api yang selalu disimpan di atas meja kasirnya. Ckleekkk,.. Braakkk,.. Terdengar suara pintu toilet yang dibuka paksa dan terdengar panggilan panik pria yang sedang di toilet. "Mbaakkk,..." "Sebentar mas, lampunya padam saya cari korek api dulu untuk hidupin lilin" Jawab Dewi yang masih meraba-raba mencari korek apinya. Pria itu berjalan keluar dari toilet sembari meraba-raba. Ia pun menabrak galon air yang membuat Dewi te
Beberapa hari sudah berlalu, aku masih fokus mempromosikan produk yang aku jual di sosial media, tapi belum juga ada yang membeli, meskipun produk yang aku jual khasiatnya ternyata sangat bagus, buktinya dalam 3 hari saja aku memakainya terlihat sudah lumayan ada perubahan, dari sejak awal pemakaian aku selalu memposting gambar diriku sendiri di sosial media dan tentunya tanpa edit, perubahannya sungguh signifikan hingga membuatku yakin jika suatu saat nanti aku akan menjadi wanita yang cantik.Di tengah kesibukanku promosi, akhirnya aku memutuskan untuk membuka warung di ruko yang telah dikontrak ayahku.Di sana aku menjual berbagai jenis jus, es, kopi, mie instan, dan camilan lainnya, kebetulan lokasinya sangat strategis, di pinggir jalan raya dan ada proyek pembangunan hotel hanya sekitar 200 meter dari sana, jadi aku berharap nantinya para buruh akan berbelanja di warungku, dan hari ini adalah hari pertamaku berju
"Faisal percaya dengan Dewi, Ma, Pa, kita bisa lihat kan bagaimana Dewi dalam kesehariannya, kita bisa menilai dari sana kebenaran yang sesungguhnya."Mendengar pembelaan Bang Faisal, rasa kesalku padanya berangsur pudar, ternyata sisi baiknya memang murni, dia mampu menyimpulkan dengan jernih sebuah permasalahan."Saya juga percaya sama kamu Dewi. Tapi, ini soal sorotan masyarakat terhadap gosip yang beredar, kejam sekali fitnah yang kamu Terima dan juga menyeret nama kami."Bu Susi menghela napasnya lalu kembali melanjutkan."Dengan berat hati saya minta kamu istirahat dulu ya, Dewi, nanti kalau masalahnya sudah mereda, kamu bisa kembali lagi bekerja. Dan ini gaji kamu bulan ini saya bayar penuh, lalu ini pesangon untuk kamu, saya benar-benar minta maaf ya, Dewi, sebenarnya ini keputusan yang berat buat saya."Aku menatap 2 amplop putih yang bar
Hari sudah beranjak sore, aku sudah selesai membuat rekening bank dan sekalian menabung semua uangku, toh nanti kalau perlu tinggal tarik di ATM, di rumah kontrakan Nek Surti kami juga sudah selesai membuat adonan kue, nanti malam baru akan dikukus oleh Nek Surti. Malamnya aku menghubungi kembali CS dari Beauty Skincare, aku meminta arahan soal pembayaran dan karena belum ada kontrakan pasti, aku memberikan alamat kontrakan Nek Surti untuk pengiriman barangnya, akhirnya semua sudah beres untuk hari ini, jadi aku memutuskan untuk tidur karena Nek Surti menyuruhku tidur saja dan tidak diizinkan membantu lagi. *** Pagi sudah menjelang aku berangkat untuk bekerja, aku berusaha bersikap biasa dengan harapan fitnah yang menimpaku belum tersebar luas, aku tidak ingin orang lain tahu kepedihan hati ini, biarlah aku sendiri yang merasakannya. Awalnya semua berjalan baik-baik saja, tapi suasana berubah saat jam makan siang, seperti biasa a
Selesai berkemas aku memilih mengurung diri di kamar, di luar masih terdengar suara Erwin dan juga suara mama dan adikku yang nyaring menyerukan pengusiranku, sayup-sayup terdengar suara ayah yang mencoba menenangkan situasi. Untuk memudarkan suara-suara itu, aku mengambil ponsel dan headset lalu memutar lagu kesukaanku, aku juga melihat-lihat iklan penyewaan kos atau kontrakan di sosial media berharap menemukan yang sesuai, karena keputusanku sudah bulat untuk pergi dari rumah. Di sela-sela pencarian, mataku tertuju pada sebuah iklan produk perawatan kulit dan juga terbuka lowongan untuk menjadi reseller dengan modal awal satu juta rupiah, kubaca nama produknya Beauty Skincare, aku terus menelusuri iklan tersebut, dan setelah paham sepenuhnya aku memutuskan untuk mengirim pesan kepada cs nya untuk mendaftar sebagai reseller. Dalam benakku, ini mungkin kesemp
Sebelum mereka tahu kehadiranku di sini, lebih baik aku bergegas pergi, tapi terlambat sudah karena pintu rumah kini sudah terbuka."Dewi, kamu?""Hhmm, saya mau ambil kunci toko, Bang."Meski sekuat tenaga kusembunyikan, tapi getaran suaraku tetap terdengar, aku memang berusaha menyembunyikan kemarahan dan juga sedih yang mencabik-cabik perasaanku saat ini."Wik, tadi kamu?""Lolita sudah bertunangan dengan Erwin, Bang, dan akad pernikahannya bulan depan, Bang Faisal tunggu saja surat undangannya."Wajah, Bang Faisal memerah, lalu dia saling pandang dengan papanya, karena takut lepas kendali lebih baik aku segera pergi dari rumah itu, aku melupakan soal kunci toko karena saat ini yang terpenting adalah pergi dan mencari tempat untuk menenangkan diri."Dewi, tunggu, Abang bisa jelasin soal pembicaraan tadi, Ab