"Dewi mau ganti baju dulu, Ma, kalian duluan saja ke ruang tamu, nanti aku segera nyusul," ucapku pada mama sembari menundukkan kepalaku.
"Gak usah ganti baju, Wik, lagian lu itu burik mau ganti baju pun juga bakal terlihat sama," hina Lolita kemudian dengan bibir mencibir.
Ucapan Lolita sungguh melampaui batas, ingin rasanya aku menjambak rambutnya hingga rontok dan menghantamkan vas bunga yang ada di atas meja, tapi sebisa mungkin aku tahan keinginan itu, bagaimanapun dia itu adikku bukan musuhku.
"Ya sudah kalau begitu, mama keluar duluan tapi kamu jangan kelamaan dan ingat kamu terima lamaran itu ya, mama pengen kamu punya suami mumpung ada yang mau, mama gak pengen malu punya anak jadi perawan tua, apa kata tetangga dan kerabat keluarga nanti!"
"Yuk sayang kita keluar," Ucap mama sembari menarik tangan Lolita keluar dari kamarku.
Setelah keduanya pergi, aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur, rasanya tubuh ini tidak ingin kubangunkan lagi, andai ada pintu rahasia ingin rasanya kabur dari rumah dan pergi sejauh mungkin.
Aku merasa berada dalam situasi penghinaan tertinggi dalam hidupku, bukan karena lelaki yang ingin melamarku itu tua dan duda, tapi aku merasa keluargaku tidak menghargaiku sama sekali, mereka sedikit pun tidak memikirkan perasaan hatiku.
Pernahkah mereka sedikit saja menghargai perasaan dan hati wanita yang tidak beruntung ini, haruskah aku memohon dan bersimpuh untuk mendapatkan semua itu, tapi apakah aku harus melakukan hal seperti itu?
Bukan salahku jika dulu aku mengalami sakit kulit bertahun-tahun sehingga membuat wajahku tidak cantik, kulitku tidak mulus serta kegagalanku untuk berpendidikan tinggi, mungkin ini memang nasibku dan hanya Tuhan yang tahu.
Agar masalah cepat terselesaikan aku harus menghadapinya dengan tenang dan berani, aku bergegas mandi supaya temperatur tubuhku menurun dan pikiran menjadi bersih.
Setelah badan bersih dan hatiku mulai tenang, aku keluar menuju ruang tamu dengan gontai penuh dengan perasaan yang tak menentu.
Di sana terlihat lelaki yang umurnya kurasa tidak jauh berbeda dengan ayahku, dia duduk di sebelah Erwin calon suami adikku, kata mama dia karyawan Erwin di kantornya.
Aku memilih duduk di sebelah ayahku karena aku selalu merasa aman bila di sampingnya, aku berusaha tegap dan tenang menghadapi situasi ini.
Suasana sempat hening untuk beberapa saat, ayah lalu membuka pembicaraan dengan mengatakan maksud kedatangan lelaki yang bernama Sugiono itu, lalu disusul dengan lelaki itu yang menegaskan maksud kedatangannya.
Sekuat mungkin aku berusaha mengendalikan perasaanku ini, saat Erwin, Mama, dan Lolita ikut bersuara aku pun tetap berusaha tetap tenang dan tidak terbawa emosi, harus diselesaikan dengan baik tanpa menyinggung lelaki itu, sedangkan mama dan Lolita terserahlah, itulah keinginanku satu-satunya.
"Terima kasih untuk maksud baik dan kepercayaan Bapak Sugiono pada saya, saya lihat Bapak lelaki yang baik dan saya yakin Bapak bisa menjadi suami yang baik pula. Namun, bukan saya istri yang tepat untuk lelaki baik seperti Bapak, saya ini wanita yang tidak cantik, kulit tubuh juga cacat, dan lagi saya tidak berpendidikan tinggi, saya mohon maaf sekali jika saya tidak dapat menerima maksud baik Bapak." Aku menolak dengan harapan tidak mengecewakan lelaki itu.
"Dewi, durhaka sekali kamu! Beraninya menolak lelaki sebaik dan semapan Pak Sugiono!" hardik mama hingga telingaku menjadi mendengung mendengarnya.
"Belagu sekali kamu, Wik, udah ada yang berbaik hati menerimamu jadi istrinya, harusnya kamu nyadar diri dong!" Lolita menimpali ucapan mama.
Aku tahu Pak Sugiono kecewa berat, terlihat dari tatapan matanya yang berubah dari yang awalnya berbinar menjadi memerah, bukan usia bukan juga statusnya yang menjadi alasanku menolak, tapi karena tidak ada rasa dan ikhlas dalam hati ini yang menjadi alasannya.
Perasaanku menjadi lega karena sudah berani menyampaikan keputusan yang tepat dan berani, meski konsekuensinya sangat besar akan dimarahi oleh mama dan mungkin akan dimusuhi, tapi aku sudah siap menerima jika itu terjadi dan pasti akan terjadi.
Pak Sugiono akhirnya angkat bicara, dia berbesar hati menerima keputusanku, meski jelas terlihat kecewa tapi dia ikhlas menerima, setelah semua masalah terselesaikan, kini Pak Sugiono dan Erwin akhirnya pamit untuk pulang.
Dan, aku sudah siap menerima omelan bahkan cacian setelahnya, Ayah tentu tidak akan berani membelaku karena ayah adalah seorang suami yang menghormati istri, lebih tepatnya mungkin suami yang takut istri.
"Lu itu benar-benar songong ya, Wik, gue yakin lu bakal nyesel udah nolak Pak Sugiono, apa lu mau nyari suami yang ganteng dan kaya seperti Mas Erwin? Ngaca dikit dong, Wik!"
"Dasar anak tak tahu diuntung, mama kecewa berat sama kamu, Wik, kamu itu susah diatur dan bikin malu aja!" Umpat mama dengan wajahnya yang merah padam.
Aku hanya bisa diam seribu bahasa mendengar makian mama dan adikku, aku pasrah karena papa gak mungkin berani membelaku. Namun, tiba-tiba ayah berdiri dari duduknya.
"Sudahlah! Kalian ini kenapa sih? Itu haknya Dewi mau terima atau tidak, kalian hargai sedikit keputusan Dewi! Dan, kamu Lita jaga bahasamu sedikit, bagaimanapun Dewi itu kakakmu jadi yang sopan bicaranya!" Kata-kata ayah keluar dengan nada yang cukup keras.
Akhirnya ayah memberikan pembelaannya padaku, aku merasa sedikit lega dengan kata-kata yang diucapkan ayahku, seumur-umur baru kali ini ayah berani membela ketika aku sedang dimarahi ibu ataupun dihina Lolita.
"Ayah kok malah nyalahin aku sih? Emang pantas Lita marahin Dewi kan? Mas Erwin dan aku udah berbaik hati bawain calon suami, eh Dewi yang gak tahu terima kasih ini malah bikin kecewa dan bikin malu di depan mas Erwin." Lolita gak mau kalah garangnya dengan menaikkan volume suaranya meskipun di depan ayah.
"Dewi yang harusnya marah, bukan kamu Lolita!! Mulai sekarang kalian tidak usah ngurusin jodoh Dewi, dia sudah dewasa dia tahu mana yang baik dan mana yang buruk! Dan, ini sudah larut malam kalian masuk ke kamar masing-masing!!" Hardik ayah kepada Lolita dan mama hingga berhasil memadamkan api perdebatan malam ini.
Karena suara ayah yang meninggi, kami semua tidak berbicara lagi dan langsung masuk ke kamar masing-masing, mama juga tidak seperti biasanya malah kini dia seperti kucing yang sedang digonggong seekor anjing, diam tidak bergerak.
Syukurlah, mungkin untuk beberapa hari ini aku tidak akan menerima umpatan dan hinaan dari mama dan Lolita, kecuali jika mereka sudah benar-benar tidak menghormati ayah sebagai kepala keluarga.
Sesampainya di kamar aku duduk di atas kasur yang sedikit keras, aku menatap wajah dan kulit tangan hingga leher, sungguh kusam dan menjijikkan pikirku, tapi apa daya inilah kondisiku saat ini, andai saja aku punya banyak uang pasti akan dengan mudah bisa mengubah penampilanku, maka dari itu aku berusaha untuk terus menabung dalam celengan panda yang ukurannya cukup besar, aku berharap suatu hari nanti uangnya cukup untuk perawatan kulitku.
Aku dimusuhi sama mama dan Lolita karena kejadian kemarin, jangankan berbicara untuk sekadar menjawab sapaanku saja mereka tidak mau. Bukan cuma hanya itu, sarapan di atas meja juga tidak ada. Karena tidak bisa protes jadi aku menerima saja perlakuan dan keadaan ini, tak apalah nanti juga kalau mereka ada perlu pasti akan berbicara denganku, bukankah selama ini mereka itu hobinya menyuruhku ini dan itu, jadi mana mungkin mereka akan berlama-lama tidak memanfaatkanku. Jadilah hari ini aku berangkat kerja tanpa sarapan, gampanglah nanti beli kue basah aja di dalam perjalanan karena kebetulan dari rumah menuju tempat kerja melewati pasar tradisional. Syukurlah masih ada sisa roti gabin dan dadar gulung di lapak dagangan Nenek Surti, tak apalah ini juga sudah cukup untuk mengganjal perut sampai siang. Kue basah di lapak dagangan Nenek Surti memang sangat laris, kue-kue buatannya memang sangat enak, harganya juga merakyat ditamb
Sebelum mereka tahu kehadiranku di sini, lebih baik aku bergegas pergi, tapi terlambat sudah karena pintu rumah kini sudah terbuka."Dewi, kamu?""Hhmm, saya mau ambil kunci toko, Bang."Meski sekuat tenaga kusembunyikan, tapi getaran suaraku tetap terdengar, aku memang berusaha menyembunyikan kemarahan dan juga sedih yang mencabik-cabik perasaanku saat ini."Wik, tadi kamu?""Lolita sudah bertunangan dengan Erwin, Bang, dan akad pernikahannya bulan depan, Bang Faisal tunggu saja surat undangannya."Wajah, Bang Faisal memerah, lalu dia saling pandang dengan papanya, karena takut lepas kendali lebih baik aku segera pergi dari rumah itu, aku melupakan soal kunci toko karena saat ini yang terpenting adalah pergi dan mencari tempat untuk menenangkan diri."Dewi, tunggu, Abang bisa jelasin soal pembicaraan tadi, Ab
Selesai berkemas aku memilih mengurung diri di kamar, di luar masih terdengar suara Erwin dan juga suara mama dan adikku yang nyaring menyerukan pengusiranku, sayup-sayup terdengar suara ayah yang mencoba menenangkan situasi. Untuk memudarkan suara-suara itu, aku mengambil ponsel dan headset lalu memutar lagu kesukaanku, aku juga melihat-lihat iklan penyewaan kos atau kontrakan di sosial media berharap menemukan yang sesuai, karena keputusanku sudah bulat untuk pergi dari rumah. Di sela-sela pencarian, mataku tertuju pada sebuah iklan produk perawatan kulit dan juga terbuka lowongan untuk menjadi reseller dengan modal awal satu juta rupiah, kubaca nama produknya Beauty Skincare, aku terus menelusuri iklan tersebut, dan setelah paham sepenuhnya aku memutuskan untuk mengirim pesan kepada cs nya untuk mendaftar sebagai reseller. Dalam benakku, ini mungkin kesemp
Hari sudah beranjak sore, aku sudah selesai membuat rekening bank dan sekalian menabung semua uangku, toh nanti kalau perlu tinggal tarik di ATM, di rumah kontrakan Nek Surti kami juga sudah selesai membuat adonan kue, nanti malam baru akan dikukus oleh Nek Surti. Malamnya aku menghubungi kembali CS dari Beauty Skincare, aku meminta arahan soal pembayaran dan karena belum ada kontrakan pasti, aku memberikan alamat kontrakan Nek Surti untuk pengiriman barangnya, akhirnya semua sudah beres untuk hari ini, jadi aku memutuskan untuk tidur karena Nek Surti menyuruhku tidur saja dan tidak diizinkan membantu lagi. *** Pagi sudah menjelang aku berangkat untuk bekerja, aku berusaha bersikap biasa dengan harapan fitnah yang menimpaku belum tersebar luas, aku tidak ingin orang lain tahu kepedihan hati ini, biarlah aku sendiri yang merasakannya. Awalnya semua berjalan baik-baik saja, tapi suasana berubah saat jam makan siang, seperti biasa a
"Faisal percaya dengan Dewi, Ma, Pa, kita bisa lihat kan bagaimana Dewi dalam kesehariannya, kita bisa menilai dari sana kebenaran yang sesungguhnya."Mendengar pembelaan Bang Faisal, rasa kesalku padanya berangsur pudar, ternyata sisi baiknya memang murni, dia mampu menyimpulkan dengan jernih sebuah permasalahan."Saya juga percaya sama kamu Dewi. Tapi, ini soal sorotan masyarakat terhadap gosip yang beredar, kejam sekali fitnah yang kamu Terima dan juga menyeret nama kami."Bu Susi menghela napasnya lalu kembali melanjutkan."Dengan berat hati saya minta kamu istirahat dulu ya, Dewi, nanti kalau masalahnya sudah mereda, kamu bisa kembali lagi bekerja. Dan ini gaji kamu bulan ini saya bayar penuh, lalu ini pesangon untuk kamu, saya benar-benar minta maaf ya, Dewi, sebenarnya ini keputusan yang berat buat saya."Aku menatap 2 amplop putih yang bar
Beberapa hari sudah berlalu, aku masih fokus mempromosikan produk yang aku jual di sosial media, tapi belum juga ada yang membeli, meskipun produk yang aku jual khasiatnya ternyata sangat bagus, buktinya dalam 3 hari saja aku memakainya terlihat sudah lumayan ada perubahan, dari sejak awal pemakaian aku selalu memposting gambar diriku sendiri di sosial media dan tentunya tanpa edit, perubahannya sungguh signifikan hingga membuatku yakin jika suatu saat nanti aku akan menjadi wanita yang cantik.Di tengah kesibukanku promosi, akhirnya aku memutuskan untuk membuka warung di ruko yang telah dikontrak ayahku.Di sana aku menjual berbagai jenis jus, es, kopi, mie instan, dan camilan lainnya, kebetulan lokasinya sangat strategis, di pinggir jalan raya dan ada proyek pembangunan hotel hanya sekitar 200 meter dari sana, jadi aku berharap nantinya para buruh akan berbelanja di warungku, dan hari ini adalah hari pertamaku berju
Pria itu melangkahkan kakinya ke arah toilet untuk mengganti baju, sedangkan Dewi mulai menata dagangan dan kursi karena hujan sudah mulai reda, tinggal menunggu pria itu keluar dan pulang, dia juga akan pulang. Namun tiba-tiba kilatan petir menerangi langit malam itu, lalu disertai suara gemuruh guntur yang membuat Dewi sangat terkejut memegangi dadanya, belum hilang rasa kagetnya tiba-tiba lampu juga seketika padam. "Aduh kok mati lampu segala sih" Dewi panik karena mendadak gelap lalu meraba-raba mencari korek api yang selalu disimpan di atas meja kasirnya. Ckleekkk,.. Braakkk,.. Terdengar suara pintu toilet yang dibuka paksa dan terdengar panggilan panik pria yang sedang di toilet. "Mbaakkk,..." "Sebentar mas, lampunya padam saya cari korek api dulu untuk hidupin lilin" Jawab Dewi yang masih meraba-raba mencari korek apinya. Pria itu berjalan keluar dari toilet sembari meraba-raba. Ia pun menabrak galon air yang membuat Dewi te
Mereka pulang ke sebuah rumah kontrakan yang bisa dibilang sederhana, lalu Dewi membuka pintu rumah tersebut. Malam ini mereka menikah secara mendadak, tentu tidak ada persiapan apapun termasuk hiasan rumah, jadi semuanya nampak biasa tanpa ada yang spesial di dalam rumah kontrakannya.“Silahkan masuk mas” ucap Dewi lesu.Pria itu berjalan masuk, pandangannya memutar memperhatikan seluruh ruang tamu, disana dilihatnya ruang tamu yang sederhana namun rapi.“Silahkan duduk mas” Dewi mempersilahkan suaminya untuk duduk, sementara dia mengambilkan segelas air putih.Melihat Dewi datang dengan membawa segelas air putih, pria asing yang kini menjadi suami Dewi itu pun bersuara.“Sini ikut duduk” ucapnya nampak sedikit gugup.Dalam keraguan, Dewi duduk di sebelah suaminya tersebut dan berjarak hanya beberapa sentimeter saja, suami
Di sebuah rumah besar,.Mobil berjenis Xpander masuk kepelataran yang sangat luas, Seorang pemuda dengan sigapnya membukakan pintu mobil tuan mudanya.“Selamat pagi tuan muda Ghozali, anda semalaman tidak pulang tidak seperti biasanya” Sapa Joni namun mengandung unsur bertanya juga.“Tidak usah bertanya Jon, aku harus bergegas mengganti pakaianku” ucap pria itu sembari melangkahkan kakinya memasuki rumah dengan diikuti pak Tarno kepala pelayan di rumahnya.Beberapa pelayan yang dilewatinya pun langsung membungkuk, memberi hormat kepada sang Presiden Direktur Zaki Al Ghozali.Pria itu masih fokus menyusuri anak tangga berlapis karpet merah di atasnya. Sembari mendengarkan ocehan Joni perihal jadwal meetingnya hari ini.Sampai di lantai teratas, salah seorang pelayan membukakan dua daun pintu besar tepat sebelum tuan mudanya mendekati.
Mentari pagi belum menampakkan sinarnya dan suara tetesan air hujan membuat Dewi enggan untuk menarik selimutnya, namun dia teringat dengan kejadian semalam hingga dia memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya.“Pernikahan itu bukan mimpi kan” gumamnya dalam hati, lalu dia melangkahkan kakinya untuk mengintip kamar disebelahnya.“Ternyata bukan mimpi” gumamnya lagi.Dia melihat Zaki masih meringkuk di atas kardus yang dijadikan alas tidurnya, dengan begitu dia yakin dirinya saat ini memang sudah memiliki suami.Dan bukan suami yang biasa, namun suami yang tampan malahan sangat tampan, seperti sebuah bencana bercampur rezeki, Dewi tidak pernah bermimpi akan menikah dengan lelaki yang sangat sempurna seperti Zaki, postur idaman, wajah tampan, sopan dan yang terpenting baik hati, memang baru dikenalnya satu malam. Namun setidaknya itulah yang dirasakannya dalam waktu yang ses
Mereka pulang ke sebuah rumah kontrakan yang bisa dibilang sederhana, lalu Dewi membuka pintu rumah tersebut. Malam ini mereka menikah secara mendadak, tentu tidak ada persiapan apapun termasuk hiasan rumah, jadi semuanya nampak biasa tanpa ada yang spesial di dalam rumah kontrakannya.“Silahkan masuk mas” ucap Dewi lesu.Pria itu berjalan masuk, pandangannya memutar memperhatikan seluruh ruang tamu, disana dilihatnya ruang tamu yang sederhana namun rapi.“Silahkan duduk mas” Dewi mempersilahkan suaminya untuk duduk, sementara dia mengambilkan segelas air putih.Melihat Dewi datang dengan membawa segelas air putih, pria asing yang kini menjadi suami Dewi itu pun bersuara.“Sini ikut duduk” ucapnya nampak sedikit gugup.Dalam keraguan, Dewi duduk di sebelah suaminya tersebut dan berjarak hanya beberapa sentimeter saja, suami
Pria itu melangkahkan kakinya ke arah toilet untuk mengganti baju, sedangkan Dewi mulai menata dagangan dan kursi karena hujan sudah mulai reda, tinggal menunggu pria itu keluar dan pulang, dia juga akan pulang. Namun tiba-tiba kilatan petir menerangi langit malam itu, lalu disertai suara gemuruh guntur yang membuat Dewi sangat terkejut memegangi dadanya, belum hilang rasa kagetnya tiba-tiba lampu juga seketika padam. "Aduh kok mati lampu segala sih" Dewi panik karena mendadak gelap lalu meraba-raba mencari korek api yang selalu disimpan di atas meja kasirnya. Ckleekkk,.. Braakkk,.. Terdengar suara pintu toilet yang dibuka paksa dan terdengar panggilan panik pria yang sedang di toilet. "Mbaakkk,..." "Sebentar mas, lampunya padam saya cari korek api dulu untuk hidupin lilin" Jawab Dewi yang masih meraba-raba mencari korek apinya. Pria itu berjalan keluar dari toilet sembari meraba-raba. Ia pun menabrak galon air yang membuat Dewi te
Beberapa hari sudah berlalu, aku masih fokus mempromosikan produk yang aku jual di sosial media, tapi belum juga ada yang membeli, meskipun produk yang aku jual khasiatnya ternyata sangat bagus, buktinya dalam 3 hari saja aku memakainya terlihat sudah lumayan ada perubahan, dari sejak awal pemakaian aku selalu memposting gambar diriku sendiri di sosial media dan tentunya tanpa edit, perubahannya sungguh signifikan hingga membuatku yakin jika suatu saat nanti aku akan menjadi wanita yang cantik.Di tengah kesibukanku promosi, akhirnya aku memutuskan untuk membuka warung di ruko yang telah dikontrak ayahku.Di sana aku menjual berbagai jenis jus, es, kopi, mie instan, dan camilan lainnya, kebetulan lokasinya sangat strategis, di pinggir jalan raya dan ada proyek pembangunan hotel hanya sekitar 200 meter dari sana, jadi aku berharap nantinya para buruh akan berbelanja di warungku, dan hari ini adalah hari pertamaku berju
"Faisal percaya dengan Dewi, Ma, Pa, kita bisa lihat kan bagaimana Dewi dalam kesehariannya, kita bisa menilai dari sana kebenaran yang sesungguhnya."Mendengar pembelaan Bang Faisal, rasa kesalku padanya berangsur pudar, ternyata sisi baiknya memang murni, dia mampu menyimpulkan dengan jernih sebuah permasalahan."Saya juga percaya sama kamu Dewi. Tapi, ini soal sorotan masyarakat terhadap gosip yang beredar, kejam sekali fitnah yang kamu Terima dan juga menyeret nama kami."Bu Susi menghela napasnya lalu kembali melanjutkan."Dengan berat hati saya minta kamu istirahat dulu ya, Dewi, nanti kalau masalahnya sudah mereda, kamu bisa kembali lagi bekerja. Dan ini gaji kamu bulan ini saya bayar penuh, lalu ini pesangon untuk kamu, saya benar-benar minta maaf ya, Dewi, sebenarnya ini keputusan yang berat buat saya."Aku menatap 2 amplop putih yang bar
Hari sudah beranjak sore, aku sudah selesai membuat rekening bank dan sekalian menabung semua uangku, toh nanti kalau perlu tinggal tarik di ATM, di rumah kontrakan Nek Surti kami juga sudah selesai membuat adonan kue, nanti malam baru akan dikukus oleh Nek Surti. Malamnya aku menghubungi kembali CS dari Beauty Skincare, aku meminta arahan soal pembayaran dan karena belum ada kontrakan pasti, aku memberikan alamat kontrakan Nek Surti untuk pengiriman barangnya, akhirnya semua sudah beres untuk hari ini, jadi aku memutuskan untuk tidur karena Nek Surti menyuruhku tidur saja dan tidak diizinkan membantu lagi. *** Pagi sudah menjelang aku berangkat untuk bekerja, aku berusaha bersikap biasa dengan harapan fitnah yang menimpaku belum tersebar luas, aku tidak ingin orang lain tahu kepedihan hati ini, biarlah aku sendiri yang merasakannya. Awalnya semua berjalan baik-baik saja, tapi suasana berubah saat jam makan siang, seperti biasa a
Selesai berkemas aku memilih mengurung diri di kamar, di luar masih terdengar suara Erwin dan juga suara mama dan adikku yang nyaring menyerukan pengusiranku, sayup-sayup terdengar suara ayah yang mencoba menenangkan situasi. Untuk memudarkan suara-suara itu, aku mengambil ponsel dan headset lalu memutar lagu kesukaanku, aku juga melihat-lihat iklan penyewaan kos atau kontrakan di sosial media berharap menemukan yang sesuai, karena keputusanku sudah bulat untuk pergi dari rumah. Di sela-sela pencarian, mataku tertuju pada sebuah iklan produk perawatan kulit dan juga terbuka lowongan untuk menjadi reseller dengan modal awal satu juta rupiah, kubaca nama produknya Beauty Skincare, aku terus menelusuri iklan tersebut, dan setelah paham sepenuhnya aku memutuskan untuk mengirim pesan kepada cs nya untuk mendaftar sebagai reseller. Dalam benakku, ini mungkin kesemp
Sebelum mereka tahu kehadiranku di sini, lebih baik aku bergegas pergi, tapi terlambat sudah karena pintu rumah kini sudah terbuka."Dewi, kamu?""Hhmm, saya mau ambil kunci toko, Bang."Meski sekuat tenaga kusembunyikan, tapi getaran suaraku tetap terdengar, aku memang berusaha menyembunyikan kemarahan dan juga sedih yang mencabik-cabik perasaanku saat ini."Wik, tadi kamu?""Lolita sudah bertunangan dengan Erwin, Bang, dan akad pernikahannya bulan depan, Bang Faisal tunggu saja surat undangannya."Wajah, Bang Faisal memerah, lalu dia saling pandang dengan papanya, karena takut lepas kendali lebih baik aku segera pergi dari rumah itu, aku melupakan soal kunci toko karena saat ini yang terpenting adalah pergi dan mencari tempat untuk menenangkan diri."Dewi, tunggu, Abang bisa jelasin soal pembicaraan tadi, Ab