Pagi ini akhirnya Edgar bisa kembali meminum secangkir kopi buatan sang istri. Laki-laki itu tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya, apalagi saat mengingat kembali apa yang terjadi di balkon tadi malam. Ia memang sudah berciuman dengan banyak perempuan, tapi entah bagaimana rasanya gugup luar biasa saat melakukannya dengan sang istri. Seperti remaja yang baru mendapatkan first kiss dari cinta pertamanya. Mungkin debaran yang hadir di dalam rongga dada adalah efek samping dari cinta, demikian pula dengan rasa gugupnya. Sebelumnya, Edgar tak pernah melibatkan cinta ketika berciuman dengan perempuan, hanya sekadar ingin bersentuhan untuk memuaskan hasratnya. “Kamu hari ini ada jadwal kelas, kan?” tanya Edgar di tengah acara sarapan. Indira mengangguk, “iya, nanti jam sebelas baru berangkat ke kantor.” “Pulangnya jam setengah lima?”“Iya, seperti biasa.” Edgar mengangguk, kemudian memperhatikan Indira yang sedang mengunyah makanan. Tatapannya secara otomatis tertuju pada bibir Ind
“Pak, ada satu gosip yang sedang ramai dibicarakan di sosial media. Nggak nyebut nama asli sih, tapi ini inisial dan deskripsinya merujuk ke Pak Edgar,” ujar Mila sambil menunjukkan tabletnya. Edgar pernah satu kali tersandung rumor kencan dengan seorang aktris papan atas, padahal mereka hanya bertemu di sebuah acara dan kebetulan saling bertukar obrolan ringan. Jujur, Edgar tak peduli soal rumor semacam itu, toh ia hanya diberitakan menjalin hubungan dengan seseorang, bukan tersandung kasus-kasus kriminal. Oleh sebab itu, Edgar hanya tertawa ketika mendengar ucapan Mila. Mengira kalau gosip yang dimaksud adalah tentang kedekatannya dengan seorang selebgram atau influencer. Tapi, Edgar seketika berhenti tertawa saat melihat foto-foto Indira tersebar luas di sosial media. “Pengusaha berinisial EPB diam-diam memiliki sugar baby,” gumam Mila, membaca postingan yang telah mendapat ribuan likes dan komentar. “Diam-diam berselingkuh dari kekasihnya demi seorang mahasiswi miskin yang gila
Suasana kampus cukup riuh ketika Edgar baru saja tiba. Beberapa mahasiswa berlari tergopoh-gopoh menuju belakang Gedung C karena tak ingin ketinggalan pertunjukan menarik. “Valentine berantem sama Indira!”Itulah kalimat yang Edgar dengar saat baru saja turun dari mobil. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu langsung berlari ke belakang Gedung C. Hatinya berselimut cemas, kepalanya terasa penuh seperti akan meledak. Indira benar-benar berkelahi dengan Valentine, sampai luka di sana-sini. Edgar yang panik langsung menembus kerumunan untuk segera menghentikan perkelahian sebelum menciptakan kerumunan yang lebih besar. “Stop! Jangan berkelahi di sini!” ucap Egdar. Indira langsung berhenti ketika mendengar suara suaminya. Gadis itu menoleh, menatap Edgar yang sudah berdiri di antara kerumunan mahasiswa. Bagaimana perasaan Indira saat ini? Tentu saja sangat malu dan marah, sebab perkelahiannya dengan Valentine ditonton oleh puluhan pasang mata. Setelah ini, gosip akan menyebar dengan leb
[Nomor Tak Dikenal : ini Kiran, Mas. Malam ini Indira mau menginap di rumah saya, handphonenya mati jadi sementara waktu nggak bisa dihubungi]Edgar mengembuskan napas setelah membaca sebaris pesan yang dikirimkan oleh Kiran. Mungkin Indira memang perlu menenangkan diri, sehingga menginap di rumah Kiran adalah solusi terbaik yang bisa diambil. Sementara itu, Edgar harus segera menyelesaikan masalah dengan Stella, lalu menyingkirkan semua komentar negatif yang tersebar luas di sosial media. Edgar menyalakan mesin mobilnya, kemudian melajukannya menuju sebuah tempat di mana Stella sedang berada. Menurut informasi yang diberikan oleh Delon, sudah satu jam lamanya Stella duduk di bar sambil mengisap rokok dan meminum cocktail. Edgar menuntut permintaan maaf, sebab apa yang dilakukan oleh Stella sudah sangat keterlaluan. Indira tidak melakukan kesalahan apa-apa, tapi fotonya disebarluaskan tanpa izin dan dicaci maki. Bahkan, Stella sampai nekat datang ke kampus hanya untuk memajang foto
Indira masih menonaktifkan ponselnya, sebab ia belum ingin bicara dengan Edgar. Pagi ini, Indira bangun tidur dengan perasaan hampa. Seolah kehilangan seluruh semangatnya, hingga beranjak ke kampus atau kantor terasa sangat berat untuk dilakukan. Sejujurnya, Indira masih ingin mengurung diri, sambil memikirkan solusi yang paling efektif. Sialnya, hari ini ada jadwal mata kuliah yang harus diikuti karena dosen pengampu sering mengadakan kuis dadakan. Sekali saja tidak mengikuti kuis, bisa dipastikan Indira menjumpai huruf C di dalam transkrip nilai. Indira meminjam kemeja dan celana jins milik Kiran, sebab kemarin tak sempat pulang untuk sekadar mengambil pakaian. “Ndi, postingannya Stella udah ditake down dari sosial media,” ucap Kiran, memberi informasi seputar perkembangan rumor yang menyeret nama Indira. “Tapi, sampai sekarang belum ada klarifikasi, sih.” Indira tersenyum tipis, kemudian menggigit roti isi selai cokelat. Itulah menu sarapannya. “Aku pasti jadi bahan omongan d
Stella telah menghapus postingannya, sehingga yang tersisa hanyalah jejak komentar-komentar dari netizen. Gosip telah merda, meskipun masih ada beberapa orang yang membicarakannya. Nanti Edgar akan meminta Stella untuk membuat klarifikasi agar tak ada lagi tuduhan atau hujatan yang ditujukan kepada Indira. Di kantor, tak ada satu pun yang mengetahui bahwa Edgar sedang menjadi hot issue di sosial media. Pertama, Stella tidak terang-terangan menyebut nama, hanya inisial EPB yang kesannya sangat umum. Kedua, tidak ada foto yang tersebar luas. Oleh sebab itu, kondisi di Bumantara Construction masih kondusif seperti biasanya. Semua staf menjalankan tugasnya masing-masing, tak ada kabar miring yang terdengar dari obrolan-obrolan di setiap ruang divisi. Toh, semua orang tahu kalau Edgar suka bergonta-ganti pasangan. Membicarakan atasan yang playboy bukan lagi hal yang menarik untuk dilakukan, sudah basi. Lain cerita kalau nantinya Edgar mengungkapkan soal istri yang selama ini disembunyika
Edgar dan Indira duduk bersisian di balkon. Sekotak pizza dan dua gelas es sirup tergeletak di atas meja, menjadi menu makan malam mereka. Langit berselimut mendung, sebab tak ada kelip bintang yang terlihat. Tampaknya tengah malam nanti hujan deras akan turun. “Maaf, kemarin saya langsung pergi ke rumah Kiran tanpa ngomong dulu sama Mas Edgar,” ucap Indira, membuka pembicaraan di antara mereka. “Nggak apa-apa. Kiran chat saya, bilang kalau kamu nginep di rumahnya. Makanya saya nggak khawatir,” jawab Edgar. “Saya belum dewasa, Mas. Suka menyendiri kalau lagi ada masalah, bahkan berkelahi di kampus karena nggak bisa ngontrol emosi.” “Apa yang kamu lakukan itu wajar, Indira. Jangan merasa rendah diri. Lagipula, usia kamu masih dua puluh tahun, proses yang harus kamu lalui buat menuju kedewasaan masih sangat panjang.”“Sebentar lagi duapuluh satu tahun.”“Oh ya? Sebentar lagi kamu ulang tahun?”“Dua minggu lagi, Mas.” Ah, untungnya belum terlewati, sehingga Edgar bisa menyiapkan ke
Indira mengerjapkan mata ketika rasakan hangatnya sinar matahari mengenai kulit wajahnya. Ia masih berbaring di atas ranjang dengan kondisi telanjang, hanya sehelai selimut yang menutupi tubuh sampai sebatas dada. Gaun tidur dan pakaian dalamnya tersebar di atas lantai. Sayup-sayup Indira mendengar suara shower dari arah kamar mandi. Indira terdiam selama beberapa saat, kemudian menenggelamkan wajahnya pada bantal. Masih tergambar jelas dalam ingatannya perihal apa yang terjadi tadi malam. Sial. Indira tiba-tiba diserang rasa gugup, bahkan wajahnya mulai memerah. “Aku beneran having sex sama Mas Edgar?” gumam Indira, kemudian menarik selimut sampai menutupi kepalanya. Bercinta untuk pertama kalinya memang menyakitkan, tapi di sisi lain juga menghadirkan sensasi baru yang belum pernah Indira rasakan sebelumnya Tak berselang lama, Edgar keluar dari kamar mandi. Hanya memakai handuk yang dililitkan di pinggang. Rambutnya masih setengah basah. Indira bahkan tidak berani keluar dari