Sepulang kerja, Indira langsung pergi ke rumah Kiran. Belum ingin pulang, apalagi harus terjebak di dalam mobil yang sama dengan Edgar. Yang saat ini Indira butuhkan adalah sebuah ruang, agar ia bisa memikirkan langkah selanjutnya yang akan diambil. Ojek yang dinaiki Indira melaju di jalanan yang sangat padat, hingga akhirnya sampai di tempat tujuan ketika langit mulai menggelap. Gadis itu segera turun dari sepeda motor sambil melepas helm, kemudian menyerahkan sejumlah uang kepada sang driver. “Indira?” gumam Kiran saat baru saja keluar dari rumah untuk membuang sampah. Agak terkejut dengan kehadiran Indira di depan rumah. Indira menyunggingkan seulas senyum di bibirnya, kemudian melepas alas kaki dan naik ke teras. Kiran terkekeh pelan, lalu bergegas membuang sampah ke dalam tong berwarna biru yang ada di depan rumah. “Ayo masuk, Ndi. Kebetulan rumah kosong, orang tuaku hari ini pergi ke Semarang,” kata Kiran sambil membuka pintu lebar-lebar, mempersilakan Indira untuk masuk.
Edgar langsung pergi meninggalkan kantor setelah bicara dengan Indira melalui telepon. Mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rendah, menembus jalanan yang basah akibat hujan deras. Jantung Edgar berdegup kencang. Ia tak tahu kenapa Indira tiba-tiba minta dijemput padahal waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh petang. Tapi, sepertinya ada hal penting yang ingin dibicarakan. Setibanya di tempat tujuan, tatapan Edgar tertuju ke arah Indira yang sedang berdiri di depan rumah sambil memegang sebuah payung. Indira segera melangkahkan kakinya, masuk ke dalam mobil dan melipat payungnya yang basah. “Nggak jadi nginep?” tanya Edgar, membuka pembicaraan di antara mereka. Indira merapikan helaian-helaian rambutnya yang sedikit basah, kemudian berkata, “saya lupa bawa baju ganti.” Edgar mengangguk, memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh. Laki-laki itu lantas kembali menyalakan mesin mobil, melajukannya memasuki jalan raya yang masih padat meskipun hujan kian menderas. Indira tak
Ezra mengerutkan kening ketika melihat Edgar dan Indira pulang bersama. Tiba-tiba kembali akrab, seolah tak pernah terjadi apa-apa. Padahal, baru tadi pagi Indira menghindari Edgar sampai tak mau diajak berangkat bersama. “Apa ini? Kalian baikan?” tanya Ezra. Indira hanya tersenyum tipis, kemudian berjalan menuju kamar untuk segera mandi. Tubuhnya sudah terasa lengket akibat keringat, rambutnya juga sedikit basah karena terkena tetesan air hujan. Berendam di dalam bath tub setelah melewati hari yang cukup panjang adalah pilihan yang sangat tepat. Sementara itu, Edgar berjalan menuju dapur untuk menyeduh dua cangkir teh.“Indira nggak marah lagi?” tanya Ezra sambil menyandarkan tubuhnya pada kulkas. Edgar tak menjawab, sibuk menuangkan air panas ke dalam cangkir. Dalam hitungan detik, uap beraroma teh mengepul ke udara. Ezra yang diabaikan hanya bisa menghela napas, kemudian memutuskan untuk pergi ke kamar dan melanjutkan lukisannya. Bicara dengan Edgar hanya membuang-buang waktu.
Pagi ini akhirnya Edgar bisa kembali meminum secangkir kopi buatan sang istri. Laki-laki itu tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya, apalagi saat mengingat kembali apa yang terjadi di balkon tadi malam. Ia memang sudah berciuman dengan banyak perempuan, tapi entah bagaimana rasanya gugup luar biasa saat melakukannya dengan sang istri. Seperti remaja yang baru mendapatkan first kiss dari cinta pertamanya. Mungkin debaran yang hadir di dalam rongga dada adalah efek samping dari cinta, demikian pula dengan rasa gugupnya. Sebelumnya, Edgar tak pernah melibatkan cinta ketika berciuman dengan perempuan, hanya sekadar ingin bersentuhan untuk memuaskan hasratnya. “Kamu hari ini ada jadwal kelas, kan?” tanya Edgar di tengah acara sarapan. Indira mengangguk, “iya, nanti jam sebelas baru berangkat ke kantor.” “Pulangnya jam setengah lima?”“Iya, seperti biasa.” Edgar mengangguk, kemudian memperhatikan Indira yang sedang mengunyah makanan. Tatapannya secara otomatis tertuju pada bibir Ind
“Pak, ada satu gosip yang sedang ramai dibicarakan di sosial media. Nggak nyebut nama asli sih, tapi ini inisial dan deskripsinya merujuk ke Pak Edgar,” ujar Mila sambil menunjukkan tabletnya. Edgar pernah satu kali tersandung rumor kencan dengan seorang aktris papan atas, padahal mereka hanya bertemu di sebuah acara dan kebetulan saling bertukar obrolan ringan. Jujur, Edgar tak peduli soal rumor semacam itu, toh ia hanya diberitakan menjalin hubungan dengan seseorang, bukan tersandung kasus-kasus kriminal. Oleh sebab itu, Edgar hanya tertawa ketika mendengar ucapan Mila. Mengira kalau gosip yang dimaksud adalah tentang kedekatannya dengan seorang selebgram atau influencer. Tapi, Edgar seketika berhenti tertawa saat melihat foto-foto Indira tersebar luas di sosial media. “Pengusaha berinisial EPB diam-diam memiliki sugar baby,” gumam Mila, membaca postingan yang telah mendapat ribuan likes dan komentar. “Diam-diam berselingkuh dari kekasihnya demi seorang mahasiswi miskin yang gila
Suasana kampus cukup riuh ketika Edgar baru saja tiba. Beberapa mahasiswa berlari tergopoh-gopoh menuju belakang Gedung C karena tak ingin ketinggalan pertunjukan menarik. “Valentine berantem sama Indira!”Itulah kalimat yang Edgar dengar saat baru saja turun dari mobil. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu langsung berlari ke belakang Gedung C. Hatinya berselimut cemas, kepalanya terasa penuh seperti akan meledak. Indira benar-benar berkelahi dengan Valentine, sampai luka di sana-sini. Edgar yang panik langsung menembus kerumunan untuk segera menghentikan perkelahian sebelum menciptakan kerumunan yang lebih besar. “Stop! Jangan berkelahi di sini!” ucap Egdar. Indira langsung berhenti ketika mendengar suara suaminya. Gadis itu menoleh, menatap Edgar yang sudah berdiri di antara kerumunan mahasiswa. Bagaimana perasaan Indira saat ini? Tentu saja sangat malu dan marah, sebab perkelahiannya dengan Valentine ditonton oleh puluhan pasang mata. Setelah ini, gosip akan menyebar dengan leb
[Nomor Tak Dikenal : ini Kiran, Mas. Malam ini Indira mau menginap di rumah saya, handphonenya mati jadi sementara waktu nggak bisa dihubungi]Edgar mengembuskan napas setelah membaca sebaris pesan yang dikirimkan oleh Kiran. Mungkin Indira memang perlu menenangkan diri, sehingga menginap di rumah Kiran adalah solusi terbaik yang bisa diambil. Sementara itu, Edgar harus segera menyelesaikan masalah dengan Stella, lalu menyingkirkan semua komentar negatif yang tersebar luas di sosial media. Edgar menyalakan mesin mobilnya, kemudian melajukannya menuju sebuah tempat di mana Stella sedang berada. Menurut informasi yang diberikan oleh Delon, sudah satu jam lamanya Stella duduk di bar sambil mengisap rokok dan meminum cocktail. Edgar menuntut permintaan maaf, sebab apa yang dilakukan oleh Stella sudah sangat keterlaluan. Indira tidak melakukan kesalahan apa-apa, tapi fotonya disebarluaskan tanpa izin dan dicaci maki. Bahkan, Stella sampai nekat datang ke kampus hanya untuk memajang foto
Indira masih menonaktifkan ponselnya, sebab ia belum ingin bicara dengan Edgar. Pagi ini, Indira bangun tidur dengan perasaan hampa. Seolah kehilangan seluruh semangatnya, hingga beranjak ke kampus atau kantor terasa sangat berat untuk dilakukan. Sejujurnya, Indira masih ingin mengurung diri, sambil memikirkan solusi yang paling efektif. Sialnya, hari ini ada jadwal mata kuliah yang harus diikuti karena dosen pengampu sering mengadakan kuis dadakan. Sekali saja tidak mengikuti kuis, bisa dipastikan Indira menjumpai huruf C di dalam transkrip nilai. Indira meminjam kemeja dan celana jins milik Kiran, sebab kemarin tak sempat pulang untuk sekadar mengambil pakaian. “Ndi, postingannya Stella udah ditake down dari sosial media,” ucap Kiran, memberi informasi seputar perkembangan rumor yang menyeret nama Indira. “Tapi, sampai sekarang belum ada klarifikasi, sih.” Indira tersenyum tipis, kemudian menggigit roti isi selai cokelat. Itulah menu sarapannya. “Aku pasti jadi bahan omongan d