Benda tak bertulang dengan permukaan kasar itu, mulai menjelajah di area pangkal paha Stella yang putih mulus dan lembut seperti tahu jepang itu.Leo semakin tidak terkendali, saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Sebuah lembah basah yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang menghiasinya, kini terpampang nyata di depan matanya tanpa ada seutas benang pun sebagai penghalang.Glek!Leo menelan salivanya dengan susah payah dan dengan segera dia menanggalkan seluruh pakaian yang di pakainya saat ini, hingga dia sama dengan Stella pada akhirnya, polos tanpa sehelai benang pun bagai bayi baru lahir.Dia duduk di sebelah Stella, menuntun tangan gadis kecil itu untuk menyentuh juniornya sambil berkata, "Tadi kau ingin tahu apa ini, kan? Sekarang buka matamu dan lihatlah."Mendengar ucapan Leo dan juga didorong oleh rasa ingin tau yang cukup besar, membuat Stella membuka perlahan matanya.Namun kedua manik mata itu langsung membulat seketika. Dia terbelalak, melihat benda panjang tak ber
"Ah! Sa-kit..." Rintih Stella saat ujung kepala junior Leo mulai memaksa menerobos intinya.Leo mencium bibir Stella agar rasa sakitnya teralihkan, sambil terus mendorong juniornya secara perlahan tapi pasti.Namun tetap saja Leo masih kesulitan. Selain karena ini pertama kali dia melakukannya, juga karena inti Stella yang sangat sempit.Dengan susah payah, Leo terus mencobanya hingga akhirnya juniornya itu benar-benar tenggelam sepenuhnya, di dalam inti Stella yang terasa berdenyut."Ah!" Lenguhan kenikmatan, keberhasilan sekaligus kelegaan pun meluncur keluar dari bibir Leo saat dia berhasil membobol pertahanan Stella.Leo tersenyum, saat dia merasakan ada cairan hangat keluar dari inti Stella, yang tidak lain adalah darah segar yang mengalir sebagai pertanda jika Leo adalah pria pertama bagi Stella."Terimakasih kau sudah memberikannya untukku, Stella. Aku janji kita akan segera menikah, setelah kita pulang dari sini." Janji Leo yang kemudian kembali mencium lembut bibir Stella.Sa
Di kamar Bryan saat ini..."Aw!" Belle memegangi kepalanya yang terasa pusing, akibat terlalu banyak minum.Dia berusaha untuk duduk, sambil memijit-mijit pelan kepalanya sambil mencoba mengingat apa yang terjadi semalam hingga kepalanya serasa mau pecah.Belle menilisik seluruh ruangan itu, tanpa ada yang terlewatkan sedikitpun dari pemantauanya."Tunggu, ini kamar Bryan kan?" Belle bertanya-tanya dalam hati, mengapa ia bisa berada di kamar Bryan.Tapi saat dia menoleh ke arah samping, dia melihat Bryan yang bertelanjang dada tengah menutup matanya, terlihat sangat tampan."Bryan? Apa insiden itu terjadi lagi?" Refleks, Belle menilisik pakaiannya.Masih lengkap memang, tapi yang dia pakai bukan pakain yang dia kenakan kemarin, melainkan pakaian yang dia beli saat berbelanja kemarin bersama Bryan."Dia juga mengganti bajuku? Sebenarnya apa yang terjadi?" Belle merutuki dirinya, dia berusaha mengingat hal bodoh apalagi yang semalam dia lakukan saat mabuk.Saat Belle tengah serius berpi
Saat ini, semua orang tengah sibuk bersiap untuk kepulangan mereka, baik Belle and the gank maupun Bryan dan kawan-kawannya.Leo dan Stella yang sudah selesai membereskan semua barang-barang mereka pun, tengah duduk santai berdua sembari mendengar keriuhan teman-temanya di luar sana yang sedang sibuk.Mereka menonton televisi dengan posisi yang sangat romantis, Stella bersandar di bahu Leo dan Leo memeluk bahu Stella sambil satu tanganya memegang segelas milkshake coklat dengan 2 sedotan yang dia beli saat perjalanan pulang tadi.Sluuurrp!Suara sedotan Leo dan Stella pada milkshake coklat mereka, lalu mereka tertawa saat pandangan mereka bertemu, sungguh gambaran yang tepat untuk cinta manis yang haqiqi."Ini enak sekali." Stella terus menyedot milkshake itu, dan dia tampak sangat menikmatinya.Bukannya menyedot milkshake dari sedotan yang bertengger di gelasnya, Leo malah meminum milkshake yang ada di mulut Stella. Dia menarik dagu Stella lalu mencium bibirnya dan mengambil paksa mi
Bryan tiba-tiba memeluk ketiga temanya hingga mereka berpelukan layaknya teletubbies.Tentu saja Lucas, Jack, dan Rey auto saling berpandangan satu sama lain. Yang terlintas di benak mereka saat ini sama, yaitu ada apa dengan Bryan?"Bryan? Are you okay?" tanya Rey mencoba memberanikan dirinya bertanya pada Bryan.Bryan melepas pelukannya dan menatap ketiga temanya dengan bingung, "Aku baik-baik saja, memangnya kenapa? Kenapa kalian kelihatan bingung seperti itu?" Bryan melepaskan pandangan pada tiga orang itu bergantian."Kau sehat kan?" Lucas mendekat dan menempelkan punggung tangannya di dahi Bryan, untuk memeriksa apakah suhu tubuh Bryan sedang tinggi atau tidak.Bryan dengan segera menepis tangan Lucas dari dahinya, "Tentu saja sehat, kalian ini apa-apaan sih?""Kurasa kau perlu di bawa ke dokter untuk periksa, Bryan." Imbuh Jack yang masih memasang muka bingungnya."Kalian itu yang kenapa, dasar aneh!" seru Bryan melihat ketiga temanya yang malah seperti orang bodoh di matanya.
Sampai akhirnya, mobil yang Bryan kemudikan berbelok. Dia memarkirkan mobilnya dan turun untuk membukakan pintu dan mempersilahkan Belle turun.Tak lupa, dia juga membawakan barang-barang Belle, ke dalam rumah sambil satu tangannya yanh lain menuntun tangan Belle."Tuan sudah pulang?" Sapa bibi pengurus rumah yang membukakan pintu rumah untuk Bryan dan Belle.Bryan menunjuk ke arah garasi mobilnya, "Iya bi, minta tolong ya di mobil ada satu koper lagi, tolong di ambil dan bawakan ke kamar saya.""Iya tuan."Setelah Bryan melangkah masuk, dia pun segera melaksanakan apa yang tuannya minta. Bryan pun membawa Belle ke kamarnya, dan bukan kamar tamu."Tunggu, apa ini kamarmu?" tanya Belle setelah melihat foto Bryan dan keluarganya, terpajang di atas nakas yang ada di kamar itu.Bryan dengan santainya meletakkan koper di tangannya dan mengangguk, "Tentu saja ini kamarku.""Lalu kenapa kau membawaku kesini, bukan ke kamar tamu?"Bryan merebahkan tubuh lelahnya di ranjang besar itu sambil be
Belle dan Bryan sedang berbaring di ranjang yang sama saat ini.Bryan tampak sudah menutup matanya, sedangkan Belle masih melamun sambil menatap langit-langit kamar itu.Hela napas kasar terdengar, "Apakah yang ku lakukan ini benar? Jika saja ayah dan ibu tidak pergi meninggalkanku secepat itu, mungkin saja kehidupanku tak akan sekacau ini. Ayah, Ibu, kuharap kalian bahagia disana. Doakan kesembuhan kakak, dan doakan Belle juga agar bisa mendapat kehidupan yang lebih baik," batin Belle seolah dia sedang berbicara dengan mendiang ayah dan ibunya.Sejujurnya, Belle sangat berharap dirinya bisa keluar dari lubang hitam tak berujung itu. Tapi sepertinya itu terlalu sulit untuk dia lakukan seorang diri. Mungkin seharusnya dulu, dia tak membuat perjanjian dengan pasar gelap.Belle kembali menghela nafasnya. Dia mulai menyesali keputusan yang dulu pernah ia ambil. Namun mau bagaimana lagi, dia juga terpaksa melakukan hal itu karena keadaan yang mendesak.Dia mengubah posisi tubuhnya menghada
"Ma, sudahlah. Aku tidak ingin buru-buru. Aku akan menunggu sampai Belle siap," sahut Bryan yang justru membuat situasi semakin runyam, bagi Belle."Apa dia gila? Bukanya menyangkal bahwa aku bukan pacarnya, dia malah bicara seperti itu!?" batin Belle mengumpati Bryan.Angel yang sejak tadi tampak menahan tawa pun akhirnya angkat bicara, "Jangan gugup seperti itu, kak. Mama tidak akan memakanmu. Kakakku ini tidak pernah dekat dengan seorang gadis, apalagi sampai membawanya pulang. Kau adalah yang pertama, kak. Makanya mama buru-buru dateng kesini, untuk bertemu dengan gadis yang sudah berhasil mencairkan si kutub es ini." Jelas Angel seraya melirik pada kakaknya, yang berakhir mendapat sentilan di keningnya oleh Bryan.Belle hanya bisa tertawa geli, melihat tingkah kakak beradik itu. Kekonyolan mereka membuatnya teringat pada sanag kakak, yang terbaring koma di rumah sakit."Dasar kau ini, mana ada adik yang menjatuhkan kakaknya sendiri? Tidak bisakah kau sedikit memuji kakakmu ini di