Sebelum masuk kedalam ruangan meneger Vina mengehela nafas dalam. Dirinya pasrah jika ini adalah hari terahrinya bekerja.‘Semua gara-gara pria aneh itu.’keluh Vina.Setelah dirasa cukup tenang, Vina memberanikan diri menegtuk pintu.Tok….Tok…“Masuk.” Perlahan Vina menekan handle pintu kemudiaan melangkahkan kakinya masuk. Vina melangkah dengan gontai jantungnya berdebar dengan kencang. “Silahkan duduk,” titah pak meneger.Vana mengangguk, lalu duduk dengan canggung. Gadis itu terus menunduk tidak berani mengangkat wajahnya dengan perasaan cemas Vina meremas jari jemarinya sendiri di bawah meja.“Kamu sudah tahu kenapa saya panggil kesini?” tanya pak meneger dengan suara khasnya yaitu terdengar menankutkan bagi Vina.Vina mengangguk,” Iya pak.” sahutnya.Walau kejadian tadi bukan sepenuhnya salah dia, tapi Vina tetap harus bertanggung jawab karena memang itu semua sudah tertera dalam kontrak. Mau tak mau Vina harus mengakui.Pak meneger terlihat mengangguk-anggukan kepala.” Baikl
“Berhenti disini saja tuan,” pinta Vina menunjuk sisi jalan.“Yakin?” tanya Bas memastikan.Vina mengangguk,”Iya. Lagi pula rumah saya masuk gang kecil jadi mobil gak bisa masuk,”jelasnya.Bas mengangguk pasrah,”Baiklah.”Bas menepikan mobilnya.“Terima kasih sudah mengantarkan saya tuan,”ucap Vina sebelum turun.“Sama-sama.”“Em..ngomong-ngomong memang rumah kamu dimana?”“Di dalam sana,” Vina menunjuk ke arah gang yang tidak jauh dari mobil saat ini.“Ah. Baiklah,” sahut Bas pasrah.Vina pun keluar, lalu melangkahkan kaki berjalan menuju gang arah rumahnya.Baru berapa langkah Vina kembali berhenti setelah mendengar teriakan Bas.“Ada apa lagi tuan?” tanyanya dengan nada pelan namun penuh penekanan.Bas sedikit berlari menghampiri Vina.“Setelah saya pikir-pikir. Saya akan antar kamu sampai rumah, tidak elok juga kan seorang gadis pulang sendiri mana hari sudah mulai gelap,”jawab Bas.“Itu tidak perlu. Saya sudah biasa sendiri,”tolak Vina. Bukan Bas namanya jika tidak memaksa. Akhi
“Loh! Anda mau kenapa ikut turun?” tanya Vina heran ketika Bas juga ikut turun.“Saya mau sarapan. Bikinin kopi ya,”ucap Bas sambil berjalan mendahului Vina.Vina memutar bola matanya malas, kemudian ikut melangkah masuk ke dalam cafe. Beberapa teman kerja Vina rupanya melihat Vina turun dari mobil dengan seorang pria hingga membuat mereka bertanya-tanya.“Cie-cie yang berangkat dianterin ayang,” goda salah satu teman Vina ketika wanita itu masuk ke dapur.Vina memutar bola matanya malas,”Ais. Apasih.”“Ganteng juga Vin. Nemu dimana?” godanya lagi.“Pasar loak,”sahut Vina asal.“Bang capucinonya satu,” ucap Vina pada bartender.“Cie. Buat ayang nih,” “Apaan sih! Buat pelanggan noh,” ucap Vina sambil menatap ke arah Bas.Setelah beberapa saat menunggu akhirnya Vina datang membawa pesanan Bas. “Selamat menikmati,” ucap Vina dengan ramah.Di cafe ini memang mengharuskan para pegawainya bersikap ramah pada setiap pengunjung pria atau wanita. Dan di jam-jam seperti sekarang ini cafe bia
“Masuk,” sahut Mahen menoleh pada pintu. Tidak lama pintu terbuka, Bas melangkah masuk dengan membawa beberapa berkas. “Selamat pagi tuan, maaf saya sedikit terlambat,” ucapnya sambil menundukan sedikit badan sebagai tanda hormat. “Tidak masalah. Duduklah,” titah Mahen. Bas mengangguk patuh, lalu duduk di kursi yang berhadapan. Bas meletakan berkas di atas meja “Ini ada beberapa berkas yang harus ditandatangani tuan,” ucapnya. Mahen mengambil berkas tersebut lalu membukanya membacanya sebentar kemudian menutupnya kembali. “Apa hari ini ada meeting?” tanya Mahen dengan nada serius. “Tidak ada tuan,” “Setelah makan siang, kita keluar. Aku ingin mencari rumah hadiah untuk istriku. Kau tolong carikan rekomendasi tempat yang cocok untuknya.” titah Mahen. Bas mengangguk mengerti,”Baik tuan, aku akan mencari beberapa rekomendasi nanti.” “Apa ada yang lain lagi tuan?”tanya Bas. “Tidak. Cukup itu saja.” “Kalau begitu aku kembali ke ruangan ku dulu,” pamitnya. “Pergi
“Maaf-maaf saya tidak sengaja. Apa ada yang terluka?” tanya Bas dengan nada cemas. Bagaimana tidak!Entah dia kurang fokus atau apa sehingga menyebabkan hal ini terjadi. Bas menabrak pengendara sepeda motor yang hendak nyebrang. Alhasil pria itu seketika panik begitu juga dengan Mahendra, keduanya langsung turun dan membantu korban untuk bangun.“Tidak. Saya tidak apa-apa. Terima….”“Anda!”“Vina!”Seru mereka berdua bersamaan. Sedangkan Mahen pria itu hanya diam menyaksikan dengan bingung ‘Oh. Mereka saling kenal.’“Ya ampun. Kenapa sih! Kalau ketemu anda selalu sial!” omel Vina dengan nada kesal.“Maaf aku sungguh tidak sengaja. Apa ada yang terluka?” Bas mengulangi pertanyaannya. Kali ini pria itu sambil membolak balik badan Vina membuat si empunya berdecak sebal.“Berhenti. Apa yang anda lakukan tuan! Anda kira saya apa dibolak-balik seenaknya saja!” gerutunya. Lalu Vina menoleh pada motornya yang masih terbaring bersama box berisi berapa pesanan yang harus di antarnya.“Ya am
“Ada apa tuan?”Bas berjalan menghampiri gadis yang baru saja dia panggil. “Apa Vina masih ada didalam?” tanya Bas pada gadis itu.Dia menggeleng,” Tidak. Vina sudah pulang sedari tadi,” sahutnya.Shit!“Ah. Baiklah, terima kasih.” Bas melenggang keluar dengan perasaan yang kecewa. Padahal dia sudah membuang waktunya demi bisa bertemu dengan Vina tapi ternyata gadis itu telah lebih dulu pulang.Ah. Sial!Dengan lesu Bas masuk kedalam mobil lalu menyalakannya kemudian mobil Bas bergerak menjauhi parkiran cafe tersebut. Di belahan kota yang lain,Mahendra baru saja keluar kamar mandi disambut oleh senyum manis sang istri.Pria itu berjalan menghampiri Arleta,” Kau cantik sekali sayang memakai baju ini,” ucap Mahendra matanya tidak lepas dari menatap tubuh indah sang istri di tambah saat ini Arleta memakai lingerie merah dimana semua lekuk tubuhnya terlihat.“Jadi aku gak cantik ya, kalau tidak pakai ini,” sahut Arleta sambil mengerucutkan bibir.“Tidak. Kamu selalu cantik sayang.”Wa
Mahen berpegangan pada meja dunianya seakan runtuh mendengar kabar duka bahwa ibunya telah berpulang. Apa yang terjadi? Kenapa semua ini bisa terjadi? Banyak pertanyaan dalam benak Mahen. Bagaimana mungkin ibunya pergi secara mendadak seperti ini. “Tuan, anda baik-baik saja?” tanya Jo. “Apa yang terjadi Jo? Kenapa bisa mama meninggal. Kemarin baru saja kami bertemu dan semua baik-baik saja,” Jo menggelengkan kepala,”Entahlah tuan, semua terjadi di luar kendali saya. Tuan bisa melihatnya sendiri nanti, lebih baik sekarang kita kesana sekarang,” ajak Jo. Mahen masih diam dalam ke terkejutan, namun beberapa detik kemudian pria itu berhambur keluar dari ruangannya. “Batalkan meeting hari ini. Kabari Bas suruh datang kerumah utama secepatnya,” suruh Mahen pada sekertarisnya. “Baik tuan.” Jo yang berlari di belakang Mahen pun berhenti sebentar di meja sekertaris memberitahu kabar duka yang telah menimpa bos mereka. Setelah itu Jo pun langsung pergi menyusul Mahen t
Dengan wajah cemas penuh kekhawatiran mereka memberikan keterangan terkait kegiatan mereka pagi itu, begitu juga dengan kegiatan nyonya mereka sebelum akhirnya ditemukan telah meninggal dunia dalam keadaan yang membuat semua orang terkejut. Dari pagi menjelang siang di rumah itu tidak menerima tamu sama sekali. Bahkan tidak ada satupun dari mereka mendengar suara letusan senjata tajam sekalipun. Mereka yang bekerja di dalam tidak ada naik ke lantai dua pagi itu, karena mereka sedang sibuk berjibaku di dapur. Pelayan yang biasanya membersihkan lantai atas, hari itu izin tidak masuk karena sedang ada acara keluarga, sehingga pelayan itu tidak ada disana. “Betul tuan, pagi tadi nyonya memerintahkan saya untuk memasak makanan kesukaan tuan muda. Nyonya bilang tuan akan datang bersama nona untuk makan malam bersama. Setelah itu nyonya langsung masuk kedalam kamar,” ucapnya dengan suara bergetar sesekali di iringi isakan kecil. Terlihat jelas kesedihan di wajah tuanya. Dia adalah pe
Bab Selanjutnya: Kebahagiaan Sebagai Orang Tua BaruHari-hari awal bersama Mahesa dipenuhi dengan keajaiban dan kekacauan. Mahen dan Arleta, sebagai orang tua baru, merasakan cinta dan kebahagiaan yang tak terlukiskan saat mereka menyaksikan tumbuh kembang bayi mereka.Setiap pagi, suara tangisan Mahesa menjadi alarm alami yang menyentak mereka dari tidur. Meskipun terkadang membuat mereka kelelahan, suara itu selalu diiringi dengan senyuman dan rasa syukur. Mahen sering bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan bagi Arleta, sementara Arleta bersiap untuk menyusui Mahesa."Selamat pagi, bintang kecil kita," Mahen sering menyapa Mahesa dengan lembut saat mengganti popoknya. Mahesa, dengan matanya yang besar dan ceria, seolah memahami setiap kata yang diucapkan ayahnya.Arleta tidak pernah lelah mengagumi betapa cepatnya Mahesa tumbuh. "Lihat, Mahen! Dia sudah mulai tersenyum!" serunya suatu pagi saat Mahesa mengeluarkan senyum pertamanya."Mungkin dia merasakan cinta kita," jawab Mahe
Matahari terbenam dengan indah di cakrawala, memberikan cahaya keemasan yang menyejukkan. Di tengah kota yang sebelumnya dilanda ketegangan, kini terhampar suasana harapan dan kebahagiaan. Mahen berdiri di balkon rumahnya, mengamati langit yang berubah warna, merasakan damai yang telah lama ditunggu. Setelah berbulan-bulan berjuang melawan Ganesha Corporation dan para anteknya, kini semua itu telah berakhir.Kabar penangkapan Alexander dan seluruh jaringan kejahatan Ganesha Corporation menyebar cepat. Media melaporkan detail demi detail tentang bagaimana bukti yang mereka kumpulkan akhirnya membawa keadilan bagi semua korban. Mahen dan Bas, bersama dengan Inspektur Raka, telah bekerja tanpa lelah untuk memastikan bahwa semua yang terlibat dibawa ke pengadilan.Kini, dengan kasus yang hampir sepenuhnya terpecahkan, Mahen merasakan beban yang selama ini menggelayuti pundaknya perlahan-lahan sirna. Dia tidak hanya merasa lega, tetapi juga bersyukur. Dalam kekacauan yang telah mengha
Pagi itu, matahari bersinar terang, seakan memberi pertanda baik setelah malam penuh ketegangan yang Mahen dan Bas lalui. Di dalam kantor polisi, Mahen duduk bersama Inspektur Raka dan Bas, di depan mereka terbentang dokumen-dokumen penting.Bukti yang selama ini mereka kejar untuk menghancurkan Ganesha Corporation dan Alexander.Mahen menghela napas dalam, mengingat peristiwa di apartemen Sandi. Meskipun mereka lolos dari cengkeraman anak buah Alexander, rasa gentar tidak sepenuhnya hilang. Waktu semakin sempit, dan mereka harus bergerak cepat sebelum Ganesha melakukan langkah besar untuk menutup mulut mereka.“Kita punya semuanya di sini,” ujar Inspektur Raka, membuka pembicaraan dengan nada penuh keyakinan. “Bukti bahwa Ganesha Corporation tidak hanya terlibat dalam kebakaran bisnis kamu, Mahen, tapi juga dalam jaringan kejahatan terorganisir yang lebih luas. Uang gelap, penyuapan pejabat, dan perdagangan ilegal. Semuanya terhubung melalui berbagai perusahaan cangkang, dan Alexa
Ketika malam mulai menyelimuti kota, Mahen duduk di ruang kerjanya, memandangi berkas-berkas yang berserakan di atas meja. Di balik dokumen itu, ada kenyataan yang semakin terang, seiring dengan ancaman yang semakin membayang. Alexander, Ganesha Corporation, Aditya. Semuanya terhubung dalam jaringan yang rumit, dan Mahen tahu, langkah berikutnya akan menentukan segalanya. Di satu sisi, ada keluarganya, terutama Arleta, yang kini sedang mengandung. Di sisi lain, perang ini menuntut lebih banyak pengorbanan.Namun, di tengah ketegangan itu, kabar baik tetap datang. Arleta masuk ke ruang kerja, senyumnya yang menenangkan langsung membuat suasana berubah. Perutnya semakin membesar, tanda bahwa bayi mereka tumbuh sehat. Ada keajaiban dalam kehadirannya, meski bayang-bayang ketakutan terus mengepung mereka."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Arleta sambil mendekat, merasakan kelelahan yang tak bisa disembunyikan dari wajah suaminya.Mahen tersenyum, meskipun lelah. "Ada banyak yang harus
Ketika Mahen keluar dari ruang pertemuan, udara terasa menyesakkan. Pembicaraan dengan Alexander tidak berjalan seperti yang dia harapkan. Pria itu bukan sekadar musuh, melainkan cerminan dari segala kekuasaan gelap yang siap menelan siapa pun yang berani menentangnya. Mahen tahu, semakin dia menggali lebih dalam, semakin berbahaya posisinya. Alexander bukan sekadar lawan yang bisa dia kalahkan dengan cara biasa, pria itu adalah monster yang siap melahap seluruh hidup Mahen dan keluarganya.Bas menunggu di dekat mobil, wajahnya menampakkan kekhawatiran. "Bagaimana, Tuan?" tanyanya pelan ketika Mahen mendekat.Mahen menarik napas panjang, membiarkan udara mengisi paru-parunya sebelum berbicara. "Alexander tidak akan menyerah begitu saja. Dia tahu apa yang kita lakukan. Tapi kita berhasil mengguncangnya. Dia tahu kita punya bukti."Bas mengangguk, meskipun matanya tetap waspada. "Itu kabar baik, tapi saya rasa kita harus lebih hati-hati sekarang. Alexander punya sumber daya yang sa
Malam itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Mahen duduk di depan komputer, jari-jarinya mengetik dengan cepat, mencoba menggali informasi lebih dalam tentang Alexander dan koneksinya dengan Ganesha Corporation. Di layar, nama Alexander terus muncul, melibatkan pria itu dalam berbagai transaksi gelap yang melibatkan pengiriman barang ilegal, suap politikus, hingga proyek yang tampak bersih di permukaan namun penuh dengan korupsi di dalamnya.Bas berdiri di belakang Mahen, menatap layar dengan sorot mata tajam. "Ini lebih besar dari yang kita kira," katanya sambil melipat tangannya di dada. "Ganesha dan Alexander tidak hanya menyerang bisnis kita. Mereka menguasai segalanya, politik, hukum, bahkan aparat keamanan. Kalau kita salah langkah, kita bisa lenyap tanpa jejak."Mahen tidak menjawab, matanya masih tertuju pada layar, mencoba menemukan pola di balik semua transaksi ini. Satu hal yang jelas baginya adalah Alexander bukan sekadar musuh bisnis. Ini adalah serangan pribadi
Matahari pagi menyembul di antara kabut tipis, menyinari rumah kecil yang kini menjadi tempat perlindungan Mahen dan keluarganya.Cahaya itu membawa sedikit kehangatan, namun ketegangan yang menggantung di udara masih belum hilang. Mahen duduk di meja kayu kecil di ruang tamu, matanya terfokus pada peta yang terbentang di depannya. Pria itu sedang mempelajari setiap sudut jalan, setiap celah yang mungkin bisa mereka manfaatkan untuk melarikan diri atau bersembunyi lebih baik. Namun di kepalanya, Mahen tahu bahwa lari bukanlah solusi selamanya.Bas muncul dari dapur, membawa dua cangkir kopi. "Saya sudah berbicara dengan kontak kita tadi malam," katanya sambil meletakkan cangkir di depan Mahen. "Mereka setuju untuk membantu kita, tapi kita harus bergerak cepat. Ganesha semakin kuat."Mahen mendengarkan dengan seksama, namun pikirannya terus berputar. Di satu sisi, Mahen tahu bahwa musuh mereka semakin mendekat. Di sisi lain, pikirannya kembali pada Arleta dan kabar kehamilan yang ba
Mobil Mahen melaju kencang di bawah langit malam yang kelam, meninggalkan jejak di jalanan sepi. Di belakangnya, bahaya yang tak terlihat terus membayangi. Bas, yang duduk di kursi pengemudi, sesekali melirik spion, memantau jalan di belakang mereka dengan kecemasan yang tak tersuarakan. Arleta, yang duduk di kursi belakang, menggenggam erat tangannya di atas perutnya. Ada ketegangan di setiap sudut mobil itu. Namun dibalik ketakutan yang menyelimuti mereka, ada sesuatu yang lain yang mulai tumbuh dalam hati Arleta, sebuah kehidupan yang baru.Mahen tahu bahwa ini lebih dari sekadar melarikan diri. Di balik setiap rencana jahat Ganesha, ada sesuatu yang lebih besar yang harus Mahen lindungi sekarang, keluarganya. Ancaman yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya kini tidak hanya menyasar dirinya atau bisnisnya, tapi orang-orang yang dia cintai.Bas menoleh ke arah Mahen, memecah keheningan yang menyesakkan. "Tuan, kita harus mencari tempat yang aman untuk sementara waktu. Ganesha m
Malam di pelabuhan telah berlalu, tapi suasana tegang itu belum memudar dari benak Mahen. Perburuan mereka terhadap Alexander hanya memberikan sepotong kecil dari teka-teki besar yang belum terselesaikan. Meski pria itu telah ditangkap, perasaan bahwa ada kekuatan yang lebih besar masih bersembunyi di balik kegelapan terus menghantui Mahen. Ganesha Corporation masih di luar sana, merancang sesuatu yang lebih berbahaya.Pagi itu, Mahen duduk di ruang kerjanya, memandangi catatan yang berserakan di mejanya. Tumpukan dokumen, laporan, dan catatan dari polisi seolah menatapnya dengan ancaman yang tak tersuarakan. Di tengah lautan informasi itu, ada satu nama yang kini menghantui setiap langkah penyelidikannya, Indra Jaya Trading. Perusahaan cangkang itu mungkin tampak kecil, tapi dibalik dindingnya tersembunyi kekuatan yang lebih besar dari yang bisa dibayangkan.Mahen meraih secangkir kopi yang sudah mendingin di meja, menghela nafas panjang. Malam yang tidak tenang dan pikiran yang t