Mata Jessy membulat sempurna sat Terry mengatakan hal itu. Jadi, Jungkai dan tuan Kang yang tertulis di dalam kertas biru yang sering ia bawa adalah Kai dan tuan Alfred? Kalau begitu, Kai dan Jane sudah saling mengenal sebelumnya? Lalu mengapa mereka bertingkah seperti orang asing? Bahkan tak segan Kai meracuni Jane hingga membuat gadis itu kehilangan kesadaran. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?Pertanyaan itu terus berputar putar di kepala Jessy. Gadis itu masih tak menyangka jika kertas biru yang Jane berikan padanya saat berada di mansion adalah rencana untuk meminta bantuan pada kelompok musuh agar bisa melarikan diri dari kelompok Terry. Ia tak menyangka jika pergaulan Jane ternyata seluas itu. Atau mungkin dirinya saja yang tak tahu apapun tentang gadis berambut ikal itu?Karena terlalu asyik dengan pikirannya, Jessy tak sadar jika Terry saat ini menatap tubuh ya seperti seorang predator yang menemukan mangsa. Tatapan mata penuh napsu dengan kemarahan yang bercampur di dalamn
Setelah diantarkan oleh para penjaga yang berada di kawasan hotel, Jessy segera masuk ke dalam kamar yang disewa oleh Terry. Gadis itu bisa melihat jika ruangan ini benar benar seperti kapal pecah.Buku yang berserakan dimana mana, remahan keripik kentang yang berhamburan di sofa dan juga lantai, bungkus makanan ringan di setiap sudut dan juga beberapa kaleng bir kosong yang teronggok begitu saja di bawah meja adalah pemandangan yang Jessy lihat ketika masuk ke ruangan ini.Jessy juga bisa melihat jika Jake dan Archer yang tertidur diatas sofa dengan kaki yang tergantung sebelah di sofa, sebelah lagi menapak ke lantai. Jessy menggelengkan kepala saat ia melihat jika Archer dan Jake saling menendang satu sama lain.Suara dengkuran keras dari kedua pria dewasa itu sedikitnya mengganggu telinga Jessy. Maka dari itu, ia segera melirik ke arah tempat tidur dan menemukan Jane yang bergelung dengan nyaman di bawah selimut dengan posisi meringkuk.Mengabaikan keadaan ruangan yang seperti kapa
"Tuan Kai adalah kakakmu?" Tanya Jessy mencoba menegaskan pertanyaan dari perkataan yang ia dengar dari sahabatnya, Jane.Jane menganggukkan kepalanya dengan ragu. Ada gurat penyesalan dan sedikit cemas yang tercetak di wajah manisnya. Jane menggigit bibir, menanti reaksi yang akan diberikan oleh Jessy.Jessy tentu saja tersentak kaget. Pikirannya mendadak kosong disertai dengan mata membulat yang seolah akan keluar dari tempatnya. Dirinya hampir saja berteriak andaikata Jane tak membekap mulutnya menggunakan tangan."Jangan berteriak, Jessy. Kau bisa membangunkan para pria yang saat ini berada di luar," bisik Jane memperingatkan dengan suara lembut. Jessy menganggukkan kepala, lalu membuka tangan Jane yang menutup mulutnya. Setelah itu, mata hijau milik Jessy menatap Jane dengan tatapan menyelidik. Gadis itu merasa ada konspirasi besar disini."Aku tak percaya dengan yang aku dengar," komentar Jessy pelan sambil melihat ke arah cermin. Jane pun melakukan hal serupa dengan gadis berw
"Jadi maksudmu, tuan Kai mengajak nona Emily untuk membunuhku?"Jane segera menggelengkan kepalanya dengan cepat ketika mengetahui jika Jessy salah paham pada ucapannya. Wajahnya nampak panik disertai dengan gurat ketakutan yang tercetak di wajah manisnya. Alisnya tampak naik dengan pupil mata mengecil."Bukan, bukan itu maksudku," ujar Jessy dengan nada cepat seperti orang yang sedang melakukan rap. Jessy tentu saja memiringkan kepalanya mendengar penyangkalan yang terlontar dari mulut Jane. Matanya mengerjap lucu dengan jari telunjuk yang ditaruh di bibir, menampilkan kesan bingung yang begitu menggemaskan."Lalu, seperti apa maksudmu kalau begitu? Apa aku salah menangkap informasi yang kau berikan?"Jane menghela napas kasar. Ia segera mendekati Jessy dan memeluk gadis itu. Jane sedikit menunduk karena Jessy jauh lebih pendek darinya. Setelah itu, Jane berbisik dengan pelan di telinga Jessy dengan nada sepelan mungkin."Nona Emily benar benar tak ada dalam rencana kami. Makanya ak
"Tuan Alfred, apa dengan saya memberikan kertas biru ini anda akan melindungi saya dan Daniel dari tuan Terry? Saya menginginkan kejelasan yang pasti sebelum membuat keputusan," Samantha menyembunyikan kertas biru yang ia pegang di balik punggungnya, menjauhkan jangkauan benda itu agar Alfred tak bisa mengambilnya dengan paksa.Alfred tersenyum tipis. Mata hijau milik pria itu tampak menyipit, menyembunyikan berbagai emosi yang kini berkecamuk di hatinya. Pria itu mengetuk ngetuk meja menggunakan pulpen yang ia pegang, menimbulkan bunyi yang begitu khas di ruangan yang terasa luas itu.Di ruangan itu hanya ada mereka berdua, jadi otomatis Samantha sedikitnya terintimidasi dan tak bisa meminta tolong pada siapapun pada orang lain selain pada dirinya sendiri."Apa nona Samantha tak mempercayai kekuatan White Tiger hingga berani mempertanyakan hal itu?"Pertanyaan itu keluar dari mulut Alfred dengan nada rendah, terdengar mendominasi dan juga tegas, membuat lawan bicaranya terdiam dan t
Jam sudah menunjukan pukul 12 malam waktu setempat. Jessy kini tengah tidur dengan nyenyak di kasurnya, sendirian. Jane memutuskan untuk ke rumah kakaknya, Kai untuk menyusun lagi strategi agar bisa melarikan diri dari. Kelompok Terry.Untuk Alfred dan juga Jake, kedua pria dewasa itu memutuskan untuk pergi ke klub malam untuk mencari partner tidur. Jessy tak bisa melarang mereka untuk hal itu. Jessy merasa lebih bebas sendirian berada di tempat ini.Saat tengah bermimpi dengan indah, tiba tiba saja Jessy merasakan jika kasur yang sedang ia tiduri berderit, menandakan ada seseorang yang naik ke kasurnya. Gadis itu membuka matanya dengan perlahan untuk mengecek siapa yang masuk ke dalam kamar yang sedang ia tempati.Jessy mengerjapkan matanya sebentar untuk memfokuskan cahaya yang masuk ke retinanya, sekaligus mengumpulkan kesadaran yang berceceran akibat sudah tertidur selama kurang lebih 4 jam.Saat matanya terbuka dan kesadarannya terkumpul sempurna, Jessy menemukan sosok pria yang
Keesokan paginya, Terry pun terbangun dari tidurnya sekitar pukul 8 pagi waktu setempat. Pria itu mengerjapkan matanya sejenak sambil berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Pria itu diam sebentar untuk mengumpulkan kesadarannya yang sempat tercecer.Terry meregangkan badannya yang terasa sangat pegal seolah telah melakukan sesuatu. Perlahan, mata coklat itu terbuka dan menampilkan ruangan kamar hotel tempat ia sewa.Menyadari ada di tempat berbeda daripada yang ia ingat terakhir kali—yakni meja bar— Terry pun segera bangkit dari posisi berbaringnya. Karena pergerakannya yang tiba tiba, tentu saja kepalanya langsung berdenyut sakit."Akh...alkohol sialan," umpatnya kesal yang ditujukan pada dirinya sendiri. Terry memijat dahinya berusaha untuk mengurai rasa sakit yang sangat mengganggunya itu.Setelah dirasa kepalanya sudah tak sakit seperti sebelumnya, Terry pun membuka selimut yang membalut tubuh kekarnya. Akan tetapi, matanya kembali membelalak sempurna saat meli
"apa maksudmu jika nona Emily adalah ibu tirimu?"Daniel menghela napas, lalu segera mengalihkan tatapannya ke arah lain sambil mengaduk sedotan dari minuman Samantha tanpa minat. Pria itu kebingungan harus menjawab apa untuk menjawab pertanyaan kekasihnya.Selain keadaannya sangat rumit untuk dijelaskan, Daniel juga mencemaskan jika suatu saat nanti Terry akan memutuskan hubungan mereka berdua hanya karena kesalahan Samantha, seperti yang pria itu lakukan pada Kai dua tahun yang lalu.Melihat kekasihnya tampak tertekan dan juga kebingungan membuat Samantha tertegun. Gadis berambut mint itu sedikitnya menyesal karena sudah membicarakan topik yang sangat sensitif pada kekasihnya. Samantha menaruh tangannya diatas tangan milik Daniel, membuat pria berdarah Korea itu menolehkan kepalanya dan memusatkan seluruh atensinya pada gadis itu."Jika kau merasa terbebani untuk bercerita, lebih baik jangan. Aku tak akan memaksamu,""Bukan itu. Aku hanya kesulitan mencari kata yang pas untuk menje