Wajah Jessy memucat sempurna seperti warna kertas begitu Terry berhasil menemukan kertas biru yang tak sengaja keluar dari sakunya. Ia memalingkan wajah ke arah lain saat Terry bertanya padanya. Jessy menggigit bibir karena kebingungan harus bersikap apa sekarang. Apakah ia harus bungkam atau berterus terang pada pria itu? Batinnya bergejolak, saling bertarung satu sama lain. Mau bicara atau tidak, resiko yang akan Jessy hadapi sangatlah besar yang mungkin akan membuat dirinya berada dalam masalah besar."Boneka kecil, aku bertanya padamu. Apa maksud dari kertas biru yang ada di tanganku ini?" Tanya Terry lagi sambil menyodorkan keras biru itu tepat dimata hijau Jessy dengan nada marah karena merasa dicurangi.Jessy menghela napas. Ia menatap Terry sebentar lalu menundukkan kembali kepalanya, hingga poni menutupi wajah cantiknya. Gadis itu memainkan ujung baju yang ia kenakan untuk meredakan rasa takut yang melanda hatinya.Terry gemas. Jessy tak memberikan jawaban apapun yang mengko
Mata Jessy membulat sempurna sat Terry mengatakan hal itu. Jadi, Jungkai dan tuan Kang yang tertulis di dalam kertas biru yang sering ia bawa adalah Kai dan tuan Alfred? Kalau begitu, Kai dan Jane sudah saling mengenal sebelumnya? Lalu mengapa mereka bertingkah seperti orang asing? Bahkan tak segan Kai meracuni Jane hingga membuat gadis itu kehilangan kesadaran. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?Pertanyaan itu terus berputar putar di kepala Jessy. Gadis itu masih tak menyangka jika kertas biru yang Jane berikan padanya saat berada di mansion adalah rencana untuk meminta bantuan pada kelompok musuh agar bisa melarikan diri dari kelompok Terry. Ia tak menyangka jika pergaulan Jane ternyata seluas itu. Atau mungkin dirinya saja yang tak tahu apapun tentang gadis berambut ikal itu?Karena terlalu asyik dengan pikirannya, Jessy tak sadar jika Terry saat ini menatap tubuh ya seperti seorang predator yang menemukan mangsa. Tatapan mata penuh napsu dengan kemarahan yang bercampur di dalamn
Setelah diantarkan oleh para penjaga yang berada di kawasan hotel, Jessy segera masuk ke dalam kamar yang disewa oleh Terry. Gadis itu bisa melihat jika ruangan ini benar benar seperti kapal pecah.Buku yang berserakan dimana mana, remahan keripik kentang yang berhamburan di sofa dan juga lantai, bungkus makanan ringan di setiap sudut dan juga beberapa kaleng bir kosong yang teronggok begitu saja di bawah meja adalah pemandangan yang Jessy lihat ketika masuk ke ruangan ini.Jessy juga bisa melihat jika Jake dan Archer yang tertidur diatas sofa dengan kaki yang tergantung sebelah di sofa, sebelah lagi menapak ke lantai. Jessy menggelengkan kepala saat ia melihat jika Archer dan Jake saling menendang satu sama lain.Suara dengkuran keras dari kedua pria dewasa itu sedikitnya mengganggu telinga Jessy. Maka dari itu, ia segera melirik ke arah tempat tidur dan menemukan Jane yang bergelung dengan nyaman di bawah selimut dengan posisi meringkuk.Mengabaikan keadaan ruangan yang seperti kapa
"Tuan Kai adalah kakakmu?" Tanya Jessy mencoba menegaskan pertanyaan dari perkataan yang ia dengar dari sahabatnya, Jane.Jane menganggukkan kepalanya dengan ragu. Ada gurat penyesalan dan sedikit cemas yang tercetak di wajah manisnya. Jane menggigit bibir, menanti reaksi yang akan diberikan oleh Jessy.Jessy tentu saja tersentak kaget. Pikirannya mendadak kosong disertai dengan mata membulat yang seolah akan keluar dari tempatnya. Dirinya hampir saja berteriak andaikata Jane tak membekap mulutnya menggunakan tangan."Jangan berteriak, Jessy. Kau bisa membangunkan para pria yang saat ini berada di luar," bisik Jane memperingatkan dengan suara lembut. Jessy menganggukkan kepala, lalu membuka tangan Jane yang menutup mulutnya. Setelah itu, mata hijau milik Jessy menatap Jane dengan tatapan menyelidik. Gadis itu merasa ada konspirasi besar disini."Aku tak percaya dengan yang aku dengar," komentar Jessy pelan sambil melihat ke arah cermin. Jane pun melakukan hal serupa dengan gadis berw
"Jadi maksudmu, tuan Kai mengajak nona Emily untuk membunuhku?"Jane segera menggelengkan kepalanya dengan cepat ketika mengetahui jika Jessy salah paham pada ucapannya. Wajahnya nampak panik disertai dengan gurat ketakutan yang tercetak di wajah manisnya. Alisnya tampak naik dengan pupil mata mengecil."Bukan, bukan itu maksudku," ujar Jessy dengan nada cepat seperti orang yang sedang melakukan rap. Jessy tentu saja memiringkan kepalanya mendengar penyangkalan yang terlontar dari mulut Jane. Matanya mengerjap lucu dengan jari telunjuk yang ditaruh di bibir, menampilkan kesan bingung yang begitu menggemaskan."Lalu, seperti apa maksudmu kalau begitu? Apa aku salah menangkap informasi yang kau berikan?"Jane menghela napas kasar. Ia segera mendekati Jessy dan memeluk gadis itu. Jane sedikit menunduk karena Jessy jauh lebih pendek darinya. Setelah itu, Jane berbisik dengan pelan di telinga Jessy dengan nada sepelan mungkin."Nona Emily benar benar tak ada dalam rencana kami. Makanya ak
"Tuan Alfred, apa dengan saya memberikan kertas biru ini anda akan melindungi saya dan Daniel dari tuan Terry? Saya menginginkan kejelasan yang pasti sebelum membuat keputusan," Samantha menyembunyikan kertas biru yang ia pegang di balik punggungnya, menjauhkan jangkauan benda itu agar Alfred tak bisa mengambilnya dengan paksa.Alfred tersenyum tipis. Mata hijau milik pria itu tampak menyipit, menyembunyikan berbagai emosi yang kini berkecamuk di hatinya. Pria itu mengetuk ngetuk meja menggunakan pulpen yang ia pegang, menimbulkan bunyi yang begitu khas di ruangan yang terasa luas itu.Di ruangan itu hanya ada mereka berdua, jadi otomatis Samantha sedikitnya terintimidasi dan tak bisa meminta tolong pada siapapun pada orang lain selain pada dirinya sendiri."Apa nona Samantha tak mempercayai kekuatan White Tiger hingga berani mempertanyakan hal itu?"Pertanyaan itu keluar dari mulut Alfred dengan nada rendah, terdengar mendominasi dan juga tegas, membuat lawan bicaranya terdiam dan t
Jam sudah menunjukan pukul 12 malam waktu setempat. Jessy kini tengah tidur dengan nyenyak di kasurnya, sendirian. Jane memutuskan untuk ke rumah kakaknya, Kai untuk menyusun lagi strategi agar bisa melarikan diri dari. Kelompok Terry.Untuk Alfred dan juga Jake, kedua pria dewasa itu memutuskan untuk pergi ke klub malam untuk mencari partner tidur. Jessy tak bisa melarang mereka untuk hal itu. Jessy merasa lebih bebas sendirian berada di tempat ini.Saat tengah bermimpi dengan indah, tiba tiba saja Jessy merasakan jika kasur yang sedang ia tiduri berderit, menandakan ada seseorang yang naik ke kasurnya. Gadis itu membuka matanya dengan perlahan untuk mengecek siapa yang masuk ke dalam kamar yang sedang ia tempati.Jessy mengerjapkan matanya sebentar untuk memfokuskan cahaya yang masuk ke retinanya, sekaligus mengumpulkan kesadaran yang berceceran akibat sudah tertidur selama kurang lebih 4 jam.Saat matanya terbuka dan kesadarannya terkumpul sempurna, Jessy menemukan sosok pria yang
Keesokan paginya, Terry pun terbangun dari tidurnya sekitar pukul 8 pagi waktu setempat. Pria itu mengerjapkan matanya sejenak sambil berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Pria itu diam sebentar untuk mengumpulkan kesadarannya yang sempat tercecer.Terry meregangkan badannya yang terasa sangat pegal seolah telah melakukan sesuatu. Perlahan, mata coklat itu terbuka dan menampilkan ruangan kamar hotel tempat ia sewa.Menyadari ada di tempat berbeda daripada yang ia ingat terakhir kali—yakni meja bar— Terry pun segera bangkit dari posisi berbaringnya. Karena pergerakannya yang tiba tiba, tentu saja kepalanya langsung berdenyut sakit."Akh...alkohol sialan," umpatnya kesal yang ditujukan pada dirinya sendiri. Terry memijat dahinya berusaha untuk mengurai rasa sakit yang sangat mengganggunya itu.Setelah dirasa kepalanya sudah tak sakit seperti sebelumnya, Terry pun membuka selimut yang membalut tubuh kekarnya. Akan tetapi, matanya kembali membelalak sempurna saat meli
Jessy menolehkan kepalanya pada sumber suara, yakni Terry yang saat ini menatap tajam ke arahnya. Jessy merasa ciut dan ketakutan melihatnya, hingga ia memeluk Alfred kembali dengan sangat erat sembari menyembunyikan wajahnya. Gadis itu merasa terintimidasi dengan tatapan Terry yang terlihat sangat mematikan."Jessy, aku sedang bicara padamu. Tolong lihat aku,"Terry berkata dengan nada tegas dan juga dominan, membuat jiwa submissive Jessy keluar begitu saja. Jessy membalikkan tubuhnya hingga kini berhadapan dengan pria berambut pirang itu.Gadis itu menundukkan kepalanya hingga poni miliknya yang sudah memanjang menutupi wajahnya. Gadis itu memegang erat ujung baju yang ia kenakan, pertanda jika tengah takut dan juga gugup. Terry menghela napas kasar lalu mengangkat dagu Jessy dengan jari telunjuknya agar gadis itu bisa bertatapan dengannya.Tatapan keduanya bertemu. Mata doe hijau milik Jessy yang saat ini memerah karena sedang menangis kini bertatapan dengan manik coklat milik Terr
"Apa ini semacam taruhan?" Terry menggelengkan kepalanya, lalu segera mendekati Jessy yang saat ini tengah memiringkan kepalanya, tak mengerti dengan pembicaraan diantara dua pria berbeda generasi itu.Begitu sampai di hadapan Jessy, Terry meletakkan salah satu tangannya di perut milik gadis itu, lalu mengusapnya dengan cara melingkar. Pria itu memejamkan mata seolah menikmati kegiatan yang ia lakukan.Jessy tentu saja kaget mendapat perlakuan lembut seperti itu. Terry memang baik padanya, tapi dia pasti selalu memiliki niat terselubung. Makanya ia curiga jika Terry tengah merencanakan sesuatu padanya.Akan tetapi, sekalipun Jesy tengah mencurigai Terry, Jessy tak menepis tangan milik Terry dari perutnya dan membiarkan Terry berbuat sesukanya, selama masih berada di batas wajar. Entah kenapa, ada rasa senang yang hinggap di hatinya. Seperti ada kupu kupu yang berterbangan dalam perutnya, menimbulkan sensasi menyenangkan yang tak diketahui sebabnya. Apakah ia senang dengan usapan itu
"Apa maksudmu jika Jessy tengah hamil?" Alfred kini menatap Terry dengan tatapan tajam.Pria bermata hijau itu tak terima jika Terry mengatakan hal yang tidak tidak pada Jessy yang baru saja siuman. Terry tersenyum, lalu menolehkan kepalanya pada Jessy yang saat ini menatapnya penuh kebingungan.Mata gadis itu tampak mengerjap lucu dengan bibir mengerucut lucu karena tak mengerti alasan Terry malah membahas "hal itu". Kepalanya terlihat dimiringkan yang membuat Jessy tampak begitu menggemaskan. Terry tertawa kecil melihat tingkah Jessy yang begitu menghibur dirinya. Setelah itu, Terry memusatkan kembali perhatiannya pada Alfred yang menunggu jawabannya. Percakapan diantara keduanya tampak begitu intens seolah ini adalah meja perang (meja debat)."Kurasa anda tak terlalu bodoh untuk mengerti arti ucapan saya, tuan," ujar Terry dengan senyuman tipis yang terpatri di wajah tampannya.Nada suara setenang air itu sedikitnya mengusik hati Alfred. Apa pria di depannya itu tak merasa bersala
Terry kini sudah tiba di depan rumah sakit yang kabarnya tempat Jessy dirawat. Pria berambut pirang itu segera turun dari mobil dan melangkah dengan gagah menuju ke depan gerbang rumah sakit, diikuti oleh para anggotanya yang lain yang mengikuti dari belakang.Saat berada di depan gerbang, langkah Terry harus terhenti karena seorang pria berpakaian serba merah dengan aksen lambang harimau putih mencegahnya masuk. Terry menatap tajam orang itu dengan mata cokelatnya, karena perjalanannya harus tertunda. Ini sama artinya dengan membuang waktunya yang berharga untuk mencari Jessy."Mengapa aku dihentikan seperti ini, heh?""Maaf, Tuan. Tapi anda tak diizinkan masuk ke wilayah ini," ujar pria yang tengah mengenakan kacamata itu dengan suara berat.Terry tersenyum miring. Ia yang tak terima dengan perkataan itu langsung merogoh saku celananya dan menodongkan pistol tepat di dahi pria itu. Bisa dilihat jika salah satu anak buah dari kelompok White Tiger yang berhadapan dengannya meneguk lu
Alfred menghela napas melihat reaksi yang Jessy berikan padanya. Gadis itu tak merasa senang ataupun gembira dengan berita ini, tapi malah menunjukkan sikap ketidak percayaan dan juga ragu.Hal ini tentu saja menggores hari Alfred. Wajah pria itu tampak menyendu dengan alis mata yang terlihat turun. Raut wajah Alfred terlihat murung dengan tubuh terkulai lemas seolah tak memiliki tenaga.Jessy menggaruk pipinya yang tak terasa gatal, bingung harus melakukan apa di situasi sekarang ini. Rasa canggung menyergap keduanya, membuat Jessy tampak tak nyaman. Tangan mungilnya dengan ragu menyentuh wajah Alfred yang kini tengah melihat ke tanah. Merasakan sentuhan kecil dan halus itu, Alfred mendongakkan kepala, kembali menatap wajah Jessy dengan tatapan sedih. Bibir pria itu terlihat terkunci dengan mata sayu yang membuat kondisi Alfred terlihat begitu menyedihkan."Apa bisa anda jelaskan lagi padaku apa yang anda katakan sebelumnya?" Tanya Jessy dengan nada sehalus sutera sembari mengusap
"Ayah yang menculik anak Alfred?" Tanya Terry lagi memastikan, takut jika ia salah mendengar."Benar, tuan. Selain itu, ayah anda hampir melecehkan Rosemary saat wanita itu tengah mengandung. Maka dari itu, tuan Alfred murka besar dan berakibat memusuhi kelompok Black Panther sampai sekarang," jawab Adiaz lagi yang membuat Terry tampak tercengang.Pria itu hampir saja menjatuhkan ponselnya ke bawah andai tak diraih oleh Daniel. Dengan sigap, tangan milik pria berdarah Korea itu menangkap ponsel yang saat ini masih tersambung.Ia ingin tahu mengapa sedari dulu kelompok White Tiger selalu membuat masalah dengan kelompok Black Panther. Tak mungkin jika hanya alasan itu saja yang menjadi pemicunya."Lalu, apa ada hal lain yang ingin kau laporkan pada kami?""Ada. Kelompok Black Panther yang waktu itu dipimpin oleh ayah anda adalah pengacau sekaligus pengkhianat di masa lalu saat kelompok White Tiger masih berjaya. Tuan Barbara membuat fitnah bahwa kelompok White Tiger adalah kelompok yan
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga jam untuk pergi ke Las Vegas menggunakan pesawat, Terry segera memerintahkan anak buahnya yang berada disana untuk segera menjemputnya dan beberapa orang yang ia bawa dari Washington, termasuk Daniel.Selama menunggu kira kira setengah jam, mobil yang di pesan oleh Terry pun datang. Ia dan Daniel langsung masuk ke dalam mobil itu, sementara para anak buahnya yang lain menaiki mobil yang berbeda. Mobil pun meninggalkan kawasan bandara menuju rumah sakit tempat Jessy di rawat."Kau yakin jika Jessy ada disana? Bisa saja ini adalah trik murahan yang digunakan oleh kelompok White Tiger untuk mengecoh kita semua," Terry yang sedang memeriksa beberapa file yang masuk di ponselnya pun menolehkan kepala pada sang lawan bicara. Dirinya tertegun dalam sesaat.Benar juga, karena panik dan merasa senang karena Jessy telah ditemukan membuatnya membuat keputusan bodoh dengan langsung datang ke Las Vegas tanpa mencari tahu terlebih dahulu apakah
"Hah? Apa maksud anda?" Tanya Jessy yang saat ini tengah membulatkan mata mendengar fakta yang baru saja ia dengar.Janet Fransisca? Rasanya ia pernah mendengar nama itu sebelumnya. Keningnya berkerut dalam mencoba mengingat nama itu. Matanya ya menyipit lucu dengan ekspresi yang begitu menggemaskan.Akan tetapi, seberapa keras usaha Jessy untuk mengingatnya, ingatan itu tak muncul di kepalanya. Jessy mengerang kesal sekaligus frustrasi karena tak bisa mengingat informasi yang terbilang cukup penting untuk keadaan sekarang.Gadis itu menatap Alfred dengan tatapan polos miliknya karena ia tak mengingat nama yang terasa familiar itu, seolah meminta bantuan pada Alfred. Alfred terkekeh pelan, lalu menyendokkan satu sendok bubur pada mulut Jessy yang terbuka agar gadis itu bisa makan.Jessy tentu saja kesal karena Alfred memasukan makanan ke dalam mulutnya tanpa permisi. Dengan terpaksa, gadis itu pun menelan bubur yang disodorkan tanpa mengunyahnya karena bubur yang ia makan sangatlah lem
"Terry," panggil Daniel yang baru saja masuk ke ruangan milik sang pria berambut pirang yang kini tengah berkutat dengan laptopnya. Terry tampak begitu serius, terlihat dari keningnya yang berkerut dalam dan beberapa kali mengeluarkan umpatan kecil yang tak jelas.Mendengar ada yang memanggil namanya, Terry menolehkan kepala pada sumber suara, mengabaikan sejenak laptop yang ada di depannya dan memusatkan seluruh atensinya pada Daniel yang saat ini tengah memasang wajah lelah.Wajah pria berdarah Korea itu tampak sangat berantakan, dengan kantung mata hitam yang melingkar jelas di wajahnya. Selain itu, wajah Daniel tampak begitu kusam, menandakan jika ia kurang istirahat selama beberapa hari terakhir."Ada apa Daniel?" Tanya Terry singkat, padat dan jelas dengan nada suara dinginnya.Daniel menghela napas panjang, lalu menyodorkan sebuah file yang berisi tentang beberapa kerja sama yang harus Terry periksa. Bagaimanapun, Terry adalah orang yang berkuasa disini. "Ada beberapa kerja sa